PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 294 ayat 5, Pasal 474 ayat 1, dan Pasal 502 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, serta Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Penyiaran;
Mengingat
- Pasal 17 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4252);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
- Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
- Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
- Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6658);
- Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
Memutuskan
Menetapkan
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima Siaran.
- Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan Siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut, atau antariksa dengan menggunakan Spektrum Frekuensi Radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima Siaran.
- Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
- Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disingkat IPP adalah hak yang diberikan oleh negara kepada Lembaga Penyiaran untuk menyelenggarakan Penyiaran.
- Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
- Surat Perintah Pembayaran adalah surat dan/atau dokumen yang digunakan untuk melakukan tagihan Penerimaan Negara Bukan Pajak terutang, baik berupa pokok maupun sanksi administratif berupa denda.
- Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
- Spektrum Frekuensi Radio adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi lebih kecil dari 3OOO GHz yang merambat di udara dan/atau ruang angkasa yang berfungsi sebagai media pengiriman dan/atau penerimaan informasi untuk keperluan antara lain penyelenggaraan telekomunikasi, penyelenggaraan Penyiaran, penerbangan, pelayaran, meteorologi, penginderaan jarak jauh, dan astronomi.
- Penyiaran Secara Bersamaan yang selanjutnya disebut Penyiaran Simulcast adalah penyelenggaraan pemancaran Siaran televisi analog dan Siaran televisi digital pada saat yang bersamaan.
- Penyiaran Televisi dengan Teknologi Digital Melalui Terestrial adalah Penyiaran penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) dengan menggunakan teknologi digital yang dipancarkan secara terestrial melalui sarana multipleksing dan diterima dengan perangkat penerima.
- Layanan Program Siaran adalah layanan rangkaian Siaran mata acara dan/atau Siaran iklan yang disusun secara berkesinambungan dan/atau terjadwal yang dipancarluaskan melalui sistem transmisi untuk dapat diterima oleh masyarakat.
- Layanan Multipleksing adalah penyelenggaraan layanan dengan menggunakan infrastruktur multipleksing yang menggabungkan 2 (dua) program Siaran atau lebih melalui slot yang merupakan bagian dari kapasitas multipleksing untuk dipancarkan melalui media transmisi terestrial dan diterima dengan perangkat penerima Siaran.
- Layanan Tambahan adalah layanan nilai tambah yang diselenggarakan dengan memanfaatkan penggunaan persediaan kapasitas multipleksing pada sistem Penyiaran digital untuk menyediakan layanan lainnya seperti layanan konten audio dan data casting untuk informasi cuaca, pendidikan, pasar modal, berita terkini, dan lain sebagainya.
- Penyelenggaraan Multipleksing adalah penyaluran program Siaran digital melalui infrastruktur Penyiaran dari penyelenggara multipleksing.
- Slot Multipleksing adalah bagian dari Total Kapasitas Multipleksing.
- Total Kapasitas Multipleksing adalah jumlah maksimum slot yang dapat disediakan oleh suatu perangkat multipleksing dengan pengaturan teknis tertentu.
- Hari adalah hari kerja.
- Titik Batas Sewa adalah titik atau lokasi batas penyediaan Slot Multipleksing.
- Tarif Batas Atas (ceiling price) adalah besaran tarif tertinggi yang dapat ditawarkan penyelenggara multipleksing dalam penyewaan Slot Multipleksing.
- Tarif Sewa Slot Multipleksing adalah biaya yang dibebankan kepada pengguna yang merupakan akibat penggunaan sewa slot program Siaran yang disediakan oleh penyelenggara multipleksing dan dipungut dalam suatu periode sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
- Mean Opinion Score (MOS) adalah ukuran yang mewakili kualitas keseluruhan dari suatu stimulus atau sistem, yang dihitung berdasarkan nilai rata-rata aritmatika atas semua nilai pada skala yang telah ditentukan tentang kinerja kualitas suatu sistem pada penilaian Quality of Experience (QoE).
- Metode Stimulasi Tunggal (Single Stimulus Method) adalah salah satu metode penilaian Quality of Experience (QoE) dengan menggunakan satu gambar atau urutan gambar yang telah diproses dan disajikan, kemudian diberi peringkat secara independen pada skala yang ditentukan dengan menggunakan Mean Opinion Score (MOS).
- Ketersediaan Layanan adalah kemampuan jaringan multipleksing untuk menyediakan layanan Siaran digital dalam Wilayah Layanan Siaran selama periode yang ditentukan.
- Kualitas Gambar adalah penilaian kualitas gambar televisi keluaran dari platform distribusi sinyal yang diterima oleh pemirsa dan/atau yang diproduksi oleh Lembaga Penyiaran.
- Bitrate per Program adalah pengukuran jumlah bit yang ditransmisikan selama jangka waktu yang ditentukan.
- Aktivasi Layanan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan layanan pertama kali sejak penandatangan kerja sama dan pemenuhan kewajiban oleh pelanggan.
- Reaktivasi Layanan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan kembali layanan selanjutnya setelah adanya pemenuhan kewajiban oleh pelanggan.
- Penyelesaian Gangguan adalah penyelesaian gangguan oleh penyelenggara multipleksing yang diselesaikan dalam waktu 10 (sepuluh) jam sejak diterimanya laporan gangguan.
- Akurasi Billing adalah persentase (%) keluhan atas akurasi tagihan dalam 1 (satu) bulan tagihan dibanding dengan jumlah seluruh tagihan pada bulan tersebut.
- Wilayah Layanan adalah wilayah penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran multipleksing Melalui Sistem Terestrial.
- Alat Bantu Penerima Siaran Digital (Set Top Box) yang selanjutnya disebut STB adalah alat bantu untuk dapat menerima Siaran televisi digital bagi masyarakat yang masih menggunakan perangkat penerima Siaran televisi analog.
- Daftar Hitam Penyelenggara adalah daftar yang memuat identitas direksi, pengurus, dan/atau badan hukum yang dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Lembaga Penyiaran adalah Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.
- Lembaga Penyiaran Publik yang selanjutnya di singkat LPP adalah Lembaga Penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
- Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang selanjutnya disebut LPP Lokal adalah Lembaga Penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Pemerintah Daerah, menyelenggarakan kegiatan Penyiaran radio atau Penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat yang siarannya berjaringan dengan Radio Republik Indonesia untuk radio dan Televisi Republik Indonesia untuk televisi.
- Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa Penyiaran radio atau televisi.
- Lembaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya disingkat LPK adalah Lembaga Penyiaran radio atau televisi yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
- Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial, berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa Penyiaran berlangganan.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
- Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan pos dan informatika.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mencakup:
- kegiatan usaha penyelenggaraan Penyiaran;
- penyelenggaraan Penyiaran dengan teknologi digital;
- standar kualitas layanan penyelenggaraan Penyiaran Televisi dengan Teknologi Digital Melalui Terestrial;
- mekanisme penyediaan dan distribusi STB;
- pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan Penyiaran; dan
- tata cara pengenaan sanksi administratif dalam penyelenggaraan Penyiara
BAB II
KEGIATAN USAHA PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
- Penyelenggaraan Penyiaran terdiri atas:
a. Jasa Penyiaran Radio; dan
b. Jasa Penyiaran Televisi.
- Jasa Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan oleh:
a. LPP;
b. LPS;
c. LPK; atau
d. LPB.
- LPP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a terdiri atas:
a. LPP Radio Republik Indonesia;
b. LPP Televisi Republik Indonesia; dan
c. LPP Lokal.
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran radio dan jasa Penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diselenggarakan melalui media:
a. terestrial;
b. satelit; dan/atau
c. kabel.
- Penyelenggaraan Penyiaran melalui media sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
Pasal 4
- Penyelenggaraan Penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2, wajib memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha untuk memperoleh IPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- IPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku selama 10 (sepuluh tahun) dan dapat diperpanjang.
Pasal 5
- Perizinan Berusaha untuk penyelenggaraan Penyiaran dengan media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 4 diberikan melalui mekanisme evaluasi.
- Permohonan IPP untuk Penyelenggaraan Penyiaran melalui media terestrial sebagaimana dimaksud dalam diajukan setelah adanya pengumuman peluang penyelenggaraan Penyiaran oleh Menteri.
- Pengumuman peluang penyelenggaran Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikecualikan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal pada 1 (satu) Wilayah Layanan Siaran, jumlah permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melebihi jumlah ketersediaan kanal frekuensi radio dan/atau ketersediaan Slot Multipleksing, IPP diberikan melalui mekanisme seleksi.
- Mekanisme dan tata cara seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
- Pengumuman peluang penyelenggaraan jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPS dan/atau LPB melalui media terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 dilakukan secara terbuka pada situs web (website) resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, media cetak, dan/atau media elektronik.
- Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat:
a. Wilayah Layanan Siaran;
b. jangka waktu pengajuan permohonan; dan
c. jumlah ketersediaan kanal frekuensi radio dan/atau Slot Multipleksing.
Pasal 7
- Permohonan IPP untuk jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPS dan LPB melalui terestrial diajukan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam pengumuman peluang penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf b.
- Permohonan IPP untuk:
a. jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPB melalui satelit;
b. jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPB melalui kabel;
c. jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPP Lokal; atau
d. jasa Penyiaran yang diselenggarakan oleh LPK, dapat diajukan tanpa adanya pengumuman peluang penyelenggaraan Penyiaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
Menteri dapat melakukan penghentian sementara permohonan IPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 dengan memperhatikan:
- persaingan usaha yang sehat;
- perlindungan investasi;
- kepentingan daerah;
- perbandingan Ketersediaan Layanan (supply side) dengan kebutuhan masyarakat (demand side) yang berimbang; dan/atau
- efisiensi nasiona
Pasal 9
- LPP Lokal dapat didirikan di daerah provinsi atau kabupaten/kota dengan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
a. belum ada stasiun Penyiaran Radio Republik Indonesia dan/atau Televisi Republik Indonesia di Wilayah Layanan Siaran;
b. tersedianya Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan rencana induk penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan Penyiaran;
c. tersedianya sumber daya manusia profesional di bidang Penyiaran dan sumber daya lainnya sehingga LPP Lokal mampu melakukan paling sedikit 12 (dua belas) jam Siaran per hari untuk radio dan 3 (tiga) jam Siaran per hari untuk televisi dengan materi Siaran yang proporsional; dan
d. operasional Siaran diselenggarakan secara berkesinambungan.
- Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dikecualikan untuk LPP Lokal yang didirikan dengan menggunakan teknologi digital.
Pasal 10
Dalam 1 (satu) kabupaten/kota dapat didirikan 1 (satu) LPP Lokal jasa Penyiaran radio dan/atau 1 (satu) LPP Lokal jasa Penyiaran televisi.
Pasal 11
- Pendirian LPP Lokal berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diberikan sepanjang:
a. Slot Multipleksing tersedia bagi jasa Penyiaran televisi; atau
b. tersedianya Spektrum Frekuensi Radio bagi jasa Penyiaran radio.
- Jasa Penyiaran radio dan/atau jasa Penyiaran televisi yang diselenggarakan oleh LPP Lokal harus menyiarkan isi Siaran terkait pembangunan di berbagai bidang termasuk namun tidak terbatas pada bidang wawasan kebangsaan, pendidikan, seni budaya, kesehatan, pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan penanganan kebencanaan.
Bagian Kedua
Tata Cara Uji Laik Operasi Penyiaran
Pasal 12
- Pelaku Usaha dalam melakukan permohonan uji laik operasi harus memenuhi dokumen dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
- Sebelum permohonan uji laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pelaku Usaha harus memenuhi persyaratan:
a. melaksanakan pembangunan dan/atau menyediakan sarana dan prasarana Penyiaran dengan melampirkan daftar perangkat dan pengujian mandiri sarana prasarana Penyiaran;
b. dalam hal penyelenggaraan Penyiaran menggunakan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau satelit asing, sebelum pelaksanaan uji laik operasi Penyiaran wajib memenuhi Perizinan Berusaha penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau hak labuh satelit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. dokumen kerja sama dengan penyelenggara multipleksing bagi Pelaku Usaha/Lembaga Penyiaran yang akan menyelenggarakan Layanan Program Siaran;
d. foto dan video sarana dan prasarana Penyiaran; dan
e. gambar peta jangkauan wilayah Siaran atau peta jangkauan Wilayah Layanan.
- Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a meliputi:
a. sarana perangkat Penyiaran yang sesuai dengan rencana dasar teknik Penyiaran dan persyaratan teknis alat dan/atau perangkat telekomunikasi untuk keperluan penyelenggaraan televisi Siaran dan radio Siaran;
b. prasarana kantor dan studio bagi LPP, LPP Lokal, LPS, dan LPK;
c. prasarana kantor dan stasiun pengendali bagi LPB; dan
d. sarana dan prasarana lainnya sesuai dengan perkembangan dan penerapan teknologi Penyiaran.
Pasal 13
- Pelaku Usaha mengajukan permohonan uji laik operasi setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
- Pelaku Usaha mengajukan permohonan uji laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling lambat 1 (satu) tahun sejak memperoleh Nomor Induk Berusaha untuk kegiatan usaha penyelenggaraan Penyiaran.
- Direktur Jenderal melaksanakan uji laik operasi setelah permohonan uji laik operasi Penyiaran dari Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diterima.
- Uji laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan dengan metode uji petik.
- Direktur Jenderal dapat melaksanakan uji laik operasi secara daring dan luring.
- Surat keterangan laik operasi diterbitkan berdasarkan hasil uji laik operasi.
- Dalam hal dinyatakan tidak memenuhi persyaratan berdasarkan hasil uji laik operasi, Pelaku Usaha diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan paling lama 1 (satu) bulan sejak pelaksanaan uji laik operasi.
- Surat keterangan laik operasi diterbitkan setelah menerima perbaikan pemenuhan persyaratan uji laik operasi dari Pelaku Usaha dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dan dinyatakan lengkap serta memenuhi persyaratan.
Pasal 14
- Direktur Jenderal menerbitkan Surat Perintah Pembayaran biaya IPP setelah diterbitkan surat keterangan laik operasi.
- Pelaku Usaha wajib membayar biaya IPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari sejak Surat Perintah Pembayaran ditetapkan.
- Besaran biaya IPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bagian Ketiga
Cakupan Wilayah Siaran
Pasal 15
- Penyelenggaraan Penyiaran dapat dilakukan dengan cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia, regional, dan/atau lokal dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri.
- Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia dapat dilakukan oleh:
a. LPP Radio Republik Indonesia;
b. LPP Televisi Republik Indonesia;
c. LPS jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial untuk Layanan Program Siaran;
d. LPS melalui media satelit; atau
e. LPB melalui media satelit dan/atau media kabel.
- Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan wilayah Siaran regional dan/atau lokal dapat dilakukan oleh:
a. LPP Lokal;
b. LPS jasa Penyiaran radio melalui media terestrial;
c. LPS jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial untuk Layanan Program Siaran;
d. LPS jasa Penyiaran televisi Layanan Multipleksing melalui terestrial;
e. LPK; atau
f. LPB melalui media terestrial dan/atau kabel.
- Lembaga Penyiaran yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran melalui media terestrial dengan cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, huruf b, dan huruf c wajib memiliki cabang paling sedikit di ibukota provinsi dan bersiaran di cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- LPS yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran digital melalui media terestrial dengan cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia dan regional, siarannya wajib memuat konten lokal paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari waktu Siaran keseluruhan per hari.
- Cakupan wilayah Siaran meliputi seluruh Indonesia, regional, dan/atau lokal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. kesehatan industri Penyiaran;
b. kemampuan dan kesiapan penyelenggara;
c. ketersediaan Slot Multipleksing; dan/atau
d. ketersediaan Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan rencana induk Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan Penyiaran.
Pasal 16
- Radius Siaran LPK jasa Penyiaran radio yang bersiaran melalui media terestrial dibatasi maksimum 2,5 km (dua setengah kilometer) dari lokasi pemancar atau dengan ERP (effective radiated power) maksimum 46,99 (empat puluh enam koma sembilan puluh sembilan) dBm.
- Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan untuk LPK yang bersiaran melalui Layanan Multipleksing Siaran televisi digital terestrial.
Pasal 17
- Dalam hal pada 1 (satu) radius Siaran terdapat LPK yang telah memperoleh IPP, LPK dimaksud dapat memberikan kesempatan bersiaran bagi komunitas lainnya yang berkeinginan untuk mendirikan LPK.
- Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menggunakan pemancar sesuai ketentuan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Bagian Keempat Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan
Paragraf 1
Umum
Pasal 18
- Penyelenggaraan Penyiaran oleh LPS dilaksanakan dalam lingkup stasiun Penyiaran lokal.
- Untuk menjangkau wilayah yang lebih luas, LPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat membentuk sistem stasiun jaringan.
Pasal 19
LPS dapat menyelenggarakan layanannya dengan sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah Siaran sampai dengan seluruh wilayah Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
- induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan merupakan LPS yang terletak di ibukota provinsi dan/atau kabupaten/kota; dan
- untuk kesamaan acara, Siaran stasiun jaringan dapat dipancarluaskan melalui stasiun relai ke seluruh wilayah dalam 1 (satu) provins
Pasal 20
Sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 dilaksanakan oleh:
- induk stasiun jaringan; dan
- anggota stasiun jaringa
Pasal 21
- Induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam koordinator yang siarannya direlai oleh anggota stasiun jaringan.
- Anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam sistem stasiun jaringan yang melakukan relai Siaran pada waktu tertentu dari induk stasiun jaringan.
Pasal 22
LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi hanya dapat berjaringan dalam 1 (satu) sistem stasiun jaringan.
Paragraf 2
Relai Siaran dan Siaran Lokal
Pasal 23
- Program Siaran yang direlai oleh anggota stasiun jaringan dari induk stasiun jaringan dibatasi dengan durasi paling banyak 40% (empat puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 90% (sembilan puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari anggota stasiun jaringan.
- LPS yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran analog, anggota stasiun jaringan harus memuat Siaran lokal dengan durasi paling sedikit 60% (enam puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 10% (sepuluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari.
Paragraf 3
Persetujuan Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan
Pasal 24
- LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan menyelenggarakan Penyiaran melalui sistem stasiun jaringan wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
- Permohonan persetujuan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan oleh LPS induk stasiun jaringan dengan melampirkan:
a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan; dan
b. daftar anggota stasiun jaringan.
- Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a paling sedikit memuat:
a. penetapan induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan;
b. persentase durasi relai Siaran dari seluruh waktu Siaran per hari; dan
c. persentase durasi Siaran lokal dari seluruh waktu Siaran per hari.
Pasal 25
- Evaluasi terhadap kelayakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 2 dilakukan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
- Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dengan anggota stasiun jaringan; dan
b. persentase durasi relai Siaran dan Siaran lokal.
- Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada LPS induk stasiun jaringan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) Hari.
- Dalam hal hasil evaluasi terhadap laporan permohonan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan oleh LPS induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, LPS Induk Stasiun Jaringan diberikan kesempatan untuk melengkapi permohonan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya hasil evaluasi dari Menteri.
- LPS induk stasiun jaringan yang tidak melengkapi permohonan persetujuan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dianggap mengundurkan diri.
- Dalam hal permohonan persetujuan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri memberikan persetujuan penyelenggaraan sistem stasiun jaringan dalam jangka waktu 5 (lima) Hari.
- Dalam melaksanakan evaluasi terhadap permohonan persetujuan penyelenggaraan Penyiaran melalui sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 2, Menteri dapat membentuk tim.
Paragraf 4
Perubahan Sistem Stasiun Jaringan
Pasal 26
- Perubahan sistem stasiun jaringan meliputi:
a. perubahan susunan;
b. pengurangan anggota; dan/atau
c. penambahan anggota.
- LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan melakukan perubahan susunan dan/ atau pengurangan anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b wajib melapor dan memperoleh persetujuan dari Menteri.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan permohonan persetujuan penambahan jumlah anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c oleh LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi.
Bagian Kelima
Perubahan Data Perizinan Lembaga Penyiaran
Paragraf 1
Umum
Pasal 27
- Lembaga Penyiaran dapat melakukan perubahan:
a. nama;
b. alamat kantor;
c. susunan pengurus; dan/atau
d. saham.
- Setiap perubahan nama, alamat kantor, susunan pengurus, dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat 1 oleh Lembaga Penyiaran harus dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal paling lambat 1 (satu) bulan sejak dilakukan perubahan.
Paragraf 2
Perubahan Nama, Alamat Kantor, Susunan Pengurus, dan
Saham
Pasal 28
Perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 huruf a meliputi:
- perubahan nama badan hukum; dan
- perubahan nama udar
Pasal 29
Perubahan alamat kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 huruf b tidak berkaitan dengan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana telah ditetapkan dalam IPP.
Pasal 30
- Perubahan susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 huruf c meliputi:
a. direksi dan komisaris pada LPS dan LPB;
b. direksi dan dewan pengawas pada LPP Lokal; atau
c. penanggung jawab pada LPK.
- Warga negara asing dapat menjadi pengurus LPS hanya untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
Pasal 31
- Setiap perubahan kepemilikan saham baik langsung maupun tidak langsung pada LPS dan LPB wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Perubahan kepemilikan saham LPS dilarang mengakibatkan pelanggaran ketentuan:
a. kepemilikan asing;
b. pemusatan kepemilikan; atau
c. kepemilikan silang.
- Perubahan kepemilikan saham LPB dilarang mengakibatkan pelanggaran ketentuan:
a. kepemilikan asing; atau
b. kepemilikan silang.
- Setiap perubahan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang menyebabkan perubahan pengendalian pada LPS dan LPB, wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 32
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 4 paling sedikit memuat mengenai latar belakang dan tujuan perubahan saham.
Paragraf 3
Penyampaian Laporan
Pasal 33
Laporan perubahan nama badan hukum dan susunan pengurus yang telah memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham harus mendapatkan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Laporan perubahan nama, susunan pengurus, saham, dan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum harus disampaikan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Paragraf 4
Evaluasi
Pasal 35
Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal dapat memanggil Lembaga Penyiaran untuk menyampaikan kelengkapan informasi terhadap data perubahan yang disampaikan.
Pasal 36
Dalam hal laporan perubahan sebagaimana dimaksud dalam perubahan ditolak.
Pasal 37
- Direktur Jenderal menyimpan laporan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang dinyatakan lengkap dalam database.
- Menteri menerbitkan surat penerimaan perubahan nama badan hukum setelah laporan dinyatakan lengkap.
Pasal 38
Lembaga Penyiaran bertanggung jawab terhadap setiap perubahan data yang dilaporkan ke Direktur Jenderal.
Pasal 39
Perubahan data perizinan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31, batal demi hukum.
Bagian Keenam
Pelaporan Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal 40
- Lembaga Penyiaran wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Penyiaran kepada Menteri paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat:
a. permodalan (status perubahan terakhir) yang terdiri atas: 1. modal; 2. komposisi pemegang saham; dan 3. pemusatan dan kepemilikan silang.
b. laporan keuangan;
c. jumlah pelanggan untuk LPB;
d. pengembangan program Siaran yang terdiri atas: 1. uraian waktu Siaran, sumber materi mata acara Siaran, khalayak sasaran, dan daya saing; dan 2. persentase mata acara Siaran keseluruhan dan pola acara Siaran harian dan mingguan;
e. pengembangan sarana dan prasarana yang terdiri atas: 1. daftar inventaris sarana dan prasarana yang digunakan, termasuk peralatan studio dan pemancar, jumlah dan jenis studio; dan 2. peta lokasi stasiun Penyiaran, gambar tata ruang stasiun pemancar dan peta lokasi stasiun pemancar, serta gambar peta wilayah jangkauan Siaran dan Wilayah Layanan siarannya;
f. pelaksanaan penyelenggaraan Penyiaran melalui sistem stasiun jaringan untuk LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang menyelenggarakan Penyiaran melalui sistem stasiun jaringan;
g. pemenuhan komitmen penyelenggaraan Penyiaran sesuai dengan rencana bisnis/proposal yang diajukan pada saat permohonan dan perpanjangan IPP; dan
h. kepatuhan hukum terkait kekayaan intelektual dan pemenuhan kewajiban pembayaran royalti hak cipta dan hak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a angka 2 dan angka 3 tidak berlaku bagi LPP dan LPK.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan melalui aplikasi laporan penyelenggaraan Penyiaran.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENYIARAN JASA PENYIARAN
TELEVISI DENGAN TEKNOLOGI DIGITAL MELALUI
TERESTRIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi secara Digital melalui sistem terestrial meliputi:
a. Layanan Program Siaran;
b. Layanan Multipleksing; dan
c. Layanan Tambahan.
- Layanan Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat dilaksanakan oleh LPP Televisi Republik Indonesia, LPP Lokal, LPS, dan LPK.
- Layanan Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dilaksanakan oleh:
a. LPP Televisi Republik Indonesia; dan
b. LPS Jasa Penyiaran televisi.
- Layanan Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dapat dilaksanakan oleh LPP Televisi Republik Indonesia, LPP Lokal, LPS, dan LPK.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Multipleksing
Pasal 42
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial dilakukan dengan teknologi digital melalui Penyelenggaraan Multipleksing.
- Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam terbatas yang dikuasai oleh negara dan pengelolaannya dilakukan oleh Menteri.
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi dengan teknologi digital melalui media terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui beberapa penyelenggara multipleksing dalam jumlah terbatas terkait ketersediaan frekuensi dan iklim usaha.
- Jumlah penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan oleh Menteri.
- Penetapan LPP Televisi Republik Indonesia sebagai penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 3 huruf a dilakukan oleh Menteri tanpa melalui evaluasi atau seleksi.
- Penetapan penyelenggara multipleksing untuk LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 3 huruf b dilakukan oleh Menteri melalui evaluasi atau seleksi.
- Penetapan penyelenggara multipleksing melalui evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 berlaku untuk LPS yang telah melakukan investasi dan telah menyelenggarakan multipleksing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Menteri melaksanakan seleksi penyelenggara multipleksing oleh LPS sebagaimana dimaksud pada ayat 6 pada Wilayah Layanan Siaran yang belum ditetapkan penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 3 huruf b.
- Penetapan penyelenggara multipleksing berdasarkan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat 8 mempertimbangkan penyelenggara yang telah menyelenggarakan multipleksing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 9 termasuk namun tidak terbatas pada kinerja, pelaksanaan komitmen, dan/atau dukungan Lembaga Penyiaran atas pelaksanaan Penyiaran digital dan penghentian Siaran televisi analog sesuai waktu yang ditetapkan.
- Menteri menetapkan penyelenggara multipleksing melalui evaluasi atau seleksi berdasarkan pertimbangan:
a. perlindungan kepentingan nasional;
b. pemerataan penyebaran informasi;
c. kesiapan infrastruktur multipleksing penyelenggara Penyiaran;
d. penetapan penyelenggara multipleksing yang telah melakukan investasi sebelumnya;
e. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau pencegahan interferensi Spektrum Frekuensi Radio;
f. kesiapan ekosistem penyelenggaraan Penyiaran;
g. efisiensi industri Penyiaran;
h. perlindungan investasi; dan/atau
i. persiapan penghentian Siaran analog (Analog Switch Off/ASO).
Pasal 43
Penyelenggara multipleksing melaksanakan Layanan Program Siaran sesuai dengan cakupan wilayah Penyelenggaraan Multipleksingnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
- Penyelenggara multipleksing dapat bekerjasama dengan penyelenggara multipleksing lainnya dan/atau penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam rangka penggunaan bersama infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kerja sama dalam rangka penggunaan bersama infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan penggunaan bersama infrastruktur pasif yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan Layanan Multipleksing yang meliputi:
a. menara (tower);
b. tiang (pole);
c. ruang penempatan perangkat (shelter);
d. catudaya listrik;
e. sistem pendingin;
f. lahan;
g. gedung; dan
h. bentuk infrastruktur pasif lainnya.
Bagian Ketiga
Layanan Tambahan
Pasal 45
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi berupa Layanan Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 1 huruf c dapat berupa:
a. penyaluran konten audio; dan/atau
b. penyaluran konten data.
- Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi berupa Layanan Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan oleh Lembaga Penyiaran setelah memperoleh persetujuan Menteri.
- Pelaksanaan Layanan Tambahan oleh Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib menggunakan standar sistem dan memenuhi kinerja teknik yang ditetapkan.
- Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dapat menyelenggarakan Layanan Tambahan dengan menyewa Slot Multipleksing dari penyelenggara multipleksing.
- Penyelenggaraan Layanan Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diajukan setelah batas waktu penghentian Siaran televisi analog (Analog Switch Off/ASO).
Bagian Keempat
Penyiaran Simulcast
Pasal 46
- Lembaga Penyiaran jasa Penyiaran televisi yang bersiaran secara analog dapat melakukan Penyiaran Simulcast sebagai Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran melalui persetujuan Menteri dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama dengan penyelenggara multipleksing yang sesuai dengan Wilayah Layanan analog yang tercantum dalam IPP; dan
b. membayar biaya IPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Lembaga Penyiaran jasa Penyiaran televisi yang bersiaran secara analog dapat menghentikan Siaran analog dan beralih menjadi Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran melalui Penyelenggaraan Multipleksing setelah melalui persetujuan Menteri dengan ketentuan:
a. mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama dengan penyelenggara multipleksing yang sesuai dengan Wilayah Layanan analog yang tercantum dalam IPP;
b. mengembalikan izin stasiun radio kanal frekuensi radio yang digunakan untuk televisi Siaran analog kepada Menteri; dan
c. membayar biaya IPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Penyelenggaraan Penyiaran Simulcast berakhir pada saat penghentian Siaran analog (Analog Switch Off/ASO) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Penyewaan Slot Multipleksing
Paragraf 1
Umum
Pasal 48
- LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan Layanan Program Siaran dengan menyewa Slot Multipleksing dari penyelenggara multipleksing.
- Dalam hal LPP Televisi Republik Indonesia dan LPS menjadi penyelenggara multipleksing, menyediakan program Siaran melalui Slot Multipleksingnya sendiri.
- Penyelenggara multipleksing wajib memenuhi permohonan penyewaan Slot Multipleksing dari LPP, LPS, dan/atau LPK yang memenuhi syarat penyewaan multipleksing yang ditetapkan oleh penyelenggara multipleksing dan memperoleh persetujuan dari Menteri sepanjang Slot Multipleksing masih tersedia.
- Penyelenggara multipleksing wajib menetapkan syarat penyewaan Slot Multipleksing yang memenuhi prinsip keterbukaan akses dan non-diskriminasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Mekanisme penyewaan sisa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 dilaksanakan berdasarkan pengumuman Penyelenggaraan Multipleksing yang ditetapkan oleh Menteri.
- Menteri dapat menetapkan pemanfaatan penggunaan multipleksing dan/atau Slot Multipleksing yang tidak dimanfaatkan oleh penyelenggara multipleksing.
Pasal 49
- Kapasitas Slot Multipleksing dari penyelenggara multipleksing dapat digunakan oleh LPS yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan yang terafiliasi dengan LPS penyelenggara multipleksing, termasuk LPS yang bersangkutan.
- Kapasitas Slot Multipleksing dari penyelenggara multipleksing yang dapat digunakan oleh LPS yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan yang terafiliasi dengan LPS penyelenggara multipleksing, termasuk LPS yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling banyak 3 (tiga) Slot Multipleksing atau dapat menggunakan kapasitas sampai dengan 50% (lima puluh persen).
Pasal 50
- LPS yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan yang terafiliasi dengan LPS penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 2 wajib memperoleh IPP dan bersiaran secara digital sesuai dengan ketentuan:
a. LPS yang menyediakan Layanan Program Siaran yang telah memperoleh IPP dan bersiaran secara analog dapat bersiaran secara simulcast atau hanya melaksanakan Siaran secara digital; dan
b. Pelaku Usaha yang terafiliasi dapat mengajukan permohonan IPP penyelenggaraan Layanan Program Siaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kriteria afiliasi penyelenggara multipleksing dan LPS yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 51
- Penyelenggara multipleksing wajib mempublikasikan pembukaan peluang kerja sama dan informasi mengenai Slot Multipleksing yang dikelolanya untuk disewakan kepada LPP, LPS, dan/atau LPK.
- Informasi mengenai Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memuat paling sedikit:
a. jenis layanan sewa Slot Multipleksing;
b. Wilayah Layanan Siaran;
c. kapasitas Slot Multipleksing yang tersedia;
d. Tarif Sewa Slot Multipleksing yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kualitas layanan (Quality of Service);
f. prosedur penyediaan layanan sewa Slot Multipleksing; dan
g. syarat penyewaan Slot Multipleksing.
- Informasi mengenai Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disampaikan secara terbuka paling sedikit melalui situs web (website) resmi dari penyelenggara multipleksing.
Pasal 52
- Kerja sama penyewaan Slot Multipleksing antara penyelenggara multipleksing dengan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran paling sedikit memuat:
a. Wilayah Layanan Siaran;
b. hak dan kewajiban;
c. service level agreement (SLA);
d. Tarif Sewa Slot Multipleksing yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. masa berlaku kerjasama; dan
f. kompensasi apabila tidak memenuhi hak dan kewajiban.
- Kerja sama penyewaan Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memperoleh persetujuan dari Menteri.
Paragraf 2
Penyediaan Layanan Sewa Slot Multipleksing
Pasal 53
Penyelenggara multipleksing menyediakan layanan sewa Slot Multipleksing sesuai dari Titik Batas Sewa yang terletak pada port atau interface penyelenggara multipleksing sampai dengan perangkat penerima masyarakat.
Pasal 54
- Penyelenggara multipleksing dilarang melakukan diskriminasi dalam penyediaan jenis layanan dan/atau besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing.
- Diskriminasi dalam penyediaan jenis layanan dan/atau besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. antrian, prosedur dan waktu penyediaan layanan sewa Slot Multipleksing;
b. besaran tarif dan pola diskon layanan sewa Slot Multipleksing;
c. kualitas layanan sewa Slot Multipleksing; dan
d. perjanjian penyediaan layanan sewa Slot Multipleksing.
Paragraf 3
Struktur Tarif Sewa Slot Multipleksing
Pasal 55
- Struktur Tarif Sewa Slot Multipleksing terdiri atas:
a. biaya aktivasi;
b. biaya pemakaian.
- Biaya aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan biaya yang dibebankan kepada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan untuk mengaktifkan akses sambungan layanan sewa Slot Multipleksing yang besarnya ditentukan oleh penyelenggara multipleksing.
- Biaya pemakaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan biaya yang dibebankan kepada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan atas pemakaian sewa Slot Multipleksing yang dihitung berdasarkan waktu pemakaian dan/atau kapasitas Slot Multipleksing.
Pasal 56
- Penyelenggara multipleksing dalam menghitung besaran biaya pemakaian Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 huruf b oleh Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan, menggunakan perhitungan yang transparan berdasarkan biaya saat ini (current cost).
- Biaya saat ini (current cost) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan biaya yang paling akhir dicatat oleh penyelenggara multipleksing dalam pembukuannya dan merupakan biaya maksimum.
Paragraf 4
Formula dan Tata Cara Penetapan Tarif Sewa Slot
Multipleksing
Pasal 57
- Penghitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 huruf d yang dilakukan oleh penyelenggara multipleksing wajib mengacu pada formula tarif serta memperoleh persetujuan Menteri untuk ditetapkan.
- Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Pasal 58
- Penyelenggara multipleksing menetapkan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing dengan struktur tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 berdasarkan formula perhitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Formula perhitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun berdasarkan metode Bottom-Up Forward-Looking Long Run Incremental Cost Plus (FL-LRIC+) dan digunakan untuk menghitung besaran biaya pemakaian maksimum atau Tarif Batas Atas (ceiling price) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 huruf b.
- Dalam menggunakan formula perhitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setiap penyelenggara multipleksing yang menyediakan layanan sewa Slot Multipleksing harus berpedoman pada:
a. perhitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing; dan
b. pengoperasian model perhitungan Tarif Sewa Slot Multipleksing, sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 59
- Penyelenggara multipleksing wajib menyampaikan rencana jenis layanan sewa Slot Multipleksing, besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing, dan Wilayah Layanan serta seluruh data perhitungan yang digunakan dalam perhitungan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing kepada Menteri paling lama 60 (enam puluh) Hari sebelum diimplementasikan.
- Penyampaian data perhitungan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melampirkan:
a. perhitungan perkiraan (forecast) data permintaan dan kapasitas;
b. model jaringan;
c. perhitungan biaya layanan; dan
d. tabel (spreadsheet) perhitungan.
- Tata cara perhitungan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Rencana jenis layanan dan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 55 mengenai struktur Tarif Sewa Slot Multipleksing dan/atau Layanan Tambahan.
Pasal 60
- Rencana jenis layanan dan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 1 dievaluasi dan ditetapkan oleh Menteri
- Dalam hal dipandang perlu Menteri melakukan evaluasi terhadap Tarif Batas Atas (ceiling price) sewa Slot Multipleksing setiap tahun.
- Penyelenggara multipleksing dapat menyesuaikan jenis layanan dan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing setiap 3 (tiga) tahun.
- Penyelenggara multipleksing dapat mengajukan penyesuaian Tarif Sewa Slot Multipleksing kepada Menteri dalam hal terjadi adanya perubahan sistem dan/atau penggantian perangkat.
- Penyelenggara multipleksing wajib mengikuti ketentuan batasan besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Paragraf 5
Pelaporan Tarif Sewa Multipleksing
Pasal 61
- Penyelenggara multipleksing wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. cakupan dan topologi jaringan;
b. kapasitas yang terpasang dan kapasitas yang terpakai;
c. besaran Tarif Sewa Slot Multipleksing; dan
d. pendapatan usaha layanan sewa Slot Multipleksing pada penyelenggaraan Penyiaran multipleksing.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan setiap tahun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keenam
Penghentian Siaran
Pasal 62
- Penyelenggara multipleksing wajib menghentikan Siaran dari Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dalam hal Lembaga Penyiaran dimaksud mendapatkan sanksi berupa pencabutan IPP atau pembekuan kegiatan Siaran.
- Penghentian Siaran sebagai akibat sanksi pembekuan kegiatan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan jangka waktu sanksi pembekuan kegiatan Siaran dimaksud.
- Dalam hal pencabutan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebagai akibat pelanggaran ketentuan mengenai standar program siaran yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia, penyelenggara multipleksing wajib menghentikan kegiatan Siaran dari Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
- Penghentian Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberlakukan oleh penyelenggara multipleksing setelah mendapatkan pemberitahuan tertulis dari Menteri terkait sanksi pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha penyelenggaraan Penyiaran atau pemberitahuan tertulis dari Komisi Penyiaran Indonesia terkait sanksi pembekuan kegiatan Siaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Tahapan Analog Switch Off
Pasal 63
- Penghentian Siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada pentahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat.
- Tahapan penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui 5 (lima) tahapan yang terdiri atas:
a. Tahap I: paling lambat 17 Agustus 2021;
b. Tahap II: paling lambat 31 Desember 2021;
c. Tahap III: paling lambat 31 Maret 2022;
d. Tahap IV: paling lambat 17 Agustus 2022; dan
e. Tahap V: paling lambat 2 November 2022.
- Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Setiap Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa Penyiaran televisi dengan media terestrial secara analog pada setiap Wilayah Layanan Siaran harus melaksanakan penghentian Siaran televisi analog sesuai pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Bagian Kedelapan
Mekanisme Penyediaan dan Distribusi Set Top Box (STB)
Paragraf 1
Mekanisme Penyediaan
Pasal 64
- Pemerintah membantu penyediaan alat bantu penerimaan Siaran STB kepada rumah tangga miskin agar dapat menerima Siaran televisi secara digital melalui terestrial.
- Penyediaan alat bantu penerimaan Siaran STB kepada rumah tangga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berasal dari komitmen penyelenggara multipleksing.
- Dalam hal penyediaan alat bantu penerimaan Siaran STB sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak mencukupi, dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Paragraf 2
Distribusi dan Kriteria Penerima Set Top Box/STB
Pasal 65
Kriteria penerima STB, mekanisme pendistribusian STB, dan pengawasan atas pelaksanaan pendistribusian STB kepada rumah tangga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kesembilan
Tata Cara Penetapan Penomoran untuk Keperluan Jasa
Penyiaran Televisi Digital Melalui Terestrial Penerimaan Tetap
Tidak Berbayar
Paragraf 1
Tata Cara Penomoran
Pasal 66
- Penetapan penomoran untuk jasa Penyiaran televisi digital sistem teresterial penerimaan tetap tidak berbayar, berlaku untuk penyelenggaraan:
a. Layanan Multipleksing;
b. Layanan Program Siaran; dan
c. Layanan Tambahan.
- Penetapan penomoran penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
a. Network ID;
b. Transport Stream ID;
c. Service ID; dan
d. Logical Channel Number (LCN).
- Direktur Jenderal menetapkan penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, huruf b, dan huruf c kepada penyelenggara multipleksing.
- Direktur Jenderal menetapkan penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d kepada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dan/atau Layanan Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c.
Pasal 67
- Logical Channel Number (LCN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 2 huruf d ditetapkan kepada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran yang telah memperoleh Perizinan Berusaha penyelenggaraan Penyiaran secara digital.
- LPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang merupakan anggota sistem stasiun jaringan, dapat memperoleh penetapan penomoran Logical Channel Number (LCN) yang berbeda dengan induk stasiun jaringan.
Paragraf 2
Pencabutan dan Pengembalian Penomoran
Pasal 68
- Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran yang keluar dari keanggotaan sistem stasiun jaringan dan masih menyelenggarakan Layanan Program Siaran, wajib mengembalikan penetapan penomoran kepada Direktur Jenderal.
- Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib mengajukan permohonan Logical Channel Number (LCN) yang baru kepada Direktur Jenderal.
- Direktur Jenderal menetapkan penomoran Logical Channel Number (LCN) yang baru kepada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Pasal 69
- Penetapan penomoran dicabut karena:
a. IPP dicabut; dan /atau
b. penataan perencanaan penomoran.
- Drektur Jenderal menetapkan penomoran baru bagi Lembaga Penyiaran yang dikenai pencabutan penetapan penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b.
Pasal 70
- Lembaga Penyiaran wajib mengembalikan penetapan penomoran jika:
a. mengembalikan IPP; atau
b. mengajukan permohonan perubahan penetapan penomoran baru.
- Pengembalian penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. IPP masih berlaku;
b. masih melakukan kegiatan penyelenggaraan Penyiaran; dan/atau
c. bergabung ke dalam keanggotaan sistem stasiun jaringan.
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan penetapan penomoran baru sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b.
- Direktur Jenderal menetapkan atau menolak permohonan perubahan penomoran baru berdasarkan hasil evaluasi.
Paragraf 3
Pelaporan
Pasal 71
- Direktur Jenderal melakukan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan penggunaan penomoran terhadap penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan.
- Penyelenggara multipleksing wajib melaporkan penggunaan penomoran kepada Direktur Jenderal setiap 3 (tiga) bulan.
Pasal 72
Format laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat 2 tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
STANDAR KUALITAS LAYANAN PENYELENGGARAAN
PENYIARAN TELEVISI DENGAN TEKNOLOGI DIGITAL
MELALUI TERESTRIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 73
- Dalam penyelenggaraan Penyiaran televisi dengan teknologi digital, penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran wajib memenuhi standar kualitas layanan.
- Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup:
a. standar kualitas layanan jaringan; dan
b. standar kualitas pelayanan pelanggan.
- Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a terdiri atas:
a. Quality of Services (QoS); dan
b. Quality of Experience (QoE).
- Standar kualitas layanan jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a merupakan parameter atau indikator kinerja yang dijadikan acuan dalam menilai dan mengukur kualitas layanan pada penyediaan jaringan milik Lembaga Penyiaran.
- Standar kualitas pelayanan pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b merupakan parameter atau indikator kinerja yang dijadikan acuan dalam menilai dan mengukur kualitas pengoperasian dan pelayanan terhadap pengguna layanan dari Lembaga Penyiaran.
Bagian Kedua
Standar Kualitas Layanan pada Penyelenggara Multipleksing
Pasal 74
- Penyelenggara multipleksing wajib memenuhi standar kualitas layanan jaringan yang terdiri atas:
a. Ketersediaan Layanan;
b. Bitrate per Program; dan
c. Kualitas Gambar.
- Penyelenggara multipleksing wajib memenuhi standar kualitas pelayanan pelanggan yang terdiri atas:
a. Aktivasi Layanan;
b. Reaktivasi Layanan;
c. Penyelesaian Gangguan; dan
d. Akurasi Billing.
- Standar kualitas layanan pada Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Standar Kualitas Layanan pada Lembaga Penyiaran yang Menyediakan Layanan Program Siaran
Pasal 75
- Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran wajib memenuhi Standar Kualitas Layanan jaringan yang terdiri atas:
a. Kualitas Gambar; dan
b. Bitrate per Program.
- Standar kualitas layanan pada Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 76
- Penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran yang bekerjasama wajib membuat perjanjian Service Level Agreement (SLA).
- Perjanjian Service Level Agreement (SLA) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk menjamin pemenuhan standar kualitas layanan.
- Pemenuhan standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure).
Bagian Keempat
Pengukuran Kualitas Layanan
Pasal 77
- Dalam penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi secara digital melalui terestrial, penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran wajib melakukan pengukuran kinerja kualitas layanan paling sedikit sekali dalam setahun.
- Pengukuran kinerja kualitas layanan jasa Penyiaran televisi secara digital melalui media terestrial terdiri atas kinerja kualitas layanan:
a. Penyelenggaraan Multipleksing; dan
b. penyelenggaraan Layanan Program Siaran.
- Pengukuran kinerja kualitas layanan dapat dilakukan melalui pengumpulan data termasuk namun tidak terbatas pada:
a. pengukuran lapangan spontan dan rutin;
b. survei konsumen; dan/atau
c. dokumen pengukuran mandiri yang diterima dari penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan layanan program Siaran.
- Parameter, metode pengukuran, dan formula perhitungan dalam rangka pengukuran standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 mengacu pada ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 78
- Metode pengukuran kualitas layanan jaringan pada Penyelenggaraan Multipleksing dilakukan dengan pengukuran lapangan pada setiap Wilayah Layanan Penyiaran menggunakan alat ukur tertentu.
- Pengukuran kualitas layanan jaringan untuk Siaran digital terkait pengukuran Kualitas Gambar dilakukan dengan mengunakan survei lapangan pada setiap Wilayah Layanan Penyiaran dengan pengukuran Mean Opinion Score (MOS).
- Pengukuran Mean Opinion Score (MOS) dilakukan dengan Metode Stimulasi Tunggal (Single Stimulus Method) dengan cara menggunakan satu gambar atau urutan gambar yang telah diproses dan disajikan, dan indeks nilai terhadap kualitas urutan gambar tersebut yang diberikan oleh penilai.
- Lingkungan pengukuran Mean Opinion Score (MOS) sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan dalam 2 (dua) lingkungan yang berbeda, yang terdiri atas:
a. pengukuran laboratorium atau studio Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran; dan
b. pengukuran di luar laboratorium, yaitu di area yang tidak terstandardisasi seperti rumah, ruang pameran dan lainnya.
Bagian Kelima
Pelaporan Kualitas Layanan
Pasal 79
- Penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran jasa Penyiaran televisi secara digital melalui terestrial wajib menyimpan seluruh rekaman data hasil pengukuran dan perhitungan parameter standar kualitas layanan.
- Laporan pencapaian standar kualitas layanan berdasarkan hasil pengukuran kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal setiap tahun paling lambat akhir bulan Juni pada tahun berikutnya.
Pasal 80
- Laporan pencapaian standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat 2 harus disampaikan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Laporan pencapaian standar kualitas pelayanan sebagaimana dimaksud ayat 1 harus disertai:
a. data dukung dalam bentuk softcopy dan hardcopy; dan
b. pernyataan bahwa laporan dibuat dengan benar dan akurat serta ditandatangani oleh direktur utama di atas materai cukup. Pasal 84
Bagian Keenam
Evaluasi Pelaporan Pencapaian Kualitas Layanan
Pasal 81
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap pelaporan kinerja kualitas layanan dari setiap penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran jasa Penyiaran televisi secara digital melalui terestrial.
- Dalam hal diperlukan verifikasi terhadap hasil evaluasi laporan pencapaian standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direktur Jenderal dapat meminta penjelasan lebih lanjut dari penyelenggara multipleksing dan/atau Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran atau melakukan audit lapangan.
Bagian Ketujuh
Publikasi Kualitas Layanan
Pasal 82
Penyelenggara multipleksing dan Lembaga Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran wajib mempublikasikan pencapaian standar kualitas layanan pada situs web (website) resmi penyelenggara dan/atau media publikasi lainnya.
Pasal 83
Direktur Jenderal dapat mempublikasikan hasil penilaian pencapaian standar kualitas layanan hasil audit lapangan.
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
- Pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan Penyiaran dilaksanakan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
- Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan ketentuan penyelenggaraan Penyiaran; dan
b. pengenaan sanksi atas pelanggaran oleh Lembaga Penyiaran.
- Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, meliputi monitoring dan evaluasi terhadap:
a. kewajiban penyelenggaraan Penyiaran; dan
b. standar kualitas penyelenggaraan Penyiaran.
Bagian Kedua
Sistem Monitoring Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal 85
- Dalam melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat 3 huruf b, Menteri membentuk sistem monitoring penyelenggaraan Penyiaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
- Penyelenggara Penyiaran wajib membuka akses dan/atau memberikan informasi yang diminta untuk kepentingan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
- Pembukaan akses sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan melalui keterhubungan perangkat penyelenggaraan Penyiaran dengan sistem monitoring penyelenggaraan Penyiaran.
- Ketentuan teknis keterhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan standar prosedur operasional pelaksanaan sistem monitoring penyelenggaraan Penyiaran ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
- Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas layanan Penyiaran kepada masyarakat, Menteri dapat mengumumkan hasil monitoring dan evaluasi kualitas penyelenggaraan Penyiaran.
Pasal 86
Dalam hal terjadi gangguan jaringan yang menyebabkan terputusnya seluruh layanan pada satu pemancar, Lembaga Penyiaran wajib menyampaikan laporan gangguan layanan secara real time.
Pasal 87
Menteri menjamin keamanan dan kerahasiaan data yang disampaikan oleh Lembaga Penyiaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KEWAJIBAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN DAN
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Kewajiban Penyelenggaraan Penyiaran
Pasal 88
Lembaga Penyiaran wajib memenuhi ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut:
- membayar biaya IPP berdasarkan zona sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menyampaikan laporan penyelenggaraan Penyiaran;
- mematuhi ketentuan rencana dasar teknik Penyiaran dan persyaratan teknis perangkat Penyiaran;
- dilarang memindahtangankan izin;
- dilarang tidak melakukan Siaran lebih dari 3 (tiga) bulan secara akumulatif tanpa pemberitahuan berdasarkan alasan yang sah;
- memenuhi ketentuan perubahan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31;
- memenuhi standar kualitas layanan;
- bagi LPP Radio Republik Indonesia, LPP Televisi Republik Indonesia, dan LPS jasa Penyiaran televisi untuk Layanan Program Siaran yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran melalui media terestrial dengan cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia:
1. memiliki cabang paling sedikit di setiap ibukota provinsi; dan
2. bersiaran di cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- memuat konten lokal paling sedikit 10 % (sepuluh persen) dari waktu siaran keseluruhan per hari bagi LPS yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran digital melalui media terestrial dengan cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia dan regional;
- memenuhi ketentuan penyelenggaraan Penyiaran melalui sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam layanannya dengan sistem stasiun jaringan;
- untuk LPB:
1. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;
2. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan program dari LPP dan LPS; dan
3. menyediakan 1 (satu) saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) saluran siaran produksi luar negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal menyalurkan saluran siaran produksi 10 (sepuluh) atau lebih, perbandingan saluran siaran produksi dalam negeri dan saluran siaran produksi luar negeri 1 (satu) berbanding 10 (sepuluh) dengan pembulatan angka ke atas; atau
b) dalam hal menyalurkan saluran siaran produksi kurang dari 10 (sepuluh), menyediakan paling sedikit 1 (satu) saluran siaran produksi dalam negeri
- memenuhi radius siaran sebagaimana dimaksud dalam bersiaran melalui media terestrial;
- untuk Lembaga Penyiaran jasa Penyiaran televisi melalui media terestrial menyelenggarakan Penyiaran dengan teknologi digital setelah batas waktu penghentian Siaran televisi analog;
- membuka akses dan/atau memberikan informasi yang diminta untuk kepentingan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85;
- memenuhi ketentuan isi Siaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memenuhi ketentuan penyelenggaraan Penyiaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- dalam hal menjadi penyelenggara multipleksing wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. melaksanakan Layanan Program Siaran sesuai cakupan wilayah Penyelenggaraan Multipleksingnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
2. melaksanakan pembangunan dan/atau penyediaan komitmen sesuai penetapan multipleksing yang diperolehnya;
3. menyediakan STB sesuai dengan komitmen dalam penetapan multipleksing yang diperolehnya;
4. memenuhi permohonan penyewaan Slot Multipleksing dari LPP, LPS, dan/atau LPK yang memenuhi syarat penyewaan multipleksing yang ditetapkan oleh penyelenggara multipleksing dan memperoleh persetujuan dari Menteri sepanjang Slot Multipleksing masih tersedia;
5. menetapkan syarat penyewaan Slot Multipleksing yang memenuhi prinsip keterbukaan akses dan non- diskriminatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. mempublikasikan pembukaan peluang kerja sama dan informasi mengenai Slot Multipleksing yang dikelolanya untuk disewakan kepada LPP, LPS, dan/atau LPK;
7. memuat informasi sewa Slot Multipleksing sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
8. menyampaikan informasi mengenai Slot Multipleksing secara terbuka paling sedikit melalui situs web (website) resmi dari Penyelenggaraan Multipleksing;
9. menetapkan Tarif Sewa Slot Multipleksing sesuai formula yang ditetapkan oleh Menteri;
10. memenuhi standar kualitas layanan; dan
11. melakukan pemisahan pembukuan secara tegas atas kegiatan yang dilakukan sebagai penyelenggara multipleksing dengan penyelenggaraan Penyiaran yang menyediakan Layanan Program Siaran dan/atau Layanan Tambahan
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Paragraf 1
Tujuan Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 89
Pengenaan sanksi administratif bertujuan untuk:
- meningkatkan kepatuhan Pelaku Usaha terhadap peraturan perundang-undangan;
- meningkatkan penetrasi infrastruktur dan kualitas layanan penyelenggaraan Penyiaran; dan
- menjamin hak-hak pengguna layanan penyelenggaraan Penyiara
Paragraf 2
Pelanggaran dan Sanksi Administratif
Pasal 90
- Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dikenakan sanksi administratif.
- Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ditemukenali berdasarkan:
a. hasil monitoring dan/atau evaluasi;
b. hasil pemeriksaan yang bersumber dari informasi atau laporan pengaduan masyarakat; dan/atau
c. hasil pengawasan dan temuan langsung di lapangan.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa polisional; dan/atau
e. pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 3 dikenakan oleh Menteri atau Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf c dan/atau huruf d dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
- Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
- Pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
- Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan kewajiban Lembaga Penyiaran untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88.
Pasal 91
- Hasil pemeriksaaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor Penyiaran yang terindikasi sebagai tindak pidana bidang Penyiaran, diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Penanganan pelanggaran tindak pidana bidang Penyiaran tidak menggugurkan pengenaan sanksi administratif.
Pasal 92
- Dalam hal Lembaga Penyiaran melakukan pelanggaran penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan/atau wilayah jangkauan Siaran yang ditetapkan yang mengakibatkan izin stasiun radio dicabut, IPP Lembaga Penyiaran yang bersangkutan dicabut.
- Dalam hal Lembaga Penyiaran melakukan pelanggaran penyelenggaraan Penyiaran yang mengakibatkan IPP dicabut, izin stasiun radio Lembaga Penyiaran yang bersangkutan dicabut.
- Dalam hal izin stasiun radio Lembaga Penyiaran habis masa lakunya dan tidak melakukan perpanjangan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak habis masa laku izin stasiun radio dimaksud, IPP Lembaga Penyiaran yang bersangkutan dicabut.
Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Teguran Tertulis
Pasal 93
- Direktur Jenderal menerbitkan teguran tertulis bagi Lembaga Penyiaran yang melanggar dan/atau tidak memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha paling lambat 10 (sepuluh) Hari sejak ditemukenalinya pelanggaran kewajiban yang dituangkan dalam berita acara dan/atau bukti lainnya.
- Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, teguran tertulis terhadap keterlambatan kewajiban penyampaian laporan penyelenggaraan Penyiaran diterbitkan setelah batas waktu penyampaian laporan berakhir.
- Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi perintah untuk segera mematuhi kewajiban berusaha atau melaksanakan kegiatan berusaha sesuai dengan ketentuan dalam jangka waktu yang ditetapkan serta memuat tahapan selanjutnya dari sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Tahapan pengenaan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dihentikan prosesnya jika Lembaga Penyiaran memenuhi kewajibannya.
Paragraf 4
Tata Cara Keberatan
Pasal 94
- Keberatan merupakan upaya administratif yang dapat diajukan oleh Pelaku Usaha yang dikenakan sanksi administratif.
- Keberatan tidak menunda pengenaan sanksi administratif.
- Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) Hari sejak pertama kali diterbitkannya teguran tertulis sesuai jenis pelanggarannya dengan melampirkan dokumen pendukung.
- Pelaku Usaha yang mengajukan keberatan atas keputusan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menyampaikan surat pernyataan keberatan dan bukti pendukung tidak melakukan pelanggaran.
- Direktur Jenderal menyelesaikan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diterimanya keberatan yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.
- Dalam hal Direktur Jenderal tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 5, keberatan dianggap dikabulkan.
- Direktur Jenderal menetapkan keputusan untuk menerima atau menolak keberatan paling lama 5 (lima) Hari setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 5.
- Dalam hal keberatan diterima, sanksi administratif yang diberikan terkait dengan pelanggaran kewajiban dimaksud batal demi hukum.
- Dalam proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 5, Direktur Jenderal berwenang meminta keterangan tambahan kepada Pelaku Usaha yang bersangkutan, atau pihak lain yang dianggap perlu.
Paragraf 5
Tata Cara Pengenaan Denda Administratif
Pasal 95
- Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan pembayaran untuk pengenaan sanksi denda administratif yang memuat:
a. besaran denda yang dikenakan;
b. jatuh tempo pembayaran;
c. cara penyetoran; dan
d. informasi denda keterlambatan pembayaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan paling lambat 1 (satu) Hari sejak berakhirnya batas waktu teguran tertulis terakhir dan/atau sejak ditemukenalinya pelanggaran kewajiban yang dituangkan dalam berita acara dan/atau bukti lainnya.
- Jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan pembayaran.
- Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Lembaga Penyiaran belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal menerbitkan surat tagihan pertama.
- Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diterbitkan, Lembaga Penyiaran belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal menerbitkan surat tagihan kedua.
- Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diterbitkan, Lembaga Penyiaran belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal menerbitkan surat tagihan ketiga.
- Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diterbitkan, Lembaga Penyiaran belum atau tidak melunasi kewajibannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Lembaga Penyiaran dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang piutang negara.
- Keterlambatan atas pembayaran sanksi denda yang melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam surat pemberitahuan pembayaran, dikenakan sanksi denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah sanksi denda yang harus dibayarkan, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
- Sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 8 dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
- Pembayaran sanksi administratif berupa denda administratif oleh Lembaga Penyiaran disetor langsung ke kas negara melalui rekening bendahara penerima Direktorat Jenderal pada bank Pemerintah yang ditunjuk.
Paragraf 6
Tata Cara Penghentian Sementara Kegiatan Berusaha
Pasal 96
- Penghentian sementara kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat 3 huruf c merupakan sanksi administratif untuk menghentikan kegiatan operasional Lembaga Penyiaran dalam jangka waktu tertentu paling lama 1 (satu) tahun di wilayah terjadinya pelanggaran.
- Penghentian sementara kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku sampai dengan dipenuhinya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Lembaga Penyiaran terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.
- Dalam hal Lembaga Penyiaran yang dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan berusaha telah memenuhi kewajiban sebelum masa penghentian sementara kegiatan berusaha berakhir, Lembaga Penyiaran harus melapor kepada Direktur Jenderal yang memerintahkan penghentian sementara kegiatan berusaha.
Paragraf 7
Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Administratif dengan Daya
Paksa Polisional
Pasal 97
- Daya paksa polisional sebagaimana dimaksud dalam
a. meminta identitas pelaku pelanggaran dan mendokumentasikan dalam bentuk digital;
b. memasuki dan memeriksa lokasi kegiatan usaha;
c. meminta keterangan Pelaku Usaha dan/atau Lembaga Penyiaran yang melakukan pelanggaran;
d. memanggil Pelaku Usaha dan/atau Lembaga Penyiaran yang melakukan pelanggaran; dan/atau
e. penyegelan sementara alat dan/atau perangkat penunjang yang digunakan untuk kegiatan berusaha.
- Daya paksa polisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan bersamaan dengan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan berusaha.
Paragraf 8
Tata Cara Pencabutan Layanan dan/atau Perizinan Berusaha
Pasal 98
- Direktur Jenderal menerbitkan rekomendasi pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha sebagai tahap paling akhir dalam tahapan pengenaan sanksi administratif.
- Pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha dapat dilakukan secara langsung apabila pelanggaran yang dilakukan Lembaga Penyiaran membahayakan keamanan negara dan/atau berpotensi merugikan negara.
- Lembaga Penyiaran yang telah dijatuhi sanksi administratif pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha baru setelah melewati tenggang waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan.
Bagian Ketiga
Rincian Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 99
Ketentuan mengenai rincian pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 93, dan Pasal 95 sampai dengan Pasal 98 tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Daftar Hitam
Pasal 100
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Lembaga Penyiaran dapat ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara dalam hal Lembaga Penyiaran dikenai sanksi administratif berupa pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Lembaga Penyiaran yang ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara, dilarang terlibat dalam penyelenggaraan Penyiaran.
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Lembaga Penyiaran dapat dikeluarkan dari Daftar Hitam Penyelenggara setelah:
a. 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara; dan/atau
b. kewajiban yang menjadi piutang negara dipenuhi.
Bagian Kelima
Pengenaan Sanksi pada Kawasan Ekonomi Khusus dan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Pasal 101
Pemberian sanksi administratif untuk wilayah Kawasan Ekonomi Khusus dan/atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dilaksanakan berdasarkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 102
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan penyelenggaraan Penyiaran yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 103
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Penetapan Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 702);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1176);
- Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 39 Tahun 2012 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1018);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 40 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Penjatuhan Sanksi Administratif Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1019);
- Pasal 5 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 41 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui Satelit, Kabel, dan Terestrial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1020);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1661);
- Pasal 2 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 32 sampai dengan Pasal 45 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, dan Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 791);
- Pasal 28 sampai dengan Pasal 36, Pasal 88 ayat 4, dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1041) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 841); dan
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast untuk Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 712), dicabut dan dinyatakan tidak berlak
Pasal 104
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2021
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOHNNY G. PLATE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 304
Salinan sesuai dengan aslinya Kementerian Komunikasi dan Informatika
Ditandatangani secara elektronik oleh:
KEPALA BIRO HUKUM
Bertiana Sari