Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos

menimbang

  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan dan percepatan pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2016 dan Nawacita serta mewujudkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara di bidang ekonomi dan investasi di Indonesia, perlu dilakukan simplifikasi regulasi terkait persyaratan dan tata cara pemberian izin penyelenggaraan pos yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5065);

  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5403);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan Pos.

  2. Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.

  3. Layanan Pos Universal adalah layanan pos jenis tertentu yang wajib dijamin oleh Pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia.

  4. Layanan Pos Komersial adalah layanan pos yang besaran tarif dan standar layanannya tidak ditetapkan oleh Pemerintah.

  5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pos.

  7. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang pos.

Pasal 2

  1. Penyelenggaraan Pos dilaksanakan untuk keperluan:

    1. Layanan Pos Komersial;

    2. Layanan Pos Universal;

    3. Pos Dinas Militer; dan/atau

    4. Pos Dinas Lainnya.

  2. Layanan Pos Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas jasa pos.

  3. Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang dijamin oleh Pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  4. Pos Dinas Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang bersifat non-komersial untuk keperluan militer.

  5. Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang perlu dijamin kerahasiaannya demi kepentingan negara.

Pasal 3

Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, yang terdiri atas:

  1. Badan Usaha Milik Negara;

  2. Badan Usaha Milik Daerah;

  3. Badan Usaha Milik Swasta; dan

  4. Koperasi.

Pasal 4

  1. Penyelenggara Pos wajib mendapatkan izin Penyelenggaraan Pos dari Direktur Jenderal.

  2. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri setiap penerbitan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak izin Penyelenggaraan Pos ditetapkan.

Pasal 5

Jenis izin Penyelenggaraan Pos terdiri dari:

  1. izin Penyelenggaraan Pos nasional;

  2. izin Penyelenggaraan Pos provinsi; dan

  3. izin Penyelenggaraan Pos kabupaten/kota.

Pasal 6

  1. Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat mencakup layanan:

    1. komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;

    2. paket;

    3. logistik;

    4. transaksi keuangan; dan/atau

    5. keagenan pos.

  2. Layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a produk layanannya berupa surat, warkat pos, kartu pos, barang cetakan, dokumen dan bungkusan kecil sampai dengan berat 2 (dua) kilogram dan/atau sekogram sampai dengan 7 (tujuh) kilogram.

  3. Layanan paket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b produk layanannya berupa barang atau sejumlah barang yang dibungkus menjadi satu dan dikirimkan sebagai satu kesatuan yang peka waktu tidak termasuk produk layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik.

  4. Layanan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c produk layanannya berupa barang di luar paket dimana tidak dibatasi dengan tingkat berat dan ukuran tertentu melalui proses secara berkesinambungan yang dilakukan dengan sistem manajemen pengelolaan.

  5. Layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d produk layanannya berupa uang, giro, dan wesel melalui kegiatan penyetoran, penyimpanan, pemindahbukuan, pendistribusian, dan pembayaran dari dan/atau untuk pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  6. Layanan keagenan pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e produk layanannya berupa penyediaan sarana dan prasarana layanan pos yang diselenggarakan melalui perjanjian kerjasama yang disepakati oleh Penyelenggara Pos dan pihak lain.

Pasal 7

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos nasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. akta pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Pasal 8

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos provinsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. akta pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Pasal 9

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Pasal 10

Penambahan jenis layanan Penyelenggaraan Pos dapat dilaksanakan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.

Pasal 11

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos yang diajukan oleh badan usaha yang sebagian modal dan/atau sahamnya dimiliki oleh asing, termasuk usaha patungan dengan Penyelenggara Pos asing, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9, juga harus dilengkapi dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang di bidang permodalan atau investasi.

Pasal 12

  1. Permohonan izin Penyelenggaraan Pos diajukan kepada Direktur Jenderal sesuai dengan jenis izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

  2. Permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Untuk jenis layanan logistik dan layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan huruf d yang prosesnya terkait dengan kewenangan instansi lain, proses perizinannya harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan pemenuhan persyaratan permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11.

Pasal 14

  1. Dalam hal diperlukan, pemohon izin Penyelenggaraan Pos harus memberikan penjelasan rencana usaha melalui paparan sesuai dengan permohonan izin yang diajukan.

  2. Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan melalui evaluasi dan klarifikasi terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11.

  3. Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap komitmen rencana usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 8 ayat (1) huruf d, dan Pasal 9 ayat (1) huruf d.

  4. Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada pemohon secara tertulis melalui surat dan/atau surat elektronik paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan izin diterima.

  5. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, pemohon diberi kesempatan untuk memperbaiki dan melengkapi persyaratan yang diperlukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan diterima.

  6. Dalam hal pemohon tidak melengkapi persyaratan yang diperlukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) permohonan izin Penyelenggaraan Pos dianggap batal.

Pasal 15

  1. Izin Penyelenggaraan Pos ditetapkan dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan.

  2. Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya Izin.

  3. Surat perintah membayar biaya izin diberitahukan kepada Pemohon secara tertulis melalui surat dan/atau email.

  4. Dalam hal Pemohon mengabaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhitung 14 (empat belas) hari kerja sejak ditetapkannya Surat Perintah Membayar maka izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut.

Pasal 16

  1. Pemohon wajib membayar biaya izin Penyelenggaraan Pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyerahkan bukti pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).

  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang disetor ke kas negara.

Pasal 17

Izin Penyelenggaraan Pos berlaku selama Penyelenggara Pos masih menjalankan kegiatan usaha dan memenuhi kewajibannya

Pasal 18

Penyelenggara Pos berhak:

  1. melakukan Penyelenggaraan Pos dengan memungut biaya;

  2. menetapkan syarat-syarat dan tata cara yang harus dipenuhi oleh pemakai jasa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang memuat:

    1. hak dan kewajiban; dan/atau

    2. tata cara tuntutan ganti rugi, resiko dan larangan-larangan serta hal-hal lain yang dianggap perlu.

  3. menyelenggarakan layanan pos dari dan ke luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

  1. Penyelenggara Pos wajib:

    1. melakukan Penyelenggaraan Pos paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberikan izin Penyelenggaraan Pos;

    2. menempatkan surat izin Penyelenggaraan Pos, daftar tarif, syarat-syarat kiriman, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing layanan pada tempat yang mudah dilihat oleh pengguna jasa;

    3. membayar ganti rugi kepada pengirim atas hilangnya, rusaknya sebagian, dan/atau rusaknya seluruh isi kiriman, yang dikirim sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

    4. memberikan tanda bukti kiriman kepada pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5. melaporkan kepada yang berwajib apabila mengetahui dan/atau menduga ada barang kiriman yang berisi benda-benda yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    6. menyampaikan laporan kegiatan operasional setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal;

    7. melaporkan setiap kali terjadi perubahan akta pendirian atau susunan pemegang saham dan/atau besaran kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar, perubahan alamat, penggantian penanggung jawab/pimpinan penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terjadinya perubahan tersebut kepada Direktur Jenderal; dan

    8. melaporkan perluasan wilayah usahanya kepada Direktur Jenderal.

  2. Laporan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, memuat paling sedikit:

    1. jenis layanan;

    2. jumlah produksi;

    3. tarif layanan;

    4. pencapaian terhadap standar layanan;

    5. analisis / laporan keuangan;

    6. wilayah operasi; dan

    7. jumlah sumber daya manusia.

  3. Melaksanakan kegiatan sesuai Standar Pelayanan yang diatur dalam Peraturan Menteri.

  4. Laporan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 20

Penyelenggara Pos bertanggung jawab terhadap:

  1. keamanan dan keselamatan atas kegiatan yang dilakukan;

  2. keterlambatan, hilang, rusak sebagian, dan/atau rusak seluruh isi kiriman;

  3. semua hal yang telah diperjanjikan dengan berbagai pihak dan menyelesaikan segala tuntutan yang sah;

  4. segala akibat pengiriman layanan Pos yang menggunakan dokumen-dokumen yang telah diterbitkannya; dan

  5. penyerahan kiriman layanan Pos kepada penerima.

Pasal 21

  1. Pemindahtanganan Izin Penyelenggaraan Pos wajib mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal.

  2. Permohonan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal.

  3. Permohonan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terlebih dahulu melalui evaluasi oleh Direktur Jenderal.

  4. Pemindahtanganan hanya dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pos yang tidak dalam masa sanksi administrasi.

  5. Permohonan Pemindahtanganan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit:

    1. uraian stuktur direksi/pengurus yang lama dan yang diinginkan;

    2. rencana usaha setelah perubahan kepemilikan saham;

    3. surat perjanjian rencana perubahan Pemindahtanganan Izin yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan; dan

    4. identitas pihak-pihak yang berkepentingan.

  6. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri atas setiap persetujuan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak persetujuan diberikan.

  7. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 22

  1. Penyelenggara Pos yang telah memiliki izin Penyelenggaraan Pos yang melakukan perubahan nama badan usaha wajib mendapat persetujuan Direktur Jenderal.

  2. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pos yang tidak dalam masa sanksi administrasi.

  3. Penyesuaian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Penyesuaian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal dikenakan biaya izin.

  5. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri atas setiap penyesuaian izin nama badan usaha Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak persetujuan ditetapkan.

  6. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 23

  1. Penyelenggara Pos yang melakukan perluasan wilayah usaha dan layanan keagenan pos untuk Penyelenggaraan Pos Nasional dan/atau Provinsi wajib melapor kepada Direktur Jenderal sesuai dengan format pelaporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 24

  1. Layanan keagenan pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

  2. Dalam hal layanan keagenan pos melakukan kegiatan pengumpulan, pemrosesan, pengangkutan, dan penyampaian kiriman pos, wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Pos.

Pasal 25

  1. Menteri dapat menugaskan kepada Penyelenggara Pos yang melakukan Layanan Pos Komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan jika:

    1. terlaksananya penyehatan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara dalam rangka menghadapi pembukaan akses pasar; dan

    2. terpenuhi kebutuhan biaya penyelenggaraan Layanan Pos Universal melalui kontribusi Penyelenggara Pos yang besarannya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

Setiap kiriman surat yang dilakukan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk Layanan Pos Universal harus menggunakan prangko.

Pasal 27

Penyelenggaraan Pos Dinas Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diatur oleh Menteri bersama-sama dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan.

Pasal 28

  1. Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dapat ditugaskan kepada Penyelenggara Pos.

  2. Penyelenggara Pos yang ditugaskan melaksanakan Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri, dengan persyaratan:

    1. memiliki jaringan layanan milik sendiri di setiap kabupaten/kota seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    2. memenuhi standar kualitas layanan yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    3. membuat surat pernyataan kesanggupan menjaga kerahasiaan negara.

  3. Dalam hal Penyelenggara Pos tidak ada yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat menugaskan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk melaksanakan Layanan Pos Dinas lainnya.

Pasal 29

Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya oleh Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dapat menyediakan layanan kiriman berupa:

  1. uang dan kertas berharga yang merupakan bukti dalam suatu perkara;

  2. obat cacar, vaksin, dan yang sejenis, yang dikirim oleh lembaga yang ditunjuk atau atas namanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. bahan penyakit menular yang dialamatkan kepada laboratorium resmi atau kepada pejabat yang bertugas memberantas penyakit menular, dengan syarat pembungkusannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. binatang hidup yang diizinkan pengirimannya melalui Pos;

  5. bahan radio aktif yang dikirim oleh lembaga yang ditunjuk, dengan syarat pembungkusannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  6. bahan narkotika dan bahan yang sejenis serta obat terlarang yang dikirim oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  7. alat-alat pembungkus bahan penyakit menular yang sudah atau belum dipakai yang dikirim antar-laboratorium resmi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;

  8. kiriman diplomatik;

  9. kiriman pos militer; dan

  10. kiriman dengan klasifikasi rahasia untuk kepentingan negara.

Pasal 30

  1. Direktur Jenderal melakukan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

  2. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi dalam rangka peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos.

  3. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

  4. Hasil Monitoring dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Menteri.

  5. Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bahan evaluasi izin Penyelenggaraan Pos.

Pasal 31

Direktur Jenderal melaksanakan pencatatan data dan informasi Penyelenggaraan Pos dalam format database berbasis teknologi informasi.

Pasal 32

Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat melibatkan pemangku kepentingan di bidang pos.

Pasal 33

  1. Evaluasi Penyelenggaraan Pos secara menyeluruh dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun terhadap kepatuhan Penyelenggaraan Pos.

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya digunakan sebagai bahan dasar untuk mempertimbangkan keputusan penilaian terhadap kelayakan Penyelenggara Pos dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Pasal 34

Direktur Jenderal melakukan penilaian kepatuhan terhadap realisasi komitmen rencana usaha Penyelenggara Pos setiap 1 (satu) tahun.

Pasal 35

  1. Pencegahan dan Penertiban terhadap Penyelenggara Pos dilakukan dengan mempertimbangkan hasil monitoring dan evaluasi Penyelenggaraan Pos.

  2. Pencegahan dan Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan yang bersifat edukatif, persuasif dan represif.

Pasal 36

  1. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), Pasal 21 ayat (7), Pasal 22 ayat (6), dan/atau Pasal 23 ayat (2) dapat berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. denda; dan/atau

    3. pencabutan izin.

  2. Pengenaan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap salah satu jenis layanan, tidak mengakibatkan terjadinya pengenaan sanksi administratif pada jenis layanan lainnya, dan izin penyelenggaraannya akan disesuaikan.

Pasal 37

  1. Penyelenggara jasa titipan yang tidak melakukan penyesuaian izin menjadi izin Penyelenggara Pos, izin penyelenggara jasa titipan dinyatakan tidak berlaku.

  2. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Penyelenggara Pos yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Jasa Titipan dinyatakan tidak berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini sejak tanggal diundangkan.

Pasal 38

Dalam hal penyehatan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara dan kontribusi Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) belum dapat dilaksanakan, maka Menteri menunjuk Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos; dan

  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 7 TAHUN 2017
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan dan percepatan pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2016 dan Nawacita serta mewujudkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara di bidang ekonomi dan investasi di Indonesia, perlu dilakukan simplifikasi regulasi terkait persyaratan dan tata cara pemberian izin penyelenggaraan pos yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5065);

  3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5403);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan Pos.

  2. Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.

  3. Layanan Pos Universal adalah layanan pos jenis tertentu yang wajib dijamin oleh Pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia.

  4. Layanan Pos Komersial adalah layanan pos yang besaran tarif dan standar layanannya tidak ditetapkan oleh Pemerintah.

  5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pos.

  7. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang pos.

BAB II

PENYELENGGARAAN POS

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

  1. Penyelenggaraan Pos dilaksanakan untuk keperluan:

    1. Layanan Pos Komersial;

    2. Layanan Pos Universal;

    3. Pos Dinas Militer; dan/atau

    4. Pos Dinas Lainnya.

  2. Layanan Pos Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas jasa pos.

  3. Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang dijamin oleh Pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  4. Pos Dinas Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos yang bersifat non-komersial untuk keperluan militer.

  5. Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kegiatan Penyelenggaraan Pos oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang perlu dijamin kerahasiaannya demi kepentingan negara.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Pos

Pasal 3

Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, yang terdiri atas:

  1. Badan Usaha Milik Negara;

  2. Badan Usaha Milik Daerah;

  3. Badan Usaha Milik Swasta; dan

  4. Koperasi.

Bagian Ketiga

Izin Penyelenggaraan Pos

Pasal 4

  1. Penyelenggara Pos wajib mendapatkan izin Penyelenggaraan Pos dari Direktur Jenderal.

  2. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri setiap penerbitan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak izin Penyelenggaraan Pos ditetapkan.

Pasal 5

Jenis izin Penyelenggaraan Pos terdiri dari:

  1. izin Penyelenggaraan Pos nasional;

  2. izin Penyelenggaraan Pos provinsi; dan

  3. izin Penyelenggaraan Pos kabupaten/kota.

Bagian Keempat

Layanan Penyelenggaraan Pos

Pasal 6

  1. Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat mencakup layanan:

    1. komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;

    2. paket;

    3. logistik;

    4. transaksi keuangan; dan/atau

    5. keagenan pos.

  2. Layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a produk layanannya berupa surat, warkat pos, kartu pos, barang cetakan, dokumen dan bungkusan kecil sampai dengan berat 2 (dua) kilogram dan/atau sekogram sampai dengan 7 (tujuh) kilogram.

  3. Layanan paket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b produk layanannya berupa barang atau sejumlah barang yang dibungkus menjadi satu dan dikirimkan sebagai satu kesatuan yang peka waktu tidak termasuk produk layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik.

  4. Layanan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c produk layanannya berupa barang di luar paket dimana tidak dibatasi dengan tingkat berat dan ukuran tertentu melalui proses secara berkesinambungan yang dilakukan dengan sistem manajemen pengelolaan.

  5. Layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d produk layanannya berupa uang, giro, dan wesel melalui kegiatan penyetoran, penyimpanan, pemindahbukuan, pendistribusian, dan pembayaran dari dan/atau untuk pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  6. Layanan keagenan pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e produk layanannya berupa penyediaan sarana dan prasarana layanan pos yang diselenggarakan melalui perjanjian kerjasama yang disepakati oleh Penyelenggara Pos dan pihak lain.

BAB III

PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN

Bagian Kesatu

Persyaratan

Paragraf 1

Penyelenggaraan Pos Nasional

Pasal 7

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos nasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. akta pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Paragraf 2

Penyelenggaraan Pos Provinsi

Pasal 8

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos provinsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. akta pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Paragraf 3

Penyelenggaraan Pos KabupatenKota

Pasal 9

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. pendirian badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang salah satu usahanya di bidang Penyelenggaraan Pos dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;

  2. memiliki modal paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  4. proposal rencana usaha 5 (lima) tahun yang berisi:

    1. profil badan usaha, struktur permodalan, susunan direksi atau pengurus, dan dewan komisaris atau pengawas;

    2. aspek teknis;

    3. aspek bisnis; dan

    4. aspek keuangan.

  5. surat keterangan domisili tempat usaha; dan

  6. surat pakta integritas pemohon.

Paragraf 4

Penambahan Jenis Layanan Penyelenggaraan Pos

Pasal 10

Penambahan jenis layanan Penyelenggaraan Pos dapat dilaksanakan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.

Paragraf 5

Kepemilikan Modal danatau Saham Asing

Pasal 11

Permohonan izin Penyelenggaraan Pos yang diajukan oleh badan usaha yang sebagian modal dan/atau sahamnya dimiliki oleh asing, termasuk usaha patungan dengan Penyelenggara Pos asing, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9, juga harus dilengkapi dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang di bidang permodalan atau investasi.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemberian Izin

Pasal 12

  1. Permohonan izin Penyelenggaraan Pos diajukan kepada Direktur Jenderal sesuai dengan jenis izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan jenis layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

  2. Permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Untuk jenis layanan logistik dan layanan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan huruf d yang prosesnya terkait dengan kewenangan instansi lain, proses perizinannya harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan pemenuhan persyaratan permohonan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11.

Pasal 14

  1. Dalam hal diperlukan, pemohon izin Penyelenggaraan Pos harus memberikan penjelasan rencana usaha melalui paparan sesuai dengan permohonan izin yang diajukan.

  2. Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan melalui evaluasi dan klarifikasi terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11.

  3. Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap komitmen rencana usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 8 ayat (1) huruf d, dan Pasal 9 ayat (1) huruf d.

  4. Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada pemohon secara tertulis melalui surat dan/atau surat elektronik paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan izin diterima.

  5. Dalam hal hasil verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, pemohon diberi kesempatan untuk memperbaiki dan melengkapi persyaratan yang diperlukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan diterima.

  6. Dalam hal pemohon tidak melengkapi persyaratan yang diperlukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) permohonan izin Penyelenggaraan Pos dianggap batal.

Pasal 15

  1. Izin Penyelenggaraan Pos ditetapkan dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan.

  2. Izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya Izin.

  3. Surat perintah membayar biaya izin diberitahukan kepada Pemohon secara tertulis melalui surat dan/atau email.

  4. Dalam hal Pemohon mengabaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhitung 14 (empat belas) hari kerja sejak ditetapkannya Surat Perintah Membayar maka izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut.

Bagian Ketiga

Biaya Izin

Pasal 16

  1. Pemohon wajib membayar biaya izin Penyelenggaraan Pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyerahkan bukti pembayaran biaya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).

  2. Biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang disetor ke kas negara.

Bagian Keempat

Masa Berlaku Izin

Pasal 17

Izin Penyelenggaraan Pos berlaku selama Penyelenggara Pos masih menjalankan kegiatan usaha dan memenuhi kewajibannya

BAB IV

HAK KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB PENYELENGGARA POS

Bagian Kesatu

Hak Penyelenggara Pos

Pasal 18

Penyelenggara Pos berhak:

  1. melakukan Penyelenggaraan Pos dengan memungut biaya;

  2. menetapkan syarat-syarat dan tata cara yang harus dipenuhi oleh pemakai jasa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang memuat:

    1. hak dan kewajiban; dan/atau

    2. tata cara tuntutan ganti rugi, resiko dan larangan-larangan serta hal-hal lain yang dianggap perlu.

  3. menyelenggarakan layanan pos dari dan ke luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban Penyelenggara Pos

Pasal 19

  1. Penyelenggara Pos wajib:

    1. melakukan Penyelenggaraan Pos paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberikan izin Penyelenggaraan Pos;

    2. menempatkan surat izin Penyelenggaraan Pos, daftar tarif, syarat-syarat kiriman, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) masing-masing layanan pada tempat yang mudah dilihat oleh pengguna jasa;

    3. membayar ganti rugi kepada pengirim atas hilangnya, rusaknya sebagian, dan/atau rusaknya seluruh isi kiriman, yang dikirim sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

    4. memberikan tanda bukti kiriman kepada pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5. melaporkan kepada yang berwajib apabila mengetahui dan/atau menduga ada barang kiriman yang berisi benda-benda yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    6. menyampaikan laporan kegiatan operasional setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal;

    7. melaporkan setiap kali terjadi perubahan akta pendirian atau susunan pemegang saham dan/atau besaran kepemilikan saham, perubahan anggaran dasar, perubahan alamat, penggantian penanggung jawab/pimpinan penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terjadinya perubahan tersebut kepada Direktur Jenderal; dan

    8. melaporkan perluasan wilayah usahanya kepada Direktur Jenderal.

  2. Laporan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, memuat paling sedikit:

    1. jenis layanan;

    2. jumlah produksi;

    3. tarif layanan;

    4. pencapaian terhadap standar layanan;

    5. analisis / laporan keuangan;

    6. wilayah operasi; dan

    7. jumlah sumber daya manusia.

  3. Melaksanakan kegiatan sesuai Standar Pelayanan yang diatur dalam Peraturan Menteri.

  4. Laporan kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Bagian Ketiga

Tanggung Jawab Penyelenggara Pos

Pasal 20

Penyelenggara Pos bertanggung jawab terhadap:

  1. keamanan dan keselamatan atas kegiatan yang dilakukan;

  2. keterlambatan, hilang, rusak sebagian, dan/atau rusak seluruh isi kiriman;

  3. semua hal yang telah diperjanjikan dengan berbagai pihak dan menyelesaikan segala tuntutan yang sah;

  4. segala akibat pengiriman layanan Pos yang menggunakan dokumen-dokumen yang telah diterbitkannya; dan

  5. penyerahan kiriman layanan Pos kepada penerima.

BAB V

PEMINDAHTANGANAN IZIN DAN PERLUASAN WILAYAH USAHA

Bagian Kesatu

Pemindahtanganan Izin

Pasal 21

  1. Pemindahtanganan Izin Penyelenggaraan Pos wajib mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal.

  2. Permohonan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal.

  3. Permohonan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terlebih dahulu melalui evaluasi oleh Direktur Jenderal.

  4. Pemindahtanganan hanya dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pos yang tidak dalam masa sanksi administrasi.

  5. Permohonan Pemindahtanganan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit:

    1. uraian stuktur direksi/pengurus yang lama dan yang diinginkan;

    2. rencana usaha setelah perubahan kepemilikan saham;

    3. surat perjanjian rencana perubahan Pemindahtanganan Izin yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan; dan

    4. identitas pihak-pihak yang berkepentingan.

  6. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri atas setiap persetujuan pemindahtanganan izin Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak persetujuan diberikan.

  7. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Bagian Kedua

Perubahan Nama Badan Usaha Pemilik Izin

Pasal 22

  1. Penyelenggara Pos yang telah memiliki izin Penyelenggaraan Pos yang melakukan perubahan nama badan usaha wajib mendapat persetujuan Direktur Jenderal.

  2. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Penyelenggara Pos yang tidak dalam masa sanksi administrasi.

  3. Penyesuaian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Penyesuaian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal dikenakan biaya izin.

  5. Direktur Jenderal melaporkan secara tertulis kepada Menteri atas setiap penyesuaian izin nama badan usaha Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak persetujuan ditetapkan.

  6. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Bagian Ketiga

Perluasan Wilayah Usaha dan Keagenan Pos

Pasal 23

  1. Penyelenggara Pos yang melakukan perluasan wilayah usaha dan layanan keagenan pos untuk Penyelenggaraan Pos Nasional dan/atau Provinsi wajib melapor kepada Direktur Jenderal sesuai dengan format pelaporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

Pasal 24

  1. Layanan keagenan pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

  2. Dalam hal layanan keagenan pos melakukan kegiatan pengumpulan, pemrosesan, pengangkutan, dan penyampaian kiriman pos, wajib memperoleh izin Penyelenggaraan Pos.

BAB VI

PENYELENGGARAAN LAYANAN POS UNIVERSAL

Pasal 25

  1. Menteri dapat menugaskan kepada Penyelenggara Pos yang melakukan Layanan Pos Komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan jika:

    1. terlaksananya penyehatan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara dalam rangka menghadapi pembukaan akses pasar; dan

    2. terpenuhi kebutuhan biaya penyelenggaraan Layanan Pos Universal melalui kontribusi Penyelenggara Pos yang besarannya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26

Setiap kiriman surat yang dilakukan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk Layanan Pos Universal harus menggunakan prangko.

BAB VII

PENYELENGGARAAN POS UNTUK KEPERLUAN MILITER DAN DINAS LAINNYA

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Pos Dinas Militer

Pasal 27

Penyelenggaraan Pos Dinas Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diatur oleh Menteri bersama-sama dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya

Pasal 28

  1. Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dapat ditugaskan kepada Penyelenggara Pos.

  2. Penyelenggara Pos yang ditugaskan melaksanakan Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri, dengan persyaratan:

    1. memiliki jaringan layanan milik sendiri di setiap kabupaten/kota seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    2. memenuhi standar kualitas layanan yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    3. membuat surat pernyataan kesanggupan menjaga kerahasiaan negara.

  3. Dalam hal Penyelenggara Pos tidak ada yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat menugaskan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk melaksanakan Layanan Pos Dinas lainnya.

Pasal 29

Penyelenggaraan Pos Dinas Lainnya oleh Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dapat menyediakan layanan kiriman berupa:

  1. uang dan kertas berharga yang merupakan bukti dalam suatu perkara;

  2. obat cacar, vaksin, dan yang sejenis, yang dikirim oleh lembaga yang ditunjuk atau atas namanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. bahan penyakit menular yang dialamatkan kepada laboratorium resmi atau kepada pejabat yang bertugas memberantas penyakit menular, dengan syarat pembungkusannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  4. binatang hidup yang diizinkan pengirimannya melalui Pos;

  5. bahan radio aktif yang dikirim oleh lembaga yang ditunjuk, dengan syarat pembungkusannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  6. bahan narkotika dan bahan yang sejenis serta obat terlarang yang dikirim oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  7. alat-alat pembungkus bahan penyakit menular yang sudah atau belum dipakai yang dikirim antar-laboratorium resmi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;

  8. kiriman diplomatik;

  9. kiriman pos militer; dan

  10. kiriman dengan klasifikasi rahasia untuk kepentingan negara.

BAB VIII

PENGENDALIAN

Pasal 30

  1. Direktur Jenderal melakukan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

  2. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi dalam rangka peningkatan dan pengembangan Penyelenggaraan Pos.

  3. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

  4. Hasil Monitoring dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Menteri.

  5. Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bahan evaluasi izin Penyelenggaraan Pos.

Pasal 31

Direktur Jenderal melaksanakan pencatatan data dan informasi Penyelenggaraan Pos dalam format database berbasis teknologi informasi.

Pasal 32

Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat melibatkan pemangku kepentingan di bidang pos.

Pasal 33

  1. Evaluasi Penyelenggaraan Pos secara menyeluruh dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun terhadap kepatuhan Penyelenggaraan Pos.

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya digunakan sebagai bahan dasar untuk mempertimbangkan keputusan penilaian terhadap kelayakan Penyelenggara Pos dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Pasal 34

Direktur Jenderal melakukan penilaian kepatuhan terhadap realisasi komitmen rencana usaha Penyelenggara Pos setiap 1 (satu) tahun.

Pasal 35

  1. Pencegahan dan Penertiban terhadap Penyelenggara Pos dilakukan dengan mempertimbangkan hasil monitoring dan evaluasi Penyelenggaraan Pos.

  2. Pencegahan dan Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan yang bersifat edukatif, persuasif dan represif.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 36

  1. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), Pasal 21 ayat (7), Pasal 22 ayat (6), dan/atau Pasal 23 ayat (2) dapat berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. denda; dan/atau

    3. pencabutan izin.

  2. Pengenaan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap salah satu jenis layanan, tidak mengakibatkan terjadinya pengenaan sanksi administratif pada jenis layanan lainnya, dan izin penyelenggaraannya akan disesuaikan.

BAB X

KETENTUAN LAINLAIN

Pasal 37

  1. Penyelenggara jasa titipan yang tidak melakukan penyesuaian izin menjadi izin Penyelenggara Pos, izin penyelenggara jasa titipan dinyatakan tidak berlaku.

  2. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Penyelenggara Pos yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Jasa Titipan dinyatakan tidak berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini sejak tanggal diundangkan.

Pasal 38

Dalam hal penyehatan Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara dan kontribusi Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) belum dapat dilaksanakan, maka Menteri menunjuk Penyelenggara Pos Badan Usaha Milik Negara untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos;

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos; dan

  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Januari 2017

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Februari 2017

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penyelenggaraan Pos
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 7
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 24-01-2017  /  07-02-2017
Sumber

LL : 24 hlm.
BN (232)
Lamp.: 34 hlm.

Subjek PENYELENGGARAAN POS – TATA CARA
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No.32 Tahun 2014

PERMENKOMINFO No.9 Tahun 2015

PERMENKOMINFO No.9 Tahun 2016

Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 4 Tahun 2021

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran