Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum

Menimbang

  1. bahwa penggunaan layanan telekomunikasi khusus untuk instansi pemerintah atau badan hukum dibutuhkan dalam menyediakan layanan publik, sehingga dipandang perlu mengatur proses perizinannya secara sederhana, efisien, dan efektif;
  2. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sudah tidak sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan telekomunikasi khusus sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum; 

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
  5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
  7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1041);

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok Alat Telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
  4. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian Perangkat Telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
  5. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan Jaringan Telekomunikasi.
  6. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang selanjutnya disebut Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus.
  7. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
  8. Instansi Pemerintah adalah Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Instansi Pemerintah lainnya.
  9. Badan Hukum adalah badan usaha, lembaga berbadan hukum, atau koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  10. Daerah Layanan adalah cakupan layanan stasiun radio untuk frekuensi VHF dan UHF dalam 1 (satu) provinsi dan/atau cakupan layanan stasiun radio untuk frekuensi radio HF lebih dari 1 (satu) provinsi.
  11. Komunikasi Radio Trunking adalah sistem radio 2 (dua) arah yang menggunakan suatu kanal pengendali (control channel) untuk mengendalikan trafik radio secara otomatis.
  12. Uji Laik Operasi adalah pengujian sistem secara teknis dan operasional.
  13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  14. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan telekomunikasi.
  15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

  1. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus wajib dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan memprioritaskan penggunaan Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dapat diselenggarakan dalam hal: a. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi dikarenakan kapasitas jaringan yang tidak mencukupi dan/atau kebutuhan akan tingkat kepercayaan/keandalan jaringan yang lebih tinggi; b. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi; dan/atau c. kegiatannya memerlukan Jaringan Telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus dilarang:

  1. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya;
  2. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan/atau pengoperasiannya;
  3. menyewakan dan/atau digunakan oleh pihak lainnya; dan/atau
  4. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan Jaringan Telekomunikasi lainny

Pasal 4

Setiap Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang digunakan untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus wajib memenuhi persyaratan teknis.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan

Paragraf 1

Keperluan dan/atau Peruntukan

Pasal 5

  1. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam rangka mendukung kegiatan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Badan Hukum dilaksanakan dalam rangka mendukung keperluan sesuai kegiatan usahanya yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Paragraf 2

Transmisi yang Digunakan

Pasal 6

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dapat menggunakan transmisi:

  1. kawat;
  2. serat optik;
  3. spektrum frekuensi radio; dan/atau
  4. sistem elektromagnetik lainny

Pasal 7

  1. Transmisi kawat dan/atau serat optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b merupakan jaringan yang dibangun untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  2. Jaringan yang dibangun untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang disewakan kepada pihak lain.
  3. Penggelaran jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup: a. dalam satu gedung; atau b. dalam suatu wilayah sesuai keperluannya.
  4. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk penggelaran jaringan dalam satu gedung sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a didasarkan atas bukti sertifikasi alat dan Perangkat Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk penggelaran jaringan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b dibatasi oleh cakupan wilayah dan jumlah kapasitas sesuai yang tercantum dalam izin.

Pasal 8

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan transmisi spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, terdiri atas:

  1. komunikasi radio; dan/atau
  2. komunikasi sateli

Pasal 9

  1. Komunikasi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a merupakan komunikasi radio dengan cakupan 1 (satu) daerah layanan.
  2. Dalam hal komunikasi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1: a. menggunakan paling banyak 2 (dua) kanal frekuensi radio dalam 1 (satu) Daerah Layanan, izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus diberikan dalam bentuk Izin Stasiun Radio; atau b. menggunakan lebih dari 2 (dua) kanal frekuensi radio, wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

Pasal 10

  1. Komunikasi satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dilaksanakan dalam hal: a. telekomunikasi jarak jauh yang tidak dapat dijangkau oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya; dan b. menghubungkan Jaringan Telekomunikasi yang terpencar luas dan banyak titik.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan komunikasi satelit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas: a. satu atau lebih transponder satelit; b. satu atau lebih stasiun hub; dan/atau c. satu atau lebih stasiun bumi.

Pasal 11

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan transmisi sistem elektromagnetik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d wajib mendapatkan penetapan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 12

  1. Penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dari Menteri.
  2. Izin untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4 diberikan dalam bentuk sertifikasi alat dan Perangkat Telekomunikasi.
  3. Izin untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a diberikan dalam bentuk Izin Stasiun Radio.
  4. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah diberikan melalui tahapan: a. izin prinsip; b. Uji Laik Operasi; dan c. izin penyelenggaraan.
  5. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Badan Hukum diberikan melalui OSS.
  6. Ketentuan mengenai permohonan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Badan Hukum melalui OSS sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 13

  1. Permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 4 huruf a disampaikan kepada Menteri.
  2. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pasal 14

Dalam proses evaluasi terhadap permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2 dapat dilakukan verifikasi terhadap layanan yang disediakan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi. Bagian Kedua Perizinan Secara Elektronik untuk Perizinan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 15

  1. Menteri menyelenggarakan sistem pelayanan perizinan Telekomunikasi Khusus secara elektronik (e-licensing) menggunakan tanda tangan digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerbitan dokumen perizinan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan tanda tangan digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbentuk dokumen elektronik dan mencantumkan Kode Quick Response (QR Code) tanpa memerlukan cap dan tanda tangan basah.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penerbitan Izin Prinsip Penyelenggaraan

Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 16

Permohonan Izin Prinsip dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. pemohon telah terdaftar pada sistem e-licensing;
  2. permohonan disampaikan melalui sistem e-licensing;
  3. pemohon mengisi persyaratan administratif berupa Nomor Pokok Wajib Pajak;
  4. pemohon mengunggah persyaratan dokumen rencana penyelenggaraan berupa rencana Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang memuat: 1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus; dan 2. data teknis yang terdiri atas: a) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun; b) diagram dan rute serta peta jaringan; c) cakupan wilayah layanan; dan d) spektrum frekuensi radio yang diusulkan jika menggunakan spektrum frekuensi radio; dan
  5. pemohon menyetujui pernyataan sebagai berikut: 1. seluruh isian dalam permohonan izin prinsip penyelenggaran yaitu valid dan benar; 2. akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi; dan 3. pakta integritas terkait komitmen anti praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga

Pasal 17

  1. Evaluasi terhadap permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan oleh Direktorat Jenderal paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
  2. Dalam hal hasil evaluasi permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan surat penolakan.
  3. Menteri menerbitkan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah berdasarkan hasil evaluasi permohonan yang memenuhi persyaratan.
  4. Izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 memuat persetujuan pembangunan sistem Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sesuai dengan permohonan yang disampaikan.
  5. Izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
  6. Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diberikan hanya untuk 1 (satu) kali selama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa berlaku izin prinsip.

Pasal 18

Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dilarang melakukan kegiatan sebelum memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

Pasal 19

  1. Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Menteri.
  2. Permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku izin prinsip untuk dilakukan evaluasi.
  3. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Bagian Keempat

Uji Laik Operasi dan

Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk

Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 20

  1. Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah yang telah siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus, mengajukan permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah kepada Menteri dengan menyampaikan dokumen persyaratan Uji Laik Operasi.
  2. Dokumen persyaratan Uji Laik Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas: a. konfigurasi jaringan hasil pembangunan; b. daftar dan spesifikasi teknis alat dan perangkat yang digunakan; dan c. bukti kepemilikan perangkat.
  3. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima oleh Menteri paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum masa berlaku izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus berakhir.
  4. Pemegang izin prinsip yang tidak mengajukan permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dianggap mengundurkan diri.
  5. Pelaksanaan Uji Laik Operasi sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat dilakukan dengan metode uji petik dan/atau penilaian mandiri.
  6. Pelaksanaan Uji Laik Operasi melalui uji petik sebagaimana dimaksud pada ayat 5 paling sedikit pada 1 (satu) lokasi.
  7. Dalam hal jumlah lokasi uji petik sangat signifikan, Direktorat Jenderal dapat melakukan evaluasi.
  8. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Uji Laik Operasi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 21

  1. Menteri menerbitkan surat keterangan laik operasi paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dinyatakan lulus Uji Laik Operasi.
  2. Menteri menerbitkan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterbitkan surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
  3. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus berlaku tanpa batas waktu selama Penyelenggara Telekomunikasi Khusus memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan.
  4. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi setiap tahun dan evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun terhadap izin penyelenggaraan.

Bagian Kelima

Perubahan Wilayah Layanan

Pasal 22

  1. Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat melakukan perubahan wilayah layanan dalam izin penyelenggaraan setelah mendapatkan persetujuan Menteri.
  2. Dalam hal akan melakukan perubahan wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib mengajukan permohonan rencana perubahan kepada Menteri.
  3. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

Pasal 23

  1. Dalam hal terjadi keadaan bahaya di daerah layanannya, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memberikan bantuan layanan telekomunikasi.
  2. Bantuan layanan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk: a. peringatan dini; b. komando dan pengendalian penanggulangan keadaan bahaya; dan/atau c. penyampaian berita dan/atau informasi kepada masyarakat setempat.
  3. Penggunaan layanan dan infrastruktur telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 24

  1. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri.
  2. Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. monitoring dan evaluasi terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan b. pengenaan sanksi atas pelanggaran oleh penyelenggara telekomunikasi khusus.
  3. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Menteri dapat membentuk tim.

Bagian Kedua

Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Telekomunikasi

Khusus dan Laporan Penyelenggara

Telekomunikasi Khusus

Pasal 25

  1. Monitoring terhadap penyelenggara telekomunikasi khusus terdiri atas: a. kepatuhan penyelenggara telekomunikasi khusus terhadap ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan b. pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  2. Evaluasi terhadap penyelenggara telekomunikasi khusus terdiri dari: a. evaluasi setiap tahun terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan b. evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  3. Dalam pelaksanaan evaluasi setiap tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memenuhi persyaratan: a. menyampaikan laporan penyelenggaraan tahunan yang paling sedikit memuat struktur organisasi, konfigurasi jaringan, jenis layanan, kapasitas layanan, wilayah layanan, perubahan konfigurasi jaringan, jenis layanan, dan/atau kapasitas layanan; dan b. memenuhi ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam pelaksanaan evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memenuhi persyaratan: a. memenuhi jenis layanan, kapasitas layanan, dan cakupan wilayah layanan sesuai dengan yang tercantum dalam izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dengan disampaikannya laporan evaluasi menyeluruh 5 (lima) tahun; dan/atau b. memenuhi kontinuitas layanan telekomunikasi khusus.
  5. Laporan penyelenggaraan tahunan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 3 huruf a, wajib disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya.
  6. Menteri menyelenggarakan sistem pelayanan laporan penyelenggaraan secara elektronik (e-reporting).

Bagian Ketiga

Pencabutan Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus

Pasal 26

Menteri menetapkan pencabutan izin prinsip atau izin penyelenggaraan dalam hal:

  1. pemegang izin prinsip mengembalikan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus;
  2. penyelenggara telekomunikasi khusus mengembalikan izin penyelenggaraan; atau
  3. pemegang izin prinsip atau penyelenggara telekomunikasi khusus melanggar dan/atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan Peraturan Menteri in

Pasal 27

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 4 , Pasal 7 ayat 2, ayat 5 dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. surat teguran paling banyak 3 (tiga) kali berturut- turut dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja; dan b. pencabutan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  3. Pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dilakukan setelah proses penilaian secara menyeluruh oleh Menteri.

Pasal 28

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf b dan Pasal 12 ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 29

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 30

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelenggara telekomunikasi khusus yang menggunakan paling banyak 2 (dua) kanal frekuensi radio dalam 1 (satu) Daerah Layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang diperolehnya dinyatakan tidak berlaku dan penyelenggaraan telekomunikasi khususnya didasarkan pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 31

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memperoleh Izin Stasiun Radio (ISR) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

Pasal 32

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 606), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS

UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

  1. bahwa penggunaan layanan telekomunikasi khusus untuk instansi pemerintah atau badan hukum dibutuhkan dalam menyediakan layanan publik, sehingga dipandang perlu mengatur proses perizinannya secara sederhana, efisien, dan efektif;
  2. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sudah tidak sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan telekomunikasi khusus sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum; 

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
  5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
  7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1041);

Memutuskan

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok Alat Telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
  4. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian Perangkat Telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
  5. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan Jaringan Telekomunikasi.
  6. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang selanjutnya disebut Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus.
  7. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
  8. Instansi Pemerintah adalah Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Instansi Pemerintah lainnya.
  9. Badan Hukum adalah badan usaha, lembaga berbadan hukum, atau koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  10. Daerah Layanan adalah cakupan layanan stasiun radio untuk frekuensi VHF dan UHF dalam 1 (satu) provinsi dan/atau cakupan layanan stasiun radio untuk frekuensi radio HF lebih dari 1 (satu) provinsi.
  11. Komunikasi Radio Trunking adalah sistem radio 2 (dua) arah yang menggunakan suatu kanal pengendali (control channel) untuk mengendalikan trafik radio secara otomatis.
  12. Uji Laik Operasi adalah pengujian sistem secara teknis dan operasional.
  13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
  14. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan telekomunikasi.
  15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya mencakup bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

BAB II

KETENTUAN
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

  1. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus wajib dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan memprioritaskan penggunaan Jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dapat diselenggarakan dalam hal:
    a. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi dikarenakan kapasitas jaringan yang tidak mencukupi dan/atau kebutuhan akan tingkat kepercayaan/keandalan jaringan yang lebih tinggi;
    b. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi; dan/atau
    c. kegiatannya memerlukan Jaringan Telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus dilarang:

  1. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya;
  2. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan/atau pengoperasiannya;
  3. menyewakan dan/atau digunakan oleh pihak lainnya; dan/atau
  4. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan Jaringan Telekomunikasi lainny

Pasal 4

Setiap Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang digunakan untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus wajib memenuhi persyaratan teknis.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan

Paragraf 1

Keperluan dan/atau Peruntukan

Pasal 5

  1. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam rangka mendukung kegiatan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Badan Hukum dilaksanakan dalam rangka mendukung keperluan sesuai kegiatan usahanya yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Paragraf 2

Transmisi yang Digunakan

Pasal 6

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dapat menggunakan transmisi:

  1. kawat;
  2. serat optik;
  3. spektrum frekuensi radio; dan/atau
  4. sistem elektromagnetik lainny

Pasal 7

  1. Transmisi kawat dan/atau serat optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b merupakan jaringan yang dibangun untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  2. Jaringan yang dibangun untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang disewakan kepada pihak lain.
  3. Penggelaran jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup:
    a. dalam satu gedung; atau
    b. dalam suatu wilayah sesuai keperluannya.
  4. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk penggelaran jaringan dalam satu gedung sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a didasarkan atas bukti sertifikasi alat dan Perangkat Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk penggelaran jaringan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf b dibatasi oleh cakupan wilayah dan jumlah kapasitas sesuai yang tercantum dalam izin.

Pasal 8

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan transmisi spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, terdiri atas:

  1. komunikasi radio; dan/atau
  2. komunikasi sateli

Pasal 9

  1. Komunikasi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a merupakan komunikasi radio dengan cakupan 1 (satu) daerah layanan.
  2. Dalam hal komunikasi radio sebagaimana dimaksud pada ayat 1:
    a. menggunakan paling banyak 2 (dua) kanal frekuensi radio dalam 1 (satu) Daerah Layanan, izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus diberikan dalam bentuk Izin Stasiun Radio; atau
    b. menggunakan lebih dari 2 (dua) kanal frekuensi radio, wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

Pasal 10

  1. Komunikasi satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dilaksanakan dalam hal:
    a. telekomunikasi jarak jauh yang tidak dapat dijangkau oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya; dan
    b. menghubungkan Jaringan Telekomunikasi yang terpencar luas dan banyak titik.
  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan komunikasi satelit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
    a. satu atau lebih transponder satelit;
    b. satu atau lebih stasiun hub; dan/atau
    c. satu atau lebih stasiun bumi.

Pasal 11

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan transmisi sistem elektromagnetik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d wajib mendapatkan penetapan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

TATA CARA PERIZINAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 12

  1. Penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dari Menteri.
  2. Izin untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4 diberikan dalam bentuk sertifikasi alat dan Perangkat Telekomunikasi.
  3. Izin untuk Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a diberikan dalam bentuk Izin Stasiun Radio.
  4. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah diberikan melalui tahapan:
    a. izin prinsip;
    b. Uji Laik Operasi; dan
    c. izin penyelenggaraan.
  5. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Badan Hukum diberikan melalui OSS.
  6. Ketentuan mengenai permohonan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Badan Hukum melalui OSS sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 13

  1. Permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 4 huruf a disampaikan kepada Menteri.
  2. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Pasal 14

Dalam proses evaluasi terhadap permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2 dapat dilakukan verifikasi terhadap layanan yang disediakan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi. Bagian Kedua Perizinan Secara Elektronik untuk Perizinan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 15

  1. Menteri menyelenggarakan sistem pelayanan perizinan Telekomunikasi Khusus secara elektronik (e-licensing) menggunakan tanda tangan digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerbitan dokumen perizinan Telekomunikasi Khusus yang menggunakan tanda tangan digital sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbentuk dokumen elektronik dan mencantumkan Kode Quick Response (QR Code) tanpa memerlukan cap dan tanda tangan basah.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penerbitan Izin Prinsip Penyelenggaraan

Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 16

Permohonan Izin Prinsip dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. pemohon telah terdaftar pada sistem e-licensing;
  2. permohonan disampaikan melalui sistem e-licensing;
  3. pemohon mengisi persyaratan administratif berupa Nomor Pokok Wajib Pajak;
  4. pemohon mengunggah persyaratan dokumen rencana penyelenggaraan berupa rencana Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang memuat:
    1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus; dan
    2. data teknis yang terdiri atas:
    a) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun;
    b) diagram dan rute serta peta jaringan;
    c) cakupan wilayah layanan; dan
    d) spektrum frekuensi radio yang diusulkan jika menggunakan spektrum frekuensi radio; dan
  5. pemohon menyetujui pernyataan sebagai berikut:
    1. seluruh isian dalam permohonan izin prinsip penyelenggaran yaitu valid dan benar;
    2. akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi; dan
    3. pakta integritas terkait komitmen anti praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga

Pasal 17

  1. Evaluasi terhadap permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan oleh Direktorat Jenderal paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
  2. Dalam hal hasil evaluasi permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan surat penolakan.
  3. Menteri menerbitkan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah berdasarkan hasil evaluasi permohonan yang memenuhi persyaratan.
  4. Izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 memuat persetujuan pembangunan sistem Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sesuai dengan permohonan yang disampaikan.
  5. Izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
  6. Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diberikan hanya untuk 1 (satu) kali selama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa berlaku izin prinsip.

Pasal 18

Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dilarang melakukan kegiatan sebelum memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

Pasal 19

  1. Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Menteri.
  2. Permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku izin prinsip untuk dilakukan evaluasi.
  3. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Bagian Keempat

Uji Laik Operasi dan

Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk

Keperluan Instansi Pemerintah

Pasal 20

  1. Pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah yang telah siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus, mengajukan permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah kepada Menteri dengan menyampaikan dokumen persyaratan Uji Laik Operasi.
  2. Dokumen persyaratan Uji Laik Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
    a. konfigurasi jaringan hasil pembangunan;
    b. daftar dan spesifikasi teknis alat dan perangkat yang digunakan; dan
    c. bukti kepemilikan perangkat.
  3. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterima oleh Menteri paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum masa berlaku izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus berakhir.
  4. Pemegang izin prinsip yang tidak mengajukan permohonan Uji Laik Operasi dan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dianggap mengundurkan diri.
  5. Pelaksanaan Uji Laik Operasi sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat dilakukan dengan metode uji petik dan/atau penilaian mandiri.
  6. Pelaksanaan Uji Laik Operasi melalui uji petik sebagaimana dimaksud pada ayat 5 paling sedikit pada 1 (satu) lokasi.
  7. Dalam hal jumlah lokasi uji petik sangat signifikan, Direktorat Jenderal dapat melakukan evaluasi.
  8. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Uji Laik Operasi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 21

  1. Menteri menerbitkan surat keterangan laik operasi paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pemegang izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah dinyatakan lulus Uji Laik Operasi.
  2. Menteri menerbitkan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan instansi pemerintah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterbitkan surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
  3. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus berlaku tanpa batas waktu selama Penyelenggara Telekomunikasi Khusus memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan.
  4. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi setiap tahun dan evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun terhadap izin penyelenggaraan.

Bagian Kelima

Perubahan Wilayah Layanan

Pasal 22

  1. Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat melakukan perubahan wilayah layanan dalam izin penyelenggaraan setelah mendapatkan persetujuan Menteri.
  2. Dalam hal akan melakukan perubahan wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib mengajukan permohonan rencana perubahan kepada Menteri.
  3. Direktorat Jenderal melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan wilayah layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

BAB IV

BANTUAN LAYANAN TELEKOMUNIKASI

Pasal 23

  1. Dalam hal terjadi keadaan bahaya di daerah layanannya, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memberikan bantuan layanan telekomunikasi.
  2. Bantuan layanan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk:
    a. peringatan dini;
    b. komando dan pengendalian penanggulangan keadaan bahaya; dan/atau
    c. penyampaian berita dan/atau informasi kepada masyarakat setempat.
  3. Penggunaan layanan dan infrastruktur telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 24

  1. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri.
  2. Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
    a. monitoring dan evaluasi terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan
    b. pengenaan sanksi atas pelanggaran oleh penyelenggara telekomunikasi khusus.
  3. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Menteri dapat membentuk tim.

Bagian Kedua

Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Telekomunikasi

Khusus dan Laporan Penyelenggara

Telekomunikasi Khusus

Pasal 25

  1. Monitoring terhadap penyelenggara telekomunikasi khusus terdiri atas:
    a. kepatuhan penyelenggara telekomunikasi khusus terhadap ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan
    b. pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  2. Evaluasi terhadap penyelenggara telekomunikasi khusus terdiri dari:
    a. evaluasi setiap tahun terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus; dan
    b. evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  3. Dalam pelaksanaan evaluasi setiap tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memenuhi persyaratan:
    a. menyampaikan laporan penyelenggaraan tahunan yang paling sedikit memuat struktur organisasi, konfigurasi jaringan, jenis layanan, kapasitas layanan, wilayah layanan, perubahan konfigurasi jaringan, jenis layanan, dan/atau kapasitas layanan; dan
    b. memenuhi ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam pelaksanaan evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, penyelenggara telekomunikasi khusus wajib memenuhi persyaratan:
    a. memenuhi jenis layanan, kapasitas layanan, dan cakupan wilayah layanan sesuai dengan yang tercantum dalam izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus dengan disampaikannya laporan evaluasi menyeluruh 5 (lima) tahun; dan/atau
    b. memenuhi kontinuitas layanan telekomunikasi khusus.
  5. Laporan penyelenggaraan tahunan Telekomunikasi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 3 huruf a, wajib disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya.
  6. Menteri menyelenggarakan sistem pelayanan laporan penyelenggaraan secara elektronik (e-reporting).

Bagian Ketiga

Pencabutan Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus

Pasal 26

Menteri menetapkan pencabutan izin prinsip atau izin penyelenggaraan dalam hal:

  1. pemegang izin prinsip mengembalikan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus;
  2. penyelenggara telekomunikasi khusus mengembalikan izin penyelenggaraan; atau
  3. pemegang izin prinsip atau penyelenggara telekomunikasi khusus melanggar dan/atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan Peraturan Menteri in

BAB VI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 27

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 4 , Pasal 7 ayat 2, ayat 5 dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
    a. surat teguran paling banyak 3 (tiga) kali berturut- turut dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja; dan
    b. pencabutan izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.
  3. Pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dilakukan setelah proses penilaian secara menyeluruh oleh Menteri.

Pasal 28

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf b dan Pasal 12 ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memperoleh izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 30

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, penyelenggara telekomunikasi khusus yang menggunakan paling banyak 2 (dua) kanal frekuensi radio dalam 1 (satu) Daerah Layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus yang diperolehnya dinyatakan tidak berlaku dan penyelenggaraan telekomunikasi khususnya didasarkan pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 31

Penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memperoleh Izin Stasiun Radio (ISR) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 606), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 17 September 2018

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 24 September 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1332

Salinan sesuai dengan aslinya

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Kepala Biro Hukum,

Bertiana Sari

Paraf : Kabag Bankum


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 12
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 17-09-2018  /  24-09-2018
Sumber

Pada saat PERMEN ini mulai berlaku, PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2016 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 17 September 2018 dan diundangkan pada tanggal 24 September 2018.

Subjek KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM – PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No. 6 Tahun 2016

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran