Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, dan Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju Dalam Penyelenggaraan Penyiaran

Menimbang

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat 1, Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Pasal 15 ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Pasal 11 ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan, serta Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Tarif dan Jenis atas Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan terkait pelaporan perubahan data perizinan, biaya izin, sistem stasiun jaringan, dan daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju dalam penyelenggaraan penyiaran; SALINAN
  2. bahwa mengingat perkembangan penyelenggaraan penyiaran, kemajuan ekonomi, dan pemekaran wilayah, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, beberapa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang mengatur mengenai pelaporan perubahan data perizinan, biaya izin, sistem stasiun jaringan, dan daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju dalam penyelenggaraan penyiaran sudah tidak sesuai dan perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, dan Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);
  7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1661);

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN, BIAYA IZIN, SISTEM STASIUN JARINGAN, DAN DAERAH EKONOMI MAJU DAN DAERAH EKONOMI KURANG MAJU DALAM PENYELENGGARAAN PENYIARAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar, atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan Siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut, atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima Siaran.
  3. Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
  4. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa Penyiaran radio atau televisi.
  5. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa Penyiaran berlangganan.
  6. Stasiun Penyiaran adalah tempat program acara diproduksi dan/atau diolah untuk dipancarluaskan melalui sarana Penyiaran.
  7. Wilayah Layanan Siaran adalah wilayah layanan Siaran sesuai dengan izin yang diberikan.
  8. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disebut PNBP Penyiaran adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat dari biaya izin penyelenggaraan Penyiaran yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
  9. Sistem Stasiun Jaringan yang selanjutnya disingkat SSJ adalah tata kerja yang mengatur relai Siaran secara tetap antar Lembaga Penyiaran.
  10. Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri.
  11. Forum Rapat Bersama yang selanjutnya disingkat FRB adalah suatu wadah koordinasi antara Komisi Penyiaran Indonesia dan Pemerintah di tingkat pusat yang berwenang memutuskan untuk menerima atau menolak permohonan izin penyelenggaraan Penyiaran dan perpanjangan izin penyelenggaraan Penyiaran.
  12. Evaluasi Uji Coba Siaran yang selanjutnya disingkat EUCS adalah evaluasi terhadap penyelenggaraan uji coba Siaran untuk memperoleh IPP.
  13. Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disebut Izin Prinsip adalah persetujuan yang diberikan oleh Menteri kepada Lembaga Penyiaran untuk melakukan uji coba Siaran.
  14. Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disingkat IPP adalah hak yang diberikan oleh negara kepada Lembaga Penyiaran untuk menyelenggarakan Penyiaran.
  15. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah surat penagihan biaya Izin yang diterbitkan oleh Direktur.
  16. Pemohon adalah badan hukum Indonesia yang mengajukan permohonan IPP.
  17. Bendahara Penerima adalah bendahara penerima Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  19. Sekretaris Jenderal adalah sekretaris jenderal pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  20. Inspektur Jenderal adalah inspektur jenderal pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  21. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  22. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  23. Direktur adalah direktur yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  24. Komisi Penyiaran Indonesia yang selanjutnya disingkat KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah, sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang Penyiaran, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

BAB II

PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN LEMBAGA

PENYIARAN

Bagian Kesatu

Perubahan Nama, Domisili, Susunan Pengurus, dan

Anggaran Dasar Lembaga Penyiaran

Paragraf 1

Umum

Pasal 2

Lembaga Penyiaran dapat melakukan perubahan:

  1. nama;
  2. domisili;
  3. susunan pengurus; dan/atau
  4. anggaran dasa

Paragraf 2

Perubahan Nama

Pasal 3

  1. Perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. perubahan nama badan hukum; dan b. perubahan nama udara.
  2. Perubahan nama udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak boleh bertentangan dengan hak orang lain atau memiliki persamaan dengan merek terdaftar kepunyaan orang lain kecuali atas izin yang bersangkutan.
  3. Perubahan nama udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b harus dilaporkan kepada Menteri dengan melampirkan sertifikat merek terdaftar atau paling sedikit bukti pendaftaran merek nama udara dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam hal Lembaga Penyiaran melampirkan bukti pendaftaran merek sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan pendaftarannya ditolak, Lembaga Penyiaran harus mengganti nama udara dimaksud.

Paragraf 3

Perubahan Domisili

Pasal 4

  1. Perubahan domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi: a. perubahan alamat domisili badan hukum; b. perubahan alamat kantor; c. perubahan alamat studio; dan/atau d. perubahan alamat headend dan stasiun pengendali.
  2. Perubahan domisili sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berkaitan dengan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana telah ditetapkan dalam IPP.

Paragraf 4

Perubahan Susunan Pengurus

Pasal 5

Perubahan susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam bertanggung jawab untuk dan atas nama Lembaga Penyiaran sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar badan hukum.

Paragraf 5

Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 6

  1. Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam secara tertulis kepada Menteri.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat mengenai latar belakang, substansi perubahan, dan tujuan perubahan anggaran dasar.

Paragraf 6

Penyampaian Laporan

Pasal 7

  1. Laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a, Pasal 4 ayat 1 huruf a, Pasal 5, dan Pasal 6 harus disampaikan sebelum mendapatkan pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 serta laporan perubahan nama udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf b dan perubahan alamat kantor, studio dan/atau headend dan stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf b, huruf c, dan huruf d, disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 8

  1. Perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 yang telah memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham harus mendapatkan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perseroan Terbatas.
  2. Pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham dan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilaporkan secara tertulis kepada Menteri.
  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Lembaga Penyiaran menerima persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang.

Pasal 9

Laporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham terkait perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar dan laporan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Kedua

Perubahan Lokasi Pemancar, Alokasi, dan Penggunaan Frekuensi Radio

Pasal 10

Perubahan lokasi pemancar, alokasi, dan penggunaan frekuensi radio dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai spektrum frekuensi radio.

Bagian Ketiga

Perubahan Program Siaran Lembaga Penyiaran Berlangganan

Pasal 11

  1. LPB yang akan melakukan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran harus mengajukan permohonan perubahan program Siaran kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan.
  2. Permohonan perubahan program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilaporkan kepada KPI.

Pasal 12

Permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam

  1. alasan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran;
  2. jumlah, materi, dan kategori program Siaran sebelum dan setelah perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran; dan
  3. hak siar

Pasal 13

  1. LPB yang melakukan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali harus menyampaikan laporan kepada Menteri.
  2. Penambahan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat dan perangkat telekomunikasi.
  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Keempat

Evaluasi

Pasal 14

  1. Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap: a. laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; b. permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan c. laporan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
  2. Evaluasi dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan dan/atau permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan lengkap.
  3. Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip: a. transparan; b. cepat; c. akuntabel; dan d. sederhana.
  4. Dalam hal diperlukan, Pemohon dapat dipanggil untuk mendapatkan kelengkapan informasi terhadap data yang disampaikannya untuk evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

Pasal 15

  1. Dalam hal laporan dan/atau permohonan dinyatakan tidak lengkap berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, Pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
  2. Apabila Pemohon tidak melengkapi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, laporan dan/atau permohonan ditolak.

Pasal 16

  1. Menteri berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menerbitkan: a. surat penerimaan atau penolakan untuk laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; b. surat persetujuan atau penolakan untuk permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan/atau c. surat penerimaan atau penolakan untuk laporan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam
  2. Surat persetujuan, penerimaan dan/atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak hasil evaluasi.

Pasal 17

Laporan dan/atau permohonan yang diterima atau disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan mendapat persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang dalam hal dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dicatat dalam database perizinan Penyiaran.

Pasal 18

Perubahan data perizinan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 8, Pasal 10,

BAB III

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN BIAYA IZIN

PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 19

  1. Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin.
  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas biaya: a. Izin Prinsip; b. Izin tetap; dan c. perpanjangan izin tetap.

Pasal 20

  1. Biaya Izin Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf a dikenai kepada Pemohon untuk memperoleh Izin Prinsip.
  2. Biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf b dikenai kepada Lembaga Penyiaran untuk memperoleh IPP.
  3. Biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c dikenai kepada Lembaga Penyiaran untuk memperoleh perpanjangan IPP.
  4. Biaya izin tetap dan biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 dikenai setiap tahun selama IPP berlaku.

Pasal 21

  1. Dalam hal memperoleh persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran, Lembaga Penyiaran wajib membayar biaya izin untuk setiap Wilayah Layanan Siaran.
  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. Lembaga Penyiaran yang pada saat memperoleh persetujuan perluasan wilayah layanan Siaran belum pernah memperoleh perpanjangan IPP dikenai biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf b; atau b. Lembaga Penyiaran yang pada saat memperoleh persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran telah memperoleh perpanjangan IPP dikenai biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c.
  3. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenai sebesar 1 (satu) tahun penuh.

Pasal 22

  1. Jenis dan tarif biaya izin ditentukan berdasarkan: a. jenis jasa Penyiaran; b. jenis Lembaga Penyiaran; c. jenis IPP; dan d. zona.
  2. Zona sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d mengacu pada ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.
  3. Besaran tarif biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai PNBP di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pasal 23

  1. Besaran tarif biaya izin yang wajib dibayar ditentukan berdasarkan zona pada setiap Wilayah Layanan Siaran yang disetujui.
  2. Dalam hal Lembaga Penyiaran bersiaran pada Wilayah Layanan Siaran yang menggunakan alokasi frekuensi radio yang mencakup beberapa zona dengan tarif yang berbeda, besaran biaya izin mengacu pada salah satu zona dengan tarif tertinggi.
  3. Dalam hal terjadi pemekaran kabupaten/kota, besaran tarif biaya izin mengacu pada zona daerah asal pemekaran sampai dengan ditetapkannya tarif biaya izin untuk zona daerah hasil pemekaran.

Bagian Kedua

Tata Cara Pembayaran Biaya Izin

Pasal 24

Kewajiban pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib dipenuhi oleh Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran sesuai SPP.

Pasal 25

  1. SPP untuk biaya izin prinsip dan SPP untuk tahun pertama biaya perpanjangan izin tetap diterbitkan dan disampaikan kepada Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang disetujui dalam FRB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan FRB.
  2. SPP untuk tahun pertama biaya izin tetap diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran yang dinyatakan lulus EUCS paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan EUCS.
  3. Pemohon dan Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.

Pasal 26

  1. SPP untuk biaya izin selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2 diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran setiap tahun, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jatuh tempo pembayaran mengacu pada tanggal penerbitan IPP; dan b. SPP diterbitkan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran.
  2. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran sesuai dengan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pasal 27

  1. SPP untuk biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 pada tahun pertama diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran ditetapkan.
  2. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
  3. Kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran untuk tahun berikutnya setelah tahun pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak ditetapkan dalam SPP tersendiri.
  4. Kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan dalam SPP untuk biaya izin atas IPP atau perpanjangan IPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
  5. Tanggal jatuh tempo pemenuhan kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran yang berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sama dengan tanggal jatuh tempo SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 4.
  6. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling lambat pada tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat 5.

Pasal 28

Dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 3, dilakukan secara daring sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam SPP berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Pelaporan

Pasal 29

Seluruh penerimaan biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Penerima Direktorat Jenderal pada bank pemerintah yang ditunjuk.

Pasal 30

  1. Izin Prinsip dan/atau IPP dapat diterbitkan setelah dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya izin oleh Lembaga Penyiaran sesuai dengan SPP.
  2. Direktorat Jenderal menerbitkan surat bukti bayar atas pembayaran biaya izin tahunan setelah Lembaga Penyiaran memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin tahunan sesuai dengan SPP.

Pasal 31

Bendahara Penerima wajib melaporkan seluruh penerimaan biaya izin secara berkala setiap bulan kepada Menteri melalui Sekretaris Direktorat Jenderal paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan Inspektur Jenderal.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SSJ

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 32

  1. Penyelenggaraan Penyiaran oleh LPS dilaksanakan dalam lingkup Stasiun Penyiaran Lokal.
  2. Untuk menjangkau wilayah yang lebih luas, LPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat membentuk SSJ.

Pasal 33

SSJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 dilaksanakan oleh:

  1. induk stasiun jaringan; dan
  2. anggota stasiun jaringa

Pasal 34

  1. Induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam koordinator yang siarannya direlai oleh anggota stasiun jaringan.
  2. Anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam SSJ yang melakukan relai Siaran pada waktu tertentu dari induk stasiun jaringan.

Pasal 35

LPS jasa Penyiaran radio atau televisi hanya dapat berjaringan dalam 1 (satu) SSJ.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS

Jasa Penyiaran Radio atau Jasa Penyiaran Televisi

Paragraf 1

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS Jasa Penyiaran Radio

Pasal 36

LPS jasa Penyiaran radio yang menjadi induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten, dan/atau kota.

Pasal 37

  1. LPS jasa Penyiaran radio dapat menyelenggarakan Siaran melalui SSJ, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jangkauan wilayah Siaran SSJ dibatasi paling banyak 15% (lima belas persen) dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia; dan b. paling banyak 80% (delapan puluh persen) dari jangkauan wilayah Siaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a terletak di daerah ekonomi maju dan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sisanya berada di daerah ekonomi kurang maju.
  2. Wilayah Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditentukan oleh LPS jasa Penyiaran radio yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.

Paragraf 2

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS Jasa Penyiaran Televisi

Pasal 38

LPS jasa Penyiaran televisi yang menjadi induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 berkedudukan di ibukota provinsi.

Pasal 39

  1. LPS jasa Penyiaran televisi dapat menyelenggarakan Siaran melalui SSJ, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jangkauan wilayah Siaran SSJ dibatasi paling banyak 75% (tujuh puluh lima persen) dari seluruh provinsi di Indonesia; b. paling banyak 80% (delapan puluh persen) dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam huruf a terletak di daerah ekonomi maju dan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sisanya berada di daerah ekonomi kurang maju.
  2. Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a memungkinkan jangkauan wilayah Siaran menjadi paling banyak 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah provinsi di Indonesia, hanya untuk Sistem Stasiun Jaringan yang telah mengoperasikan sejumlah stasiun relai yang dimilikinya sehingga melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah provinsi sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
  3. Wilayah Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditentukan oleh LPS jasa Penyiaran televisi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.

Bagian Ketiga

Relai Siaran dan Siaran Lokal

Pasal 40

  1. Program Siaran yang direlai oleh anggota stasiun jaringan dari induk stasiun jaringan dibatasi dengan durasi paling banyak 40% (empat puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 90% (sembilan puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari anggota stasiun jaringan.
  2. Anggota stasiun jaringan harus memuat Siaran lokal dengan durasi paling sedikit 60% (enam puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 10% (sepuluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari.

Bagian Keempat

Persetujuan Penyelenggaraan SSJ

Pasal 41

  1. LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan menyelenggarakan Penyiaran melalui SSJ wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
  2. Permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan oleh LPS induk stasiun jaringan dengan melampirkan: a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan; dan b. daftar anggota stasiun jaringan.
  3. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a paling sedikit memuat: a. penetapan induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan; b. persentase durasi relai Siaran dari seluruh waktu Siaran per hari; dan c. persentase durasi Siaran lokal dari seluruh waktu Siaran per hari.

Pasal 42

  1. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2 dilakukan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dengan anggota stasiun jaringan; b. persentase jangkauan wilayah Siaran dari suatu SSJ; c. persentase jangkauan wilayah Siaran yang berada di daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju; dan d. persentase durasi relai Siaran dan Siaran lokal.
  3. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada LPS induk stasiun jaringan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja.
  4. Dalam hal hasil evaluasi terhadap laporan permohonan penyelenggaraan SSJ oleh LPS Induk Stasiun Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, LPS Induk Stasiun Jaringan diberikan kesempatan untuk melengkapi permohonan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi dari Menteri.
  5. LPS induk stasiun jaringan yang tidak melengkapi permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dianggap mengundurkan diri.
  6. Dalam hal permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri memberikan persetujuan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
  7. Dalam melaksanakan evaluasi terhadap permohonan persetujuan penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2, Menteri dapat membentuk tim.

Bagian Kelima

Perubahan Jumlah Anggota Stasiun Jaringan

Pasal 43

  1. LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan menambah jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam SSJ wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
  2. Dalam hal LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan mengurangi jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam SSJ wajib dilaporkan kepada Menteri.

Pasal 44

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 berlaku secara mutatis mutandis dalam proses pengajuan persetujuan penambahan jumlah anggota stasiun jaringan.

Bagian Keenam

Pelaporan Penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ

Pasal 45

LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang menyelenggarakan Penyiaran melalui SSJ wajib melaporkan pelaksanaan penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ kepada Menteri setiap tahun.

BAB V

DAERAH EKONOMI MAJU DAN

DAERAH EKONOMI KURANG MAJU DALAM

PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Pasal 46

Daerah penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 2, Pasal 37 ayat 2, dan Pasal 39 ayat 3 diklasifikasikan dalam:

  1. Daerah Ekonomi Maju; dan
  2. Daerah Ekonomi Kurang Maj

Pasal 47

  1. Daerah ekonomi maju sebagaimana dimaksud dalam Kabupaten/Kota yang masyarakat serta wilayahnya telah berkembang dalam skala nasional.
  2. Daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b merupakan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain.

Pasal 48

  1. Daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ditetapkan berdasarkan parameter sebagai berikut: a. indeks pembangunan manusia; b. tingkat pendapatan per kapita; c. tingkat kepadatan penduduk; dan d. tingkat informasi Penyiaran.
  2. Data parameter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk setiap daerah mengacu pada data yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 49

  1. Indeks pembangunan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf a merupakan parameter berdasarkan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
  2. Tingkat pendapatan per kapita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf b merupakan parameter berdasarkan pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah dari pendapatan regional bruto dibagi jumlah penduduk suatu daerah.
  3. Tingkat kepadatan penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf c merupakan parameter berdasarkan jumlah penduduk suatu daerah dibagi luas daerah yang bersangkutan.
  4. Tingkat informasi Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf d merupakan parameter berdasarkan jumlah Lembaga Penyiaran jasa Penyiaran radio dan jasa Penyiaran televisi yang berada di suatu daerah.

Pasal 50

  1. Daerah ekonomi maju dikelompokkan ke dalam : a. Zona 1; b. Zona 2; dan c. Zona 3.
  2. Daerah ekonomi kurang maju dikelompokkan ke dalam: a. Zona 4; dan b. Zona 5.
  3. Zona sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 merupakan klasifikasi daerah berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pasal 51

Klasifikasi daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

BAB VI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 52

  1. Pengawasan dan pengendalian atas penerapan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
  2. Direktur Jenderal dapat membentuk tim untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

BAB VII

PENGGUNAAN SARANA ELEKTRONIK

Pasal 53

  1. Seluruh proses pengajuan permohonan SSJ, perubahan data perizinan Penyiaran, dan pembayaran biaya izin penyelenggaraan dilakukan secara elektronik.
  2. Ketentuan proses secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap.

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 54

Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran biaya izin dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 55

  1. Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin prinsip dan/atau pembayaran tahun pertama biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 3 dikenai teguran tertulis yang diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan SPP.
  2. Dalam hal Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat teguran tertulis diterbitkan, diberlakukan ketentuan sebagai berikut: a. dalam permohonan Izin Prinsip, Pemohon dianggap mengundurkan diri serta keputusan FRB dan SPP batal demi hukum; atau b. dalam permohonan IPP, Lembaga Penyiaran dianggap mengundurkan diri serta Izin Prinsip, keputusan EUCS, dan SPP batal demi hukum.

Pasal 56

  1. Surat teguran tertulis terhadap Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 2, Pasal 27 ayat 2, atau Pasal 27 ayat 6 diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan SPP.
  2. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Lembaga Penyiaran dikenai Surat Teguran Tertulis Kedua.
  3. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis kedua diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Lembaga Penyiaran dikenai surat teguran tertulis ketiga.
  4. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis ketiga diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Lembaga Penyiaran dikenai sanksi pencabutan IPP dan/atau pencabutan persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran.
  5. Pencabutan IPP dan/atau pencabutan persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak menghilangkan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang.

Pasal 57

Direktorat Jenderal dapat menyerahkan penagihan kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 4 kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 58

  1. Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi tanggal jatuh tempo kewajiban pembayaran dan/atau kurang bayar biaya izin sesuai SPP dikenai sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  2. Besaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kewajiban pembayaran terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
  3. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa denda majemuk.
  4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenai sepanjang IPP masih berlaku dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

  1. Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mendapatkan persetujuan untuk menyelenggarakan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tetap dapat menyelenggarakan siarannya sepanjang tidak melakukan perubahan susunan anggota Sistem Stasiun Jaringan.
  2. Dalam hal Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bermaksud mengubah susunan anggota Sistem Stasiun Jaringan, perubahan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 39/P/M.KOMINFO/12/2008 tentang Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 24/PER/M.KOMINFO/5/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penyelenggaraan Penyiaran;
  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 47/P/M.KOMINFO/11/2009 tentang Indeks Peluang Usaha Penyiaran; dan
  5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 38 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan Perubahan Data Perizinan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1017), dicabut dan dinyatakan tidak berlak

Pasal 61

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2018

TENTANG

PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN, BIAYA IZIN,

SISTEM STASIUN JARINGAN, DAN DAERAH EKONOMI MAJU DAN

DAERAH EKONOMI KURANG MAJU DALAM PENYELENGGARAAN PENYIARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat 1, Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, Pasal 15 ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Pasal 11 ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan, serta Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Tarif dan Jenis atas Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan terkait pelaporan perubahan data perizinan, biaya izin, sistem stasiun jaringan, dan daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju dalam penyelenggaraan penyiaran; SALINAN
  2. bahwa mengingat perkembangan penyelenggaraan penyiaran, kemajuan ekonomi, dan pemekaran wilayah, serta dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, beberapa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang mengatur mengenai pelaporan perubahan data perizinan, biaya izin, sistem stasiun jaringan, dan daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju dalam penyelenggaraan penyiaran sudah tidak sesuai dan perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, dan Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);
  7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1661);

Memutuskan

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN, BIAYA IZIN, SISTEM STASIUN JARINGAN, DAN DAERAH EKONOMI MAJU DAN DAERAH EKONOMI KURANG MAJU DALAM PENYELENGGARAAN PENYIARAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar, atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan Siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut, atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima Siaran.
  3. Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
  4. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa Penyiaran radio atau televisi.
  5. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa Penyiaran berlangganan.
  6. Stasiun Penyiaran adalah tempat program acara diproduksi dan/atau diolah untuk dipancarluaskan melalui sarana Penyiaran.
  7. Wilayah Layanan Siaran adalah wilayah layanan Siaran sesuai dengan izin yang diberikan.
  8. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disebut PNBP Penyiaran adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat dari biaya izin penyelenggaraan Penyiaran yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
  9. Sistem Stasiun Jaringan yang selanjutnya disingkat SSJ adalah tata kerja yang mengatur relai Siaran secara tetap antar Lembaga Penyiaran.
  10. Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri.
  11. Forum Rapat Bersama yang selanjutnya disingkat FRB adalah suatu wadah koordinasi antara Komisi Penyiaran Indonesia dan Pemerintah di tingkat pusat yang berwenang memutuskan untuk menerima atau menolak permohonan izin penyelenggaraan Penyiaran dan perpanjangan izin penyelenggaraan Penyiaran.
  12. Evaluasi Uji Coba Siaran yang selanjutnya disingkat EUCS adalah evaluasi terhadap penyelenggaraan uji coba Siaran untuk memperoleh IPP.
  13. Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disebut Izin Prinsip adalah persetujuan yang diberikan oleh Menteri kepada Lembaga Penyiaran untuk melakukan uji coba Siaran.
  14. Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang selanjutnya disingkat IPP adalah hak yang diberikan oleh negara kepada Lembaga Penyiaran untuk menyelenggarakan Penyiaran.
  15. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah surat penagihan biaya Izin yang diterbitkan oleh Direktur.
  16. Pemohon adalah badan hukum Indonesia yang mengajukan permohonan IPP.
  17. Bendahara Penerima adalah bendahara penerima Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  19. Sekretaris Jenderal adalah sekretaris jenderal pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  20. Inspektur Jenderal adalah inspektur jenderal pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  21. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  22. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  23. Direktur adalah direktur yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan Penyiaran.
  24. Komisi Penyiaran Indonesia yang selanjutnya disingkat KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah, sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang Penyiaran, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

BAB II

PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN LEMBAGA

PENYIARAN

Bagian Kesatu

Perubahan Nama, Domisili, Susunan Pengurus, dan

Anggaran Dasar Lembaga Penyiaran

Paragraf 1

Umum

Pasal 2

Lembaga Penyiaran dapat melakukan perubahan:

  1. nama;
  2. domisili;
  3. susunan pengurus; dan/atau
  4. anggaran dasa

Paragraf 2

Perubahan Nama

Pasal 3

  1. Perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
    a. perubahan nama badan hukum; dan
    b. perubahan nama udara.
  2. Perubahan nama udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak boleh bertentangan dengan hak orang lain atau memiliki persamaan dengan merek terdaftar kepunyaan orang lain kecuali atas izin yang bersangkutan.
  3. Perubahan nama udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b harus dilaporkan kepada Menteri dengan melampirkan sertifikat merek terdaftar atau paling sedikit bukti pendaftaran merek nama udara dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam hal Lembaga Penyiaran melampirkan bukti pendaftaran merek sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan pendaftarannya ditolak, Lembaga Penyiaran harus mengganti nama udara dimaksud.

Paragraf 3

Perubahan Domisili

Pasal 4

  1. Perubahan domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
    a. perubahan alamat domisili badan hukum;
    b. perubahan alamat kantor;
    c. perubahan alamat studio; dan/atau
    d. perubahan alamat headend dan stasiun pengendali.
  2. Perubahan domisili sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berkaitan dengan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana telah ditetapkan dalam IPP.

Paragraf 4

Perubahan Susunan Pengurus

Pasal 5

Perubahan susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam bertanggung jawab untuk dan atas nama Lembaga Penyiaran sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar badan hukum.

Paragraf 5

Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 6

  1. Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam secara tertulis kepada Menteri.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat mengenai latar belakang, substansi perubahan, dan tujuan perubahan anggaran dasar.

Paragraf 6

Penyampaian Laporan

Pasal 7

  1. Laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a, Pasal 4 ayat 1 huruf a, Pasal 5, dan Pasal 6 harus disampaikan sebelum mendapatkan pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 serta laporan perubahan nama udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf b dan perubahan alamat kantor, studio dan/atau headend dan stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf b, huruf c, dan huruf d, disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 8

  1. Perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 yang telah memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham harus mendapatkan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perseroan Terbatas.
  2. Pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham dan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilaporkan secara tertulis kepada Menteri.
  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Lembaga Penyiaran menerima persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang.

Pasal 9

Laporan hasil Rapat Umum Pemegang Saham terkait perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar dan laporan persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Kedua

Perubahan Lokasi Pemancar, Alokasi, dan Penggunaan Frekuensi Radio

Pasal 10

Perubahan lokasi pemancar, alokasi, dan penggunaan frekuensi radio dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai spektrum frekuensi radio.

Bagian Ketiga

Perubahan Program Siaran Lembaga Penyiaran Berlangganan

Pasal 11

  1. LPB yang akan melakukan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran harus mengajukan permohonan perubahan program Siaran kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan.
  2. Permohonan perubahan program Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilaporkan kepada KPI.

Pasal 12

Permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam

  1. alasan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran;
  2. jumlah, materi, dan kategori program Siaran sebelum dan setelah perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran; dan
  3. hak siar

Pasal 13

  1. LPB yang melakukan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali harus menyampaikan laporan kepada Menteri.
  2. Penambahan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai alat dan perangkat telekomunikasi.
  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Keempat

Evaluasi

Pasal 14

  1. Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap:
    a. laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
    b. permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan
    c. laporan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
  2. Evaluasi dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan dan/atau permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan lengkap.
  3. Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip:
    a. transparan;
    b. cepat;
    c. akuntabel; dan
    d. sederhana.
  4. Dalam hal diperlukan, Pemohon dapat dipanggil untuk mendapatkan kelengkapan informasi terhadap data yang disampaikannya untuk evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

Pasal 15

  1. Dalam hal laporan dan/atau permohonan dinyatakan tidak lengkap berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, Pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
  2. Apabila Pemohon tidak melengkapi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, laporan dan/atau permohonan ditolak.

Pasal 16

  1. Menteri berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menerbitkan:
    a. surat penerimaan atau penolakan untuk laporan perubahan nama badan hukum, alamat domisili badan hukum, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
    b. surat persetujuan atau penolakan untuk permohonan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan program Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan/atau
    c. surat penerimaan atau penolakan untuk laporan penambahan atau pengurangan headend dan/atau stasiun pengendali sebagaimana dimaksud dalam
  2. Surat persetujuan, penerimaan dan/atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak hasil evaluasi.

Pasal 17

Laporan dan/atau permohonan yang diterima atau disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan mendapat persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari pejabat yang berwenang dalam hal dipersyaratkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dicatat dalam database perizinan Penyiaran.

Pasal 18

Perubahan data perizinan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 8, Pasal 10,

BAB III

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN BIAYA IZIN

PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 19

  1. Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin.
  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas biaya:
    a. Izin Prinsip;
    b. Izin tetap; dan
    c. perpanjangan izin tetap.

Pasal 20

  1. Biaya Izin Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf a dikenai kepada Pemohon untuk memperoleh Izin Prinsip.
  2. Biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf b dikenai kepada Lembaga Penyiaran untuk memperoleh IPP.
  3. Biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c dikenai kepada Lembaga Penyiaran untuk memperoleh perpanjangan IPP.
  4. Biaya izin tetap dan biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 dikenai setiap tahun selama IPP berlaku.

Pasal 21

  1. Dalam hal memperoleh persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran, Lembaga Penyiaran wajib membayar biaya izin untuk setiap Wilayah Layanan Siaran.
  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
    a. Lembaga Penyiaran yang pada saat memperoleh persetujuan perluasan wilayah layanan Siaran belum pernah memperoleh perpanjangan IPP dikenai biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf b; atau
    b. Lembaga Penyiaran yang pada saat memperoleh persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran telah memperoleh perpanjangan IPP dikenai biaya perpanjangan izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c.
  3. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenai sebesar 1 (satu) tahun penuh.

Pasal 22

  1. Jenis dan tarif biaya izin ditentukan berdasarkan:
    a. jenis jasa Penyiaran;
    b. jenis Lembaga Penyiaran;
    c. jenis IPP; dan
    d. zona.
  2. Zona sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d mengacu pada ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.
  3. Besaran tarif biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai PNBP di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pasal 23

  1. Besaran tarif biaya izin yang wajib dibayar ditentukan berdasarkan zona pada setiap Wilayah Layanan Siaran yang disetujui.
  2. Dalam hal Lembaga Penyiaran bersiaran pada Wilayah Layanan Siaran yang menggunakan alokasi frekuensi radio yang mencakup beberapa zona dengan tarif yang berbeda, besaran biaya izin mengacu pada salah satu zona dengan tarif tertinggi.
  3. Dalam hal terjadi pemekaran kabupaten/kota, besaran tarif biaya izin mengacu pada zona daerah asal pemekaran sampai dengan ditetapkannya tarif biaya izin untuk zona daerah hasil pemekaran.

Bagian Kedua

Tata Cara Pembayaran Biaya Izin

Pasal 24

Kewajiban pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib dipenuhi oleh Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran sesuai SPP.

Pasal 25

  1. SPP untuk biaya izin prinsip dan SPP untuk tahun pertama biaya perpanjangan izin tetap diterbitkan dan disampaikan kepada Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang disetujui dalam FRB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan FRB.
  2. SPP untuk tahun pertama biaya izin tetap diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran yang dinyatakan lulus EUCS paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan EUCS.
  3. Pemohon dan Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.

Pasal 26

  1. SPP untuk biaya izin selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2 diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran setiap tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. jatuh tempo pembayaran mengacu pada tanggal penerbitan IPP; dan
    b. SPP diterbitkan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran.
  2. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran sesuai dengan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pasal 27

  1. SPP untuk biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 pada tahun pertama diterbitkan dan disampaikan kepada Lembaga Penyiaran paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran ditetapkan.
  2. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran dan menyampaikan bukti pembayaran kepada Direktur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
  3. Kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran untuk tahun berikutnya setelah tahun pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak ditetapkan dalam SPP tersendiri.
  4. Kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditetapkan dalam SPP untuk biaya izin atas IPP atau perpanjangan IPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
  5. Tanggal jatuh tempo pemenuhan kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran yang berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sama dengan tanggal jatuh tempo SPP sebagaimana dimaksud pada ayat 4.
  6. Lembaga Penyiaran wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin atas perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling lambat pada tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat 5.

Pasal 28

Dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 3, dilakukan secara daring sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam SPP berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Pelaporan

Pasal 29

Seluruh penerimaan biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Penerima Direktorat Jenderal pada bank pemerintah yang ditunjuk.

Pasal 30

  1. Izin Prinsip dan/atau IPP dapat diterbitkan setelah dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya izin oleh Lembaga Penyiaran sesuai dengan SPP.
  2. Direktorat Jenderal menerbitkan surat bukti bayar atas pembayaran biaya izin tahunan setelah Lembaga Penyiaran memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin tahunan sesuai dengan SPP.

Pasal 31

Bendahara Penerima wajib melaporkan seluruh penerimaan biaya izin secara berkala setiap bulan kepada Menteri melalui Sekretaris Direktorat Jenderal paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan Inspektur Jenderal.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SSJ

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 32

  1. Penyelenggaraan Penyiaran oleh LPS dilaksanakan dalam lingkup Stasiun Penyiaran Lokal.
  2. Untuk menjangkau wilayah yang lebih luas, LPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat membentuk SSJ.

Pasal 33

SSJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 dilaksanakan oleh:

  1. induk stasiun jaringan; dan
  2. anggota stasiun jaringa

Pasal 34

  1. Induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam koordinator yang siarannya direlai oleh anggota stasiun jaringan.
  2. Anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam SSJ yang melakukan relai Siaran pada waktu tertentu dari induk stasiun jaringan.

Pasal 35

LPS jasa Penyiaran radio atau televisi hanya dapat berjaringan dalam 1 (satu) SSJ.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS

Jasa Penyiaran Radio atau Jasa Penyiaran Televisi

Paragraf 1

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS Jasa Penyiaran Radio

Pasal 36

LPS jasa Penyiaran radio yang menjadi induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten, dan/atau kota.

Pasal 37

  1. LPS jasa Penyiaran radio dapat menyelenggarakan Siaran melalui SSJ, dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. jangkauan wilayah Siaran SSJ dibatasi paling banyak 15% (lima belas persen) dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia; dan
    b. paling banyak 80% (delapan puluh persen) dari jangkauan wilayah Siaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a terletak di daerah ekonomi maju dan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sisanya berada di daerah ekonomi kurang maju.
  2. Wilayah Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditentukan oleh LPS jasa Penyiaran radio yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.

Paragraf 2

Penyelenggaraan SSJ oleh LPS Jasa Penyiaran Televisi

Pasal 38

LPS jasa Penyiaran televisi yang menjadi induk stasiun jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 berkedudukan di ibukota provinsi.

Pasal 39

  1. LPS jasa Penyiaran televisi dapat menyelenggarakan Siaran melalui SSJ, dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. jangkauan wilayah Siaran SSJ dibatasi paling banyak 75% (tujuh puluh lima persen) dari seluruh provinsi di Indonesia;
    b. paling banyak 80% (delapan puluh persen) dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam huruf a terletak di daerah ekonomi maju dan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sisanya berada di daerah ekonomi kurang maju.
  2. Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a memungkinkan jangkauan wilayah Siaran menjadi paling banyak 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah provinsi di Indonesia, hanya untuk Sistem Stasiun Jaringan yang telah mengoperasikan sejumlah stasiun relai yang dimilikinya sehingga melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah provinsi sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
  3. Wilayah Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditentukan oleh LPS jasa Penyiaran televisi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan daerah penyelenggaraan Penyiaran.

Bagian Ketiga

Relai Siaran dan Siaran Lokal

Pasal 40

  1. Program Siaran yang direlai oleh anggota stasiun jaringan dari induk stasiun jaringan dibatasi dengan durasi paling banyak 40% (empat puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 90% (sembilan puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari anggota stasiun jaringan.
  2. Anggota stasiun jaringan harus memuat Siaran lokal dengan durasi paling sedikit 60% (enam puluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran radio dan 10% (sepuluh persen) untuk LPS jasa Penyiaran televisi dari seluruh waktu Siaran per hari.

Bagian Keempat

Persetujuan Penyelenggaraan SSJ

Pasal 41

  1. LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan menyelenggarakan Penyiaran melalui SSJ wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
  2. Permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan oleh LPS induk stasiun jaringan dengan melampirkan:
    a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan; dan
    b. daftar anggota stasiun jaringan.
  3. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a paling sedikit memuat:
    a. penetapan induk stasiun jaringan dan anggota stasiun jaringan;
    b. persentase durasi relai Siaran dari seluruh waktu Siaran per hari; dan
    c. persentase durasi Siaran lokal dari seluruh waktu Siaran per hari.

Pasal 42

  1. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2 dilakukan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
    a. perjanjian kerja sama antara induk stasiun jaringan dengan anggota stasiun jaringan;
    b. persentase jangkauan wilayah Siaran dari suatu SSJ;
    c. persentase jangkauan wilayah Siaran yang berada di daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju; dan
    d. persentase durasi relai Siaran dan Siaran lokal.
  3. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada LPS induk stasiun jaringan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja.
  4. Dalam hal hasil evaluasi terhadap laporan permohonan penyelenggaraan SSJ oleh LPS Induk Stasiun Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, LPS Induk Stasiun Jaringan diberikan kesempatan untuk melengkapi permohonan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi dari Menteri.
  5. LPS induk stasiun jaringan yang tidak melengkapi permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dianggap mengundurkan diri.
  6. Dalam hal permohonan persetujuan penyelenggaraan SSJ dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri memberikan persetujuan penyelenggaraan SSJ dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
  7. Dalam melaksanakan evaluasi terhadap permohonan persetujuan penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2, Menteri dapat membentuk tim.

Bagian Kelima

Perubahan Jumlah Anggota Stasiun Jaringan

Pasal 43

  1. LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan menambah jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam SSJ wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
  2. Dalam hal LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang akan mengurangi jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam SSJ wajib dilaporkan kepada Menteri.

Pasal 44

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 berlaku secara mutatis mutandis dalam proses pengajuan persetujuan penambahan jumlah anggota stasiun jaringan.

Bagian Keenam

Pelaporan Penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ

Pasal 45

LPS jasa Penyiaran radio atau jasa Penyiaran televisi yang menyelenggarakan Penyiaran melalui SSJ wajib melaporkan pelaksanaan penyelenggaraan Penyiaran melalui SSJ kepada Menteri setiap tahun.

BAB V

DAERAH EKONOMI MAJU DAN

DAERAH EKONOMI KURANG MAJU DALAM

PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Pasal 46

Daerah penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 2, Pasal 37 ayat 2, dan Pasal 39 ayat 3 diklasifikasikan dalam:

  1. Daerah Ekonomi Maju; dan
  2. Daerah Ekonomi Kurang Maj

Pasal 47

  1. Daerah ekonomi maju sebagaimana dimaksud dalam Kabupaten/Kota yang masyarakat serta wilayahnya telah berkembang dalam skala nasional.
  2. Daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b merupakan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain.

Pasal 48

  1. Daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ditetapkan berdasarkan parameter sebagai berikut:
    a. indeks pembangunan manusia;
    b. tingkat pendapatan per kapita;
    c. tingkat kepadatan penduduk; dan
    d. tingkat informasi Penyiaran.
  2. Data parameter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk setiap daerah mengacu pada data yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 49

  1. Indeks pembangunan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf a merupakan parameter berdasarkan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
  2. Tingkat pendapatan per kapita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf b merupakan parameter berdasarkan pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah dari pendapatan regional bruto dibagi jumlah penduduk suatu daerah.
  3. Tingkat kepadatan penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf c merupakan parameter berdasarkan jumlah penduduk suatu daerah dibagi luas daerah yang bersangkutan.
  4. Tingkat informasi Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat 1 huruf d merupakan parameter berdasarkan jumlah Lembaga Penyiaran jasa Penyiaran radio dan jasa Penyiaran televisi yang berada di suatu daerah.

Pasal 50

  1. Daerah ekonomi maju dikelompokkan ke dalam :
    a. Zona 1;
    b. Zona 2; dan
    c. Zona 3.
  2. Daerah ekonomi kurang maju dikelompokkan ke dalam:
    a. Zona 4; dan
    b. Zona 5.
  3. Zona sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 merupakan klasifikasi daerah berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pasal 51

Klasifikasi daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

BAB VI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 52

  1. Pengawasan dan pengendalian atas penerapan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
  2. Direktur Jenderal dapat membentuk tim untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

BAB VII

PENGGUNAAN SARANA ELEKTRONIK

Pasal 53

  1. Seluruh proses pengajuan permohonan SSJ, perubahan data perizinan Penyiaran, dan pembayaran biaya izin penyelenggaraan dilakukan secara elektronik.
  2. Ketentuan proses secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap.

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 54

Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran biaya izin dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 55

  1. Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin prinsip dan/atau pembayaran tahun pertama biaya izin tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 3 dikenai teguran tertulis yang diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan SPP.
  2. Dalam hal Pemohon dan/atau Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat teguran tertulis diterbitkan, diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
    a. dalam permohonan Izin Prinsip, Pemohon dianggap mengundurkan diri serta keputusan FRB dan SPP batal demi hukum; atau
    b. dalam permohonan IPP, Lembaga Penyiaran dianggap mengundurkan diri serta Izin Prinsip, keputusan EUCS, dan SPP batal demi hukum.

Pasal 56

  1. Surat teguran tertulis terhadap Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 2, Pasal 27 ayat 2, atau Pasal 27 ayat 6 diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Lembaga Penyiaran tidak memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan SPP.
  2. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Lembaga Penyiaran dikenai Surat Teguran Tertulis Kedua.
  3. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis kedua diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Lembaga Penyiaran dikenai surat teguran tertulis ketiga.
  4. Dalam hal tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat teguran tertulis ketiga diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Lembaga Penyiaran dikenai sanksi pencabutan IPP dan/atau pencabutan persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran.
  5. Pencabutan IPP dan/atau pencabutan persetujuan perluasan Wilayah Layanan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak menghilangkan kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang.

Pasal 57

Direktorat Jenderal dapat menyerahkan penagihan kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 4 kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 58

  1. Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi tanggal jatuh tempo kewajiban pembayaran dan/atau kurang bayar biaya izin sesuai SPP dikenai sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  2. Besaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kewajiban pembayaran terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
  3. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa denda majemuk.
  4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenai sepanjang IPP masih berlaku dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

  1. Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mendapatkan persetujuan untuk menyelenggarakan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tetap dapat menyelenggarakan siarannya sepanjang tidak melakukan perubahan susunan anggota Sistem Stasiun Jaringan.
  2. Dalam hal Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bermaksud mengubah susunan anggota Sistem Stasiun Jaringan, perubahan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 39/P/M.KOMINFO/12/2008 tentang Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju dalam Penyelenggaraan Penyiaran;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 24/PER/M.KOMINFO/5/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penyelenggaraan Penyiaran;
  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 47/P/M.KOMINFO/11/2009 tentang Indeks Peluang Usaha Penyiaran; dan
  5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 38 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan Perubahan Data Perizinan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1017), dicabut dan dinyatakan tidak berlak

Pasal 61

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Juni 2018

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 25 Juni 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 791

Salinan sesuai dengan aslinya

Kementerian Komunikasi dan Informatika Kepala Biro Hukum,

Bertiana Sari Paraf : Kabag Bankum ………


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Perubahan Data Perizinan, Biaya Izin, Sistem Stasiun Jaringan, dan Daerah Ekonomi Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju Dalam Penyelenggaraan Penyiaran
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 5
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 21-06-2018  /  25-06-2018
Sumber

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku

  1. PERMENKOMINFO No. 39/P/M.KOMINFO/12/2008;
  2. PERMENKOMINFO No. 24/PER/M.KOMINFO/5/2009;
  3. PERMENKOMINFO No. 43/PER/M.KOMINFO/10/2009;
  4. PERMENKOMINFO No. 47/P/M.KOMINFO/11/2009;
  5. PERMENKOMINFO No. 38 Tahun 2012

Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 21 Juni 2018 dan diundangkan pada tanggal 25 Juni 2018.

Subjek PENYELENGGARAAN PENYIARAN – DAERAH EKONOMI MAJU DAN DAERAH EKONOMI KURANG MAJU – PELAPORAN PERUBAHAN DATA PERIZINAN, BIAYA IZIN, SISTEM STASIUN JARINGAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

Mencabut 

  1. PERMENKOMINFO No. 39/P/M.KOMINFO/12/2008
  2. PERMENKOMINFO No. 24/PER/M.KOMINFO/5/2009
  3. PERMENKOMINFO No. 43/PER/M.KOMINFO/10/2009
  4. PERMENKOMINFO No. 47/PER/M.KOMINFO/11/2009
  5. PERMENKOMINFO No. 38 Tahun 2012

Pasal 2 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 32 sampai dengan Pasal 45 dicabut dengan PERMENKOMINFO No. 6 Tahun 2021

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran