Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television)

menimbang

  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan dan percepatan pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2016 dan Nawacita serta mewujudkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara di bidang ekonomi dan investasi di Indonesia perlu dilakukan simplifikasi regulasi terkait penyelenggaraan layanan protokol internet yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/ IPTV);

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television);

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);

  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);

  9. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 tentang Pengamanan, Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 24/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 tentang Pengamanan

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 250);

  14. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);

  15. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1661);

  16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 251);

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN TELEVISI PROTOKOL INTERNET (INTERNET PROTOCOL TELEVISION).

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television) yang selanjutnya disingkat IPTV adalah teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik, dan data yang disalurkan ke Pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dijamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan Pelanggan secara 2 (dua) arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan pesawat televisi standar dan/atau alat telekomunikasi yang menggunakan media audio visual.

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  3. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dari bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  4. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  5. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

  6. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  7. Primary Head-End adalah sistem perangkat dimana konten dari penyedia-penyedia konten dikumpulkan atau digabung serta dipersiapkan untuk disalurkan melalui jaringan ke terminal Pelanggan melalui Secondary Head-End.

  8. Secondary Head-End adalah sistem perangkat dimana konten yang sudah diproses Primary Head-End dan disalurkan ke terminal Pelanggan.

  9. Jaringan Tetap Lokal adalah jaringan di wilayah yang ditentukan, menggunakan jaringan kabel dan/atau jaringan tanpa kabel.

  10. Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched adalah jaringan di wilayah yang ditentukan, menggunakan jaringan kabel dan/atau jaringan lokal tanpa kabel yang menggunakan teknologi berbasis packet switched.

  11. Konten adalah seluruh suara, tulisan, gambar baik diam maupun bergerak atau bentuk audio visual lainnya, sajian-sajian dalam bentuk program, atau gabungan sebagiannya dan/atau keseluruhannya yang dapat diciptakan, diubah, disimpan, disajikan, dikomunikasikan dan disebarluaskan secara elektronik.

  12. Konsorsium adalah gabungan dari paling sedikit 2 (dua) badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki kemampuan usaha di bidang telekomunikasi, penyiaran, dan teknologi informasi.

  13. Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) adalah penyelenggara jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan akses internet ke publik.

  14. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.

  15. Penyelenggara Layanan IPTV yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Konsorsium yang telah disetujui untuk mendapatkan surat persetujuan penyelenggaraan Layanan IPTV.

  16. Penyedia Konten Independen adalah suatu badan hukum yang bergerak dalam bidang penyediaan Konten yang mayoritas sahamnya bukan milik Penyelenggara IPTV.

  17. Pelanggan adalah perseorangan atau badan usaha yang menggunakan jasa layanan IPTV dengan cara membayar sesuai kesepakatan dengan Penyelenggara.

  18. Menteri adalah Menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

Pasal 2

Penyelenggaraan layanan IPTV bertujuan untuk:

  1. memacu pertumbuhan industri Konten, perangkat keras, dan perangkat lunak dalam negeri;

  2. mempercepat pertumbuhan layanan transaksi elektronik;

  3. meningkatkan kontrol sosial dan partisipasi masyarakat melalui layanan interaktif yang disediakan;

  4. memberikan sarana pembelajaran teknologi informasi;

  5. mengembalikan fungsi kebersamaan keluarga dalam memperoleh informasi dan hiburan; dan

  6. mendorong investasi untuk memacu penggelaran infrastruktur jaringan telekomunikasi pita lebar secara luas.

Pasal 3

Dalam penyelenggaraan layanan IPTV, Penyelenggara wajib:

  1. melindungi kepentingan dan keamanan negara;

  2. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;

  3. memajukan kebudayaan nasional;

  4. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa;

  5. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;

  6. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat;

  7. melaksanakan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan; dan

  8. menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi dan kepekaan sosial.

Pasal 4

  1. Penyelenggara merupakan Konsorsium yang anggotanya terdiri dari paling sedikit 2 (dua) badan hukum Indonesia dan telah memperoleh izin yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan IPTV.

  2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, atau Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup;

    2. izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP); dan

    3. izin Penyelenggaraan Penyiaran LPB Jasa Penyiaran Televisi.

  3. Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan teknologi VSAT.

  4. Dalam hal Penyelenggaraan layanan IPTV pada Jaringan Bergerak Seluler terdapat layanan penyediaan Konten yang pembebanan biayanya melalui pengurangan deposit prabayar atau tagihan telepon pascabayar Pelanggan Jaringan Bergerak Seluler, maka Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler.

  5. Selain badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsorsium dapat mengikutsertakan badan hukum yang tidak memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai anggotanya.

  6. Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dilarang menjadi anggota pada lebih dari 1 (satu) Konsorsium.

  7. Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjuk salah satu anggotanya sebagai Ketua Konsorsium.

  8. Ketua Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah badan hukum yang telah memperoleh paling sedikit 1 (satu) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 5

  1. Konsorsium didirikan berdasarkan perjanjian kerja sama yang bersifat mengikat setiap anggota Konsorsium yang diperkuat dengan akta notaris.

  2. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan peran dan tanggung jawab setiap anggota Konsorsium.

Pasal 6

  1. Kepemilikan saham oleh pihak asing pada Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup, Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP), dan LPB yang tergabung dalam Konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Badan hukum yang menjadi anggota Konsorsium yang bukan sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup, Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP), atau LPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), kepemilikan saham oleh pihak asing pada badan hukum tersebut harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Layanan IPTV meliputi:

  1. layanan penyiaran (pushed services), yaitu layanan berupa siaran televisi baik itu siaran yang diterima oleh Pelanggan sesuai dengan jadwal aslinya (linier) maupun siaran yang diterima oleh Pelanggan pada waktu penerimaan yang diaturnya sendiri (non-linier), serta layanan Pay per View;

  2. layanan multimedia (pulled servies dan interactive services), yaitu layanan yang penyalurannya diberikan berdasarkan permintaan dari Pelanggan;

  3. layanan Transaksi Elektronik; dan

  4. layanan akses internet untuk keperluan publik.

Pasal 8 

  1. Untuk dapat memberikan layanan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran LPB Jasa Penyiaran Televisi.

  2. Untuk dapat memberikan layanan multimedia dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c, Penyelenggara wajib terdaftar dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga atau instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Untuk dapat memberikan layanan akses internet untuk keperluan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP).

Pasal 9

Dalam hal lembaga atau instansi yang berwenang untuk memberikan sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) belum ada, Menteri dapat membentuk Tim untuk memeriksa sistem layanan multimedia dan layanan Transaksi Elektronik.

Pasal 10

  1. Penyelenggara harus memiliki infrastruktur jaringan yang mampu menjamin kecepatan downlink untuk setiap Pelanggan.

  2. Ketentuan penyediaan infrastruktur jaringan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

  1. Penyelenggara harus menyediakan kapasitas jaringan yang dapat digunakan untuk menyalurkan Konten dari Penyedia Konten Independen.

  2. Ketentuan tentang penyediaan kapasitas jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesepakatan antara Penyelenggara dan Penyedia Konten Independen.

Pasal 12

  1. Penyelenggara harus memiliki sistem perangkat IPTV, terdiri dari:

    1. head-end yang terdiri dari primary head-end dan secondary head-end;

    2. sistem perangkat untuk penyimpanan Konten, data Pelanggan, dan rekaman transaksi;

    3. sistem perangkat untuk pengamanan dan perlindungan;

    4. sistem perangkat untuk pengolahan dan penyaluran Konten;

    5. sistem perangkat untuk pengelolaan dan pengawasan jaringan;

    6. sistem perangkat untuk pengaduan/pengawasan terhadap Konten oleh Pelanggan secara interaktif; dan

    7. sistem perangkat untuk pengelolaan Pelanggan dan tagihan.

  2. Head-end sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, termasuk pusat data dan pusat pemulihan bencana, wajib berlokasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13 

  1. Penyelenggara wajib menjamin ketersediaan Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) yang berkualitas sesuai dengan standar yang berlaku.

  2. Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN) paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) dan secara bertahap ditingkatkan paling sedikit menjadi 50% (lima puluh persen) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

  3. Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 14 

  1. Penyelenggara wajib menggunakan sistem perangkat dengan standar dan spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam hal terjadi perkembangan teknologi yang mempengaruhi perubahan standar dan spesifikasi teknis, Penyelenggara harus menyesuaikan sistem perangkat yang digunakan.

  3. Dalam hal terjadi penyesuaian sistem perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara harus menjamin perangkat yang digunakan oleh Pelanggan agar tetap dapat menerima layanan IPTV.

  4. Penyelenggara harus melakukan migrasi dari Protokol Internet versi 4 (Internet Protocol version 4/IPv4) ke Protokol Internet versi 6 (Internet Protocol version 6/IPv6) paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

  5. Pengalamatan protokol internet sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat menggunakan:

    1. alamat protokol internet privat pada Protokol Internet versi 4 (Internet Protocol version 4/IPv4); dan/atau

    2. alamat protokol internet publik pada Protokol Internet versi 6 (Internet Protocol version 6/IPv6).

Pasal 15

  1. Wilayah layanan penyelenggaraan IPTV adalah wilayah dari izin yang diperoleh oleh anggota konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

  2. Perluasan jangkauan wilayah layanan penyelenggaraan layanan IPTV disesuaikan dengan izin yang berlaku.

Pasal 16

  1. Penyelenggara harus menjaga kualitas layanan yang terdiri dari:

    1. kualitas jaringan (network);

    2. kualitas penerimaan (reception);

    3. kualitas kecepatan pindah layanan (responsiveness); dan

    4. kualitas pengelolaan Pelanggan (customer care).

  2. Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 17

  1. Untuk layanan penyiaran (pushed services), Penyelenggara harus menyediakan paling rendah 10% (sepuluh persen) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan Konten produksi dalam negeri.

  2. Untuk layanan multimedia (pulled services dan interactive services), Penyelenggara harus menyediakan Konten produksi dalam negeri paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen) dari koleksi Konten (content library) yang dimiliki.

  3. Jumlah Penyedia Konten Independen dalam negeri yang berkontribusi dalam penyelenggaraan layanan IPTV paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari banyaknya penyedia Konten di dalam koleksi Konten (content library) milik Penyelenggara dan secara bertahap ditingkatkan paling rendah menjadi 50% (lima puluh persen) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

Pasal 18

  1. Penyelenggara IPTV harus membuka jaringan dan/atau layanannya kepada Penyedia Konten Independen dalam negeri berdasarkan kesepakatan tertulis.

  2. Penyelenggara harus membuat paket layanan yang dibagi dalam beberapa sub-paket layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

  3. Penyelenggara harus membuat sistem pengelolaan tagihan kepada Pelanggan yang memuat perincian tagihan sesuai dengan sub-paket layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dipilih oleh Pelanggan.

Pasal 19

  1. Konten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penyelenggara harus menjamin bahwa setiap Penyedia Konten Independen yang berkontribusi dalam penyelengaraan Layanan IPTV telah memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Penyelenggara wajib melakukan pengamanan terhadap pemanfaatan jaringan berbasis protokol internet sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21 

  1. Penyelenggara wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap layanan yang diberikan kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam memberikan layanannya, Penyelenggara harus menjamin bahwa:

    1. layanan yang diberikan hanya diterima oleh Pelanggan;

    2. Pelanggan hanya menerima layanan sesuai dengan sub-paket layanan yang dipilih atau promosi yang telah disepakati antara Penyelenggara dengan Pelanggan; dan

    3. semua transaksi yang dilakukan oleh Pelanggan bebas dari penyadapan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 22 

  1. Penyelenggara wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap Konten yang disalurkan kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam menyalurkan Konten kepada Pelanggan, Penyelenggara wajib:

    1. memiliki hak atas setiap Konten yang disalurkan;

    2. mencantumkan hak yang dimilikinya untuk menyalurkan Konten tersebut; dan

    3. menjamin pengamanan dan perlindungan terhadap Konten dari kemungkinan terjadinya pembajakan dan/atau distribusi ulang secara ilegal (illegal redistribution).

Pasal 23 

Dalam hal perlindungan terhadap Pelanggan, Penyelenggara:

  1. harus memenuhi setiap permohonan calon Pelanggan yang telah memenuhi syarat berlangganan sepanjang jaringan dan sistem peralatan untuk menyelenggarakan layanan IPTV tersedia;

  2. harus melakukan perlindungan terhadap Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. harus menjamin kerahasiaan setiap informasi yang menyangkut data pribadi Pelanggan termasuk alamat protokol internet dan rekaman informasi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. harus menyediakan pusat informasi dan pelayanan Pelanggan; dan

  5. wajib menyediakan fasilitas pengaduan/pengawasan terhadap Konten oleh Pelanggan secara interaktif.

Pasal 24

Setiap Penyelenggara wajib menayangkan iklan layanan masyarakat dan informasi peringatan dini bencana alam.

Pasal 25

  1. Konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.

  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. latar belakang;

    2. visi dan misi;

    3. data anggota konsorsium;

    4. aspek legalitas;

    5. aspek layanan;

    6. aspek Konten untuk layanan multimedia; g. aspek teknis; dan

    7. aspek bisnis.

  3. Aspek legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:

    1. salinan dokumen legal pendirian konsorsium berupa perjanjian kerja sama antar anggota konsorsium yang diperkuat dengan akta notaris;

    2. salinan akta pendirian perusahaan masing-masing anggota konsorsium beserta perubahannya; dan

    3. salinan Izin Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

  4. Aspek layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang akan ditawarkan kepada Pelanggan dan rencana pengembangan layanan dalam 5 (lima) tahun yang akan datang.

  5. Aspek Konten untuk layanan multimedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:

    1. sumber Konten;

    2. segmentasi target Pelanggan berdasarkan Konten;

    3. komposisiKonten produksi dalam negeri dibandingkan dengan seluruh Konten;

    4. komposisi Konten produksi Penyedia Konten Independen dalam negeri dibandingkan dengan seluruh penyedia Konten; dan

    5. uraian tentang keunggulan Konten.

  6. Aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g meliputi:

    1. standar dan spesifikasi teknis infrastruktur jaringan;

    2. standar dan spesifikasi teknis sistem peralatan yang akan digunakan; dan

    3. standar dan spesifikasi teknis Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) yang akan digunakan.

  7. Aspek bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h meliputi:

    1. rencana pengembangan usaha;

    2. perhitungan biaya investasi;

    3. kecukupan modal;

    4. proyeksi pendapatan dan arus kas 5 (lima) tahun ke depan;

    5. proyeksi jumlah Pelanggan dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan;

    6. kecukupan sumber daya manusia;

    7. struktur organisasi konsorsium; dan

    8. data komposisi kepemilikan saham oleh pihak asing pada masing-masing anggota.

Pasal 26

  1. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dibuat 3 (tiga) rangkap dan diajukan kepada Menteri.

  2. Menteri dapat membentuk Tim untuk melaksanakan evaluasi terhadap permohonan penyelenggaraan layanan IPTV.

  3. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas satuan kerja yang tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan penyelenggaran layanan IPTV, dan dipimpin oleh pejabat satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 27

  1. Evaluasi permohonan penyelenggaraan layanan IPTV terdiri atas:

    1. evaluasi administratif; dan

    2. evaluasi teknis.

  2. Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) melakukan evaluasi administratif terhadap dokumen persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah permohonan diterima.

  3. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selesai, Tim mengeluarkan:

    1. bagi pemohon yang persyaratan administratifnya memenuhi syarat, Berita Acara Lulus Evaluasi Administratif dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Evaluasi Teknis; atau

    2. bagi pemohon yang persyaratan administratifnya tidak memenuhi syarat, Berita Acara tidak lulus evaluasi administratif.

  4. Bagi pemohon yang tidak lulus evaluasi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Berita Acara tidak lulus evaluasi administratif oleh Pemohon.

  5. Evaluasi teknis dilaksanakan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Evaluasi Teknis diterima oleh Pemohon.

  6. Dalam hal permohonan dinyatakan tidak lulus evaluasi teknis, Pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki jaringan, sistem peralatan dan/atau layanannya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

  7. Pemohon dinyatakan tidak lulus evaluasi teknis apabila kesempatan untuk memperbaiki jaringan, sistem peralatan, dan/atau layanannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dipenuhi.

  8. Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah pelaksanaan evaluasi teknis harus menyelesaikan Laporan Hasil Evaluasi Administratif dan Evaluasi Teknis.

  9. Laporan Hasil Evaluasi Administratif dan Evaluasi Teknis dilaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari keja sejak diselesaikannya Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).

Pasal 28

  1. Menteri menerbitkan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV kepada pemohon yang dinyatakan lulus evaluasi administratif dan evaluasi teknis.

  2. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya Laporan Hasil Evaluasi Administrasi dan Evaluasi Teknis.

Pasal 29

  1. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV berlaku untuk 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang setelah melalui proses evaluasi.

  2. Penyelenggara dapat mengajukan permohonan perpanjangan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV paling lama 3 (tiga) bulan sebelum masa laku berakhir.

Pasal 30

  1. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diberikan kepada ketua Konsorsium untuk dan atas nama Konsorsium serta setiap anggota konsorsium

  2. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat terhadap setiap anggota Konsorsium.

Pasal 31

  1. Menteri melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan IPTV secara menyeluruh setiap 5 (lima) tahun sekali dan apabila hasil evaluasi dinyatakan tidak memenuhi ketentuan dalam Surat Persetujuan, Penyelenggara dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Menteri dapat membentuk Tim untuk melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 32

Masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan/atau masukan terhadap penyelenggaraan layanan IPTV kepada Menteri.

Pasal 33 

  1. Menteri dapat mengenakan sanksi admnistratif kepada Penyelenggara Layanan IPTV yang melanggar Pasal 3, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (3), Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 huruf e, dan/atau Pasal 24.

  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. pemberhentian sementara;

    3. tidak diberikan perpanjangan persetujuan; dan/atau

    4. pencabutan persetujuan.

  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana.

Pasal 34

  1. Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis pertama terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).

  2. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya sanksi teguran tertulis pertama, Penyelenggara mengabaikannya, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis kedua.

  3. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya sanksi teguran tertulis kedua, Penyelenggara tetap mengabaikannya, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis ketiga dan menghentikan sementara kegiatan Penyelenggaraan Layanan IPTV.

  4. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian sementara kegiatan Penyelenggaraan Layanan IPTV, Penyelenggara tetap mengabaikan sanksi teguran tertulis ketiga, Menteri tidak memberikan perpanjangan atau mencabut Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV yang diperoleh Penyelenggara Layanan IPTV.

Pasal 35

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV); dan

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 442), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 6 TAHUN 2017
TENTANG
PENYELENGGARAAN LAYANAN TELEVISI PROTOKOL INTERNET (INTERNET PROTOCOL TELEVISION)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan dan percepatan pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2016 dan Nawacita serta mewujudkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara di bidang ekonomi dan investasi di Indonesia perlu dilakukan simplifikasi regulasi terkait penyelenggaraan layanan protokol internet yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/ IPTV);

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television);

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);

  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);

  9. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 tentang Pengamanan, Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 24/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 tentang Pengamanan

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 250);

  14. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);

  15. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1661);

  16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 251);



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN TELEVISI PROTOKOL INTERNET (INTERNET PROTOCOL TELEVISION).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television) yang selanjutnya disingkat IPTV adalah teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik, dan data yang disalurkan ke Pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dijamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan Pelanggan secara 2 (dua) arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan pesawat televisi standar dan/atau alat telekomunikasi yang menggunakan media audio visual.

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  3. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dari bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  4. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  5. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

  6. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  7. Primary Head-End adalah sistem perangkat dimana konten dari penyedia-penyedia konten dikumpulkan atau digabung serta dipersiapkan untuk disalurkan melalui jaringan ke terminal Pelanggan melalui Secondary Head-End.

  8. Secondary Head-End adalah sistem perangkat dimana konten yang sudah diproses Primary Head-End dan disalurkan ke terminal Pelanggan.

  9. Jaringan Tetap Lokal adalah jaringan di wilayah yang ditentukan, menggunakan jaringan kabel dan/atau jaringan tanpa kabel.

  10. Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched adalah jaringan di wilayah yang ditentukan, menggunakan jaringan kabel dan/atau jaringan lokal tanpa kabel yang menggunakan teknologi berbasis packet switched.

  11. Konten adalah seluruh suara, tulisan, gambar baik diam maupun bergerak atau bentuk audio visual lainnya, sajian-sajian dalam bentuk program, atau gabungan sebagiannya dan/atau keseluruhannya yang dapat diciptakan, diubah, disimpan, disajikan, dikomunikasikan dan disebarluaskan secara elektronik.

  12. Konsorsium adalah gabungan dari paling sedikit 2 (dua) badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas yang memiliki kemampuan usaha di bidang telekomunikasi, penyiaran, dan teknologi informasi.

  13. Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP) adalah penyelenggara jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan akses internet ke publik.

  14. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya disingkat LPB adalah Lembaga Penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.

  15. Penyelenggara Layanan IPTV yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Konsorsium yang telah disetujui untuk mendapatkan surat persetujuan penyelenggaraan Layanan IPTV.

  16. Penyedia Konten Independen adalah suatu badan hukum yang bergerak dalam bidang penyediaan Konten yang mayoritas sahamnya bukan milik Penyelenggara IPTV.

  17. Pelanggan adalah perseorangan atau badan usaha yang menggunakan jasa layanan IPTV dengan cara membayar sesuai kesepakatan dengan Penyelenggara.

  18. Menteri adalah Menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

Pasal 2

Penyelenggaraan layanan IPTV bertujuan untuk:

  1. memacu pertumbuhan industri Konten, perangkat keras, dan perangkat lunak dalam negeri;

  2. mempercepat pertumbuhan layanan transaksi elektronik;

  3. meningkatkan kontrol sosial dan partisipasi masyarakat melalui layanan interaktif yang disediakan;

  4. memberikan sarana pembelajaran teknologi informasi;

  5. mengembalikan fungsi kebersamaan keluarga dalam memperoleh informasi dan hiburan; dan

  6. mendorong investasi untuk memacu penggelaran infrastruktur jaringan telekomunikasi pita lebar secara luas.

BAB II

LAYANAN IPTV

Bagian Kesatu

Kewajiban Penyelenggara IPTV

Pasal 3

Dalam penyelenggaraan layanan IPTV, Penyelenggara wajib:

  1. melindungi kepentingan dan keamanan negara;

  2. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;

  3. memajukan kebudayaan nasional;

  4. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa;

  5. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;

  6. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat;

  7. melaksanakan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan; dan

  8. menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi dan kepekaan sosial.

Bagian Kedua

Konsorsium

Pasal 4

  1. Penyelenggara merupakan Konsorsium yang anggotanya terdiri dari paling sedikit 2 (dua) badan hukum Indonesia dan telah memperoleh izin yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan IPTV.

  2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, atau Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup;

    2. izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP); dan

    3. izin Penyelenggaraan Penyiaran LPB Jasa Penyiaran Televisi.

  3. Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan teknologi VSAT.

  4. Dalam hal Penyelenggaraan layanan IPTV pada Jaringan Bergerak Seluler terdapat layanan penyediaan Konten yang pembebanan biayanya melalui pengurangan deposit prabayar atau tagihan telepon pascabayar Pelanggan Jaringan Bergerak Seluler, maka Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler.

  5. Selain badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsorsium dapat mengikutsertakan badan hukum yang tidak memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai anggotanya.

  6. Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dilarang menjadi anggota pada lebih dari 1 (satu) Konsorsium.

  7. Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjuk salah satu anggotanya sebagai Ketua Konsorsium.

  8. Ketua Konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah badan hukum yang telah memperoleh paling sedikit 1 (satu) izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 5

  1. Konsorsium didirikan berdasarkan perjanjian kerja sama yang bersifat mengikat setiap anggota Konsorsium yang diperkuat dengan akta notaris.

  2. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan peran dan tanggung jawab setiap anggota Konsorsium.

Bagian Ketiga

Kepemilikan Saham oleh Pihak Asing

Pasal 6

  1. Kepemilikan saham oleh pihak asing pada Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup, Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP), dan LPB yang tergabung dalam Konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Badan hukum yang menjadi anggota Konsorsium yang bukan sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup, Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP), atau LPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), kepemilikan saham oleh pihak asing pada badan hukum tersebut harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Ruang Lingkup Layanan IPTV

Pasal 7

Layanan IPTV meliputi:

  1. layanan penyiaran (pushed services), yaitu layanan berupa siaran televisi baik itu siaran yang diterima oleh Pelanggan sesuai dengan jadwal aslinya (linier) maupun siaran yang diterima oleh Pelanggan pada waktu penerimaan yang diaturnya sendiri (non-linier), serta layanan Pay per View;

  2. layanan multimedia (pulled servies dan interactive services), yaitu layanan yang penyalurannya diberikan berdasarkan permintaan dari Pelanggan;

  3. layanan Transaksi Elektronik; dan

  4. layanan akses internet untuk keperluan publik.

Pasal 8 

  1. Untuk dapat memberikan layanan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran LPB Jasa Penyiaran Televisi.

  2. Untuk dapat memberikan layanan multimedia dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c, Penyelenggara wajib terdaftar dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga atau instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Untuk dapat memberikan layanan akses internet untuk keperluan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Penyelenggara wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP).

Pasal 9

Dalam hal lembaga atau instansi yang berwenang untuk memberikan sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) belum ada, Menteri dapat membentuk Tim untuk memeriksa sistem layanan multimedia dan layanan Transaksi Elektronik.

Bagian Kelima

Jaringan dan Sistem Perangkat

Pasal 10

  1. Penyelenggara harus memiliki infrastruktur jaringan yang mampu menjamin kecepatan downlink untuk setiap Pelanggan.

  2. Ketentuan penyediaan infrastruktur jaringan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

  1. Penyelenggara harus menyediakan kapasitas jaringan yang dapat digunakan untuk menyalurkan Konten dari Penyedia Konten Independen.

  2. Ketentuan tentang penyediaan kapasitas jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesepakatan antara Penyelenggara dan Penyedia Konten Independen.

Pasal 12

  1. Penyelenggara harus memiliki sistem perangkat IPTV, terdiri dari:

    1. head-end yang terdiri dari primary head-end dan secondary head-end;

    2. sistem perangkat untuk penyimpanan Konten, data Pelanggan, dan rekaman transaksi;

    3. sistem perangkat untuk pengamanan dan perlindungan;

    4. sistem perangkat untuk pengolahan dan penyaluran Konten;

    5. sistem perangkat untuk pengelolaan dan pengawasan jaringan;

    6. sistem perangkat untuk pengaduan/pengawasan terhadap Konten oleh Pelanggan secara interaktif; dan

    7. sistem perangkat untuk pengelolaan Pelanggan dan tagihan.

  2. Head-end sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, termasuk pusat data dan pusat pemulihan bencana, wajib berlokasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13 

  1. Penyelenggara wajib menjamin ketersediaan Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) yang berkualitas sesuai dengan standar yang berlaku.

  2. Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN) paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) dan secara bertahap ditingkatkan paling sedikit menjadi 50% (lima puluh persen) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

  3. Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 14 

  1. Penyelenggara wajib menggunakan sistem perangkat dengan standar dan spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam hal terjadi perkembangan teknologi yang mempengaruhi perubahan standar dan spesifikasi teknis, Penyelenggara harus menyesuaikan sistem perangkat yang digunakan.

  3. Dalam hal terjadi penyesuaian sistem perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara harus menjamin perangkat yang digunakan oleh Pelanggan agar tetap dapat menerima layanan IPTV.

  4. Penyelenggara harus melakukan migrasi dari Protokol Internet versi 4 (Internet Protocol version 4/IPv4) ke Protokol Internet versi 6 (Internet Protocol version 6/IPv6) paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

  5. Pengalamatan protokol internet sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat menggunakan:

    1. alamat protokol internet privat pada Protokol Internet versi 4 (Internet Protocol version 4/IPv4); dan/atau

    2. alamat protokol internet publik pada Protokol Internet versi 6 (Internet Protocol version 6/IPv6).

Bagian Keenam

Wilayah Layanan

Pasal 15

  1. Wilayah layanan penyelenggaraan IPTV adalah wilayah dari izin yang diperoleh oleh anggota konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

  2. Perluasan jangkauan wilayah layanan penyelenggaraan layanan IPTV disesuaikan dengan izin yang berlaku.

Bagian Ketujuh

Kualitas Layanan

Pasal 16

  1. Penyelenggara harus menjaga kualitas layanan yang terdiri dari:

    1. kualitas jaringan (network);

    2. kualitas penerimaan (reception);

    3. kualitas kecepatan pindah layanan (responsiveness); dan

    4. kualitas pengelolaan Pelanggan (customer care).

  2. Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedelapan

Konten

Pasal 17

  1. Untuk layanan penyiaran (pushed services), Penyelenggara harus menyediakan paling rendah 10% (sepuluh persen) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan Konten produksi dalam negeri.

  2. Untuk layanan multimedia (pulled services dan interactive services), Penyelenggara harus menyediakan Konten produksi dalam negeri paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen) dari koleksi Konten (content library) yang dimiliki.

  3. Jumlah Penyedia Konten Independen dalam negeri yang berkontribusi dalam penyelenggaraan layanan IPTV paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari banyaknya penyedia Konten di dalam koleksi Konten (content library) milik Penyelenggara dan secara bertahap ditingkatkan paling rendah menjadi 50% (lima puluh persen) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

Pasal 18

  1. Penyelenggara IPTV harus membuka jaringan dan/atau layanannya kepada Penyedia Konten Independen dalam negeri berdasarkan kesepakatan tertulis.

  2. Penyelenggara harus membuat paket layanan yang dibagi dalam beberapa sub-paket layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

  3. Penyelenggara harus membuat sistem pengelolaan tagihan kepada Pelanggan yang memuat perincian tagihan sesuai dengan sub-paket layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dipilih oleh Pelanggan.

Pasal 19

  1. Konten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penyelenggara harus menjamin bahwa setiap Penyedia Konten Independen yang berkontribusi dalam penyelengaraan Layanan IPTV telah memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesembilan

Pengamanan dan Perlindungan

Pasal 20

Penyelenggara wajib melakukan pengamanan terhadap pemanfaatan jaringan berbasis protokol internet sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21 

  1. Penyelenggara wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap layanan yang diberikan kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam memberikan layanannya, Penyelenggara harus menjamin bahwa:

    1. layanan yang diberikan hanya diterima oleh Pelanggan;

    2. Pelanggan hanya menerima layanan sesuai dengan sub-paket layanan yang dipilih atau promosi yang telah disepakati antara Penyelenggara dengan Pelanggan; dan

    3. semua transaksi yang dilakukan oleh Pelanggan bebas dari penyadapan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 22 

  1. Penyelenggara wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap Konten yang disalurkan kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam menyalurkan Konten kepada Pelanggan, Penyelenggara wajib:

    1. memiliki hak atas setiap Konten yang disalurkan;

    2. mencantumkan hak yang dimilikinya untuk menyalurkan Konten tersebut; dan

    3. menjamin pengamanan dan perlindungan terhadap Konten dari kemungkinan terjadinya pembajakan dan/atau distribusi ulang secara ilegal (illegal redistribution).

Pasal 23 

Dalam hal perlindungan terhadap Pelanggan, Penyelenggara:

  1. harus memenuhi setiap permohonan calon Pelanggan yang telah memenuhi syarat berlangganan sepanjang jaringan dan sistem peralatan untuk menyelenggarakan layanan IPTV tersedia;

  2. harus melakukan perlindungan terhadap Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. harus menjamin kerahasiaan setiap informasi yang menyangkut data pribadi Pelanggan termasuk alamat protokol internet dan rekaman informasi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. harus menyediakan pusat informasi dan pelayanan Pelanggan; dan

  5. wajib menyediakan fasilitas pengaduan/pengawasan terhadap Konten oleh Pelanggan secara interaktif.

Pasal 24

Setiap Penyelenggara wajib menayangkan iklan layanan masyarakat dan informasi peringatan dini bencana alam.

BAB III

TATA CARA DAN PERSYARATAN PENYELENGGARAAN LAYANAN IPTV

Pasal 25

  1. Konsorsium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.

  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. latar belakang;

    2. visi dan misi;

    3. data anggota konsorsium;

    4. aspek legalitas;

    5. aspek layanan;

    6. aspek Konten untuk layanan multimedia; g. aspek teknis; dan

    7. aspek bisnis.

  3. Aspek legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:

    1. salinan dokumen legal pendirian konsorsium berupa perjanjian kerja sama antar anggota konsorsium yang diperkuat dengan akta notaris;

    2. salinan akta pendirian perusahaan masing-masing anggota konsorsium beserta perubahannya; dan

    3. salinan Izin Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

  4. Aspek layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang akan ditawarkan kepada Pelanggan dan rencana pengembangan layanan dalam 5 (lima) tahun yang akan datang.

  5. Aspek Konten untuk layanan multimedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:

    1. sumber Konten;

    2. segmentasi target Pelanggan berdasarkan Konten;

    3. komposisiKonten produksi dalam negeri dibandingkan dengan seluruh Konten;

    4. komposisi Konten produksi Penyedia Konten Independen dalam negeri dibandingkan dengan seluruh penyedia Konten; dan

    5. uraian tentang keunggulan Konten.

  6. Aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g meliputi:

    1. standar dan spesifikasi teknis infrastruktur jaringan;

    2. standar dan spesifikasi teknis sistem peralatan yang akan digunakan; dan

    3. standar dan spesifikasi teknis Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) yang akan digunakan.

  7. Aspek bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h meliputi:

    1. rencana pengembangan usaha;

    2. perhitungan biaya investasi;

    3. kecukupan modal;

    4. proyeksi pendapatan dan arus kas 5 (lima) tahun ke depan;

    5. proyeksi jumlah Pelanggan dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan;

    6. kecukupan sumber daya manusia;

    7. struktur organisasi konsorsium; dan

    8. data komposisi kepemilikan saham oleh pihak asing pada masing-masing anggota.

Pasal 26

  1. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dibuat 3 (tiga) rangkap dan diajukan kepada Menteri.

  2. Menteri dapat membentuk Tim untuk melaksanakan evaluasi terhadap permohonan penyelenggaraan layanan IPTV.

  3. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas satuan kerja yang tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan penyelenggaran layanan IPTV, dan dipimpin oleh pejabat satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri.

BAB IV

EVALUASI PERMOHONAN PENYELENGGARAAN LAYANAN IPTV

Pasal 27

  1. Evaluasi permohonan penyelenggaraan layanan IPTV terdiri atas:

    1. evaluasi administratif; dan

    2. evaluasi teknis.

  2. Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) melakukan evaluasi administratif terhadap dokumen persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah permohonan diterima.

  3. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selesai, Tim mengeluarkan:

    1. bagi pemohon yang persyaratan administratifnya memenuhi syarat, Berita Acara Lulus Evaluasi Administratif dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Evaluasi Teknis; atau

    2. bagi pemohon yang persyaratan administratifnya tidak memenuhi syarat, Berita Acara tidak lulus evaluasi administratif.

  4. Bagi pemohon yang tidak lulus evaluasi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonannya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Berita Acara tidak lulus evaluasi administratif oleh Pemohon.

  5. Evaluasi teknis dilaksanakan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Evaluasi Teknis diterima oleh Pemohon.

  6. Dalam hal permohonan dinyatakan tidak lulus evaluasi teknis, Pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki jaringan, sistem peralatan dan/atau layanannya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

  7. Pemohon dinyatakan tidak lulus evaluasi teknis apabila kesempatan untuk memperbaiki jaringan, sistem peralatan, dan/atau layanannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dipenuhi.

  8. Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah pelaksanaan evaluasi teknis harus menyelesaikan Laporan Hasil Evaluasi Administratif dan Evaluasi Teknis.

  9. Laporan Hasil Evaluasi Administratif dan Evaluasi Teknis dilaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari keja sejak diselesaikannya Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).

BAB V

SURAT PERSETUJUAN PENYELENGGARAAN LAYANAN IPTV

Pasal 28

  1. Menteri menerbitkan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV kepada pemohon yang dinyatakan lulus evaluasi administratif dan evaluasi teknis.

  2. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya Laporan Hasil Evaluasi Administrasi dan Evaluasi Teknis.

Pasal 29

  1. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV berlaku untuk 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang setelah melalui proses evaluasi.

  2. Penyelenggara dapat mengajukan permohonan perpanjangan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV paling lama 3 (tiga) bulan sebelum masa laku berakhir.

Pasal 30

  1. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diberikan kepada ketua Konsorsium untuk dan atas nama Konsorsium serta setiap anggota konsorsium

  2. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat terhadap setiap anggota Konsorsium.

BAB VI

EVALUASI DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN LAYANAN IPTV

Pasal 31

  1. Menteri melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan IPTV secara menyeluruh setiap 5 (lima) tahun sekali dan apabila hasil evaluasi dinyatakan tidak memenuhi ketentuan dalam Surat Persetujuan, Penyelenggara dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Menteri dapat membentuk Tim untuk melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan IPTV sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 32

Masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan/atau masukan terhadap penyelenggaraan layanan IPTV kepada Menteri.

BAB VII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 33 

  1. Menteri dapat mengenakan sanksi admnistratif kepada Penyelenggara Layanan IPTV yang melanggar Pasal 3, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (3), Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 huruf e, dan/atau Pasal 24.

  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. pemberhentian sementara;

    3. tidak diberikan perpanjangan persetujuan; dan/atau

    4. pencabutan persetujuan.

  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana.

Pasal 34

  1. Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis pertama terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).

  2. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya sanksi teguran tertulis pertama, Penyelenggara mengabaikannya, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis kedua.

  3. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya sanksi teguran tertulis kedua, Penyelenggara tetap mengabaikannya, Menteri mengenakan sanksi teguran tertulis ketiga dan menghentikan sementara kegiatan Penyelenggaraan Layanan IPTV.

  4. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah penghentian sementara kegiatan Penyelenggaraan Layanan IPTV, Penyelenggara tetap mengabaikan sanksi teguran tertulis ketiga, Menteri tidak memberikan perpanjangan atau mencabut Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV yang diperoleh Penyelenggara Layanan IPTV.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV); dan

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 442), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Januari 2017

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Februari 2017

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television)
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 6
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 24-01-2017  /  07-02-2017
Sumber

BN (231): 24 hlm.

Subjek TELEVISI PROTOKOL INTERNET – PENYELENGGARAAN LAYANAN
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan

PERMENKOMINFO No.11/PER/M.KOMINFO/07/2010

PERMENKOMINFO No.15 Tahun 2014

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran