Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital

Menimbang

  1. bahwa sesuai dengan perkembangan teknologi penyiaran saat ini, Indonesia harus segera melakukan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital;
  2. bahwa untuk melaksanakan sistem penyiaran televisi digital perlu dilakukan persiapan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital;
  3. bahwa berdasarkan surat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Nomor B- 257/KI.00.00/10/2018 tanggal 31 Oktober 2018 dan Nomor B-101/KI.00.01/4/2019 tanggal 24 April 2019, serta surat Jaksa Agung Nomor B-004/A/Gt.2/01/2018 tanggal 5 Januari 2018, pada pokoknya mendukung proses pelaksanaan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital; 
  4. bahwa sistem penyiaran televisi secara digital di Indonesia merupakan kebijakan nasional yang harus memperhatikan komitmen antara negara-negara ASEAN dalam menjalankan rekomendasi dari International Telecommunication Union (ITU);
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);
  8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-to Air) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 217);
  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem Terestrial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1578) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi secara Digital dan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem Terestrial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1175);
  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PELAKSANAAN PENYIARAN SIMULCAST DALAM RANGKA PERSIAPAN MIGRASI SISTEM PENYIARAN TELEVISI ANALOG KE SISTEM PENYIARAN TELEVISI DIGITAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima Siaran.
  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan Siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima Siaran.
  3. Penyiaran secara bersamaan (simulcast) yang selanjutnya disebut Penyiaran Simulcast adalah penyelenggaraan pemancaran Siaran televisi analog dan Siaran televisi digital pada saat yang bersamaan.
  4. Penyiaran Televisi Secara Digital Melalui Sistem Terestrial adalah penyiaran penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) dengan menggunakan teknologi digital yang dipancarkan secara terestrial melalui sarana multipleksing dan diterima dengan perangkat penerima.
  5. Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial adalah penyiaran yang menggunakan infrastruktur penyiaran penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) dengan transmisi 2 (dua) program atau lebih pada 1 (satu) saluran pada saat yang bersamaan.
  6. Penyelenggaraan Siaran Digital adalah penyelenggaraan penyiaran televisi yang siarannya disalurkan melalui Penyelenggara Multipleksing.
  7. Penyelenggara yang Menyelenggarakan Penyiaran Televisi Secara Digital Melalui Sistem Terestrial yang selanjutnya disebut Penyelenggara Siaran Digital adalah Lembaga Penyiaran yang Siarannya disalurkan melalui penyelenggara multipleksing.
  8. Penyelenggaraan Multipleksing adalah penyaluran program siaran dari Penyelenggara Siaran Digital melalui infrastruktur penyiaran yang dimiliki oleh Penyelenggara Multipleksing.
  9. Penyelenggara yang Menyelenggarakan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial yang selanjutnya disebut Penyelenggara Multipleksing adalah Lembaga Penyiaran yang memiliki infrastruktur penyiaran untuk menyalurkan program Siaran dari penyelenggara Siaran digital.
  10. Lembaga Penyiaran adalah Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas.
  11. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat LPP TVRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
  12. Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang selanjutnya disingkat LPP Lokal adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh pemerintah daerah, menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat yang Siarannya berjaringan dengan LPP TVRI.
  13. Lembaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya disingkat LPK adalah lembaga penyiaran televisi yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
  14. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi.
  15. Saluran adalah kanal frekuensi radio yang merupakan bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio yang di dalamnya terdiri dari beberapa saluran Siaran.
  16. Saluran Siaran adalah slot untuk 1 (satu) program Siaran.
  17. Wilayah Layanan adalah wilayah penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial.
  18. Alat Bantu Penerima Siaran Digital (Set Top Box) yang selanjutnya disebut STB adalah alat bantu untuk dapat menerima Siaran Televisi Digital bagi masyarakat yang masih menggunakan perangkat penerima Siaran televisi analog.
  19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan dasar dan panduan dalam pelaksanaan penyiaran televisi secara digital, penyiaran multipleksing melalui sistem terestrial, dan Penyiaran Simulcast.

BAB II

PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu

Penyelenggara

Pasal 3

  1. Penyelenggaraan Penyiaran Televisi secara Digital melalui sistem teresterial meliputi: a. Penyelenggaraan Siaran Digital; dan b. Penyelenggaraan Multipleksing.
  2. Penyelenggaraan Siaran Digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat dilaksanakan oleh: a. LPP TVRI, LPP Lokal, LPS, dan LPK yang telah memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan bersiaran secara analog; dan b. Lembaga Penyiaran yang memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran secara Digital.
  3. Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dilaksanakan oleh: a. LPP TVRI; dan b. LPS yang memperoleh penetapan sebagai Penyelenggara Multipleksing.
  4. Penyelenggara Multipleksing bersama afiliasinya melaksanakan Penyelenggaraan Siaran Digital sesuai dengan cakupan wilayah penyelenggaraan multipleksingnya berdasarkan Keputusan Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Penyiaran Simulcast

Pasal 4

  1. Menteri menetapkan tahapan pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran Simulcast.
  2. Penyelenggaraan Penyiaran Simulcast berakhir pada saat ditetapkannya penghentian Siaran analog (analog switch off) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 5

  1. Penyelenggara Multipleksing yang melaksanakan Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 ditetapkan oleh Menteri.
  2. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempertimbangkan: a. perlindungan kepentingan nasional; b. pemerataan penyebaran informasi; c. pencegahan interferensi spektrum frekuensi radio; d. hubungan baik dengan negara tetangga; e. kesiapan infrastruktur penyelenggara multipleksing; f. kesiapan ekosistem penyelenggaraan penyiaran; g. efisiensi industri Penyiaran; h. perlindungan investasi; dan/atau i. persiapan menghadapi Analog Switch Off.
  3. Penyelenggara Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyelenggarakan Penyiaran Simulcast.

Pasal 6

  1. Lembaga Penyiaran yang bersiaran secara analog dapat melakukan Penyiaran Simulcast sebagai Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Lembaga Penyiaran yang bersiaran secara analog dapat menghentikan Siaran analog dan beralih menjadi Penyelenggara Siaran Digital melalui persetujuan Menteri dengan ketentuan: a. mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama dengan Penyelenggara Multipleksing; b. melakukan penyesuaian Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan mengembalikan kanal frekuensi televisi analog kepada Menteri; dan c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a ditolak, penghentian Siaran analog sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dapat dilakukan.

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Multipleksing

Pasal 7

  1. Penyelenggara Multipleksing menyewakan Saluran Siaran digital kepada Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Untuk keperluan uji coba Siaran, Pemegang Izin Penyelenggaraan Penyiaran secara digital yang telah ditetapkan dan belum berlaku efektif dapat menyewa saluran siaran kepada Penyelenggara Multipleksing.
  3. Kapasitas saluran siaran dari Penyelenggara Multipleksing dapat digunakan oleh LPS Penyelenggara Siaran Digital yang terafiliasi, termasuk LPS yang bersangkutan.
  4. Kapasitas saluran siaran dari Penyelenggara Multipleksing yang dapat digunakan oleh LPS Penyelenggara Siaran Digital yang terafiliasi, termasuk LPS yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling banyak 3 (tiga) saluran siaran atau dapat menggunakan kapasitas sampai dengan 50%.

Pasal 8

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib mempublikasikan pembukaan peluang kerjasama dan informasi mengenai saluran Siaran yang dimiliki untuk disewakan kepada Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Informasi mengenai saluran Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memuat paling sedikit: a. jenis layanan sewa saluran Siaran; b. lokasi wilayah layanan; c. kapasitas saluran Siaran yang tersedia; d. tarif sewa saluran Siaran yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. kualitas layanan (Quality of Service); f. prosedur penyediaan layanan sewa saluran Siaran; dan g. syarat penyewaan multipleksing.
  3. Dalam menetapkan syarat penyewaan multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf g, Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi prinsip open access dan non discriminatory sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Informasi mengenai saluran Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disampaikan secara terbuka melalui situs web resmi, media cetak, dan/atau elektronik.

Pasal 9

Dalam menyelenggarakan penyiaran multipleksing di suatu wilayah layanan, Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi ketentuan rencana induk (masterplan) frekuensi radio untuk keperluan televisi Siaran digital terestrial. Bagian Keempat Tata Cara Penyewaan Saluran Siaran Digital

Pasal 10

  1. Penyelenggara Siaran Digital menyewa Saluran Siaran kepada Penyelenggara Multipleksing.
  2. Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi permohonan penyewaan saluran Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital sepanjang kapasitas Saluran Siaran tersedia dan memenuhi syarat penyewaan Multipleksing yang ditetapkan oleh Penyelenggara Multipleksing.

Pasal 11

Kesepakatan penyewaan Saluran Siaran antara Penyelenggara Multipleksing dan Penyelenggara Siaran Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang paling sedikit memuat:

  1. wilayah layanan Siaran sesuai Izin Penyelenggaraan Penyiaran;
  2. hak dan kewajiban;
  3. service level agreement (SLA);
  4. tarif sewa Saluran Siaran yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. masa berlaku kerjasama; dan
  6. kompensasi apabila tidak memenuhi hak dan kewajiban

Bagian Kelima

Pemisahan Pembukuan

Pasal 12

Penyelenggara Multipleksing wajib melakukan pemisahan pembukuan secara tegas atas kegiatan yang dilakukan sebagai Penyelenggara Multipleksing dengan penyelenggaraan penyiaran secara analog dan/atau digital.

Bagian Keenam

Penghentian Siaran

Pasal 13

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib menghentikan Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 dalam hal Penyelenggara Siaran Digital mendapatkan sanksi berupa pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran atau pembekuan kegiatan Siaran.
  2. Penghentian Siaran sebagai akibat sanksi pembekuan kegiatan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan jangka waktu sanksi pembekuan kegiatan Siaran dimaksud.
  3. Dalam hal pencabutan Izin Penyelenggaran Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebagai akibat pelanggaran ketentuan mengenai Standar Program Siaran yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia, Penyelenggara Multipleksing wajib menghentikan kegiatan Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
  4. Penghentian siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberlakukan oleh Penyelenggara Multipleksing setelah mendapatkan pemberitahuan tertulis dari Menteri terkait sanksi pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran atau pemberitahuan tertulis dari Komisi Penyiaran Indonesia terkait sanksi pembekuan kegiatan siaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Peluang Penyelenggaraan

Pasal 14

  1. Permohonan baru sebagai Penyelenggara Siaran Digital dan Penyelenggara Multipleksing hanya dapat diajukan setelah adanya pembukaan peluang penyelenggaraan yang ditetapkan oleh Menteri untuk wilayah dimaksud.
  2. Pembukaan peluang Penyelenggaraan Siaran Digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan/atau terluar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

STANDAR KUALITAS LAYANAN

Pasal 15

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi standar kualitas layanan, paling sedikit mencakup: a. kualitas layanan jaringan meliputi: 1. ketersediaan layanan; dan 2. parameter teknis. b. kualitas pelayanan pelanggan meliputi: 1. standar aktivasi layanan; dan 2. penanganan gangguan atau keluhan dari Penyelenggara Siaran Digital sebagai penyewa Multipleksing.
  2. Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Pemenuhan standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeur).

BAB IV

MEKANISME PENYEDIAAN DAN

DISTRIBUSI SET TOP BOX (STB)

Pasal 16

  1. Pemerintah membantu penyediaan STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu agar dapat menerima Siaran digital.
  2. Penyediaan STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berasal dari komitmen Penyelenggara Multipleksing.
  3. Dalam hal penyediaan STB sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak mencukupi, dapat berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau b. sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Kriteria penerima STB dan mekanisme pendistribusian STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.
  5. Pengawasan atas pelaksanaan pendistribusian STB sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan oleh Direktur Jenderal.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 17

  1. Penyelenggaraan penyiaran televisi secara digital dilakukan secara efisien dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan lembaga penyiaran.
  2. Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimanfaatkan untuk kepentingan nasional yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 18

Menteri dapat membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 19

Dalam hal terjadi perselisihan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Penyelenggara Multipleksing dan/atau Penyelenggara Siaran Digital dapat mengajukan permohonan mediasi kepada Direktur Jenderal.

BAB VI

SANKSI

Pasal 20

  1. Penyelenggara Multipleksing yang melanggar ketentuan 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 13 ayat 2, Pasal 13 ayat 3, dan Pasal 15 ayat 1 dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan Penyiaran Multipleksing untuk waktu tertentu; dan/atau d. pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing.
  2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut- turut dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan secara berjenjang.
  4. Dalam hal Penyelenggara Multipleksing melakukan pelanggaran: a. penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan Siaran yang ditetapkan yang mengakibatkan pencabutan Izin Stasiun Radio, penetapan Penyelenggara Multipleksing yang bersangkutan dicabut; atau b. penyelenggaraan multipleksing yang mengakibatkan pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing, Izin Stasiun Radio yang digunakan dalam penyelenggaraan multipleksing yang bersangkutan dicabut.
  5. Penghentian sementara kegiatan Penyiaran Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dan/atau pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d dan ayat 4 huruf a, terlebih dahulu mempertimbangkan: a. keberlangsungan Siaran digital pada wilayah dimaksud; b. hubungan kerjasama penyewaan saluran Siaran multipleksing dengan penyelenggara Siaran digital; dan c. pengalihan penyewaan saluran Siaran digital kepada penyelenggara multipleksing lainnya.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika terkait Penyiaran Televisi secara Digital melalui Sistem Terestrial masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 2019

TENTANG

PELAKSANAAN PENYIARAN SIMULCAST

DALAM RANGKA PERSIAPAN MIGRASI SISTEM PENYIARAN

TELEVISI ANALOG KE SISTEM PENYIARAN TELEVISI DIGITAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

  1. bahwa sesuai dengan perkembangan teknologi penyiaran saat ini, Indonesia harus segera melakukan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital;
  2. bahwa untuk melaksanakan sistem penyiaran televisi digital perlu dilakukan persiapan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital;
  3. bahwa berdasarkan surat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Nomor B- 257/KI.00.00/10/2018 tanggal 31 Oktober 2018 dan Nomor B-101/KI.00.01/4/2019 tanggal 24 April 2019, serta surat Jaksa Agung Nomor B-004/A/Gt.2/01/2018 tanggal 5 Januari 2018, pada pokoknya mendukung proses pelaksanaan migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital; 
  4. bahwa sistem penyiaran televisi secara digital di Indonesia merupakan kebijakan nasional yang harus memperhatikan komitmen antara negara-negara ASEAN dalam menjalankan rekomendasi dari International Telecommunication Union (ITU);
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital;

Memperhatikan

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);
  8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-to Air) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 217);
  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem Terestrial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1578) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi secara Digital dan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem Terestrial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1175);
  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);

Memutuskan

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PELAKSANAAN PENYIARAN SIMULCAST DALAM RANGKA PERSIAPAN MIGRASI SISTEM PENYIARAN TELEVISI ANALOG KE SISTEM PENYIARAN TELEVISI DIGITAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima Siaran.
  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan Siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima Siaran.
  3. Penyiaran secara bersamaan (simulcast) yang selanjutnya disebut Penyiaran Simulcast adalah penyelenggaraan pemancaran Siaran televisi analog dan Siaran televisi digital pada saat yang bersamaan.
  4. Penyiaran Televisi Secara Digital Melalui Sistem Terestrial adalah penyiaran penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) dengan menggunakan teknologi digital yang dipancarkan secara terestrial melalui sarana multipleksing dan diterima dengan perangkat penerima.
  5. Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial adalah penyiaran yang menggunakan infrastruktur penyiaran penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) dengan transmisi 2 (dua) program atau lebih pada 1 (satu) saluran pada saat yang bersamaan.
  6. Penyelenggaraan Siaran Digital adalah penyelenggaraan penyiaran televisi yang siarannya disalurkan melalui Penyelenggara Multipleksing.
  7. Penyelenggara yang Menyelenggarakan Penyiaran Televisi Secara Digital Melalui Sistem Terestrial yang selanjutnya disebut Penyelenggara Siaran Digital adalah Lembaga Penyiaran yang Siarannya disalurkan melalui penyelenggara multipleksing.
  8. Penyelenggaraan Multipleksing adalah penyaluran program siaran dari Penyelenggara Siaran Digital melalui infrastruktur penyiaran yang dimiliki oleh Penyelenggara Multipleksing.
  9. Penyelenggara yang Menyelenggarakan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial yang selanjutnya disebut Penyelenggara Multipleksing adalah Lembaga Penyiaran yang memiliki infrastruktur penyiaran untuk menyalurkan program Siaran dari penyelenggara Siaran digital.
  10. Lembaga Penyiaran adalah Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas.
  11. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat LPP TVRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
  12. Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang selanjutnya disingkat LPP Lokal adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh pemerintah daerah, menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat yang Siarannya berjaringan dengan LPP TVRI.
  13. Lembaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya disingkat LPK adalah lembaga penyiaran televisi yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
  14. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi.
  15. Saluran adalah kanal frekuensi radio yang merupakan bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio yang di dalamnya terdiri dari beberapa saluran Siaran.
  16. Saluran Siaran adalah slot untuk 1 (satu) program Siaran.
  17. Wilayah Layanan adalah wilayah penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial.
  18. Alat Bantu Penerima Siaran Digital (Set Top Box) yang selanjutnya disebut STB adalah alat bantu untuk dapat menerima Siaran Televisi Digital bagi masyarakat yang masih menggunakan perangkat penerima Siaran televisi analog.
  19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan dasar dan panduan dalam pelaksanaan penyiaran televisi secara digital, penyiaran multipleksing melalui sistem terestrial, dan Penyiaran Simulcast.

BAB II

PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu

Penyelenggara

Pasal 3

  1. Penyelenggaraan Penyiaran Televisi secara Digital melalui sistem teresterial meliputi:
    a. Penyelenggaraan Siaran Digital; dan
    b. Penyelenggaraan Multipleksing.
  2. Penyelenggaraan Siaran Digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat dilaksanakan oleh:
    a. LPP TVRI, LPP Lokal, LPS, dan LPK yang telah memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan bersiaran secara analog; dan
    b. Lembaga Penyiaran yang memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran secara Digital.
  3. Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dilaksanakan oleh:
    a. LPP TVRI; dan
    b. LPS yang memperoleh penetapan sebagai Penyelenggara Multipleksing.
  4. Penyelenggara Multipleksing bersama afiliasinya melaksanakan Penyelenggaraan Siaran Digital sesuai dengan cakupan wilayah penyelenggaraan multipleksingnya berdasarkan Keputusan Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Penyiaran Simulcast

Pasal 4

  1. Menteri menetapkan tahapan pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran Simulcast.
  2. Penyelenggaraan Penyiaran Simulcast berakhir pada saat ditetapkannya penghentian Siaran analog (analog switch off) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 5

  1. Penyelenggara Multipleksing yang melaksanakan Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 ditetapkan oleh Menteri.
  2. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempertimbangkan:
    a. perlindungan kepentingan nasional;
    b. pemerataan penyebaran informasi;
    c. pencegahan interferensi spektrum frekuensi radio;
    d. hubungan baik dengan negara tetangga;
    e. kesiapan infrastruktur penyelenggara multipleksing;
    f. kesiapan ekosistem penyelenggaraan penyiaran;
    g. efisiensi industri Penyiaran;
    h. perlindungan investasi; dan/atau
    i. persiapan menghadapi Analog Switch Off.
  3. Penyelenggara Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyelenggarakan Penyiaran Simulcast.

Pasal 6

  1. Lembaga Penyiaran yang bersiaran secara analog dapat melakukan Penyiaran Simulcast sebagai Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Lembaga Penyiaran yang bersiaran secara analog dapat menghentikan Siaran analog dan beralih menjadi Penyelenggara Siaran Digital melalui persetujuan Menteri dengan ketentuan:
    a. mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama dengan Penyelenggara Multipleksing;
    b. melakukan penyesuaian Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan mengembalikan kanal frekuensi televisi analog kepada Menteri; dan
    c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a ditolak, penghentian Siaran analog sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dapat dilakukan.

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Multipleksing

Pasal 7

  1. Penyelenggara Multipleksing menyewakan Saluran Siaran digital kepada Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Untuk keperluan uji coba Siaran, Pemegang Izin Penyelenggaraan Penyiaran secara digital yang telah ditetapkan dan belum berlaku efektif dapat menyewa saluran siaran kepada Penyelenggara Multipleksing.
  3. Kapasitas saluran siaran dari Penyelenggara Multipleksing dapat digunakan oleh LPS Penyelenggara Siaran Digital yang terafiliasi, termasuk LPS yang bersangkutan.
  4. Kapasitas saluran siaran dari Penyelenggara Multipleksing yang dapat digunakan oleh LPS Penyelenggara Siaran Digital yang terafiliasi, termasuk LPS yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling banyak 3 (tiga) saluran siaran atau dapat menggunakan kapasitas sampai dengan 50%.

Pasal 8

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib mempublikasikan pembukaan peluang kerjasama dan informasi mengenai saluran Siaran yang dimiliki untuk disewakan kepada Penyelenggara Siaran Digital.
  2. Informasi mengenai saluran Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memuat paling sedikit:
    a. jenis layanan sewa saluran Siaran;
    b. lokasi wilayah layanan;
    c. kapasitas saluran Siaran yang tersedia;
    d. tarif sewa saluran Siaran yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    e. kualitas layanan (Quality of Service);
    f. prosedur penyediaan layanan sewa saluran Siaran; dan
    g. syarat penyewaan multipleksing.
  3. Dalam menetapkan syarat penyewaan multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf g, Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi prinsip open access dan non discriminatory sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Informasi mengenai saluran Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disampaikan secara terbuka melalui situs web resmi, media cetak, dan/atau elektronik.

Pasal 9

Dalam menyelenggarakan penyiaran multipleksing di suatu wilayah layanan, Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi ketentuan rencana induk (masterplan) frekuensi radio untuk keperluan televisi Siaran digital terestrial. Bagian Keempat Tata Cara Penyewaan Saluran Siaran Digital

Pasal 10

  1. Penyelenggara Siaran Digital menyewa Saluran Siaran kepada Penyelenggara Multipleksing.
  2. Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi permohonan penyewaan saluran Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital sepanjang kapasitas Saluran Siaran tersedia dan memenuhi syarat penyewaan Multipleksing yang ditetapkan oleh Penyelenggara Multipleksing.

Pasal 11

Kesepakatan penyewaan Saluran Siaran antara Penyelenggara Multipleksing dan Penyelenggara Siaran Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang paling sedikit memuat:

  1. wilayah layanan Siaran sesuai Izin Penyelenggaraan Penyiaran;
  2. hak dan kewajiban;
  3. service level agreement (SLA);
  4. tarif sewa Saluran Siaran yang dihitung berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. masa berlaku kerjasama; dan
  6. kompensasi apabila tidak memenuhi hak dan kewajiban

Bagian Kelima

Pemisahan Pembukuan

Pasal 12

Penyelenggara Multipleksing wajib melakukan pemisahan pembukuan secara tegas atas kegiatan yang dilakukan sebagai Penyelenggara Multipleksing dengan penyelenggaraan penyiaran secara analog dan/atau digital.

Bagian Keenam

Penghentian Siaran

Pasal 13

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib menghentikan Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 dalam hal Penyelenggara Siaran Digital mendapatkan sanksi berupa pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran atau pembekuan kegiatan Siaran.
  2. Penghentian Siaran sebagai akibat sanksi pembekuan kegiatan Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sesuai dengan jangka waktu sanksi pembekuan kegiatan Siaran dimaksud.
  3. Dalam hal pencabutan Izin Penyelenggaran Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebagai akibat pelanggaran ketentuan mengenai Standar Program Siaran yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia, Penyelenggara Multipleksing wajib menghentikan kegiatan Siaran dari Penyelenggara Siaran Digital setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
  4. Penghentian siaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberlakukan oleh Penyelenggara Multipleksing setelah mendapatkan pemberitahuan tertulis dari Menteri terkait sanksi pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran atau pemberitahuan tertulis dari Komisi Penyiaran Indonesia terkait sanksi pembekuan kegiatan siaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Peluang Penyelenggaraan

Pasal 14

  1. Permohonan baru sebagai Penyelenggara Siaran Digital dan Penyelenggara Multipleksing hanya dapat diajukan setelah adanya pembukaan peluang penyelenggaraan yang ditetapkan oleh Menteri untuk wilayah dimaksud.
  2. Pembukaan peluang Penyelenggaraan Siaran Digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan/atau terluar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

STANDAR KUALITAS LAYANAN

Pasal 15

  1. Penyelenggara Multipleksing wajib memenuhi standar kualitas layanan, paling sedikit mencakup:
    a. kualitas layanan jaringan meliputi: 1. ketersediaan layanan; dan 2. parameter teknis.
    b. kualitas pelayanan pelanggan meliputi: 1. standar aktivasi layanan; dan 2. penanganan gangguan atau keluhan dari Penyelenggara Siaran Digital sebagai penyewa Multipleksing.
  2. Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Pemenuhan standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeur).

BAB IV

MEKANISME PENYEDIAAN DAN

DISTRIBUSI SET TOP BOX (STB)

Pasal 16

  1. Pemerintah membantu penyediaan STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu agar dapat menerima Siaran digital.
  2. Penyediaan STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berasal dari komitmen Penyelenggara Multipleksing.
  3. Dalam hal penyediaan STB sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak mencukupi, dapat berasal dari:
    a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    b. sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Kriteria penerima STB dan mekanisme pendistribusian STB kepada masyarakat yang secara ekonomi dinyatakan kurang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.
  5. Pengawasan atas pelaksanaan pendistribusian STB sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan oleh Direktur Jenderal.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 17

  1. Penyelenggaraan penyiaran televisi secara digital dilakukan secara efisien dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan lembaga penyiaran.
  2. Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimanfaatkan untuk kepentingan nasional yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 18

Menteri dapat membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 19

Dalam hal terjadi perselisihan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Penyelenggara Multipleksing dan/atau Penyelenggara Siaran Digital dapat mengajukan permohonan mediasi kepada Direktur Jenderal.

BAB VI

SANKSI

Pasal 20

  1. Penyelenggara Multipleksing yang melanggar ketentuan 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 13 ayat 2, Pasal 13 ayat 3, dan Pasal 15 ayat 1 dikenai sanksi administratif berupa:
    a. teguran tertulis;
    b. denda administratif;
    c. penghentian sementara kegiatan Penyiaran Multipleksing untuk waktu tertentu; dan/atau
    d. pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing.
  2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut- turut dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan secara berjenjang.
  4. Dalam hal Penyelenggara Multipleksing melakukan pelanggaran:
    a. penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan Siaran yang ditetapkan yang mengakibatkan pencabutan Izin Stasiun Radio, penetapan Penyelenggara Multipleksing yang bersangkutan dicabut; atau
    b. penyelenggaraan multipleksing yang mengakibatkan pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing, Izin Stasiun Radio yang digunakan dalam penyelenggaraan multipleksing yang bersangkutan dicabut.
  5. Penghentian sementara kegiatan Penyiaran Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dan/atau pencabutan penetapan Penyelenggara Multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d dan ayat 4 huruf a, terlebih dahulu mempertimbangkan:
    a. keberlangsungan Siaran digital pada wilayah dimaksud;
    b. hubungan kerjasama penyewaan saluran Siaran multipleksing dengan penyelenggara Siaran digital; dan
    c. pengalihan penyewaan saluran Siaran digital kepada penyelenggara multipleksing lainnya.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika terkait Penyiaran Televisi secara Digital melalui Sistem Terestrial masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 21 Juni 2019

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Juni 2019
DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 712

Salinan sesuai dengan aslinya

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Kepala Biro Hukum,

Bertiana Sari Paraf: Kabag Bandokum ……


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast Dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 3
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 21-06-2019  /  27-06-2019
Sumber

Pada saat PERMEN ini mulai berlaku PERMENKOMINFO terkait Penyiaran Televisi secara Digital melalui Sistem Terestrial masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PERMEN ini.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 21 Juni 2019 dan diundangkan pada tanggal 27 Juni  2019

Lamp :  4 hlm.

Subjek SISTEM PENYIARAN TELEVISI DIGITAL - MIGRASI SISTEM PENYIARAN TELEVISI ANALOG - PELAKSANAAN PENYIARAN SIMULCAST
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan

Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 6 Tahun 2021

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran