Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi

menimbang

  1. bahwa penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional yang memiliki prinsip dasar keberagaman kepemilikan dan keberagaman program siaran dengan pola jaringan yang adil dan terpadu dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah;

  2. bahwa pelaksanaan sistem stasiun jaringan sebagai arah dalam penerapan kebijakan penyelenggaraan penyiaran pada dasarnya harus mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran, kecenderungan permintaan pasar, ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi lingkungan serta yang terpenting adalah terjaminnya masyarakat untuk memperoleh informasi;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam rangka melaksanakan ketentuanPasal 34 ayat (6), Pasal 36 huruf g dan Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta ,lasa Penyiaran Televisi;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Tahun 2005 No. 127, Tambahan Lembaran Negara No. 4566);

  4. Peraturan Presiden, Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005;

  6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 31/P Tahun 2007 tentang Pengangkatan Menteri Negara dan Kabinet Indonesia Bersatu;

  7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25/P/M.KOMINFO/7/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SISTEM STASIUN JARINGAN OLEH LEMBAGA PENYIARAN SWASTA JASA PENYIARAN TELEVISI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.

  2. penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima saran.

  3. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya bet pedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  4. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi. 2Stasiun penyiaran adalah tempat di mana program acara diproduksi/diolah untuk dipancarluaskan melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat. taut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  5. Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran.

  6. Stasiun penyiaran lokal adalah stasiun penyiaran yang didirikan di suatu daerah tertentu dengan wilayah jangkauan tertentu pada daerah tempat stasiun tersebut didirikan dan menyediakan studio serta pemancar sendiri.

  7. Stasiun relai adalah stasiun yang berfungsi untuk memancarluaskan siaran televisi di wilayah jangkauan siaran lain.

  8. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

Pasal 2

  1. Lingkup lembaga penyiaran swasta merupakan stasiun penyiaran lokal.

  2. Dalam menjangkau wilayah yang lebih luas, lembaga penyiaran swasta dapat membentuk sistem stasiun jaringan,

Pasal 3

Stasiun penyiaran lokal sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), terdiri dari :

  1. stasiun penyiaran lokal berjaringan; dan

  2. stasiun penyiaran lokal tidak berjaringan,

Pasal 4

Sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan oleh Stasiun penyiaran lokal berjaringan yang terdiri atas :

  1. stasiun induk; dan

  2. stasiun anggota.

Pasal 5

  1. Stasiun induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan stasiun penyiaran yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlai oleh stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan.

  2. Stasiun anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu dari stasiun induk.

  3. Setiap lembaga penyiaran swasta hanya dapat berjaringan dalam satu sistem stasiun jaringan.

  4. Lembaga penyiaran swasta yang menjadi stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) stasiun induk.

Pasal 6

  1. Stasiun induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berkedudukan di ibukota provinsi.

  2. Stasiun anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten dan/atau kota

Pasal 7

  1. Lembaga penyiaran swasta yang telah sepakat untuk melakukan sistem stasiun jaringan menuangkan kesepakatannya ke dalam bentuk perjanjian kerja sama tertulis.

  2. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diantaranya memuat sebagai berikut :

    1. penetapan stasiun induk dan stasiun anggota;

    2. program siaran yang akan direlai;

    3. persentase durasi relai siaran dari seluruh waktu siaran per hari :

    4. persentase durasi siaran lokal dari seluruh waktu siaran per hari; dan

    5. penentuan alokasi waktu (time slot) saran untuk siaran lokal.

  3. Penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan dan setiap perubahan stasiun anggota dan stasiun induk yang terdapat dalam sistem stasiun jaringan wajib mendapatkan persetujuan Menteri.

  4. Dalam memperoleh persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), lembaga penyiaran swasta yang bertindak sebagai stasiun induk mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama antara stasiun induk dan stasiun anggota.

  5. Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk surat persetujuan penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan.

Pasal 8

  1. Dalam sistem stasiun jaringan, program siaran yang direlai oleh stasiun anggota dari stasiun induk, dibatasi dengan durasi paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta, program siaran yang direlai oleh stasiun anggota dari stasiun induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara bertahap turun menjadi paling banyak 50% lima puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  3. Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun penyiaran lokal harus memuat siaran lokal dengan durasi paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  4. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta keharusan memuat siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara bertahap naik menjadi paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

Pasal 9

Siaran lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat, yang kriterianya ditentukan Iebih lanjut oleh Komis' Penyiaran Indonesia.

Pasal 10

  1. Dalam penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan, setiap lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relai sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, memiliki jangkauan wilayah siaran sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

  2. Dalam membentuk sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembaga penyiaran swasta mengajukan permohonan kepada Menteri terkait dengan wilayah siaran yang akan dijangkau.

  3. Menteri memberikan persetujuan jangkauan wilayah siaran dengan berdasarkan jumlah stasiun relai yang tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dengan tetap memperhatikan ketentuan tentang komposisi daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju.

Pasal 11

  1. Lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relai di ibukota provinsi wajib melepaskan kepemilikan atas stasiun relainya.

  2. Apabila tidak terdapat modal yang oleh anggota masyarakat daerah untuk mendirikan stasiun penyiaran lokal atau adanya alasan-alasan khusus yang ditetapkan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah setempat, status kepemilikan stasiun relai di beberapa daerah masih dapat dimiliki oleh lembaga penyiaran swasta.

Pasal 12

  1. Lembaga penyiaran swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya dalam menjangkau wilayah jangkauan siaran tertentu sampai terdapatnya stasiun penyiaran lokal yang berjaringan pada wilayah tersebut.

  2. Menteri secara berkala melakukan evaluasi terhadap penggunaan stasiun relai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan perkembangan pendirian stasiun penyiaran lokal,

Pasal 13

Lembaga penyiaran swasta yang akan didirikan di tempat stasiun relai hams mengajukan permohonan izin penyelenggaraan penyiaran kepada Menteri dengan menggunakan alokasi frekuensi radio yang sebelumnya digunakan pada stasiun relai tanpa perlu menunggu pengumuman peluang usaha penyelenggaraan penyiaran dari Menteri.

Pasal 14

  1. Kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, mengikuti ketentuan sebagai berikut.

    1. Untuk setiap stasiun relai yang tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dan akan dibentuk badan hukum baru, masyarakat daerah dapat memiliki saham paling sedikit 10% (sepuluh perseratus).

    2. Untuk setiap stasiun relai dan/atau daerah yang tidak tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dan akan dibentuk badan hukum baru, memiliki batasan kepemilikan saham sebagai berikut :1) untuk badan hukum kedua, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 51% (lima puluh satu perseratus);2) untuk badan hukum ketiga, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 80% (delapan puluh perseratus);3) untuk badan hukum keempat dan seterusnya, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus).

  2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah, komposisi kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berubah menjadi masyarakat daerah memiliki saham paling sedikit 50% (lima puluh perseratus).

Pasal 15

Apabila lembaga penyiaran swasta tidak memenuhi Kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. maka izin penyelenggaraan penyiaran yang telah dimiliki oleh lembaga penyiaran swasta tersebut akan ditinjau kembali.

Pasal 16

Dalam pelaksanaan peraturan Menteri membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi yang terdiri atas instansi terkait di bawah koordinasi Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penyiaran.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal ditetapkan.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 TAHUN 2009
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SISTEM STASIUN JARINGAN OLEH LEMBAGA PENYIARAN SWASTA JASA PENYIARAN TELEVISI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional yang memiliki prinsip dasar keberagaman kepemilikan dan keberagaman program siaran dengan pola jaringan yang adil dan terpadu dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah;

  2. bahwa pelaksanaan sistem stasiun jaringan sebagai arah dalam penerapan kebijakan penyelenggaraan penyiaran pada dasarnya harus mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran, kecenderungan permintaan pasar, ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi lingkungan serta yang terpenting adalah terjaminnya masyarakat untuk memperoleh informasi;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam rangka melaksanakan ketentuanPasal 34 ayat (6), Pasal 36 huruf g dan Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Penyelenggaraan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta ,lasa Penyiaran Televisi;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Tahun 2005 No. 127, Tambahan Lembaran Negara No. 4566);

  4. Peraturan Presiden, Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005;

  6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 31/P Tahun 2007 tentang Pengangkatan Menteri Negara dan Kabinet Indonesia Bersatu;

  7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25/P/M.KOMINFO/7/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SISTEM STASIUN JARINGAN OLEH LEMBAGA PENYIARAN SWASTA JASA PENYIARAN TELEVISI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.

  2. penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima saran.

  3. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya bet pedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  4. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi. 2
    Stasiun penyiaran adalah tempat di mana program acara diproduksi/diolah untuk dipancarluaskan melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat. taut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  5. Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran.

  6. Stasiun penyiaran lokal adalah stasiun penyiaran yang didirikan di suatu daerah tertentu dengan wilayah jangkauan tertentu pada daerah tempat stasiun tersebut didirikan dan menyediakan studio serta pemancar sendiri.

  7. Stasiun relai adalah stasiun yang berfungsi untuk memancarluaskan siaran televisi di wilayah jangkauan siaran lain.

  8. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

BAB II

PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SISTEM STASIUN JARINGAN

Bagian Kesatu

Sistem Stasiun Jaringan

Pasal 2

  1. Lingkup lembaga penyiaran swasta merupakan stasiun penyiaran lokal.

  2. Dalam menjangkau wilayah yang lebih luas, lembaga penyiaran swasta dapat membentuk sistem stasiun jaringan,

Pasal 3

Stasiun penyiaran lokal sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), terdiri dari :

  1. stasiun penyiaran lokal berjaringan; dan

  2. stasiun penyiaran lokal tidak berjaringan,

Pasal 4

Sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan oleh Stasiun penyiaran lokal berjaringan yang terdiri atas :

  1. stasiun induk; dan

  2. stasiun anggota.

Pasal 5

  1. Stasiun induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan stasiun penyiaran yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlai oleh stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan.

  2. Stasiun anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu dari stasiun induk.

  3. Setiap lembaga penyiaran swasta hanya dapat berjaringan dalam satu sistem stasiun jaringan.

  4. Lembaga penyiaran swasta yang menjadi stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan hanya dapat berjaringan dengan 1 (satu) stasiun induk.

Pasal 6

  1. Stasiun induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berkedudukan di ibukota provinsi.

  2. Stasiun anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten dan/atau kota

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan

Pasal 7

  1. Lembaga penyiaran swasta yang telah sepakat untuk melakukan sistem stasiun jaringan menuangkan kesepakatannya ke dalam bentuk perjanjian kerja sama tertulis.

  2. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diantaranya memuat sebagai berikut :

    1. penetapan stasiun induk dan stasiun anggota;

    2. program siaran yang akan direlai;

    3. persentase durasi relai siaran dari seluruh waktu siaran per hari :

    4. persentase durasi siaran lokal dari seluruh waktu siaran per hari; dan

    5. penentuan alokasi waktu (time slot) saran untuk siaran lokal.

  3. Penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan dan setiap perubahan stasiun anggota dan stasiun induk yang terdapat dalam sistem stasiun jaringan wajib mendapatkan persetujuan Menteri.

  4. Dalam memperoleh persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), lembaga penyiaran swasta yang bertindak sebagai stasiun induk mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan perjanjian kerja sama antara stasiun induk dan stasiun anggota.

  5. Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk surat persetujuan penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan.

Bagian Ketiga

Relai Siaran dan Siaran Lokal

Pasal 8

  1. Dalam sistem stasiun jaringan, program siaran yang direlai oleh stasiun anggota dari stasiun induk, dibatasi dengan durasi paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta, program siaran yang direlai oleh stasiun anggota dari stasiun induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara bertahap turun menjadi paling banyak 50% lima puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  3. Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun penyiaran lokal harus memuat siaran lokal dengan durasi paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

  4. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta keharusan memuat siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara bertahap naik menjadi paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari.

Pasal 9

Siaran lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat, yang kriterianya ditentukan Iebih lanjut oleh Komis' Penyiaran Indonesia.

BAB III

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 10

  1. Dalam penyelenggaraan penyiaran melalui sistem stasiun jaringan, setiap lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relai sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, memiliki jangkauan wilayah siaran sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

  2. Dalam membentuk sistem stasiun jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembaga penyiaran swasta mengajukan permohonan kepada Menteri terkait dengan wilayah siaran yang akan dijangkau.

  3. Menteri memberikan persetujuan jangkauan wilayah siaran dengan berdasarkan jumlah stasiun relai yang tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dengan tetap memperhatikan ketentuan tentang komposisi daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju.

Pasal 11

  1. Lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relai di ibukota provinsi wajib melepaskan kepemilikan atas stasiun relainya.

  2. Apabila tidak terdapat modal yang oleh anggota masyarakat daerah untuk mendirikan stasiun penyiaran lokal atau adanya alasan-alasan khusus yang ditetapkan oleh Menteri atau Pemerintah Daerah setempat, status kepemilikan stasiun relai di beberapa daerah masih dapat dimiliki oleh lembaga penyiaran swasta.

Pasal 12

  1. Lembaga penyiaran swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya dalam menjangkau wilayah jangkauan siaran tertentu sampai terdapatnya stasiun penyiaran lokal yang berjaringan pada wilayah tersebut.

  2. Menteri secara berkala melakukan evaluasi terhadap penggunaan stasiun relai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan perkembangan pendirian stasiun penyiaran lokal,

Pasal 13

Lembaga penyiaran swasta yang akan didirikan di tempat stasiun relai hams mengajukan permohonan izin penyelenggaraan penyiaran kepada Menteri dengan menggunakan alokasi frekuensi radio yang sebelumnya digunakan pada stasiun relai tanpa perlu menunggu pengumuman peluang usaha penyelenggaraan penyiaran dari Menteri.

Pasal 14

  1. Kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, mengikuti ketentuan sebagai berikut.

    1. Untuk setiap stasiun relai yang tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dan akan dibentuk badan hukum baru, masyarakat daerah dapat memiliki saham paling sedikit 10% (sepuluh perseratus).

    2. Untuk setiap stasiun relai dan/atau daerah yang tidak tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran dan akan dibentuk badan hukum baru, memiliki batasan kepemilikan saham sebagai berikut :
      1) untuk badan hukum kedua, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 51% (lima puluh satu perseratus);
      2) untuk badan hukum ketiga, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 80% (delapan puluh perseratus);
      3) untuk badan hukum keempat dan seterusnya, masyarakat daerah dapat memiliki saham sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus).

  2. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah, komposisi kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berubah menjadi masyarakat daerah memiliki saham paling sedikit 50% (lima puluh perseratus).

Pasal 15

Apabila lembaga penyiaran swasta tidak memenuhi Kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. maka izin penyelenggaraan penyiaran yang telah dimiliki oleh lembaga penyiaran swasta tersebut akan ditinjau kembali.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Dalam pelaksanaan peraturan Menteri membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi yang terdiri atas instansi terkait di bawah koordinasi Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penyiaran.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA

Pada tanggal : 19 Oktober 2009

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

ttd.

MOHAMMAD NUH


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 43
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 19-10-2009  /  19-10-2009
Sumber

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 19 Oktober 2009.

Subjek LEMBAGA PENYIARAN SWASTA JASA PENYIARAN TELEVISI – SISTEM STASIUN JARINGAN – PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan
Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 5 Tahun 2018

Bahasa Indonesia
Lokasi TU MENTERI
Bidang Hukum -
Lampiran