Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum

menimbang

  1. bahwa ketentuan penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang PenyelenggaraanTelekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi khusus sehingga perlu diganti;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor: 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4916);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;

  6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/1/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/1/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2015 Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.

  4. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.

  5. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  6. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.

  7. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus.

  8. Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, atau instansi pertahanan keamanan negara.

  9. Instansi Pemerintah adalah Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Instansi Pemerintah lainnya.

  10. Badan Hukum adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara, swasta, atau koperasi yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.

  11. Uji Laik Operasi adalah pengujian teknis yang dilakukan oleh lembaga yang telah diakreditasi atau tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dengan tugas melaksanakan proses pengujian sistem secara teknis dan operasional.

  12. Lembaga Uji Laik Operasi adalah lembaga yang berwenang melakukan uji laik operasi dan telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberian akreditasi.

  13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  15. Direktur adalah Direktur yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Pasal 2

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat diselenggarakan dalam hal:

  1. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi;

  2. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi; dan/atau

  3. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Keperluan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dapat berupa:

  1. kapasitas jaringan yang tidak mencukupi;

  2. tingkat kepercayaan/kehandalan jaringan yang tidak memadai; dan/atau

  3. cakupan kegiatannya tidak terdukung.

Pasal 4

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilarang:

  1. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya;

  2. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan/atau pengoperasiannya;

  3. menyewakan dan/atau digunakan oleh pihak lainnya; dan

  4. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya.

Pasal 6

Setiap Alat Telekomunikasi dan Perangkat Telekomunikasi yang digunakan dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memenuhi persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilaksanakan berdasarkan:

  1. keperluan dan/atau peruntukannya; dan

  2. transmisi yang digunakan.

Pasal 8

Keperluan dan/atau peruntukan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam rangka mendukung kegiatannya yang meliputi, namun tidak terbatas pada sektor:

  1. layanan publik pemerintah;

  2. ketertiban;

  3. pendidikan;

  4. kemaritiman;

  5. perhubungan;

  6. pertanian;

  7. kehutanan;

  8. kesehatan;

  9. pekerjaan umum;

  10. pemerintahan dalam negeri;

  11. pariwisata;

  12. seni budaya; dan/atau

  13. energi dan sumber daya mineral.

Pasal 9

Keperluan dan/atau peruntukan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Badan Hukum dilaksanakan dalam rangka mendukung keperluan kegiatan usahanya yang meliputi, namun tidak terbatas pada sektor:

  1. perbankan;

  2. pertambangan dan energi;

  3. kehutanan;

  4. transportasi;

  5. kesehatan;

  6. industri dan perdagangan;

  7. pertanian dan perkebunan;

  8. perikanan dan kelautan; dan

  9. logistik.

Pasal 10

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menggunakan transmisi:

  1. kawat;

  2. serat optik;

  3. spektrum frekuensi radio;

  4. sistem elektromagnetik lainnya; dan/atau

  5. gabungan dua atau lebih sistem transmisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

Pasal 11

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menggelar jaringan kawat dan/atau serat optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dan huruf b di kompleks perumahan, kompleks perkantoran, atau lokasi ke lokasi untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12 

  1. Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan sendiri dan/atau antar Instansi Pemerintah.

  2. Transmisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    1. intranet;

    2. internet; dan/atau

    3. transaksi elektronik.

  3. Jaringan kawat dan/atau serat optik yang dibangun untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang disewakan kepada pihak lain.

Pasal 13

  1. Penggelaran jaringan kawat dan serat optik oleh Instansi Pemerintah atau Badan Hukum, dapat meliputi cakupan:

    1. dalam satu gedung; atau

    2. dalam suatu wilayah sesuai keperluannya.

  2. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum untuk penggelaran jaringan dalam satu gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, melekat pada izin sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi.

Pasal 14

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, terdiri atas:

  1. komunikasi radio lingkup terbatas;

  2. komunikasi radio titik ke titik (point to point);

  3. komunikasi radio titik ke banyak titik (point to multipoint);

  4. komunikasi radio trunking; dan/atau

  5. komunikasi satelit.

Pasal 15

  1. Komunikasi radio lingkup terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a berupa komunikasi radio dari titik ke titik atau titik ke banyak titik dengan daya pancar terbatas dan cakupan dan/atau jangkauan terbatas.

  2. Daya pancar terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih dari 100 mili watt.

  3. Cakupan dan/atau jangkauan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih dari radius 100 meter atau jarak titik ke titik tidak lebih dari 200 meter.

  4. Izin Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi komunikasi radio lingkup terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melekat pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 16

  1. Komunikasi radio titik ke titik (point to point) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b merupakan komunikasi radio untuk hubungan titik ke titik dengan menggunakan satu kanal frekuensi atau lebih dan bersifat tetap.

  2. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi komunikasi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan satu kanal frekuensi melekat pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 17

  1. Komunikasi radio titik ke banyak titik (point to multipoint) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c merupakan komunikasi radio untuk hubungan satu instalasi ke banyak instalasi dalam satu Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  2. Komunikasi radio titik ke banyak titik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap dan/atau bergerak.

Pasal 18

  1. Komunikasi radio dengan penguat sinyal (repeater) dan/atau komunikasi radio trunking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d merupakan komunikasi radio titik ke titik dan/atau titik ke banyak titik dengan menggunakan penguat sinyal (repeater) dan/atau teknologi trunking untuk memperkuat daya pancar atau daya jangkauan.

  2. Komunikasi radio dengan penguat sinyal (repeater) dan/atau komunikasi radio trunking bersifat tetap atau bergerak.

Pasal 19

  1. Komunikasi satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dapat dilaksanakan dalam hal:

    1. telekomunikasi jarak jauh yang tidak dapat dijangkau dengan transmisi kawat, serat optik, dan/atau spektrum frekuensi radio terestrial; dan

    2. menghubungkan instalasi jaringan komunikasi yang terpencar luas dan banyak titik.

  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:

    1. satu atau lebih transponder satelit;

    2. satu atau lebih stasiun hub; dan/atau

    3. beberapa stasiun bumi sesuai instalasi jaringan yang dihubungkan.

  3. Dalam hal Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus komunikasi satelit pada satu lokasi terdiri atas beberapa instalasi yang tersebar, stasiun bumi dapat dihubungkan ke instalasi tersebar dengan menggunakan kabel, serat optik, dan/atau spektrum frekuensi radio terestrial.

  4. Dalam hal kebutuhan transponder tidak dipenuhi oleh penyelenggara satelit, Penyelenggara Telekomunikasi Khusus Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menyelenggarakan satelit sendiri sesuai dengan persetujuan Menteri dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

  1. Setiap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib mendapatkan izin prinsip dan izin penyelenggaraan dari Direktur Jenderal, kecuali penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16.

  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  3. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah atau Badan Hukum setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus Uji Laik Operasi.

Pasal 21

  1. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dapat diajukan setiap waktu dan proses perizinannya melalui evaluasi.

  2. Permohonan Izin Prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal.

  3. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur.

  4. Dalam proses evaluasi terhadap pemenuhan kriteria keperluan yang tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dilakukan konsultasi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi.

  5. Direktur Jenderal dapat melakukan penolakan terhadap permohonan izin prinsip jika terdapat penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang dapat memenuhi kriteria yang diajukan oleh pemohon izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

Pasal 22

Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, dan paling sedikit memuat:

  1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus.

  2. data teknis yang terdiri dari:1) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun;2) diagram dan rute serta peta jaringan; dan3) spektrum frekuensi radio yang diusulkan dalam hal calon penyelenggara telekomunikasi khusus bermaksud menggunakan spektrum frekuensi radio.

  3. surat pernyataan akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi.

Pasal 23

Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Badan Hukum disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, dan paling sedikit memuat:

  1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus.

  2. data teknis yang terdiri dari:1) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun;2) diagram dan rute serta peta jaringan; dan3) spektrum frekuensi radio yang diusulkan dalam hal calon penyelenggara telekomunikasi khusus bermaksud menggunakan spektrum frekuensi radio.

  3. data administrasi yang terdiri dari:1) akta pendirian perusahaan beserta pengesahan dari instansi yang berwenang;2) perubahan akta perusahaan beserta persetujuan atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi yang berwenang;3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan4) surat keterangan domisili.

  4. urat pernyataan akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi.

Pasal 24

  1. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 dilakukan oleh Direktur paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima dengan lengkap.

  2. Dalam hal permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi dan kepada Pemohon diberitahukan agar melengkapi permohonannya.

Pasal 25

  1. Direktur Jenderal menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum berdasarkan hasil evaluasi permohonan yang memenuhi persyaratan.

  2. Masa berlaku Izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum selama 1 (satu) tahun.

  3. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa berlaku Izin Prinsip.

  4. Perpanjangan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan jika berdasarkan hasil evaluasi telah dilakukan investasi dalam persiapan pembangunan sarana dan prasarana.

  5. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur.

Pasal 26

  1. Pemegang izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilarang melakukan kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebelum memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  2. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum batal demi hukum dan tidak berlaku.

Pasal 27

  1. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus diajukan kepada Direktur Jenderal oleh Pemegang izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang telah siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus.

  2. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

Pasal 28

  1. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

    1. salinan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus;

    2. konfigurasi jaringan hasil pembangunan yang akan di Uji Laik Operasi;

    3. spesifikasi teknis dan daftar perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;

    4. salinan sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan;

    5. salinan hak labuh jika menggunakan satelit asing;

    6. salinan penetapan penomoran jika menggunakan penomoran sendiri;

    7. salinan bukti pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi atau izin stasiun radio apabila menggunakan spektrum frekuensi radio; dan

    8. dokumen pengujian fungsi layanan.

  2. Permohonan Uji Laik Operasi yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dalam rangka perubahan sistem dan teknologi, harus melampirkan salinan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h.

Pasal 29

Dokumen pengujian fungsi layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf h, berisi pengujian mandiri paling sedikit terhadap:

  1. sarana dan prasarana telekomunikasi khusus; dan

  2. simulasi operasi.

Pasal 30

Dalam hal dipandang perlu dikarenakan kompleksitas jaringan, Direktur dapat membentuk tim untuk melakukan Uji Laik Operasi.

Pasal 31

  1. Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keterangan Laik Operasi untuk sarana dan prasarana telekomunikasi khusus yang telah lulus Uji Laik Operasi berdasarkan hasil evaluasi.

  2. Surat Keterangan Laik Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak ditandatanganinya Berita Acara Hasil Evaluasi.

Pasal 32

Dalam hal sarana dan prasarana telekomunikasi khusus yang dibangun dinyatakan tidak laik operasi, Direktur dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak ditandatanganinya Berita Acara Evaluasi Hasil Pelaksanaan Uji Laik Operasi menerbitkan surat pemberitahuan tidak laik operasi.

Pasal 33

Dalam hal hasil evaluasi pelaksanaan Uji Laik Operasi sarana dan prasarana telekomunikasi khusus dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana telekomunikasi selama izin prinsip masih berlaku.

Pasal 34

Izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah ditandatanganinya Berita Acara hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2).

Pasal 35

Izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diberikan tanpa batas waktu selama pemegang izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum menyelenggarakan telekomunikasi khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan dalam izin penyelenggaraannya.

Pasal 36

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memberikan bantuan layanan telekomunikasi, dalam hal terjadi bencana alam dan/atau keadaan darurat sebagai alat bantu komunikasi cepat kepada masyarakat untuk antisipasi kerugian akibat situasi bencana alam dan/atau keadaan darurat.

Pasal 37

  1. Bantuan layanan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan untuk:

    1. peringatan dini bencana alam dan/atau keadaan darurat;

    2. komando dan pengendalian penanggulangan bencana alam dan/atau keadaan darurat; dan/atau

    3. penyampaian berita dan/atau informasi kepada masyarakat setempat.

  2. Penggunaan layanan dan infrastruktur telekomunikasi khusus untuk bantuan di daerah bencana alam dan/atau keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38 

  1. Pemegang Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memberikan laporan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus kepada Direktur Jenderal secara berkala setiap tahun.

  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. organisasi;

    2. konfigurasi jaringan;

    3. jenis layanan; dan

    4. perubahan konfigurasi jaringan dan/atau jenis layanan yang terjadi dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya, jika ada.

Pasal 39

  1. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Direktur Jenderal.

  2. Evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilakukan setiap 5 (lima) tahun.

  3. Berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima)tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dikenai sanksi administratif.

Pasal 40

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12 ayat (3), Pasal 36, Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi administratif.

  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

  3. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12 ayat (3), Pasal 36, Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi administratif.#NL#(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat#NL#(1) dan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) dapat berupa:

    1. surat teguran;

    2. penghentian operasional sementara; dan/atau

    3. pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa ketentuan penyelenggaraan telekomunikasi khusus yang diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan
    Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi khusus sehingga perlu diganti;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor: 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4916);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;

  6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/1/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/1/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2015 Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.

  4. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.

  5. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

  6. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.

  7. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus.

  8. Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, atau instansi pertahanan keamanan negara.

  9. Instansi Pemerintah adalah Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Instansi Pemerintah lainnya.

  10. Badan Hukum adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara, swasta, atau koperasi yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.

  11. Uji Laik Operasi adalah pengujian teknis yang dilakukan oleh lembaga yang telah diakreditasi atau tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dengan tugas melaksanakan proses pengujian sistem secara teknis dan operasional.

  12. Lembaga Uji Laik Operasi adalah lembaga yang berwenang melakukan uji laik operasi dan telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberian akreditasi.

  13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  15. Direktur adalah Direktur yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

BAB II

PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat diselenggarakan dalam hal:

  1. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi;

  2. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi; dan/atau

  3. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Keperluan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dapat berupa:

  1. kapasitas jaringan yang tidak mencukupi;

  2. tingkat kepercayaan/kehandalan jaringan yang tidak memadai; dan/atau

  3. cakupan kegiatannya tidak terdukung.

Pasal 4

Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilarang:

  1. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya;

  2. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan/atau pengoperasiannya;

  3. menyewakan dan/atau digunakan oleh pihak lainnya; dan

  4. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya.

Pasal 6

Setiap Alat Telekomunikasi dan Perangkat Telekomunikasi yang digunakan dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memenuhi persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan

Paragraf 1

Umum

Pasal 7

Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilaksanakan berdasarkan:

  1. keperluan dan/atau peruntukannya; dan

  2. transmisi yang digunakan.

Paragraf 2

Keperluan danatau Peruntukan

Pasal 8

Keperluan dan/atau peruntukan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan dalam rangka mendukung kegiatannya yang meliputi, namun tidak terbatas pada sektor:

  1. layanan publik pemerintah;

  2. ketertiban;

  3. pendidikan;

  4. kemaritiman;

  5. perhubungan;

  6. pertanian;

  7. kehutanan;

  8. kesehatan;

  9. pekerjaan umum;

  10. pemerintahan dalam negeri;

  11. pariwisata;

  12. seni budaya; dan/atau

  13. energi dan sumber daya mineral.

Pasal 9

Keperluan dan/atau peruntukan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Badan Hukum dilaksanakan dalam rangka mendukung keperluan kegiatan usahanya yang meliputi, namun tidak terbatas pada sektor:

  1. perbankan;

  2. pertambangan dan energi;

  3. kehutanan;

  4. transportasi;

  5. kesehatan;

  6. industri dan perdagangan;

  7. pertanian dan perkebunan;

  8. perikanan dan kelautan; dan

  9. logistik.

Paragraf 3

Transmisi yang Digunakan

Pasal 10

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menggunakan transmisi:

  1. kawat;

  2. serat optik;

  3. spektrum frekuensi radio;

  4. sistem elektromagnetik lainnya; dan/atau

  5. gabungan dua atau lebih sistem transmisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

Pasal 11

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menggelar jaringan kawat dan/atau serat optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dan huruf b di kompleks perumahan, kompleks perkantoran, atau lokasi ke lokasi untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12 

  1. Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan sendiri dan/atau antar Instansi Pemerintah.

  2. Transmisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    1. intranet;

    2. internet; dan/atau

    3. transaksi elektronik.

  3. Jaringan kawat dan/atau serat optik yang dibangun untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang disewakan kepada pihak lain.

Pasal 13

  1. Penggelaran jaringan kawat dan serat optik oleh Instansi Pemerintah atau Badan Hukum, dapat meliputi cakupan:

    1. dalam satu gedung; atau

    2. dalam suatu wilayah sesuai keperluannya.

  2. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum untuk penggelaran jaringan dalam satu gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, melekat pada izin sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi.

Pasal 14

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, terdiri atas:

  1. komunikasi radio lingkup terbatas;

  2. komunikasi radio titik ke titik (point to point);

  3. komunikasi radio titik ke banyak titik (point to multipoint);

  4. komunikasi radio trunking; dan/atau

  5. komunikasi satelit.

Pasal 15

  1. Komunikasi radio lingkup terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a berupa komunikasi radio dari titik ke titik atau titik ke banyak titik dengan daya pancar terbatas dan cakupan dan/atau jangkauan terbatas.

  2. Daya pancar terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih dari 100 mili watt.

  3. Cakupan dan/atau jangkauan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih dari radius 100 meter atau jarak titik ke titik tidak lebih dari 200 meter.

  4. Izin Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi komunikasi radio lingkup terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melekat pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 16

  1. Komunikasi radio titik ke titik (point to point) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b merupakan komunikasi radio untuk hubungan titik ke titik dengan menggunakan satu kanal frekuensi atau lebih dan bersifat tetap.

  2. Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi komunikasi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan satu kanal frekuensi melekat pada Izin Stasiun Radio.

Pasal 17

  1. Komunikasi radio titik ke banyak titik (point to multipoint) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c merupakan komunikasi radio untuk hubungan satu instalasi ke banyak instalasi dalam satu Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  2. Komunikasi radio titik ke banyak titik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap dan/atau bergerak.

Pasal 18

  1. Komunikasi radio dengan penguat sinyal (repeater) dan/atau komunikasi radio trunking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d merupakan komunikasi radio titik ke titik dan/atau titik ke banyak titik dengan menggunakan penguat sinyal (repeater) dan/atau teknologi trunking untuk memperkuat daya pancar atau daya jangkauan.

  2. Komunikasi radio dengan penguat sinyal (repeater) dan/atau komunikasi radio trunking bersifat tetap atau bergerak.

Pasal 19

  1. Komunikasi satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dapat dilaksanakan dalam hal:

    1. telekomunikasi jarak jauh yang tidak dapat dijangkau dengan transmisi kawat, serat optik, dan/atau spektrum frekuensi radio terestrial; dan

    2. menghubungkan instalasi jaringan komunikasi yang terpencar luas dan banyak titik.

  2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang menggunakan transmisi satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:

    1. satu atau lebih transponder satelit;

    2. satu atau lebih stasiun hub; dan/atau

    3. beberapa stasiun bumi sesuai instalasi jaringan yang dihubungkan.

  3. Dalam hal Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus komunikasi satelit pada satu lokasi terdiri atas beberapa instalasi yang tersebar, stasiun bumi dapat dihubungkan ke instalasi tersebar dengan menggunakan kabel, serat optik, dan/atau spektrum frekuensi radio terestrial.

  4. Dalam hal kebutuhan transponder tidak dipenuhi oleh penyelenggara satelit, Penyelenggara Telekomunikasi Khusus Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dapat menyelenggarakan satelit sendiri sesuai dengan persetujuan Menteri dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

TATA CARA PERIZINAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

  1. Setiap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib mendapatkan izin prinsip dan izin penyelenggaraan dari Direktur Jenderal, kecuali penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16.

  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  3. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah atau Badan Hukum setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus Uji Laik Operasi.

Pasal 21

  1. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dapat diajukan setiap waktu dan proses perizinannya melalui evaluasi.

  2. Permohonan Izin Prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal.

  3. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur.

  4. Dalam proses evaluasi terhadap pemenuhan kriteria keperluan yang tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dilakukan konsultasi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi.

  5. Direktur Jenderal dapat melakukan penolakan terhadap permohonan izin prinsip jika terdapat penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang dapat memenuhi kriteria yang diajukan oleh pemohon izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

Bagian Kedua

Tata Cara Penerbitan Izin Prinsip

Pasal 22

Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, dan paling sedikit memuat:

  1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus.

  2. data teknis yang terdiri dari:
    1) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun;
    2) diagram dan rute serta peta jaringan; dan
    3) spektrum frekuensi radio yang diusulkan dalam hal calon penyelenggara telekomunikasi khusus bermaksud menggunakan spektrum frekuensi radio.

  3. surat pernyataan akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi.

Pasal 23

Permohonan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Badan Hukum disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, dan paling sedikit memuat:

  1. maksud, tujuan, dan alasan membangun telekomunikasi khusus.

  2. data teknis yang terdiri dari:
    1) konfigurasi sistem dan teknologi jaringan telekomunikasi khusus yang akan dibangun;
    2) diagram dan rute serta peta jaringan; dan
    3) spektrum frekuensi radio yang diusulkan dalam hal calon penyelenggara telekomunikasi khusus bermaksud menggunakan spektrum frekuensi radio.

  3. data administrasi yang terdiri dari:
    1) akta pendirian perusahaan beserta pengesahan dari instansi yang berwenang;
    2) perubahan akta perusahaan beserta persetujuan atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi yang berwenang;
    3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
    4) surat keterangan domisili.

  4. urat pernyataan akan mengembalikan izin apabila jaringan telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi.

Pasal 24

  1. Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 dilakukan oleh Direktur paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima dengan lengkap.

  2. Dalam hal permohonan izin prinsip Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi dan kepada Pemohon diberitahukan agar melengkapi permohonannya.

Pasal 25

  1. Direktur Jenderal menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum berdasarkan hasil evaluasi permohonan yang memenuhi persyaratan.

  2. Masa berlaku Izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum selama 1 (satu) tahun.

  3. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya masa berlaku Izin Prinsip.

  4. Perpanjangan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan jika berdasarkan hasil evaluasi telah dilakukan investasi dalam persiapan pembangunan sarana dan prasarana.

  5. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur.

Pasal 26

  1. Pemegang izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilarang melakukan kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebelum memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

  2. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum batal demi hukum dan tidak berlaku.

Bagian Ketiga

Uji Laik Operasi

Pasal 27

  1. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus diajukan kepada Direktur Jenderal oleh Pemegang izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang telah siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus.

  2. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya masa berlaku izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

Pasal 28

  1. Permohonan Uji Laik Operasi dan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

    1. salinan izin prinsip penyelenggaraan telekomunikasi khusus;

    2. konfigurasi jaringan hasil pembangunan yang akan di Uji Laik Operasi;

    3. spesifikasi teknis dan daftar perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;

    4. salinan sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan;

    5. salinan hak labuh jika menggunakan satelit asing;

    6. salinan penetapan penomoran jika menggunakan penomoran sendiri;

    7. salinan bukti pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi atau izin stasiun radio apabila menggunakan spektrum frekuensi radio; dan

    8. dokumen pengujian fungsi layanan.

  2. Permohonan Uji Laik Operasi yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dalam rangka perubahan sistem dan teknologi, harus melampirkan salinan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h.

Pasal 29

Dokumen pengujian fungsi layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf h, berisi pengujian mandiri paling sedikit terhadap:

  1. sarana dan prasarana telekomunikasi khusus; dan

  2. simulasi operasi.

Pasal 30

Dalam hal dipandang perlu dikarenakan kompleksitas jaringan, Direktur dapat membentuk tim untuk melakukan Uji Laik Operasi.

Pasal 31

  1. Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keterangan Laik Operasi untuk sarana dan prasarana telekomunikasi khusus yang telah lulus Uji Laik Operasi berdasarkan hasil evaluasi.

  2. Surat Keterangan Laik Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak ditandatanganinya Berita Acara Hasil Evaluasi.

Pasal 32

Dalam hal sarana dan prasarana telekomunikasi khusus yang dibangun dinyatakan tidak laik operasi, Direktur dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak ditandatanganinya Berita Acara Evaluasi Hasil Pelaksanaan Uji Laik Operasi menerbitkan surat pemberitahuan tidak laik operasi.

Pasal 33

Dalam hal hasil evaluasi pelaksanaan Uji Laik Operasi sarana dan prasarana telekomunikasi khusus dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana telekomunikasi selama izin prinsip masih berlaku.

Bagian Keempat

Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum

Pasal 34

Izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah ditandatanganinya Berita Acara hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2).

Pasal 35

Izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diberikan tanpa batas waktu selama pemegang izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum menyelenggarakan telekomunikasi khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan dalam izin penyelenggaraannya.

BAB IV

BANTUAN LAYANAN TELEKOMUNIKASI DAN KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN

Bagian Kesatu

Bantuan Layanan Telekomunikasi

Pasal 36

Penyelenggara Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memberikan bantuan layanan telekomunikasi, dalam hal terjadi bencana alam dan/atau keadaan darurat sebagai alat bantu komunikasi cepat kepada masyarakat untuk antisipasi kerugian akibat situasi bencana alam dan/atau keadaan darurat.

Pasal 37

  1. Bantuan layanan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan untuk:

    1. peringatan dini bencana alam dan/atau keadaan darurat;

    2. komando dan pengendalian penanggulangan bencana alam dan/atau keadaan darurat; dan/atau

    3. penyampaian berita dan/atau informasi kepada masyarakat setempat.

  2. Penggunaan layanan dan infrastruktur telekomunikasi khusus untuk bantuan di daerah bencana alam dan/atau keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban Penyampaian Laporan

Pasal 38 

  1. Pemegang Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum wajib memberikan laporan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus kepada Direktur Jenderal secara berkala setiap tahun.

  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. organisasi;

    2. konfigurasi jaringan;

    3. jenis layanan; dan

    4. perubahan konfigurasi jaringan dan/atau jenis layanan yang terjadi dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya, jika ada.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 39

  1. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Direktur Jenderal.

  2. Evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dilakukan setiap 5 (lima) tahun.

  3. Berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh setiap 5 (lima)tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum yang melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum dikenai sanksi administratif.

BAB VI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 40

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12 ayat (3), Pasal 36, Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi administratif.

  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

  3. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12 ayat (3), Pasal 36, Pasal 38 ayat (1) dikenai sanksi administratif.#NL#(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat#NL#(1) dan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) dapat berupa:

    1. surat teguran;

    2. penghentian operasional sementara; dan/atau

    3. pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 15 April 2016

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

RUDIANTARA



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 April 2016

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah atau Badan Hukum
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 6
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 15-04-2016  /  22-04-2016
Sumber

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 15 April 2016 dan diundangkan pada tanggal 22 April  2016.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Subjek KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH ATAU BADAN HUKUM – TELEKOMUNIASI KHUSUS – PENYELENGGARAAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No. 18/PER/M.KOMINFO/9/2005

Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 12 Tahun 2018

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran