Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Menimbang

  1. bahwa untuk perkembangan teknologi dan penerapan sistem informasi manajemen spektrum frekuensi radio, serta untuk efisiensi dan efektifitas pelayanan perizinan, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan kegiatan amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pengaturan mengenai kegiatan amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/ PER/M.KOMINFO/08/2009 SALINAN tentang Penyelenggaraan Amatir Radio serta beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5749);
  5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG KEGIATAN AMATIR RADIO DAN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Komunikasi Radio adalah telekomunikasi dengan mempergunakan gelombang radio.
  2. Kegiatan Amatir Radio adalah Komunikasi Radio mengenai ilmu pengetahuan, penyelidikan teknis dan informasi yang berkaitan dengan teknik radio dan elektronika.
  3. Amatir Radio adalah orang yang melakukan Kegiatan Amatir Radio berdasarkan Izin Amatir Radio.
  4. Izin Amatir Radio yang selanjutnya disingkat IAR adalah izin untuk mendirikan, memiliki, dan mengoperasikan stasiun radio amatir.
  5. Izin Amatir Radio Khusus yang selanjutnya disebut IAR Khusus adalah izin yang diberikan oleh Direktur Jenderal kepada Organisasi Amatir Radio Indonesia untuk keperluan Kegiatan Amatir Radio khusus dalam jangka waktu tertentu.
  6. Ujian Negara Amatir Radio yang selanjutnya disingkat UNAR adalah ujian negara bagi calon Amatir Radio dan/atau Amatir Radio guna menetapkan tingkat kecakapannya.
  7. Komunikasi Radio Antar Penduduk yang selanjutnya disebut KRAP adalah Komunikasi Radio yang menggunakan pita frekuensi radio yang telah ditentukan secara khusus untuk penyelenggaraan KRAP dalam wilayah Republik lndonesia.
  8. Izin komunikasi Radio Antar Penduduk, yang selanjutnya disingkat IKRAP adalah izin untuk mendirikan, memiliki, mengoperasikan stasiun radio antar penduduk.
  9. Stasiun Radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan perangkat penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.
  10. Stasiun Radio Amatir adalah stasiun radio yang dioperasikan untuk menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio.
  11. Stasiun Radio Antar Penduduk adalah stasiun radio yang dioperasikan untuk menyelenggarakan kegiatan radio antar penduduk.
  12. Perangkat Radio Amatir adalah sekelompok alat-alat telekomunikasi yang memungkinkan penyelenggaraan Kegiatan Amatir radio.
  13. Perangkat Radio Antar Penduduk adalah sekelompok alat-alat telekomunikasi yang memungkinkan komunikasi radio antar penduduk.
  14. Tanda Panggilan (Call Sign) adalah identitas yang diberikan oleh Menteri kepada pemilik IAR dan pemilik IKRAP untuk komunikasi radio amatir dan komunikasi radio antar penduduk.
  15. Toleransi Frekuensi Radio merupakan penyimpangan maksimum yang diperbolehkan bagi frekuensi radio tengah dari pita frekuensi radio yang diduduki oleh suatu emisi terhadap frekuensi radio yang ditunjuk untuk emisi tersebut, atau penyimpangan maksimum yang diperbolehkan bagi frekuensi radio karakteristik dari suatu emisi terhadap frekuensi pembandingnya dan toleransi ini dinyatakan bagian dari 106 atau dalam Hertz.
  16. Emisi tersebar adalah emisi dari suatu frekuensi radio yang muncul diluar lebar pita yang diperlukan yang levelnya dapat dikurangi tanpa mempengaruhi penyaluran informasi yang bersangkutan.
  17. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  19. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  20. Direktur adalah Direktur yang ruang lingkup tugas dan fungsinya antara lain di bidang pelayanan Komunikasi Radio Amatir dan Komunikasi Radio Antar Penduduk.
  21. Kepala Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut Kepala UPT adalah Kepala UPT Monitor Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  22. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT Monitor Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  23. Organisasi Amatir Radio Indonesia yang selanjutnya disingkat ORARI adalah organisasi bagi penggiat Radio Amatir yang diakui oleh Menteri dan anggota lnternational Amateur Radio Union (IARU).
  24. Organisasi Komunikasi Radio Antar Penduduk yang selanjutnya disebut RAPI adalah organisasi bagi Penggiat KRAP di Indonesia yang diakui oleh Menteri.

Pasal 2

  1. Setiap kegiatan telekomunikasi untuk keperluan perseorangan wajib diselenggarakan berdasarkan izin yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
  2. Telekomunikasi untuk keperluan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. Kegiatan Amatir Radio; dan b. Komunikasi Radio Antar Penduduk.
  3. Izin untuk menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a disebut IAR.
  4. Izin untuk menyelenggarakan Komunikasi Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b disebut IKRAP.

BAB II

KEGIATAN AMATIR RADIO

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Kegiatan Amatir Radio

Pasal 3

  1. Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan, penyelidikan teknis dan informasi yang berkaitan dengan teknik radio dan elektronika, dapat juga digunakan untuk: a. penyampaian berita pada saat terjadi marabahaya, bencana alam, dan keselamatan jiwa manusia serta harta benda, gawat darurat, wabah penyakit, dan/atau yang menyangkut keamanan negara; b. latih diri dalam kegiatan Amatir Radio; c. saling komunikasi antar Stasiun Radio Amatir; d. pengembangan teknik radio; e. dukungan komunikasi; dan f. kegiatan non komersial lainnya.
  2. Setiap Amatir Radio wajib memberikan prioritas untuk pengiriman dan penyampaian berita pada saat terjadi marabahaya, bencana alam, dan keselamatan jiwa manusia serta harta benda, gawat darurat, wabah penyakit, dan/atau yang menyangkut keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a.

Pasal 4

  1. Stasiun Radio Amatir dilarang digunakan untuk: a. keperluan komersial; b. berkomunikasi dengan stasiun radio lain yang tidak memiliki izin dan/atau stasiun lain yang bukan Stasiun Radio Amatir; c. memancarkan dan/atau menerima siaran radio dan/atau televisi, nyanyian, musik; d. memancarkan dan/atau menerima berita mempergunakan bahasa sandi dan enkripsi; e. memancarkan dan/atau menerima berita atau panggilan marabahaya yang tidak benar; f. memancarkan atau menerima berita yang bersifat komersial dan/atau memperoleh imbalan jasa; g. memancarkan dan/atau menerima berita bagi pihak ketiga kecuali berita sebagaimana dimaksud dalam h. memancarkan berita yang bersifat melanggar kesusilaan; i. memancarkan berita yang bersifat politik, SARA, mengganggu keamanan negara atau ketertiban umum. j. memancarkan dan/atau memperlombakan sinyal dan/atau modulasi secara bersamaan dan bertumpukan.
  2. Stasiun Radio Amatir atau Perangkat Radio Amatir dilarang digunakan sebagai sarana komunikasi oleh instansi Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta, Koperasi atau badan-badan lainnya.

Pasal 5

Dalam menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Amatir Radio harus menggunakan Bahasa lndonesia dan/atau Bahasa lnggris sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi Amatir Radio baik nasional maupun internasional.

Pasal 6

Dalam melakukan komunikasi antar Stasiun Radio Amatir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c, Amatir Radio dapat berkomunikasi dengan Amatir Radio lain yang berasal dalam negeri dan/atau luar negeri.

Pasal 7

  1. Setiap Stasiun Radio Amatir harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign) yang setiap kali harus dipancarkan dalam interval pendek.
  2. Pemancaran Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) menit sekali.

Pasal 8

  1. Setiap Amatir Radio wajib memasang papan/stiker Tanda Panggilan (Call Sign) pemilik IAR di lokasi Stasiun Radio Amatir, baik stasiun tetap maupun stasiun bergerak.
  2. Bentuk dan ukuran papan/stiker Tanda Panggilan (Call Sign) pemilik IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

  1. Stasiun Radio Amatir dapat digunakan oleh Amatir Radio lainnya dengan ketentuan: a. mendapatkan izin dari pemilik Stasiun Radio Amatir; b. digunakan sesuai tingkatan IAR yang dimiliki; c. menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) milik Amatir Radio yang menggunakan, dan menyebutkan portable pada Tanda Panggilan (Call Sign), milik Amatir Radio yang Stasiun Radio Amatir-nya digunakan. d. dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1 huruf b dan huruf c, untuk keperluan IAR Khusus tetap menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) IAR Khusus sesuai tingkatan IAR Khusus yang dimiliki.
  2. Selain dapat digunakan oleh Amatir Radio lain, Stasiun Radio Amatir sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat digunakan oleh bukan Amatir Radio, yaitu: a. anggota Pramuka; dan b. Pelajar/Mahasiswa;
  3. Penggunaan Stasiun Radio Amatir oleh bukan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan dengan ketentuan: a. memiliki IAR Khusus; b. menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign); dan c. didampingi oleh anggota ORARI.

Bagian Kedua

Izin Amatir Radio

Paragraf 1 Jenis Izin Amatir Radio

Pasal 10

  1. IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 dibagi menjadi: a. Tingkat Siaga (General); b. Tingkat Penggalang (Advanced); dan c. Tingkat Penegak (Extra Class).
  2. Selain IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1: a. untuk kegiatan Amatir Radio yang bersifat khusus Direktur Jenderal dapat menerbitkan IAR Khusus; dan b. untuk anggota kehormatan ORARI, dapat diterbitkan IAR.
  3. Format IAR dan IAR khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 huruf a diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 11

  1. IAR tingkat siaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a diberikan kepada calon Amatir Radio yang dinyatakan lulus UNAR dan/atau Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum yang berminat menjadi Amatir Radio.
  2. Amatir Radio tingkat siaga dan tingkat penggalang, dapat naik tingkat ke tingkat yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1, secara berjenjang.
  3. Amatir Radio yang ingin mengajukan kenaikan tingkat sebagaimana dimaksud pada ayat 2, harus mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR.

Pasal 12

IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 digunakan untuk keperluan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

Pasal 13

IAR Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2 dapat diberikan untuk keperluan:

  1. pengembangan dan eksperimen Amatir Radio;
  2. DX pedition;
  3. Kontes nasional;
  4. Kontes internasional;
  5. IOTA;
  6. Earth Moon Earth (EME);
  7. JOTA;
  8. Panggilan khusus (special call) yang diselenggarakan oleh ORARI;
  9. Club Station;
  10. Repeater analog dan digital;
  11. Beacon;
  12. Satelit;
  13. APRS/DPRS;
  14. Packet Radio;
  15. Gateway; dan/atau
  16. dukungan komunikasi pada penanggulangan bencana dan pada kegiatan penting lainny

Paragraf 2

Masa Laku

Pasal 14

  1. Masa laku IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 huruf b selama 5 (lima) tahun.
  2. Masa laku IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
  3. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1, IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dapat diberikan dengan masa laku seumur hidup, bagi Amatir Radio yang memenuhi persyaratan: a. warga negara Indonesia; b. memiliki IAR yang masih berlaku; c. telah berusia 60 tahun atau lebih; d. berprestasi dengan pernyataan dari ORARI; dan e. masih menjadi anggota ORARI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun berturut-turut.

Pasal 15

  1. Dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, masa laku IAR untuk Warga Negara Asing: a. Diberikan paling lama 3 (tiga) bulan dan tidak dapat diperpanjang, bagi Warga negara asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan; b. Diberikan paling lama 1 (satu) tahun, bagi Warga negara asing yang memiliki kartu izin tinggal terbatas atau kartu izin tinggal tetap.
  2. Masa laku IAR untuk Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat diperpanjang sesuai masa laku kartu ijin tinggal terbatas atau kartu ijin tinggal tetap.

Pasal 16

  1. Masa laku IAR Khusus sebagaimana dimaksud dalam sesuai dengan peruntukannya atau paling lama 1 (satu) tahun.
  2. Masa laku IAR Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang.

Pasal 17

  1. Perpanjangan masa laku IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 huruf b, Pasal 15 ayat 2, dan yang IAR nya masih berlaku.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa laku IAR berakhir.

Paragraf 3

Permohonan IAR

Pasal 18

  1. Permohonan untuk mendapatkan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, diajukan melalui sistem perizinan daring (online).
  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari: a. permohonan baru IAR; b. permohonan perpanjangan; c. permohonan kenaikan tingkat; dan d. permohonan pembaruan.

Pasal 19

  1. Pemohon yang mengajukan permohonan baru IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf a harus telah mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR.
  2. Dikecualikan dari keharusan mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1: a. Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum yang berminat menjadi Amatir Radio, dapat mengajukan IAR Tingkat Siaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a; b. Operator Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II yang berminat menjadi Amatir Radio, dapat mengajukan IAR Tingkat Penggalang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf b; c. Warga Negara Asing yang berasal dari negara yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, dapat mengajukan IAR sesuai tingkat yang tercantum dalam izin amatir radio yang telah dimilikinya; d. Warga Negara Indonesia yang telah memiliki IAR selama tinggal di negara asing yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, dapat diberikan IAR sesuai dengan tingkat kecakapan yang dimiliki; dan e. Anggota kehormatan ORARI.

Pasal 20

Permohon IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf a diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku, bagi warga negara Indonesia;
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna merah;
  3. surat pernyataan tidak keberatan dari orang tua/wali atau keterangan kepala sekolah bagi yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; dan
  4. surat pernyataan bersedia mematuhi semua peraturan perundang-undanga

Pasal 21

Permohonan baru IAR oleh Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum dan Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II sebagaimana dimaksud dalam mengisi formulir permohonan dan melampirkan:

  1. Sertifikat Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum atau Sertifikat Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II yang masih berlaku, hasil pindai; dan
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 22

Permohonan baru IAR oleh Warga Negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. izin amatir radio dari negara asal yang masih berlaku;
  2. surat izin tinggal di Indonesia (KITAS/ KITAP), atau jadwal perjalanan selama di Indonesia;
  3. paspor yang masih berlaku; dan
  4. pas foto terbaru dengan latar belakang puti

Pasal 23

Permohonan baru IAR oleh Warga Negara Indonesia yang telah memiliki IAR selama tinggal di negara asing yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf d, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. izin amatir radio dari negara asing yang masih berlaku;
  2. izin tinggal dari negara asing;
  3. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; dan
  4. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 24

Permohonan baru IAR oleh Anggota Kehormatan ORARI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf e, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
  2. Surat Pengangkatan sebagai Anggota Kehormatan ORARI; dan
  3. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 25

Permohonan IAR khusus diajukan dengan mengisi formulir permohonan IAR Khusus dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. IAR yang masih berlaku;
  2. pas photo terbaru penanggung jawab IAR Khusus, dengan latar belakang warna mera

Pasal 26

  1. Permohonan kenaikan tingkat IAR diajukan melalui website Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf c dengan dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu: a. photo terbaru; dan b. rekomendasi dari ORARI.
  2. Permohonan kenaikan tingkat IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh Amatir Radio yang IAR nya masih berlaku dan terdaftar dalam database pemegang IAR.

Pasal 27

  1. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi dokumen yang telah dipindai, untuk WNI yaitu: a. rekomendasi ORARI; dan b. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna merah.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus dilengkapi dokumen yang telah dipindai, untuk WNA yaitu: a. salinan IAR yang masih berlaku; b. Rekomendasi ORARI; c. salinan Paspor yang masih berlaku; d. salinan KITAS atau KITAP yang masih berlaku; dan e. pas photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna putih.

Pasal 28

  1. Permohonan pembaruan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf d diajukan dengan alasan pindah alamat.
  2. Permohonan pembaruan IAR dengan alasan pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mengisi formulir permohonan dan dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu: a. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna merah; dan b. salinan surat keterangan pindah alamat dari Instansi yang berwenang. Paragraf 4 UNAR

Pasal 29

  1. UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 diselenggarakan oleh Panitia UNAR yang dibentuk oleh Kepala UPT.
  2. Dalam penyelenggaraan UNAR, Panitia UNAR dapat melibatkan ORARI.
  3. Panitia UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugas antara lain untuk: a. mengajukan jadwal pelaksanaan UNAR kepada Direktur; b. mengumumkan penyelenggaraan UNAR; c. mempersiapkan sarana dan prasarana UNAR; d. mencetak kartu dan nomor peserta UNAR yang diunduh dari sistem perizinan elektronik Direktorat Jenderal; e. menyusun dan mengumumkan tata tertib UNAR; f. menyelenggarakan UNAR pada tanggal dan waktu yang ditetapkan; g. memeriksa dan mengevaluasi jawaban UNAR; h. menetapkan dan mengumumkan hasil UNAR; dan i. melaporkan hasil pelaksanaan UNAR kepada Direktur Jenderal.

Pasal 30

  1. Materi yang diujikan dalam penyelenggaraan UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 3 huruf f, disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal, yang antara lain meliputi: a. Pancasila dengan materi meliputi nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Peraturan Radio dengan materi: 1. Peraturan Menteri tentang Kegiatan Amatir Radio; 2. Peraturan Radio International Telecommunication Union (ITU); 3. Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia; 4. Teori Kode Morse Internasional; dan 5. Operasional amatir radio; c. Materi Teknik Radio meliputi: 1. teknik listrik arus searah dan bolak balik; 2. rangkaian listrik, elektronika dan teknik digital; 3. radio elektronika; 4. antena radio; dan 5. propagasi gelombang radio. d. Materi Bahasa Inggris meliputi tata cara komunikasi.
  2. Materi UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibedakan berdasarkan tingkatan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1.

Pasal 31

  1. Panitia UNAR menetapkan dan mengumumkan peserta yang lulus UNAR melalui website resmi Direktorat Jenderal dan Surat Elektronik Pemohon, paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah berakhirnya pelaksanaan UNAR.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan UNAR, ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Paragraf 5

Penerbitan IAR

Pasal 32

  1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditetapkan 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
  2. Untuk setiap persetujuan atas permohonan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan: a. surat pemberitahuan pembayaran biaya UNAR; b. surat pemberitahuan pembayaran biaya perpanjangan IAR; atau c. IAR.
  3. Biaya UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a harus dilunasi paling lambat 3 (tiga) hari kalender sebelum pelaksanaan UNAR.
  4. Biaya perpanjangan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b harus dilunasi paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum IAR berakhir.
  5. Dalam hal biaya UNAR dan biaya perpanjangan IAR tidak dibayarkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4, persetujuan atas permohonan IAR dan surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 33

  1. IAR diterbitkan 1 (satu) hari kerja sejak: a. dinyatakan lulus UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1; atau b. sejak berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28 dinyatakan lengkap;
  2. IAR perpanjangan diterbitkan pada hari yang sama dengan pelunasan biaya perpanjangan IAR sesuai surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 huruf b.
  3. IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan dalam bentuk elektronis yang dilengkapi tanda tangan elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
  4. IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diunduh melalui sistem perizinan daring (online).

Bagian Ketiga

Biaya Kegiatan Amatir Radio

Pasal 34

  1. Biaya Kegiatan Amatir Radio terdiri dari: a. Biaya UNAR; dan b. Biaya perpanjangan IAR.
  2. Biaya perpanjangan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dibayarkan sekaligus dimuka untuk periode 5 (lima) tahun.
  3. Besaran biaya Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 2, biaya permohonan perpanjangan bagi warga negara asing (WNA) dibayarkan sekaligus dimuka untuk periode 1 (satu) tahun.
  5. Pembayaran biaya Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disetor ke Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerima secara sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway) pada bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 35

Penggunaan frekuensi radio untuk Kegiatan Amatir Radio tidak dikenakan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio.

Bagian Keempat

Ketentuan Teknis Kegiatan Amatir Radio

Pasal 36

Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diselenggarakan melalui:

  1. Teresterial; dan/atau
  2. Sateli

Paragraf 1

Pita Frekuensi Radio untuk Komunikasi Radio Amatir

Pasal 37

  1. Kegiatan Amatir Radio diselenggarakan pada pita frekuensi radio sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  2. Pita frekuensi radio untuk keperluan Komunikasi Radio Amatir sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikategorikan menjadi: a. Primer; dan b. Sekunder.
  3. Dalam hal pita frekuensi radio untuk keperluan Komunikasi Radio Amatir termasuk dalam kategori Primer bersama dengan dinas lainnya, maka dalam penyelengaraannya tidak boleh saling mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain.
  4. Komunikasi Radio Amatir yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio yang termasuk kategori sekunder, diselenggarakan dengan ketentuan: a. tidak boleh menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer; dan b. tidak mendapatkan proteksi dalam hal terkena interferensi yang merugikan dari penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer.

Pasal 38

Direktur Jenderal memberitahukan perencanaan penggunaan pita frekuensi radio yang digunakan bersama dengan Dinas Radio lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 3 dan ayat 4 kepada ORARI.

Pasal 39

Izin penggunaan frekuensi radio untuk komunikasi radio amatir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 melekat pada IAR.

Paragraf 2

Teknis Pemancaran Komunikasi Radio Amatir

Pasal 40

  1. Amatir Radio wajib menjamin pancaran Komunikasi Radionya tidak mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan terhadap Kegiatan Amatir Radio lainnya dan/atau komunikasi radio dinas lain.
  2. Untuk mencegah terjadinya gangguan atau interferensi yang merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pancaran Stasiun Radio Amatir wajib memenuhi ketentuan: a. menggunakan pita frekuensi radio, lebar pita dan mode untuk Dinas Amatir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; b. memperkecil emisi tersebar; c. menggunakan daya pancar sesuai tingkatan IAR dan sesuai frekuensi radio yang digunakan.

Pasal 41

Terhadap ketentuan Pasal 40 ayat 2 huruf a, dapat diberikan Toleransi Frekuensi Radio sebagai berikut:

  1. pita frekuensi radio 9 KHz - 535 KHz sebesar 50 bagian dari 106;
  2. 1,6 MHz - 4 MHz dibawah 200 watt sebesar 100 bagian dari 106, diatas 200 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  3. 4 MHz - 29,7 MHz dibawah 500 watt sebesar 50 bagian dari 106, diatas 500 watt sebesar 20 bagian dari 106;
  4. 29,7 MHz - 100 MHz dibawah 50 watt sebesar 30 bagian dari 106, diatas 50 watt sebesar 20 bagian dari 106;
  5. 100 MHz - 470 MHz dibawah 50 watt sebesar 20 bagian dari 106, diatas 50 watt sebesar 10 bagian dari 106;
  6. 470 MHz - 2 450 MHz dibawah 100 watt sebesar 100 bagian dari 106, diatas 100 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  7. 2 450 MHz – 10 500 MHz dibawah 100 sebesar 50 bagian dari 106, diatas 100 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  8. di atas 10 500 MHz sebesar 300 bagian dari 106.

Pasal 42

Emisi tersebar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 huruf b harus dikurangi sampai sekecil mungkin dengan pedoman sebagai berikut:

  1. pada frekuensi radio kerja di bawah 30 MHz emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 50 mW;
  2. pada frekuensi radio 30 MHz - 235 MHz dengan daya pancar: 1. lebih besar dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 60 dB atau tidak melebihi 1 mW; atau 2. lebih kecil dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 25 mW;
  3. pada frekuensi radio 235 MHz - 960 MHz dengan daya pancar: 1. lebih besar dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 60 dB atau tidak melebihi 20 mW; atau 2. lebih kecil dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 25 mW;
  4. pada frekuensi radio 960 MHz – 17,7 GHz dengan daya pancar: 1. lebih besar dari 10 watt emisi tersebarnya sebesar 50 dB atau tidak melebihi 100 mW; atau 2. lebih kecil dari 10 watt emisi tersebarnya tidak melebihi dari 100 mW;
  5. frekuensi di atas 17,7 GHz emisi tersebarnya ditekan semaksimum mungkin

Pasal 43

  1. Daya pancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 huruf c merupakan daya efektif yang dicatumkan ke antena.
  2. Stasiun Radio Amatir dapat memancarkan Daya pancar sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dengan nilai paling besar: a. Tingkat Siaga: 1. maksimum 100 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz,; 2. maksimum 75 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz. b. Tingkat Penggalang: 1. maksimum 500 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz; 2. maksimum 200 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz. c. Tingkat Penegak: 1. maksimum 1000 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz; 2. maksimum 500 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz.
  3. Dalam hal penggunaan untuk keperluan khusus yaitu untuk kegiatan Dx-pedition sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b, kontes internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf d, IOTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf e, dan Earth Moon Earth (EME) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf f dapat menggunakan daya pancar paling tinggi 2000 Watt.
  4. Dikecualikan dari ketentuan pada Pasal 42 ayat 2 dan ayat 3, daya pancar pada pita frekuensi 5 351,5 kHz sampai dengan 5 366,5 kHz maksimum sebesar 15 Watt.

Paragraf 3

Teknis Perangkat

Pasal 44

Setiap Amatir Radio wajib menggunakan Perangkat Radio Amatir yang telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal.

Pasal 45

  1. Amatir Radio dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) Perangkat Radio Amatir.
  2. Amatir Radio diperbolehkan untuk mendirikan dan mempergunakan setiap jenis sistem antena yang diperlukan dengan memperhatikan keamanan dan keserasian lingkungan sekitarnya.
  3. Bagi Amatir Radio yang mendirikan Stasiun Radio Amatir di sekitar stasiun radio pantai/bandar udara wajib memperhatikan tentuan-ketentuan khusus yang ditetapkan oleh yang berwenang dalam keselamatan pelayaran/penerbangan.
  4. Bagi Amatir Radio yang mendirikan sistem antena di dalam wilayah stasiun radio pantai/bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seizin pejabat yang berwenang.

Paragraf 4

Kegiatan Amatir Radio melalui Satelit

Pasal 46

  1. Ketentuan teknis Kegiatan Amatir Radio melalui satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, mengacu pada ketentuan teknis Kegiatan Amatir Radio melalui teresterial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 45.
  2. Tata cara filing satelit, dan koordinasi dengan jaringan satelit lain, dalam rangka penyelenggaraan Komunikasi Radio Amatir melalui satelit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keenam

Tanda Panggilan (Call Sign)

Pasal 47

  1. Amatir Radio hanya diizinkan memiliki 1 (satu) Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  3. Dalam hal terdapat pemberian Tanda Panggilan (Call Sign)) yang sama kepada Amatir Radio, maka yang dianggap sah adalah pemberian yang pertama kali.

Pasal 48

Amatir Radio berkewarganegaraan Indonesia yang memiliki IAR yang diterbitkan oleh negara lain dilarang melakukan kegiatan Amatir Radio di wilayah Indonesia dengan menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) dari negara lain tersebut.

Pasal 49

  1. Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 memiliki susunan yang terdiri dari: a. Prefix; dan b. Suffix.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) untuk setiap wilayah provinsi tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 50

  1. Susunan Prefix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 1 huruf a terdiri dari kombinasi huruf dan angka yang menandai identitas negara, tingkatan IAR, dan wilayah.
  2. Susunan prefix, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebagai berikut: a. Huruf yang menandakan identitas negara dan tingkatan IAR, terdiri dari 2 (dua) huruf, yaitu: 1. YD atau YG untuk Tingkat Siaga (General); 2. YC atau YF untuk Tingkat Penggalang (Advanced); 3. YB atau YE untuk Tingkat Penegak (Extra Class) 4. YH dialokasikan untuk IAR Khusus, pada kegiatan: a) pembinaan; b) pengembangan dan eksperimen Amatir Radio; c) Jambore on The Air (JOTA); dan d) Repeater, Beacon, Gateway, Satelit; e) kegiatan penanggulangan bencana dan dukungan komunikasi pada kegiatan penting lainnya. b. 7A – 7I dan 8A – 8I dialokasikan untuk IAR Khusus setingkat Penegak (Extra Class), pada kegiatan khusus, meliputi: 1. DX-Pedition; 2. Kontes; 3. IOTA; dan 4. Panggilan khusus (special call) yang diselenggarakan oleh ORARI; c. angka 0 (nol) sampai dengan angka 9 (sembilan) untuk menyatakan kode wilayah. d. dikecualikan dari ketentuan pada ayat 2 huruf a butir 4 dan ayat 2 huruf b, untuk keperluan IAR Khusus angka dapat lebih dari 1 (satu) angka.

Pasal 51

  1. Susunan Suffix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b merupakan kelompok huruf akhir untuk menjelaskan identitas pemilik IAR yang dinyatakan dengan 1 (satu) huruf dan paling banyak 4 (empat) huruf dari huruf A sampai huruf Z.
  2. Kombinasi huruf pada Suffix sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang menggunakan huruf: a. SOS (berita marabahaya); b. TTT (Berita keselamatan); a. XXX (Berita segera/penting) ; b. DDD (Penerusan berita marabahaya); dan c. QAA –QZZ (Q-Code ).
  3. Untuk provinsi hasil pemekaran wilayah, alokasi susunan Suffix untuk Tanda Panggilan (Call Sign) Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada  

Bagian Ketujuh

Organisasi Amatir Radio Indonesia

Pasal 52

  1. ORARI memiliki fungsi untuk: a. menghimpun Amatir Radio; b. menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis dan tata cara berkomunikasi; c. melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Radio Amatir; d. menyusun Prosedur Standar Operasional meliputi antara lain: 1. etika berkomunikasi; 2. konten komunikasi; 3. dukungan komunikasi radio dalam tanggap darurat bencana; 4. dukungan komunikasi radio pada kegiatan- kegiatan penting. 5. melakukan penelitian dan pengembangan dibidang teknik elektronika, radio dan komunikasi; 6. Mematuhi ketentuan Amatir Radio baik nasional dan atau internasional;
  2. ORARI sebagaimana dimaksud ayat 1 merupakan duta Indonesia di fora internasional bidang Amatir Radio.
  3. Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ORARI wajib: a. melaporkan: 1. kegiatan dan keanggotaan Amatir Radio; dan 2. status IAR seumur hidup kepada Direktur Jenderal, setiap tahun. b. memberikan rekomendasi untuk: 1. perpanjangan IAR; dan 2. kenaikan tingkat.
  4. Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b angka 1 dan angka 2, ORARI wajib berasaskan: a. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
  5. ORARI di tingkat pusat wajib menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
  6. ORARI dapat memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal untuk mencabut IAR dalam hal Amatir Radio melakukan pelanggaran.

Pasal 53

Setiap Amatir Radio Indonesia wajib menjadi anggota ORARI paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah IAR diterbitkan.

BAB III

KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK

Bagian Kesatu Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 54

KRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf b, selain digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan, dapat juga digunakan untuk:

  1. bantuan komunikasi dalam rangka penyelenggaraan olah raga, sosial kemasyarakatan dan penyelenggaraan kemanusiaan lainnya;
  2. penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan; dan
  3. hubungan persahabatan dan persaudaraan antar sesama anggota RAPI.

Pasal 55

Bahasa yang digunakan dalam penyelenggaraan KRAP adalah Bahasa Indonesia dan sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi pemegang IKRAP.

Pasal 56

  1. Setiap Stasiun Radio Antar Penduduk dalam melakukan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign).
  2. Setiap Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memasang papan/stiker tanda pengenal identitas Stasiun Radio Antar Penduduk ditempat lokasi Stasiun Radio Antar Penduduk baik stasiun tetap maupun bergerak.
  3. Format bentuk dan ukuran papan/stiker tanda pengenal identitas Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dalam peraturan Menteri ini.

Pasal 57

  1. Stasiun Radio Antar Penduduk dilarang digunakan untuk: a. memancarkan berita bersifat politik, SARA dan/atau pembicaraan lainnya yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; b. memancarkan pemberitaan/berita yang bersifat komersial atau memperoleh imbalan jasa; c. memancarkan berita sandi, kecuali kode -10; d. berkomunikasi dengan Stasiun Radio Antar Penduduk yang tidak memiliki IKRAP atau stasiun radio lain selain Stasiun Radio Antar Penduduk; e. digunakan untuk jasa telekomunikasi; f. memancarkan berita yang tidak benar dan/atau signal yang menyesatkan; g. memancarkan siaran berita, nyanyian, musik, radio dan/ atau televisi; h. sarana komunikasi di pesawat udara atau kapal laut; i. sarana komunikasi bagi kepentingan dinas instansi pemerintah dan/atau swasta; j. memancarkan dan/atau memperlombakan daya pancar secara bersamaan dan bertumpukan; k. berkomunikasi ke luar negeri.
  2. Penggunaan pita HF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.
  3. Penggunaan pita VHF dilarang disambung pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.

Bagian Kedua

Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk

Paragraf 1

Umum

Pasal 58

Setiap penggiat KRAP hanya boleh memiliki 1 (satu) IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

Paragraf 2

Masa Laku IKRAP

Pasal 59

  1. IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 mempunyai masa laku 5 (lima) tahun.
  2. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang.
  3. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1, masa laku IKRAP dapat diberikan seumur hidup, dengan ketentuan: a. memiliki IKRAP yang masih berlaku; b. telah berusia 60 tahun atau lebih; c. berprestasi dengan pernyataan dari RAPI; dan d. masih menjadi anggota RAPI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun berturut-turut.
  4. Format IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 60

  1. Perpanjangan masa laku IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 hanya dapat diajukan oleh penggiat KRAP yang IKRAP nya masih berlaku.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IKRAP harus diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa laku IKRAP berakhir.

Paragraf 3

Permohonan IKRAP

Pasal 61

  1. Untuk mendapatkan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 1, pemohon harus mengajukan permohonan yang diajukan melalui sistem perizinan daring (online).
  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari: a. Permohonan baru; b. Permohonan perpanjangan; dan c. Permohonan pembaruan.

Pasal 62

Permohonan baru IKRAP sebagaimana dimaksud Pasal 61 ayat 2 huruf a diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu.

  1. Kartu Tanda Penduduk atau tanda pengenal lain yang masih berlaku; dan
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna bir

Pasal 63

  1. Permohonan perpanjangan IKRAP sebagaimana dimaksud pada pasal 61 ayat 2 huruf b diajukan secara dalam jaringan (daring) atau online melalui website Direktorat Jenderal.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IKRAP harus dilengkapi dokumen yang telah dipindai yaitu: a. rekomendasi dari RAPI; b. foto terbaru dengan latar belakang warna biru.

Pasal 64

  1. Permohonan pembaruan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat 2 huruf c diajukan dengan alasan pindah alamat.
  2. Permohonan pembaruan IKRAP harus dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu: a. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna biru; dan b. salinan surat keterangan pindah alamat dari Instansi yang berwenang, untuk pembaruan IKRAP karena pindah alamat.

Paragraf 4

Penerbitan IKRAP

Pasal 65

  1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ditetapkan 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
  2. Untuk setiap persetujuan atas permohonan IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan surat pemberitahuan pembayaran biaya IKRAP.
  3. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus dilunasi paling lambat 3 (tiga) hari kalender sejak terbit surat pemberitahuan pembayaran biaya IKRAP.
  4. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 untuk perpanjangan IKRAP harus dilunasi paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum masa laku IKRAP berakhir.
  5. Dalam hal biaya IKRAP dan biaya perpanjangan IKRAP tidak dibayarkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4, persetujuan atas permohonan IKRAP dan surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 66

  1. IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diterbitkan pada hari yang sama dengan pelunasan biaya IKRAP sesuai surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65.
  2. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan dalam bentuk elektronis yang dilengkapi tanda tangan elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
  3. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diunduh melalui sistem perizinan daring (online).

Bagian Ketiga

Biaya Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 67

  1. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 2 dapat dibayarkan sekaligus di muka untuk periode 5 (lima) tahun.
  2. Besaran biaya sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
  3. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan melalui sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway) pada bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.

Pasal 68

Penggunaan frekuensi radio untuk penyelenggaraan KRAP tidak dikenakan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio.

Bagian Keempat

Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 69

KRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dapat dilakukan melalui jaringan teresterial.

Paragraf 1

Pita Frekuensi Radio untuk Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 70

  1. KRAP hanya boleh diselenggarakan pada pita frekuensi radio sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  2. Pita frekuensi radio untuk keperluan KRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikategorikan menjadi: a. Primer; dan b. Sekunder.
  3. Dalam hal pita frekuensi radio untuk keperluan KRAP termasuk dalam kategori Primer bersama dengan dinas lainnya, maka dalam penyelengaraannya tidak boleh saling mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain.
  4. KRAP yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio yang termasuk kategori sekunder, diselenggarakan dengan ketentuan: a. tidak boleh menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer; dan b. tidak mendapatkan proteksi dalam hal terkena interferensi yang merugikan dari penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer.

Pasal 71

Direktur Jenderal memberitahukan perencanaan penggunaan pita frekuensi radio KRAP yang digunakan bersama dengan Dinas Radio lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 3 dan ayat 4 kepada RAPI.

Pasal 72

Izin penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 1 melekat pada IKRAP.

Paragraf 2

Teknis Pemancaran

Pasal 73

  1. Pemegang IKRAP wajib menjamin KRAP yang diselenggarakannya tidak mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan terhadap penyelenggaraan KRAP lainnya dan/atau komunikasi radio dinas lain.
  2. Untuk mencegah terjadinya gangguan atau interferensi yang merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pancaran Stasiun Radio Antar Penduduk wajib memenuhi ketentuan: a. menggunakan pita frekuensi radio, lebar pita dan mode untuk KRAP sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. b. penggunaan pita HF (High Frequency) untuk KRAP sebagai berikut: 1. kanal frekuensi radio yang diizinkan pada pita HF (High Frequency) untuk KRAP pada pita frekuensi radio 26,960 MHz – 27,410 MHz yang dibagi menjadi 40 kanal. 2. pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan pita frekuensi radio yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi 1 (satu) orang pemegang IKRAP dan tidak dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan; 3. setiap kanal frekuensi radio KRAP sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR); 4. khusus frekuensi radio 27,065 MHz (kanal 9) hanya digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR); 5. frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan frekuensi radio dengan pita sisi tunggal (Single Side Band/SSB) menggunakan sisi tunggal atas (Upper Side Band/USB) dengan gelombang pembawa di tekan (Suppressed Carrier); 6. kelas emisi yang diizinkan pada pita HF (High Frequency) merupakan kelas emisi J3E untuk komunikasi radio teleponi; 7. Toleransi Frekuensi Radio maksimum untuk Stasiun Tetap Pita Sisi Tunggal (SSB) sebesar 50 Hz, sedangkan Stasiun Bergerak sebesar 40 bagian dari 106; 8. daya pancar maksimum sebesar: a) 12 Watt Peak Envelope Power (PEP); b) PEP dalam hal ini ialah daya rata-rata yang dicatukan pada saluran transmisi antena oleh suatu pemancar selama satu periode dari frekuensi radio, pada puncak selubung modulasi yang terjadi pada kondisi operasi yang normal; 9. daya pancar sebagaimana dimaksud pada huruf h tidak boleh dilampaui dalam semua keadaan operasi dan semua keadaan modulasi karena daya pancar yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada sistem hubungan lainnya; 10. pancaran tersebar (spurious emission) sebesar 40 dB (50 mW); 11. lebar pita untuk setiap kanal adalah 2,7 KHz (2K70J3E). c. Ketentuan penggunaan pita VHF (Very High Frequency) untuk KRAP sebagai berikut: 1. kanal frekuensi radio yang diizinkan pada pita VHF (Very High Frequency) untuk KRAP pada pita frekuensi radio 142,000 MHz – 143,600 MHz dengan spasi alur 20 KHz yang dibagi menjadi 79 kanal; 2. penggunaan pemancar ulang (repeater) digunakan untuk keperluan organisasi Komunikasi Radio Antar Penduduk; 3. frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a merupakan frekuensi radio dengan gelombang pembawa modulasi frekuensi radio untuk komunikasi radio teleponi; 4. pita frekuensi radio dengan kanal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a merupakan pita frekuensi yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi satu orang pemegang izin dan tidak pula dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan; 5. setiap kanal frekuensi radio dapat digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR); 6. Toleransi Frekuensi Radio: a) Stasiun Tetap pancar ulang (repeater) dengan daya pancar maksimum 50 Watt, sebesar 20 bagian dari 106; b) Stasiun Tetap dan Stasiun Bergerak dengan daya pancar maksimum 25 Watt, sebesar 15 bagian dari 106. 7. daya pancar maksimum: a) perangkat pancar ulang (repeater): 50 Watt; b) perangkat Induk: 25 Watt; dan c) perangkat Genggam: 5 Watt. 8. pancaran tersebar (spurious emission): a) untuk perangkat pancar ulang (repeater): 60 dB (1 milliWatt); b) untuk perangkat induk dan perangkat genggam: 40 dB (25 microWatt); 9. kelas emisi yang diizinkan pada pita VHF adalah F3E untuk komunikasi radio teleponi; 10. lebar pita maksimum (necessary bandwith)16 KHz (16K0F3E).

Paragraf 3

Teknis Perangkat

Pasal 74

  1. Setiap pemegang IKRAP wajib menggunakan Perangkat Radio Antar Penduduk yang telah disertifikasi Direktur Jenderal.
  2. Perangkat Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diutamakan yang memiliki tingkat komponen dalam negeri.
  3. Pemilik IKRAP dilarang menggunakan perangkat radio komunikasi berbasis VFO (Variable Frequency Ocsillator).
  4. Pemilik IKRAP dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) Perangkat Radio Antar Penduduk.

Pasal 75

Antena yang dipergunakan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. polarisasi vertikal dan horisontal pada pita HF dengan panjang gelombang maksimal 5/8 lambda;
  2. polarisasi vertikal dan horisontal pada pita VHF dengan panjang gelombang maksimal 7/8 lambda;
  3. antena yang dipasang pada bangunan antena untuk stasiun tetap KRAP, ketinggian antenanya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. antena KRAP yang didirikan di atas bangunan gedung bertingkat, tidak boleh melebihi 11 (sebelas) meter dari permukaan tanah; 2. antena KRAP yang didirikan di sekitar stasiun radio pantai atau bandar udara, wajib memperhatikan ketentuan khusus yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam keselamatan pelayaran atau penerbangan; 3. antena KRAP yang didirikan di dalam dan di sekitar wilayah stasiun pantai atau bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seizin Syahbandar atau pejabat yang berwenang di bandar udara tersebut;
  4. bangunan antena harus kuat, tidak membahayakan keselamatan umum dan harus tunduk kepada peraturan tata kota atau ketentuan pemerintah daerah tersebut;
  5. ketinggian antena stasiun bergerak KRAP, harus memperhatikan keamanan terhadap bahaya adanya jaringan arus listrik.

Bagian Kelima

Tanda Panggilan (Call Sign)

Pasal 76

  1. Tanda Panggilan (Call Sign) untuk Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki susunan yang terdiri dari: a. Prefix; b. Kode daerah; dan c. Suffix.
  3. Setiap stasiun KRAP harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign) yang setiap kali harus dipancarkan dalam interval pendek.
  4. Pemancaran Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) menit sekali.

Pasal 77

  1. Prefix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 2 huruf a merupakan Tanda Panggilan (Call Sign) yang ditetapkan untuk pemegang IKRAP berupa susunan huruf Juliet Zulu (JZ).
  2. Kode daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 2 huruf b tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Nomor kode daerah untuk Provinsi yang belum tercantum dalam Lampiran III, mengikuti nomor urut berikutnya.
  4. Suffix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 2 huruf c merupakan susunan huruf AA sampai dengan ZZ, AAA sampai dengan ZZZ dan AAAA sampai dengan ZZZZ.

Bagian Keenam

Radio Antar Penduduk Indonesia

Pasal 78

  1. RAPI memiliki fungsi untuk: a. menghimpun penggiat KRAP; b. aktif di dalam kegiatan KRAP nasional; c. menyusun standar operasional prosedur dan tata cara berkomunikasi dalam ketentuan organisasi; dan d. memberikan dukungan komunikasi radio tanggap bencana.
  2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, RAPI wajib: a. melaporkan: 1. kegiatan dan keanggotaan KRAP; dan 2. status IKRAP seumur hidup, kepada Direktur Jenderal, setiap tahun; dan b. memberikan rekomendasi untuk perpanjangan IKRAP; dan
  3. Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, RAPI wajib berasaskan: a. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
  4. RAPI wajib berkoordinasi dengan Menteri dalam melaksanakan kegiatan di bidang KRAP.

Pasal 79

Setiap Penggiat KRAP wajib menjadi anggota RAPI, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak IKRAP diterbitkan.

BAB IV

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 80

  1. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
  2. Direktur Jenderal dapat melimpahkan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada UPT.
  3. Dalam melaksanakan Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 UPT dapat melakukan koordinasi dengan ORARI, RAPI, dan Instansi terkait.

Pasal 81

Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ORARI dan RAPI.

BAB V

SANKSI

Pasal 82

  1. Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1, Pasal 40 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 44, Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 74 ayat 1, dan Pasal 75, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai telekomunikasi.
  2. Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Amatir Radio dan/atau Penggiat Komunikasi Radio Antar Penduduk, diberikan sanksi tambahan berupa pencabutan IAR dan/atau IKRAP.

Pasal 83

  1. Setiap Amatir Radio dan/atau Penggiat Komunikasi Radio Antar Penduduk yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat 2, Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 7 ayat 1, administrasi berupa pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Direktur Jenderal mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut turut dengan tenggang waktu peringatan masing-masing 15 (lima belas) hari. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 84

  1. IAR dan IKRAP yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini ditetap masih tetap berlaku sampai masa berlaku IAR dan IKRAP berakhir.
  2. Sertifikat Kecakapan Amatir Radio sebagai Hasil kelulusan UNAR yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat digunakan sebagai dasar penerbitan IAR paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
  3. Dalam hal terdapat pemberian Tanda Panggilan (Call Sign) ganda wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk;
  3. Peraturan Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, dicabut dan dinyatakan tidak berlak

Pasal 86

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 17 TAHUN 2018

TENTANG

KEGIATAN AMATIR RADIO

DAN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

  1. bahwa untuk perkembangan teknologi dan penerapan sistem informasi manajemen spektrum frekuensi radio, serta untuk efisiensi dan efektifitas pelayanan perizinan, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan kegiatan amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pengaturan mengenai kegiatan amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/ PER/M.KOMINFO/08/2009 SALINAN tentang Penyelenggaraan Amatir Radio serta beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5749);
  5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);

Memutuskan

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG KEGIATAN AMATIR RADIO DAN KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Komunikasi Radio adalah telekomunikasi dengan mempergunakan gelombang radio.
  2. Kegiatan Amatir Radio adalah Komunikasi Radio mengenai ilmu pengetahuan, penyelidikan teknis dan informasi yang berkaitan dengan teknik radio dan elektronika.
  3. Amatir Radio adalah orang yang melakukan Kegiatan Amatir Radio berdasarkan Izin Amatir Radio.
  4. Izin Amatir Radio yang selanjutnya disingkat IAR adalah izin untuk mendirikan, memiliki, dan mengoperasikan stasiun radio amatir.
  5. Izin Amatir Radio Khusus yang selanjutnya disebut IAR Khusus adalah izin yang diberikan oleh Direktur Jenderal kepada Organisasi Amatir Radio Indonesia untuk keperluan Kegiatan Amatir Radio khusus dalam jangka waktu tertentu.
  6. Ujian Negara Amatir Radio yang selanjutnya disingkat UNAR adalah ujian negara bagi calon Amatir Radio dan/atau Amatir Radio guna menetapkan tingkat kecakapannya.
  7. Komunikasi Radio Antar Penduduk yang selanjutnya disebut KRAP adalah Komunikasi Radio yang menggunakan pita frekuensi radio yang telah ditentukan secara khusus untuk penyelenggaraan KRAP dalam wilayah Republik lndonesia.
  8. Izin komunikasi Radio Antar Penduduk, yang selanjutnya disingkat IKRAP adalah izin untuk mendirikan, memiliki, mengoperasikan stasiun radio antar penduduk.
  9. Stasiun Radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan perangkat penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.
  10. Stasiun Radio Amatir adalah stasiun radio yang dioperasikan untuk menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio.
  11. Stasiun Radio Antar Penduduk adalah stasiun radio yang dioperasikan untuk menyelenggarakan kegiatan radio antar penduduk.
  12. Perangkat Radio Amatir adalah sekelompok alat-alat telekomunikasi yang memungkinkan penyelenggaraan Kegiatan Amatir radio.
  13. Perangkat Radio Antar Penduduk adalah sekelompok alat-alat telekomunikasi yang memungkinkan komunikasi radio antar penduduk.
  14. Tanda Panggilan (Call Sign) adalah identitas yang diberikan oleh Menteri kepada pemilik IAR dan pemilik IKRAP untuk komunikasi radio amatir dan komunikasi radio antar penduduk.
  15. Toleransi Frekuensi Radio merupakan penyimpangan maksimum yang diperbolehkan bagi frekuensi radio tengah dari pita frekuensi radio yang diduduki oleh suatu emisi terhadap frekuensi radio yang ditunjuk untuk emisi tersebut, atau penyimpangan maksimum yang diperbolehkan bagi frekuensi radio karakteristik dari suatu emisi terhadap frekuensi pembandingnya dan toleransi ini dinyatakan bagian dari 106 atau dalam Hertz.
  16. Emisi tersebar adalah emisi dari suatu frekuensi radio yang muncul diluar lebar pita yang diperlukan yang levelnya dapat dikurangi tanpa mempengaruhi penyaluran informasi yang bersangkutan.
  17. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  19. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  20. Direktur adalah Direktur yang ruang lingkup tugas dan fungsinya antara lain di bidang pelayanan Komunikasi Radio Amatir dan Komunikasi Radio Antar Penduduk.
  21. Kepala Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut Kepala UPT adalah Kepala UPT Monitor Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  22. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT Monitor Spektrum Frekuensi Radio di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.
  23. Organisasi Amatir Radio Indonesia yang selanjutnya disingkat ORARI adalah organisasi bagi penggiat Radio Amatir yang diakui oleh Menteri dan anggota lnternational Amateur Radio Union (IARU).
  24. Organisasi Komunikasi Radio Antar Penduduk yang selanjutnya disebut RAPI adalah organisasi bagi Penggiat KRAP di Indonesia yang diakui oleh Menteri.

Pasal 2

  1. Setiap kegiatan telekomunikasi untuk keperluan perseorangan wajib diselenggarakan berdasarkan izin yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
  2. Telekomunikasi untuk keperluan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
    a. Kegiatan Amatir Radio; dan
    b. Komunikasi Radio Antar Penduduk.
  3. Izin untuk menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a disebut IAR.
  4. Izin untuk menyelenggarakan Komunikasi Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b disebut IKRAP.

BAB II

KEGIATAN AMATIR RADIO

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Kegiatan Amatir Radio

Pasal 3

  1. Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan, penyelidikan teknis dan informasi yang berkaitan dengan teknik radio dan elektronika, dapat juga digunakan untuk:
    a. penyampaian berita pada saat terjadi marabahaya, bencana alam, dan keselamatan jiwa manusia serta harta benda, gawat darurat, wabah penyakit, dan/atau yang menyangkut keamanan negara;
    b. latih diri dalam kegiatan Amatir Radio;
    c. saling komunikasi antar Stasiun Radio Amatir;
    d. pengembangan teknik radio;
    e. dukungan komunikasi; dan
    f. kegiatan non komersial lainnya.
  2. Setiap Amatir Radio wajib memberikan prioritas untuk pengiriman dan penyampaian berita pada saat terjadi marabahaya, bencana alam, dan keselamatan jiwa manusia serta harta benda, gawat darurat, wabah penyakit, dan/atau yang menyangkut keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a.

Pasal 4

  1. Stasiun Radio Amatir dilarang digunakan untuk:
    a. keperluan komersial;
    b. berkomunikasi dengan stasiun radio lain yang tidak memiliki izin dan/atau stasiun lain yang bukan Stasiun Radio Amatir;
    c. memancarkan dan/atau menerima siaran radio dan/atau televisi, nyanyian, musik;
    d. memancarkan dan/atau menerima berita mempergunakan bahasa sandi dan enkripsi;
    e. memancarkan dan/atau menerima berita atau panggilan marabahaya yang tidak benar;
    f. memancarkan atau menerima berita yang bersifat komersial dan/atau memperoleh imbalan jasa;
    g. memancarkan dan/atau menerima berita bagi pihak ketiga kecuali berita sebagaimana dimaksud dalam
    h. memancarkan berita yang bersifat melanggar kesusilaan;
    i. memancarkan berita yang bersifat politik, SARA, mengganggu keamanan negara atau ketertiban umum.
    j. memancarkan dan/atau memperlombakan sinyal dan/atau modulasi secara bersamaan dan bertumpukan.
  2. Stasiun Radio Amatir atau Perangkat Radio Amatir dilarang digunakan sebagai sarana komunikasi oleh instansi Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta, Koperasi atau badan-badan lainnya.

Pasal 5

Dalam menyelenggarakan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Amatir Radio harus menggunakan Bahasa lndonesia dan/atau Bahasa lnggris sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi Amatir Radio baik nasional maupun internasional.

Pasal 6

Dalam melakukan komunikasi antar Stasiun Radio Amatir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c, Amatir Radio dapat berkomunikasi dengan Amatir Radio lain yang berasal dalam negeri dan/atau luar negeri.

Pasal 7

  1. Setiap Stasiun Radio Amatir harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign) yang setiap kali harus dipancarkan dalam interval pendek.
  2. Pemancaran Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) menit sekali.

Pasal 8

  1. Setiap Amatir Radio wajib memasang papan/stiker Tanda Panggilan (Call Sign) pemilik IAR di lokasi Stasiun Radio Amatir, baik stasiun tetap maupun stasiun bergerak.
  2. Bentuk dan ukuran papan/stiker Tanda Panggilan (Call Sign) pemilik IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

  1. Stasiun Radio Amatir dapat digunakan oleh Amatir Radio lainnya dengan ketentuan:
    a. mendapatkan izin dari pemilik Stasiun Radio Amatir;
    b. digunakan sesuai tingkatan IAR yang dimiliki;
    c. menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) milik Amatir Radio yang menggunakan, dan menyebutkan portable pada Tanda Panggilan (Call Sign), milik Amatir Radio yang Stasiun Radio Amatir-nya digunakan.
    d. dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1 huruf b dan huruf c, untuk keperluan IAR Khusus tetap menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) IAR Khusus sesuai tingkatan IAR Khusus yang dimiliki.
  2. Selain dapat digunakan oleh Amatir Radio lain, Stasiun Radio Amatir sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat digunakan oleh bukan Amatir Radio, yaitu:
    a. anggota Pramuka; dan
    b. Pelajar/Mahasiswa;
  3. Penggunaan Stasiun Radio Amatir oleh bukan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan dengan ketentuan:
    a. memiliki IAR Khusus;
    b. menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign); dan
    c. didampingi oleh anggota ORARI.

Bagian Kedua

Izin Amatir Radio

Paragraf 1 Jenis Izin Amatir Radio

Pasal 10

  1. IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 dibagi menjadi:
    a. Tingkat Siaga (General);
    b. Tingkat Penggalang (Advanced); dan
    c. Tingkat Penegak (Extra Class).
  2. Selain IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1:
    a. untuk kegiatan Amatir Radio yang bersifat khusus Direktur Jenderal dapat menerbitkan IAR Khusus; dan
    b. untuk anggota kehormatan ORARI, dapat diterbitkan IAR.
  3. Format IAR dan IAR khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 huruf a diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 11

  1. IAR tingkat siaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a diberikan kepada calon Amatir Radio yang dinyatakan lulus UNAR dan/atau Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum yang berminat menjadi Amatir Radio.
  2. Amatir Radio tingkat siaga dan tingkat penggalang, dapat naik tingkat ke tingkat yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1, secara berjenjang.
  3. Amatir Radio yang ingin mengajukan kenaikan tingkat sebagaimana dimaksud pada ayat 2, harus mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR.

Pasal 12

IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 digunakan untuk keperluan Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

Pasal 13

IAR Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2 dapat diberikan untuk keperluan:

  1. pengembangan dan eksperimen Amatir Radio;
  2. DX pedition;
  3. Kontes nasional;
  4. Kontes internasional;
  5. IOTA;
  6. Earth Moon Earth (EME);
  7. JOTA;
  8. Panggilan khusus (special call) yang diselenggarakan oleh ORARI;
  9. Club Station;
  10. Repeater analog dan digital;
  11. Beacon;
  12. Satelit;
  13. APRS/DPRS;
  14. Packet Radio;
  15. Gateway; dan/atau
  16. dukungan komunikasi pada penanggulangan bencana dan pada kegiatan penting lainny

Paragraf 2

Masa Laku

Pasal 14

  1. Masa laku IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 huruf b selama 5 (lima) tahun.
  2. Masa laku IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
  3. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1, IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dapat diberikan dengan masa laku seumur hidup, bagi Amatir Radio yang memenuhi persyaratan:
    a. warga negara Indonesia;
    b. memiliki IAR yang masih berlaku;
    c. telah berusia 60 tahun atau lebih;
    d. berprestasi dengan pernyataan dari ORARI; dan
    e. masih menjadi anggota ORARI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun berturut-turut.

Pasal 15

  1. Dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, masa laku IAR untuk Warga Negara Asing:
    a. Diberikan paling lama 3 (tiga) bulan dan tidak dapat diperpanjang, bagi Warga negara asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan;
    b. Diberikan paling lama 1 (satu) tahun, bagi Warga negara asing yang memiliki kartu izin tinggal terbatas atau kartu izin tinggal tetap.
  2. Masa laku IAR untuk Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat diperpanjang sesuai masa laku kartu ijin tinggal terbatas atau kartu ijin tinggal tetap.

Pasal 16

  1. Masa laku IAR Khusus sebagaimana dimaksud dalam sesuai dengan peruntukannya atau paling lama 1 (satu) tahun.
  2. Masa laku IAR Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang.

Pasal 17

  1. Perpanjangan masa laku IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 huruf b, Pasal 15 ayat 2, dan yang IAR nya masih berlaku.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa laku IAR berakhir.

Paragraf 3

Permohonan IAR

Pasal 18

  1. Permohonan untuk mendapatkan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, diajukan melalui sistem perizinan daring (online).
  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari:
    a. permohonan baru IAR;
    b. permohonan perpanjangan;
    c. permohonan kenaikan tingkat; dan
    d. permohonan pembaruan.

Pasal 19

  1. Pemohon yang mengajukan permohonan baru IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf a harus telah mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR.
  2. Dikecualikan dari keharusan mengikuti dan dinyatakan lulus UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1:
    a. Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum yang berminat menjadi Amatir Radio, dapat mengajukan IAR Tingkat Siaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a;
    b. Operator Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II yang berminat menjadi Amatir Radio, dapat mengajukan IAR Tingkat Penggalang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 huruf b;
    c. Warga Negara Asing yang berasal dari negara yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, dapat mengajukan IAR sesuai tingkat yang tercantum dalam izin amatir radio yang telah dimilikinya;
    d. Warga Negara Indonesia yang telah memiliki IAR selama tinggal di negara asing yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, dapat diberikan IAR sesuai dengan tingkat kecakapan yang dimiliki; dan
    e. Anggota kehormatan ORARI.

Pasal 20

Permohon IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf a diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku, bagi warga negara Indonesia;
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna merah;
  3. surat pernyataan tidak keberatan dari orang tua/wali atau keterangan kepala sekolah bagi yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; dan
  4. surat pernyataan bersedia mematuhi semua peraturan perundang-undanga

Pasal 21

Permohonan baru IAR oleh Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum dan Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II sebagaimana dimaksud dalam mengisi formulir permohonan dan melampirkan:

  1. Sertifikat Operator Radio Terbatas dan Operator Radio Umum atau Sertifikat Radio Elektronika Kelas I dan Radio Elektronika Kelas II yang masih berlaku, hasil pindai; dan
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 22

Permohonan baru IAR oleh Warga Negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. izin amatir radio dari negara asal yang masih berlaku;
  2. surat izin tinggal di Indonesia (KITAS/ KITAP), atau jadwal perjalanan selama di Indonesia;
  3. paspor yang masih berlaku; dan
  4. pas foto terbaru dengan latar belakang puti

Pasal 23

Permohonan baru IAR oleh Warga Negara Indonesia yang telah memiliki IAR selama tinggal di negara asing yang telah memberlakukan azas timbal balik terkait Kegiatan Amatir Radio dengan Negara Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf d, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. izin amatir radio dari negara asing yang masih berlaku;
  2. izin tinggal dari negara asing;
  3. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku; dan
  4. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 24

Permohonan baru IAR oleh Anggota Kehormatan ORARI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf e, diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
  2. Surat Pengangkatan sebagai Anggota Kehormatan ORARI; dan
  3. pas foto terbaru dengan latar belakang warna mera

Pasal 25

Permohonan IAR khusus diajukan dengan mengisi formulir permohonan IAR Khusus dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu:

  1. IAR yang masih berlaku;
  2. pas photo terbaru penanggung jawab IAR Khusus, dengan latar belakang warna mera

Pasal 26

  1. Permohonan kenaikan tingkat IAR diajukan melalui website Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf c dengan dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu:
    a. photo terbaru; dan
    b. rekomendasi dari ORARI.
  2. Permohonan kenaikan tingkat IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh Amatir Radio yang IAR nya masih berlaku dan terdaftar dalam database pemegang IAR.

Pasal 27

  1. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus mengisi formulir permohonan dengan dilengkapi dokumen yang telah dipindai, untuk WNI yaitu:
    a. rekomendasi ORARI; dan
    b. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna merah.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IAR harus dilengkapi dokumen yang telah dipindai, untuk WNA yaitu:
    a. salinan IAR yang masih berlaku;
    b. Rekomendasi ORARI;
    c. salinan Paspor yang masih berlaku;
    d. salinan KITAS atau KITAP yang masih berlaku; dan
    e. pas photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna putih.

Pasal 28

  1. Permohonan pembaruan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2 huruf d diajukan dengan alasan pindah alamat.
  2. Permohonan pembaruan IAR dengan alasan pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mengisi formulir permohonan dan dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu:
    a. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna merah; dan
    b. salinan surat keterangan pindah alamat dari Instansi yang berwenang. Paragraf 4 UNAR

Pasal 29

  1. UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 diselenggarakan oleh Panitia UNAR yang dibentuk oleh Kepala UPT.
  2. Dalam penyelenggaraan UNAR, Panitia UNAR dapat melibatkan ORARI.
  3. Panitia UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugas antara lain untuk:
    a. mengajukan jadwal pelaksanaan UNAR kepada Direktur;
    b. mengumumkan penyelenggaraan UNAR;
    c. mempersiapkan sarana dan prasarana UNAR;
    d. mencetak kartu dan nomor peserta UNAR yang diunduh dari sistem perizinan elektronik Direktorat Jenderal;
    e. menyusun dan mengumumkan tata tertib UNAR;
    f. menyelenggarakan UNAR pada tanggal dan waktu yang ditetapkan;
    g. memeriksa dan mengevaluasi jawaban UNAR;
    h. menetapkan dan mengumumkan hasil UNAR; dan
    i. melaporkan hasil pelaksanaan UNAR kepada Direktur Jenderal.

Pasal 30

  1. Materi yang diujikan dalam penyelenggaraan UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 3 huruf f, disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal, yang antara lain meliputi:
    a. Pancasila dengan materi meliputi nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
    b. Peraturan Radio dengan materi: 1. Peraturan Menteri tentang Kegiatan Amatir Radio; 2. Peraturan Radio International Telecommunication Union (ITU); 3. Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia; 4. Teori Kode Morse Internasional; dan 5. Operasional amatir radio;
    c. Materi Teknik Radio meliputi: 1. teknik listrik arus searah dan bolak balik; 2. rangkaian listrik, elektronika dan teknik digital; 3. radio elektronika; 4. antena radio; dan 5. propagasi gelombang radio.
    d. Materi Bahasa Inggris meliputi tata cara komunikasi.
  2. Materi UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibedakan berdasarkan tingkatan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1.

Pasal 31

  1. Panitia UNAR menetapkan dan mengumumkan peserta yang lulus UNAR melalui website resmi Direktorat Jenderal dan Surat Elektronik Pemohon, paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah berakhirnya pelaksanaan UNAR.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan UNAR, ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Paragraf 5

Penerbitan IAR

Pasal 32

  1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan IAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditetapkan 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
  2. Untuk setiap persetujuan atas permohonan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan:
    a. surat pemberitahuan pembayaran biaya UNAR;
    b. surat pemberitahuan pembayaran biaya perpanjangan IAR; atau
    c. IAR.
  3. Biaya UNAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a harus dilunasi paling lambat 3 (tiga) hari kalender sebelum pelaksanaan UNAR.
  4. Biaya perpanjangan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b harus dilunasi paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum IAR berakhir.
  5. Dalam hal biaya UNAR dan biaya perpanjangan IAR tidak dibayarkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4, persetujuan atas permohonan IAR dan surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 33

  1. IAR diterbitkan 1 (satu) hari kerja sejak:
    a. dinyatakan lulus UNAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1; atau
    b. sejak berkas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28 dinyatakan lengkap;
  2. IAR perpanjangan diterbitkan pada hari yang sama dengan pelunasan biaya perpanjangan IAR sesuai surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 huruf b.
  3. IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan dalam bentuk elektronis yang dilengkapi tanda tangan elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
  4. IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diunduh melalui sistem perizinan daring (online).

Bagian Ketiga

Biaya Kegiatan Amatir Radio

Pasal 34

  1. Biaya Kegiatan Amatir Radio terdiri dari:
    a. Biaya UNAR; dan
    b. Biaya perpanjangan IAR.
  2. Biaya perpanjangan IAR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dibayarkan sekaligus dimuka untuk periode 5 (lima) tahun.
  3. Besaran biaya Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 2, biaya permohonan perpanjangan bagi warga negara asing (WNA) dibayarkan sekaligus dimuka untuk periode 1 (satu) tahun.
  5. Pembayaran biaya Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disetor ke Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerima secara sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway) pada bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 35

Penggunaan frekuensi radio untuk Kegiatan Amatir Radio tidak dikenakan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio.

Bagian Keempat

Ketentuan Teknis Kegiatan Amatir Radio

Pasal 36

Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diselenggarakan melalui:

  1. Teresterial; dan/atau
  2. Sateli

Paragraf 1

Pita Frekuensi Radio untuk Komunikasi Radio Amatir

Pasal 37

  1. Kegiatan Amatir Radio diselenggarakan pada pita frekuensi radio sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  2. Pita frekuensi radio untuk keperluan Komunikasi Radio Amatir sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikategorikan menjadi:
    a. Primer; dan
    b. Sekunder.
  3. Dalam hal pita frekuensi radio untuk keperluan Komunikasi Radio Amatir termasuk dalam kategori Primer bersama dengan dinas lainnya, maka dalam penyelengaraannya tidak boleh saling mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain.
  4. Komunikasi Radio Amatir yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio yang termasuk kategori sekunder, diselenggarakan dengan ketentuan:
    a. tidak boleh menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer; dan
    b. tidak mendapatkan proteksi dalam hal terkena interferensi yang merugikan dari penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer.

Pasal 38

Direktur Jenderal memberitahukan perencanaan penggunaan pita frekuensi radio yang digunakan bersama dengan Dinas Radio lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 3 dan ayat 4 kepada ORARI.

Pasal 39

Izin penggunaan frekuensi radio untuk komunikasi radio amatir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 melekat pada IAR.

Paragraf 2

Teknis Pemancaran Komunikasi Radio Amatir

Pasal 40

  1. Amatir Radio wajib menjamin pancaran Komunikasi Radionya tidak mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan terhadap Kegiatan Amatir Radio lainnya dan/atau komunikasi radio dinas lain.
  2. Untuk mencegah terjadinya gangguan atau interferensi yang merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pancaran Stasiun Radio Amatir wajib memenuhi ketentuan:
    a. menggunakan pita frekuensi radio, lebar pita dan mode untuk Dinas Amatir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
    b. memperkecil emisi tersebar;
    c. menggunakan daya pancar sesuai tingkatan IAR dan sesuai frekuensi radio yang digunakan.

Pasal 41

Terhadap ketentuan Pasal 40 ayat 2 huruf a, dapat diberikan Toleransi Frekuensi Radio sebagai berikut:

  1. pita frekuensi radio 9 KHz - 535 KHz sebesar 50 bagian dari 106;
  2. 1,6 MHz - 4 MHz dibawah 200 watt sebesar 100 bagian dari 106, diatas 200 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  3. 4 MHz - 29,7 MHz dibawah 500 watt sebesar 50 bagian dari 106, diatas 500 watt sebesar 20 bagian dari 106;
  4. 29,7 MHz - 100 MHz dibawah 50 watt sebesar 30 bagian dari 106, diatas 50 watt sebesar 20 bagian dari 106;
  5. 100 MHz - 470 MHz dibawah 50 watt sebesar 20 bagian dari 106, diatas 50 watt sebesar 10 bagian dari 106;
  6. 470 MHz - 2 450 MHz dibawah 100 watt sebesar 100 bagian dari 106, diatas 100 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  7. 2 450 MHz – 10 500 MHz dibawah 100 sebesar 50 bagian dari 106, diatas 100 watt sebesar 50 bagian dari 106;
  8. di atas 10 500 MHz sebesar 300 bagian dari 106.

Pasal 42

Emisi tersebar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 huruf b harus dikurangi sampai sekecil mungkin dengan pedoman sebagai berikut:

  1. pada frekuensi radio kerja di bawah 30 MHz emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 50 mW;
  2. pada frekuensi radio 30 MHz - 235 MHz dengan daya pancar:
    1. lebih besar dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 60 dB atau tidak melebihi 1 mW; atau
    2. lebih kecil dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 25 mW;
  3. pada frekuensi radio 235 MHz - 960 MHz dengan daya pancar:
    1. lebih besar dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 60 dB atau tidak melebihi 20 mW; atau
    2. lebih kecil dari 25 watt emisi tersebarnya sebesar 40 dB atau tidak melebihi dari 25 mW;
  4. pada frekuensi radio 960 MHz – 17,7 GHz dengan daya pancar:
    1. lebih besar dari 10 watt emisi tersebarnya sebesar 50 dB atau tidak melebihi 100 mW; atau
    2. lebih kecil dari 10 watt emisi tersebarnya tidak melebihi dari 100 mW;
  5. frekuensi di atas 17,7 GHz emisi tersebarnya ditekan semaksimum mungkin

Pasal 43

  1. Daya pancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 huruf c merupakan daya efektif yang dicatumkan ke antena.
  2. Stasiun Radio Amatir dapat memancarkan Daya pancar sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dengan nilai paling besar:
    a. Tingkat Siaga: 1. maksimum 100 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz,; 2. maksimum 75 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz.
    b. Tingkat Penggalang: 1. maksimum 500 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz; 2. maksimum 200 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz.
    c. Tingkat Penegak: 1. maksimum 1000 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di bawah 30 MHz; 2. maksimum 500 Watt, untuk Kegiatan Amatir Radio yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio di atas 30 MHz.
  3. Dalam hal penggunaan untuk keperluan khusus yaitu untuk kegiatan Dx-pedition sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b, kontes internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf d, IOTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf e, dan Earth Moon Earth (EME) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf f dapat menggunakan daya pancar paling tinggi 2000 Watt.
  4. Dikecualikan dari ketentuan pada Pasal 42 ayat 2 dan ayat 3, daya pancar pada pita frekuensi 5 351,5 kHz sampai dengan 5 366,5 kHz maksimum sebesar 15 Watt.

Paragraf 3

Teknis Perangkat

Pasal 44

Setiap Amatir Radio wajib menggunakan Perangkat Radio Amatir yang telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal.

Pasal 45

  1. Amatir Radio dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) Perangkat Radio Amatir.
  2. Amatir Radio diperbolehkan untuk mendirikan dan mempergunakan setiap jenis sistem antena yang diperlukan dengan memperhatikan keamanan dan keserasian lingkungan sekitarnya.
  3. Bagi Amatir Radio yang mendirikan Stasiun Radio Amatir di sekitar stasiun radio pantai/bandar udara wajib memperhatikan tentuan-ketentuan khusus yang ditetapkan oleh yang berwenang dalam keselamatan pelayaran/penerbangan.
  4. Bagi Amatir Radio yang mendirikan sistem antena di dalam wilayah stasiun radio pantai/bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seizin pejabat yang berwenang.

Paragraf 4

Kegiatan Amatir Radio melalui Satelit

Pasal 46

  1. Ketentuan teknis Kegiatan Amatir Radio melalui satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, mengacu pada ketentuan teknis Kegiatan Amatir Radio melalui teresterial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 45.
  2. Tata cara filing satelit, dan koordinasi dengan jaringan satelit lain, dalam rangka penyelenggaraan Komunikasi Radio Amatir melalui satelit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keenam

Tanda Panggilan (Call Sign)

Pasal 47

  1. Amatir Radio hanya diizinkan memiliki 1 (satu) Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  3. Dalam hal terdapat pemberian Tanda Panggilan (Call Sign)) yang sama kepada Amatir Radio, maka yang dianggap sah adalah pemberian yang pertama kali.

Pasal 48

Amatir Radio berkewarganegaraan Indonesia yang memiliki IAR yang diterbitkan oleh negara lain dilarang melakukan kegiatan Amatir Radio di wilayah Indonesia dengan menggunakan Tanda Panggilan (Call Sign) dari negara lain tersebut.

Pasal 49

  1. Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 memiliki susunan yang terdiri dari:
    a. Prefix; dan
    b. Suffix.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) untuk setiap wilayah provinsi tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 50

  1. Susunan Prefix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 1 huruf a terdiri dari kombinasi huruf dan angka yang menandai identitas negara, tingkatan IAR, dan wilayah.
  2. Susunan prefix, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebagai berikut:
    a. Huruf yang menandakan identitas negara dan tingkatan IAR, terdiri dari 2 (dua) huruf, yaitu: 1. YD atau YG untuk Tingkat Siaga (General); 2. YC atau YF untuk Tingkat Penggalang (Advanced); 3. YB atau YE untuk Tingkat Penegak (Extra Class) 4. YH dialokasikan untuk IAR Khusus, pada kegiatan: a) pembinaan; b) pengembangan dan eksperimen Amatir Radio; c) Jambore on The Air (JOTA); dan d) Repeater, Beacon, Gateway, Satelit; e) kegiatan penanggulangan bencana dan dukungan komunikasi pada kegiatan penting lainnya.
    b. 7A – 7I dan 8A – 8I dialokasikan untuk IAR Khusus setingkat Penegak (Extra Class), pada kegiatan khusus, meliputi: 1. DX-Pedition; 2. Kontes; 3. IOTA; dan 4. Panggilan khusus (special call) yang diselenggarakan oleh ORARI;
    c. angka 0 (nol) sampai dengan angka 9 (sembilan) untuk menyatakan kode wilayah.
    d. dikecualikan dari ketentuan pada ayat 2 huruf a butir 4 dan ayat 2 huruf b, untuk keperluan IAR Khusus angka dapat lebih dari 1 (satu) angka.

Pasal 51

  1. Susunan Suffix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b merupakan kelompok huruf akhir untuk menjelaskan identitas pemilik IAR yang dinyatakan dengan 1 (satu) huruf dan paling banyak 4 (empat) huruf dari huruf A sampai huruf Z.
  2. Kombinasi huruf pada Suffix sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang menggunakan huruf:
    a. SOS (berita marabahaya);
    b. TTT (Berita keselamatan);
    a. XXX (Berita segera/penting) ;
    b. DDD (Penerusan berita marabahaya); dan
    c. QAA –QZZ (Q-Code ).
  3. Untuk provinsi hasil pemekaran wilayah, alokasi susunan Suffix untuk Tanda Panggilan (Call Sign) Kegiatan Amatir Radio sebagaimana dimaksud pada
     

Bagian Ketujuh

Organisasi Amatir Radio Indonesia

Pasal 52

  1. ORARI memiliki fungsi untuk:
    a. menghimpun Amatir Radio;
    b. menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis dan tata cara berkomunikasi;
    c. melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Radio Amatir;
    d. menyusun Prosedur Standar Operasional meliputi antara lain: 1. etika berkomunikasi; 2. konten komunikasi; 3. dukungan komunikasi radio dalam tanggap darurat bencana; 4. dukungan komunikasi radio pada kegiatan- kegiatan penting. 5. melakukan penelitian dan pengembangan dibidang teknik elektronika, radio dan komunikasi; 6. Mematuhi ketentuan Amatir Radio baik nasional dan atau internasional;
  2. ORARI sebagaimana dimaksud ayat 1 merupakan duta Indonesia di fora internasional bidang Amatir Radio.
  3. Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ORARI wajib:
    a. melaporkan: 1. kegiatan dan keanggotaan Amatir Radio; dan 2. status IAR seumur hidup kepada Direktur Jenderal, setiap tahun.
    b. memberikan rekomendasi untuk: 1. perpanjangan IAR; dan 2. kenaikan tingkat.
  4. Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b angka 1 dan angka 2, ORARI wajib berasaskan:
    a. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
    b. keterbukaan;
    c. akuntabilitas;
    d. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
  5. ORARI di tingkat pusat wajib menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
  6. ORARI dapat memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal untuk mencabut IAR dalam hal Amatir Radio melakukan pelanggaran.

Pasal 53

Setiap Amatir Radio Indonesia wajib menjadi anggota ORARI paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah IAR diterbitkan.

BAB III

KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK

Bagian Kesatu Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 54

KRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf b, selain digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan, dapat juga digunakan untuk:

  1. bantuan komunikasi dalam rangka penyelenggaraan olah raga, sosial kemasyarakatan dan penyelenggaraan kemanusiaan lainnya;
  2. penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan; dan
  3. hubungan persahabatan dan persaudaraan antar sesama anggota RAPI.

Pasal 55

Bahasa yang digunakan dalam penyelenggaraan KRAP adalah Bahasa Indonesia dan sesuai dengan etika dan tata cara berkomunikasi yang berlaku bagi pemegang IKRAP.

Pasal 56

  1. Setiap Stasiun Radio Antar Penduduk dalam melakukan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign).
  2. Setiap Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memasang papan/stiker tanda pengenal identitas Stasiun Radio Antar Penduduk ditempat lokasi Stasiun Radio Antar Penduduk baik stasiun tetap maupun bergerak.
  3. Format bentuk dan ukuran papan/stiker tanda pengenal identitas Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dalam peraturan Menteri ini.

Pasal 57

  1. Stasiun Radio Antar Penduduk dilarang digunakan untuk:
    a. memancarkan berita bersifat politik, SARA dan/atau pembicaraan lainnya yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban;
    b. memancarkan pemberitaan/berita yang bersifat komersial atau memperoleh imbalan jasa;
    c. memancarkan berita sandi, kecuali kode -10;
    d. berkomunikasi dengan Stasiun Radio Antar Penduduk yang tidak memiliki IKRAP atau stasiun radio lain selain Stasiun Radio Antar Penduduk;
    e. digunakan untuk jasa telekomunikasi;
    f. memancarkan berita yang tidak benar dan/atau signal yang menyesatkan;
    g. memancarkan siaran berita, nyanyian, musik, radio dan/ atau televisi;
    h. sarana komunikasi di pesawat udara atau kapal laut;
    i. sarana komunikasi bagi kepentingan dinas instansi pemerintah dan/atau swasta;
    j. memancarkan dan/atau memperlombakan daya pancar secara bersamaan dan bertumpukan;
    k. berkomunikasi ke luar negeri.
  2. Penggunaan pita HF dilarang disambungkan pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.
  3. Penggunaan pita VHF dilarang disambung pada suatu penguat daya (external power amplifier) dengan cara apapun.

Bagian Kedua

Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk

Paragraf 1

Umum

Pasal 58

Setiap penggiat KRAP hanya boleh memiliki 1 (satu) IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

Paragraf 2

Masa Laku IKRAP

Pasal 59

  1. IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 mempunyai masa laku 5 (lima) tahun.
  2. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang.
  3. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1, masa laku IKRAP dapat diberikan seumur hidup, dengan ketentuan:
    a. memiliki IKRAP yang masih berlaku;
    b. telah berusia 60 tahun atau lebih;
    c. berprestasi dengan pernyataan dari RAPI; dan
    d. masih menjadi anggota RAPI sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun berturut-turut.
  4. Format IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 60

  1. Perpanjangan masa laku IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 hanya dapat diajukan oleh penggiat KRAP yang IKRAP nya masih berlaku.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IKRAP harus diajukan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa laku IKRAP berakhir.

Paragraf 3

Permohonan IKRAP

Pasal 61

  1. Untuk mendapatkan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 1, pemohon harus mengajukan permohonan yang diajukan melalui sistem perizinan daring (online).
  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari:
    a. Permohonan baru;
    b. Permohonan perpanjangan; dan
    c. Permohonan pembaruan.

Pasal 62

Permohonan baru IKRAP sebagaimana dimaksud Pasal 61 ayat 2 huruf a diajukan dengan mengisi formulir permohonan dan melampirkan dokumen yang telah dipindai, yaitu.

  1. Kartu Tanda Penduduk atau tanda pengenal lain yang masih berlaku; dan
  2. pas foto terbaru dengan latar belakang warna bir

Pasal 63

  1. Permohonan perpanjangan IKRAP sebagaimana dimaksud pada pasal 61 ayat 2 huruf b diajukan secara dalam jaringan (daring) atau online melalui website Direktorat Jenderal.
  2. Permohonan perpanjangan masa laku IKRAP harus dilengkapi dokumen yang telah dipindai yaitu:
    a. rekomendasi dari RAPI;
    b. foto terbaru dengan latar belakang warna biru.

Pasal 64

  1. Permohonan pembaruan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat 2 huruf c diajukan dengan alasan pindah alamat.
  2. Permohonan pembaruan IKRAP harus dilengkapi dengan dokumen yang telah dipindai, yaitu:
    a. photo berwarna terbaru dengan latar belakang warna biru; dan
    b. salinan surat keterangan pindah alamat dari Instansi yang berwenang, untuk pembaruan IKRAP karena pindah alamat.

Paragraf 4

Penerbitan IKRAP

Pasal 65

  1. Persetujuan atau penolakan atas permohonan IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ditetapkan 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
  2. Untuk setiap persetujuan atas permohonan IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan surat pemberitahuan pembayaran biaya IKRAP.
  3. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus dilunasi paling lambat 3 (tiga) hari kalender sejak terbit surat pemberitahuan pembayaran biaya IKRAP.
  4. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 untuk perpanjangan IKRAP harus dilunasi paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum masa laku IKRAP berakhir.
  5. Dalam hal biaya IKRAP dan biaya perpanjangan IKRAP tidak dibayarkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4, persetujuan atas permohonan IKRAP dan surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 66

  1. IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diterbitkan pada hari yang sama dengan pelunasan biaya IKRAP sesuai surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65.
  2. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan dalam bentuk elektronis yang dilengkapi tanda tangan elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
  3. IKRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diunduh melalui sistem perizinan daring (online).

Bagian Ketiga

Biaya Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 67

  1. Biaya IKRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 2 dapat dibayarkan sekaligus di muka untuk periode 5 (lima) tahun.
  2. Besaran biaya sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
  3. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan melalui sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway) pada bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.

Pasal 68

Penggunaan frekuensi radio untuk penyelenggaraan KRAP tidak dikenakan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio.

Bagian Keempat

Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 69

KRAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dapat dilakukan melalui jaringan teresterial.

Paragraf 1

Pita Frekuensi Radio untuk Komunikasi Radio Antar Penduduk

Pasal 70

  1. KRAP hanya boleh diselenggarakan pada pita frekuensi radio sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  2. Pita frekuensi radio untuk keperluan KRAP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikategorikan menjadi:
    a. Primer; dan
    b. Sekunder.
  3. Dalam hal pita frekuensi radio untuk keperluan KRAP termasuk dalam kategori Primer bersama dengan dinas lainnya, maka dalam penyelengaraannya tidak boleh saling mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain.
  4. KRAP yang diselenggarakan pada pita frekuensi radio yang termasuk kategori sekunder, diselenggarakan dengan ketentuan:
    a. tidak boleh menimbulkan interferensi yang merugikan kepada penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer; dan
    b. tidak mendapatkan proteksi dalam hal terkena interferensi yang merugikan dari penyelenggaraan komunikasi radio dinas lain yang termasuk dalam kategori primer.

Pasal 71

Direktur Jenderal memberitahukan perencanaan penggunaan pita frekuensi radio KRAP yang digunakan bersama dengan Dinas Radio lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 3 dan ayat 4 kepada RAPI.

Pasal 72

Izin penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 1 melekat pada IKRAP.

Paragraf 2

Teknis Pemancaran

Pasal 73

  1. Pemegang IKRAP wajib menjamin KRAP yang diselenggarakannya tidak mengganggu atau menimbulkan interferensi yang merugikan terhadap penyelenggaraan KRAP lainnya dan/atau komunikasi radio dinas lain.
  2. Untuk mencegah terjadinya gangguan atau interferensi yang merugikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pancaran Stasiun Radio Antar Penduduk wajib memenuhi ketentuan:
    a. menggunakan pita frekuensi radio, lebar pita dan mode untuk KRAP sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    b. penggunaan pita HF (High Frequency) untuk KRAP sebagai berikut:
    1. kanal frekuensi radio yang diizinkan pada pita HF (High Frequency) untuk KRAP pada pita frekuensi radio 26,960 MHz – 27,410 MHz yang dibagi menjadi 40 kanal.
    2. pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan pita frekuensi radio yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi 1 (satu) orang pemegang IKRAP dan tidak dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan;
    3. setiap kanal frekuensi radio KRAP sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR);
    4. khusus frekuensi radio 27,065 MHz (kanal 9) hanya digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR);
    5. frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan frekuensi radio dengan pita sisi tunggal (Single Side Band/SSB) menggunakan sisi tunggal atas (Upper Side Band/USB) dengan gelombang pembawa di tekan (Suppressed Carrier);
    6. kelas emisi yang diizinkan pada pita HF (High Frequency) merupakan kelas emisi J3E untuk komunikasi radio teleponi;
    7. Toleransi Frekuensi Radio maksimum untuk Stasiun Tetap Pita Sisi Tunggal (SSB) sebesar 50 Hz, sedangkan Stasiun Bergerak sebesar 40 bagian dari 106;
    8. daya pancar maksimum sebesar:
    a) 12 Watt Peak Envelope Power (PEP);
    b) PEP dalam hal ini ialah daya rata-rata yang dicatukan pada saluran transmisi antena oleh suatu pemancar selama satu periode dari frekuensi radio, pada puncak selubung modulasi yang terjadi pada kondisi operasi yang normal;
    9. daya pancar sebagaimana dimaksud pada huruf h tidak boleh dilampaui dalam semua keadaan operasi dan semua keadaan modulasi karena daya pancar yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada sistem hubungan lainnya;
    10. pancaran tersebar (spurious emission) sebesar 40 dB (50 mW);
    11. lebar pita untuk setiap kanal adalah 2,7 KHz (2K70J3E).
    c. Ketentuan penggunaan pita VHF (Very High Frequency) untuk KRAP sebagai berikut:
    1. kanal frekuensi radio yang diizinkan pada pita VHF (Very High Frequency) untuk KRAP pada pita frekuensi radio 142,000 MHz – 143,600 MHz dengan spasi alur 20 KHz yang dibagi menjadi 79 kanal;
    2. penggunaan pemancar ulang (repeater) digunakan untuk keperluan organisasi Komunikasi Radio Antar Penduduk; 3. frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a merupakan frekuensi radio dengan gelombang pembawa modulasi frekuensi radio untuk komunikasi radio teleponi;
    4. pita frekuensi radio dengan kanal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a merupakan pita frekuensi yang digunakan bersama dan tidak khusus diperuntukkan bagi satu orang pemegang izin dan tidak pula dilindungi dari gangguan elektromagnetik yang merugikan;
    5. setiap kanal frekuensi radio dapat digunakan untuk penyampaian berita marabahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR);
    6. Toleransi Frekuensi Radio:
    a) Stasiun Tetap pancar ulang (repeater) dengan daya pancar maksimum 50 Watt, sebesar 20 bagian dari 106;
    b) Stasiun Tetap dan Stasiun Bergerak dengan daya pancar maksimum 25 Watt, sebesar 15 bagian dari 106.
    7. daya pancar maksimum:
    a) perangkat pancar ulang (repeater): 50 Watt;
    b) perangkat Induk: 25 Watt; dan
    c) perangkat Genggam: 5 Watt.
    8. pancaran tersebar (spurious emission):
    a) untuk perangkat pancar ulang (repeater): 60 dB (1 milliWatt);
    b) untuk perangkat induk dan perangkat genggam: 40 dB (25 microWatt); 9. kelas emisi yang diizinkan pada pita VHF adalah F3E untuk komunikasi radio teleponi;
    10. lebar pita maksimum (necessary bandwith)16 KHz (16K0F3E).

Paragraf 3

Teknis Perangkat

Pasal 74

  1. Setiap pemegang IKRAP wajib menggunakan Perangkat Radio Antar Penduduk yang telah disertifikasi Direktur Jenderal.
  2. Perangkat Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diutamakan yang memiliki tingkat komponen dalam negeri.
  3. Pemilik IKRAP dilarang menggunakan perangkat radio komunikasi berbasis VFO (Variable Frequency Ocsillator).
  4. Pemilik IKRAP dapat menggunakan lebih dari 1 (satu) Perangkat Radio Antar Penduduk.

Pasal 75

Antena yang dipergunakan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. polarisasi vertikal dan horisontal pada pita HF dengan panjang gelombang maksimal 5/8 lambda;
  2. polarisasi vertikal dan horisontal pada pita VHF dengan panjang gelombang maksimal 7/8 lambda;
  3. antena yang dipasang pada bangunan antena untuk stasiun tetap KRAP, ketinggian antenanya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. antena KRAP yang didirikan di atas bangunan gedung bertingkat, tidak boleh melebihi 11 (sebelas) meter dari permukaan tanah;
    2. antena KRAP yang didirikan di sekitar stasiun radio pantai atau bandar udara, wajib memperhatikan ketentuan khusus yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam keselamatan pelayaran atau penerbangan;
    3. antena KRAP yang didirikan di dalam dan di sekitar wilayah stasiun pantai atau bandar udara hanya boleh dilakukan dengan seizin Syahbandar atau pejabat yang berwenang di bandar udara tersebut;
  4. bangunan antena harus kuat, tidak membahayakan keselamatan umum dan harus tunduk kepada peraturan tata kota atau ketentuan pemerintah daerah tersebut;
  5. ketinggian antena stasiun bergerak KRAP, harus memperhatikan keamanan terhadap bahaya adanya jaringan arus listrik.

Bagian Kelima

Tanda Panggilan (Call Sign)

 

Pasal 76

  1. Tanda Panggilan (Call Sign) untuk Stasiun Radio Antar Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  2. Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki susunan yang terdiri dari:
    a. Prefix;
    b. Kode daerah; dan
    c. Suffix.
  3. Setiap stasiun KRAP harus dapat dikenali dari Tanda Panggilan (Call Sign) yang setiap kali harus dipancarkan dalam interval pendek.
  4. Pemancaran Tanda Panggilan (Call Sign) sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) menit sekali.

Pasal 77

  1. Prefix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 2 huruf a merupakan Tanda Panggilan (Call Sign) yang ditetapkan untuk pemegang IKRAP berupa susunan huruf Juliet Zulu (JZ).
  2. Kode daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 2 huruf b tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Nomor kode daerah untuk Provinsi yang belum tercantum dalam Lampiran III, mengikuti nomor urut berikutnya.
  4. Suffix sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 2 huruf c merupakan susunan huruf AA sampai dengan ZZ, AAA sampai dengan ZZZ dan AAAA sampai dengan ZZZZ.

Bagian Keenam

Radio Antar Penduduk Indonesia

Pasal 78

  1. RAPI memiliki fungsi untuk:
    a. menghimpun penggiat KRAP;
    b. aktif di dalam kegiatan KRAP nasional;
    c. menyusun standar operasional prosedur dan tata cara berkomunikasi dalam ketentuan organisasi; dan
    d. memberikan dukungan komunikasi radio tanggap bencana.
  2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, RAPI wajib:
    a. melaporkan: 1. kegiatan dan keanggotaan KRAP; dan 2. status IKRAP seumur hidup, kepada Direktur Jenderal, setiap tahun; dan
    b. memberikan rekomendasi untuk perpanjangan IKRAP; dan
  3. Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, RAPI wajib berasaskan:
    a. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
    b. keterbukaan;
    c. akuntabilitas;
    d. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
  4. RAPI wajib berkoordinasi dengan Menteri dalam melaksanakan kegiatan di bidang KRAP.

Pasal 79

Setiap Penggiat KRAP wajib menjadi anggota RAPI, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak IKRAP diterbitkan.

BAB IV

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 80

  1. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
  2. Direktur Jenderal dapat melimpahkan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada UPT.
  3. Dalam melaksanakan Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 UPT dapat melakukan koordinasi dengan ORARI, RAPI, dan Instansi terkait.

Pasal 81

Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ORARI dan RAPI.

BAB V

SANKSI

Pasal 82

  1. Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1, Pasal 40 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 44, Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 74 ayat 1, dan Pasal 75, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai telekomunikasi.
  2. Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Amatir Radio dan/atau Penggiat Komunikasi Radio Antar Penduduk, diberikan sanksi tambahan berupa pencabutan IAR dan/atau IKRAP.

Pasal 83

  1. Setiap Amatir Radio dan/atau Penggiat Komunikasi Radio Antar Penduduk yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat 2, Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 7 ayat 1, administrasi berupa pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Direktur Jenderal mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis yang diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut turut dengan tenggang waktu peringatan masing-masing 15 (lima belas) hari. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 84

  1. IAR dan IKRAP yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini ditetap masih tetap berlaku sampai masa berlaku IAR dan IKRAP berakhir.
  2. Sertifikat Kecakapan Amatir Radio sebagai Hasil kelulusan UNAR yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat digunakan sebagai dasar penerbitan IAR paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
  3. Dalam hal terdapat pemberian Tanda Panggilan (Call Sign) ganda wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk;
  3. Peraturan Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/ M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk, dicabut dan dinyatakan tidak berlak

Pasal 86

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Desember 2018

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 31 Desember 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1802

Salinan sesuai dengan aslinya

Kementerian Komunikasi dan Informatika '

Kepala Biro Hukum,

Bertiana Sari Paraf: Kabag Bankum ….......


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementrian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 17
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 31-12-2018  /  31-12-2018
Sumber

BN (1802): 48 hlm.

Subjek KOMUNIKASI RADIO ANTAR PENDUDUK – KEGIATAN AMATIR RADIO
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:
  1. PERMENKOMINFO No. 33/PER/M.KOMINFO/08/2009
  2. PERMENKOMINFO No. 34/PER/M.KOMINFO/8/2009
  3. PERMENKOMINFO No. 2 Tahun 2015
  4. PERMENKOMINFO No. 3 Tahun 2015
Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran