Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta

menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuanPasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2), Pasal 7 ayat (11), dan Pasal 11 ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4566);

  6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2005;

  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2005;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Departemen Komunikasi dan Informatika.

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran, Penyiaran, Spektrum Frekuensi Radio, Forum Rapat Bersama, dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

  2. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disebut LPS adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.

  3. Komisi Penyiaran Indonesia, selanjutnya disebut KPI, adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah, sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

  4. Uji Coba Siaran adalah siaran percobaan yang dilakukan oleh Pemohon sesuai dengan materi uji coba siaran, dalam rangka mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran.

  5. Evaluasi Uji Coba Siaran adalah pengujian dan penilaian atas penyelenggaraan uji coba siaran yang dilakukan oleh Tim Uji Coba Siaran.

  6. Stasiun Penyiaran/studio adalah tempat diselenggarakan acara siaran radio atau televisi secara tetap.

  7. Stasiun Pemancar adalah tempat beradanya perangkat transmisi penyiaran yang berfungsi untuk memancarluaskan siaran radio atau televisi.

  8. Wilayah jangkauan siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan yang dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima dengan baik dan jelas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi radio lainnya.

  9. Pemohon adalah perseorangan, warga negara Indonesia, yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum Indonesia.10.Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

Pasal 2

  1. LPS jasa penyiaran radio secara analog dapat menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. penyiaran radio AM/MW yang menggunakan pita frekuensi MF harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional, antara lain mengenai frekuensi, jadual penggunaan frekuensi, daya pancar, sistem antenna, dan wilayah jangkauan siaran;

    2. penyiaran radio FM yang menggunakan pita frekuensi VHF harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional antara lain mengenai frekuensi, daya pancar, dan wilayah jangkauan siaran.

  2. LPS jasa penyiaran televisi secara analog dapat menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial dengan menggunakan pita frekuensi VHF dan/atau UHF dan harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional.

  3. Ketentuan penggunaan pita frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mengikuti rencana induk frekuensi termasuk rencana migrasi dari analog ke digital.

Pasal 3

LPS yang menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial yang berjaringan dapat menggunakan satelit untuk mendistribusikan siarannya ke anggota jaringan dengan ketentuan:

  1. mengutamakan penggunaan satelit domestik; dan/atau

  2. dapat menggunakan satelit asing yang telah memperoleh hak labuh (landing right) di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 4

  1. Pendirian LPS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1. didirikan oleh warga negara Indonesia;

    2. didirikan dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa perseroan terbatas;

    3. bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi; dan

    4. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

  2. Setiap gedung stasiun penyiaran/studio dan/atau stasiun pemancar harus memasang identitas berupa papan nama yang jelas dan mudah terlihat.

Pasal 5

  1. Menteri mengumumkan secara terbuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran secara periodik setiap 5 (lima) tahun sekali untuk jasa penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun sekali untuk jasa penyiaran televisi untuk setiap wilayah jangkauan siaran atau apabila terdapat kemungkinan untuk membuka peluang usaha berdasarkan pertimbangan aspek ekonomi atau perkembangan teknologi.

  2. Untuk wilayah jangkauan siaran yang belum diumumkan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka Menteri tidak memproses permohonan izin penyelenggaraan penyiaran yang diajukan kepada Menteri.

Pasal 6

  1. LPS dalam menyelenggarakan penyiaran wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran dari Menteri.

  2. Pemohon dapat mengajukan permohonan izin penyelenggaraan penyiaran setelah ada pengumuman peluang usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1).

  3. Untuk memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan tertulis dengan mengisi Formulir Model LPS-AR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-1 dan Formulir Model LPSAT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-2 Peraturan Menteri ini.

  4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.

Pasal 7

  1. KPI melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan program siaran dan Menteri melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan data teknik penyiaran

  2. KPI dalam melakukan pemeriksaan persyaratan program siaran, berdasarkan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh KPI.

  3. Menteri dalam melakukan pemeriksaan persyaratan data teknik penyiaran berdasarkan pada rencana dasar teknik penyiaran.

  4. KPI menerbitkan rekomendasi kelayakan dan mengusulkan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio kepada Menteri.

  5. KPI memberitahukan secara tertulis kepada Menteri tentang Pemohon yang dinyatakan tidak layak menyelenggarakan penyiaran dengan melampirkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh KPI.

  6. Menteri dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterima rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), mengundang KPI dan instansi terkait untuk mengadakan Forum Rapat Bersama.

  7. Menteri dapat meminta penjelasan kepada KPI terhadap permohonan yang belum memperoleh rekomendasi setelah 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh Menteri.

  8. Apabila dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja KPI tidak memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), maka KPI dianggap sudah memberikan rekomendasi dan Menteri dapat melakukan Forum Rapat Bersama demi kepentingan publik.

  9. Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi terhadap berkas yang diterima oleh Menteri.

Pasal 8

  1. Peserta Forum Rapat Bersama terdiri dari Pemerintah, KPI, dan/atau instansi terkait.

  2. Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. Departemen Komunikasi dan Informatika yaitu Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi termasuk Balai Monitor atau Loka Monitor Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

    2. Unsur Pemerintah Provinsi yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

  3. Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain Departemen Perhubungan atau administrator pelabuhan udara apabila lokasi stasiun pemancar berada disekitar pelabuhan udara.

  4. Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara tertutup.

Pasal 9

Tempat penyelenggaraan Forum Rapat Bersama dapat dilaksanakan di Jakarta atau di daerah lain dalam wilayah Indonesia.

Pasal 10

  1. Menteri mengundang peserta Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

  2. Peserta Forum Rapat Bersama dari KPI menyiapkan materi yang terkait dengan rekomendasi kelayakan dan usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio.

  3. Pemerintah menyiapkan materi yang terkait dengan rencana induk (master plan) frekuensi, sarana dan prasarana pendukung.

Pasal 11

Apabila KPI tidak hadir dalam Forum Rapat Bersama setelah diundang oleh Menteri sebanyak 2 (dua) kali tanpa memberikan penjelasan secara tertulis yang dapat diterima, maka Menteri dapat melaksanakan Forum Rapat Bersama.

Pasal 12

  1. Pelaksanaan Forum Rapat Bersama dipimpin oleh Pemerintah.

  2. Forum Rapat Bersama membahas antara lain:

    1. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI

    2. Usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio dari KPI

  3. Apabila dalam Forum Rapat Bersama KPI tidak menyampaikan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio atau KPI tidak hadir tanpa keterangan yang dapat diterima, maka Menteri dapat menetapkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi Pemohon yang memenuhi persyaratan.

Pasal 13

  1. Izin Penyelenggaraan Penyiaran diberikan kepada Pemohon sesuai dengan ketersediaan frekuensi dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran.

  2. Apabila pada satu wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang disampaikan oleh KPI kepada Menteri tidak melebihi jumlah frekuensi yang tersedia dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka FRB melakukan penilaian bersama terhadap rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI serta terpenuhinya persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran.

  3. Apabila pada satu wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang disampaikan oleh KPI kepada Menteri melebihi jumlah frekuensi yang tersedia dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka dilakukan seleksi setelah dilakukan evaluasi persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran.

Pasal 14

  1. Seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3) dilakukan dengan cara:

    1. Evaluasi komparatif, atau

    2. Lelang.

  2. Apabila diperlukan untuk kepentingan proses lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Menteri dapat mengundang Pemohon untuk mengikuti Forum Rapat Bersama.

  3. Tata cara dan kriteria seleksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 15

  1. Keputusan Forum Rapat Bersama dapat berupa:

    1. Persetujuan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon yang telah memenuhi persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran serta mendapatkan persetujuan alokasi frekuensi.

    2. Penolakan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon yang tidak memenuhi persyaratan administrasi, program siaran, data teknik penyiaran atau tidak mendapatkan persetujuan alokasi frekuensi.

  2. Hasil Forum Rapat Bersama berupa Berita Acara dalam 2 (dua) rangkap dan bermeterai cukup.

  3. Berita Acara berisikan:

    1. persetujuan atau penolakan Izin Penyelenggaraan Penyiaran;

    2. usulan keanggotaan Tim Evaluasi Masa Uji coba Siaran tingkat provinsi di lokasi wilayah layanan penyiaran, dengan jangka waktu uji coba siaran yang telah ditetapkan bersama;

  4. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Menteri sebagai dasar untuk menetapkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran berupa izin prinsip untuk melaksanakan uji coba siaran.

Pasal 16

Pengambilan keputusan untuk satu wilayah layanan dalam Forum Rapat Bersama dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 17

Biaya pelaksanaan Forum Rapat Bersama dibebankan pada anggaran Departemen Komunikasi dan Informatika.

Pasal 18

  1. Menteri menerbitkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran berupa Izin Prinsip untuk melakukan uji coba siaran paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama.

  2. Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya Izin Prinsip.

  3. Menteri memberikan surat penolakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama

Pasal 19

  1. Setelah mendapatkan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), LPS wajib melakukan masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 1 (satu) tahun untuk jasa penyiaran televisi dan hanya dapat diperpanjang satu kali setelah dilakukan evaluasi.

  2. Masa uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. Pengurusan proses penetapan frekuensi atau Izin Stasiun Radio (ISR);

    2. Pengurusan perizinan lainnya yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    3. pelaksanaan pembangunan infrastruktur;

    4. Pelaksanaan uji coba siaran;

    5. Evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran.

  3. LPS dalam membangun stasiun penyiaran/studio dan stasiun pemancar harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di daerah setempat, antara lain perizinan tempat usaha, usaha perdagangan, gangguan, pendirian bangunan kantor, dan pendirian bangunan menara.

  4. Uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapatkan Izin Stasiun Radio (ISR).

  5. Materi uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. Administrasi;

    2. Program siaran;

    3. Teknik penyiaran.

  6. LPS selama pelaksanaan uji coba siaran harus menyampaikan informasi secara lisan dan/atau tertulis kepada pendengar dan/atau pemirsa bahwa siaran dilaksanakan dalam rangka uji coba siaran.

Pasal 20

  1. LPS mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk dilakukan evaluasi atas penyelenggaraan uji coba siaran selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum masa uji coba berakhir.

  2. Evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran dilakukan oleh Tim Uji Coba Siaran yang terdiri atas unsur Pemerintah dan KPI yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

  3. Selama evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran, LPS jasa penyiaran radio menyelenggarakan siaran dengan durasi paling sedikit 6 (enam) jam setiap hari dan LPS jasa penyiaran televisi menyelenggarakan siaran dengan durasi paling sedikit 1 (satu) jam setiap hari sesuai usulan program siaran dan teknik penyiaran.

  4. LPS yang dievaluasi diberi kesempatan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan sesuai kriteria penetapan lulus masa uji coba siaran selambat-lambatnya sebelum masa uji coba siaran berakhir.

Pasal 21

  1. Kriteria penetapan lulus masa uji coba siaran meliputi:

    1. persyaratan administratif;

    2. program siaran; dan

    3. teknik penyiaran.

  2. Materi penetapan lulus masa uji coba siaran sesuai Lampiran-3 untuk LPS jasa penyiaran radio dan Lampiran-4 untuk LPS jasa penyiaran televisi Peraturan Menteri ini.

  3. Kriteria dan tata cara penilaian untuk penetapan lulus masa uji coba siaran diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi.

Pasal 22

  1. Menteri menerbitkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah uji coba siaran dinyatakan lulus oleh Tim Uji Coba Siaran.

  2. Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon melalui KPI setelah menyerahkan bukti pembayaran biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

  3. Dalam hal masa uji coba siaran berakhir dan uji coba siaran dinyatakan tidak lulus oleh tim uji coba, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja Menteri mencabut Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran.

Pasal 23

  1. Pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

  2. Perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan ketentuan yang berlaku terkait dengan izin alokasi dan penggunaan frekuensi.

  3. Untuk memperoleh perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan tertulis perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dengan mengisi Formulir Model LPS-BR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-5 dan Formulir Model LPS-BT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-6 Peraturan Menteri ini.

  4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran untuk perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.

  5. Menteri menerbitkan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama.

  6. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya perpanjangan Izin.

  7. Menteri memberikan surat penolakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama

Pasal 24

  1. LPS jasa penyiaran radio dan televisi wajib membayar :

    1. biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan

    2. biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

  2. Biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

    1. terdiri atas :

    2. terdiri atas :a. Biaya Izin Prinsip;

    3. Biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran; dan

    4. Biaya perpanjangan Izin Penyelenggaran Penyiaran.

  3. Besaran biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika.

Pasal 25

  1. LPS harus terlebih dahulu melaporkan kepada Menteri setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebelum memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan mengisi Formulir Model LPS-CR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-7 dan Formulir Model LPS-CT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-8 Peraturan Menteri ini.

  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Menteri paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS.

Pasal 26

  1. LPS dapat mengajukan perubahan lokasi stasiun pemancar sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran kepada Menteri.

  2. Keputusan penolakan atau persetujuan perubahan lokasi stasiun pemancar, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio.

Pasal 27

LPS yang mengajukan permohonan perubahan lokasi stasiun pemancar yang menyebabkan perubahan wilayah jangkauan siaran sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran, diperlakukan sebagai Pemohon baru.

Pasal 28

LPS dapat mengajukan perubahan alokasi dan penggunaan frekuensi terkait dengan pertimbangan aspek teknis atau kualitas siaran, kepada Menteri untuk mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio.

Pasal 29

LPS dapat melakukan perubahan lokasi stasiun penyiaran/studio sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran setelah melaporkan kepada Menteri, dengan mengisi Formulir Model LPS-DR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-9 dan Formulir Model LPS-DT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-10 Peraturan Menteri ini.

Pasal 30

  1. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka permohonan izin penyelenggaraan penyiaran yang telah diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, diproses sebagai pemohon baru.

  2. Untuk memproses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran di masing-masing wilayah jangkauan siaran dan penerimaan permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan berakhir sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi wilayah jangkauan siaran yang permohonan izin penyelenggaraan penyiarannya telah mendapatkan rekomendasi kelayakan dari KPI dan sudah disampaikan kepada Menteri sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, yang dalam hal ini berarti peluang usaha di wilayah jangkauan siaran tersebut dinyatakan ditutup sampai ada pengumuman resmi dari Menteri tentang pembukaan kembali peluang usaha di wilayah tersebut.

Pasal 31

  1. Menteri dapat mendelegasikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini.

  2. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 32

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam peraturan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 8 TAHUN 2007
TENTANG
TATA CARA PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuanPasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2), Pasal 7 ayat (11), dan Pasal 11 ayat (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4566);

  6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2005;

  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2005;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Departemen Komunikasi dan Informatika.



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Siaran, Penyiaran, Spektrum Frekuensi Radio, Forum Rapat Bersama, dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

  2. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya disebut LPS adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.

  3. Komisi Penyiaran Indonesia, selanjutnya disebut KPI, adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah, sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

  4. Uji Coba Siaran adalah siaran percobaan yang dilakukan oleh Pemohon sesuai dengan materi uji coba siaran, dalam rangka mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran.

  5. Evaluasi Uji Coba Siaran adalah pengujian dan penilaian atas penyelenggaraan uji coba siaran yang dilakukan oleh Tim Uji Coba Siaran.

  6. Stasiun Penyiaran/studio adalah tempat diselenggarakan acara siaran radio atau televisi secara tetap.

  7. Stasiun Pemancar adalah tempat beradanya perangkat transmisi penyiaran yang berfungsi untuk memancarluaskan siaran radio atau televisi.

  8. Wilayah jangkauan siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan yang dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima dengan baik dan jelas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi radio lainnya.

  9. Pemohon adalah perseorangan, warga negara Indonesia, yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum Indonesia.
    10.Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

BAB II

PENYELENGGARAAN PENYIARAN MELALUI SISTEM TERESTRIAL

Pasal 2

  1. LPS jasa penyiaran radio secara analog dapat menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. penyiaran radio AM/MW yang menggunakan pita frekuensi MF harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional, antara lain mengenai frekuensi, jadual penggunaan frekuensi, daya pancar, sistem antenna, dan wilayah jangkauan siaran;

    2. penyiaran radio FM yang menggunakan pita frekuensi VHF harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional antara lain mengenai frekuensi, daya pancar, dan wilayah jangkauan siaran.

  2. LPS jasa penyiaran televisi secara analog dapat menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial dengan menggunakan pita frekuensi VHF dan/atau UHF dan harus mengikuti ketentuan International Telecommunication Union (ITU) dan/atau yang berlaku secara nasional.

  3. Ketentuan penggunaan pita frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mengikuti rencana induk frekuensi termasuk rencana migrasi dari analog ke digital.

Pasal 3

LPS yang menyelenggarakan penyiaran melalui sistem terestrial yang berjaringan dapat menggunakan satelit untuk mendistribusikan siarannya ke anggota jaringan dengan ketentuan:

  1. mengutamakan penggunaan satelit domestik; dan/atau

  2. dapat menggunakan satelit asing yang telah memperoleh hak labuh (landing right) di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB III

PERSYARATAN PENDIRIAN

Bagian Pertama

Tata Cara Pendirian

Pasal 4

  1. Pendirian LPS harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1. didirikan oleh warga negara Indonesia;

    2. didirikan dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa perseroan terbatas;

    3. bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi; dan

    4. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

  2. Setiap gedung stasiun penyiaran/studio dan/atau stasiun pemancar harus memasang identitas berupa papan nama yang jelas dan mudah terlihat.

Bagian Kedua

Tata Cara Perizinan

Pasal 5

  1. Menteri mengumumkan secara terbuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran secara periodik setiap 5 (lima) tahun sekali untuk jasa penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun sekali untuk jasa penyiaran televisi untuk setiap wilayah jangkauan siaran atau apabila terdapat kemungkinan untuk membuka peluang usaha berdasarkan pertimbangan aspek ekonomi atau perkembangan teknologi.

  2. Untuk wilayah jangkauan siaran yang belum diumumkan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka Menteri tidak memproses permohonan izin penyelenggaraan penyiaran yang diajukan kepada Menteri.

Pasal 6

  1. LPS dalam menyelenggarakan penyiaran wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran dari Menteri.

  2. Pemohon dapat mengajukan permohonan izin penyelenggaraan penyiaran setelah ada pengumuman peluang usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1).

  3. Untuk memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan tertulis dengan mengisi Formulir Model LPS-AR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-1 dan Formulir Model LPSAT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-2 Peraturan Menteri ini.

  4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.

Pasal 7

  1. KPI melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan program siaran dan Menteri melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi dan data teknik penyiaran

  2. KPI dalam melakukan pemeriksaan persyaratan program siaran, berdasarkan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh KPI.

  3. Menteri dalam melakukan pemeriksaan persyaratan data teknik penyiaran berdasarkan pada rencana dasar teknik penyiaran.

  4. KPI menerbitkan rekomendasi kelayakan dan mengusulkan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio kepada Menteri.

  5. KPI memberitahukan secara tertulis kepada Menteri tentang Pemohon yang dinyatakan tidak layak menyelenggarakan penyiaran dengan melampirkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh KPI.

  6. Menteri dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterima rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), mengundang KPI dan instansi terkait untuk mengadakan Forum Rapat Bersama.

  7. Menteri dapat meminta penjelasan kepada KPI terhadap permohonan yang belum memperoleh rekomendasi setelah 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh Menteri.

  8. Apabila dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja KPI tidak memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), maka KPI dianggap sudah memberikan rekomendasi dan Menteri dapat melakukan Forum Rapat Bersama demi kepentingan publik.

  9. Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi terhadap berkas yang diterima oleh Menteri.

BAB IV

FORUM RAPAT BERSAMA

Bagian Pertama

Peserta dan Lokasi Forum Rapat Bersama

Pasal 8

  1. Peserta Forum Rapat Bersama terdiri dari Pemerintah, KPI, dan/atau instansi terkait.

  2. Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. Departemen Komunikasi dan Informatika yaitu Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi termasuk Balai Monitor atau Loka Monitor Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

    2. Unsur Pemerintah Provinsi yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.

  3. Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain Departemen Perhubungan atau administrator pelabuhan udara apabila lokasi stasiun pemancar berada disekitar pelabuhan udara.

  4. Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara tertutup.

Pasal 9

Tempat penyelenggaraan Forum Rapat Bersama dapat dilaksanakan di Jakarta atau di daerah lain dalam wilayah Indonesia.

Bagian Kedua

Persiapan Forum Rapat Bersama

Pasal 10

  1. Menteri mengundang peserta Forum Rapat Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

  2. Peserta Forum Rapat Bersama dari KPI menyiapkan materi yang terkait dengan rekomendasi kelayakan dan usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio.

  3. Pemerintah menyiapkan materi yang terkait dengan rencana induk (master plan) frekuensi, sarana dan prasarana pendukung.

Pasal 11

Apabila KPI tidak hadir dalam Forum Rapat Bersama setelah diundang oleh Menteri sebanyak 2 (dua) kali tanpa memberikan penjelasan secara tertulis yang dapat diterima, maka Menteri dapat melaksanakan Forum Rapat Bersama.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Forum Rapat Bersama

Pasal 12

  1. Pelaksanaan Forum Rapat Bersama dipimpin oleh Pemerintah.

  2. Forum Rapat Bersama membahas antara lain:

    1. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI

    2. Usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio dari KPI

  3. Apabila dalam Forum Rapat Bersama KPI tidak menyampaikan rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan frekuensi radio atau KPI tidak hadir tanpa keterangan yang dapat diterima, maka Menteri dapat menetapkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi Pemohon yang memenuhi persyaratan.

Pasal 13

  1. Izin Penyelenggaraan Penyiaran diberikan kepada Pemohon sesuai dengan ketersediaan frekuensi dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran.

  2. Apabila pada satu wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang disampaikan oleh KPI kepada Menteri tidak melebihi jumlah frekuensi yang tersedia dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka FRB melakukan penilaian bersama terhadap rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dan usulan alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio dari KPI serta terpenuhinya persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran.

  3. Apabila pada satu wilayah jangkauan siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang disampaikan oleh KPI kepada Menteri melebihi jumlah frekuensi yang tersedia dalam rencana induk (master plan) frekuensi dan peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran, maka dilakukan seleksi setelah dilakukan evaluasi persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran.

Pasal 14

  1. Seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3) dilakukan dengan cara:

    1. Evaluasi komparatif, atau

    2. Lelang.

  2. Apabila diperlukan untuk kepentingan proses lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Menteri dapat mengundang Pemohon untuk mengikuti Forum Rapat Bersama.

  3. Tata cara dan kriteria seleksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Bagian Keempat

Proses Pengambilan Keputusan Dalam Forum Rapat Bersama

Pasal 15

  1. Keputusan Forum Rapat Bersama dapat berupa:

    1. Persetujuan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon yang telah memenuhi persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran serta mendapatkan persetujuan alokasi frekuensi.

    2. Penolakan Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi pemohon yang tidak memenuhi persyaratan administrasi, program siaran, data teknik penyiaran atau tidak mendapatkan persetujuan alokasi frekuensi.

  2. Hasil Forum Rapat Bersama berupa Berita Acara dalam 2 (dua) rangkap dan bermeterai cukup.

  3. Berita Acara berisikan:

    1. persetujuan atau penolakan Izin Penyelenggaraan Penyiaran;

    2. usulan keanggotaan Tim Evaluasi Masa Uji coba Siaran tingkat provinsi di lokasi wilayah layanan penyiaran, dengan jangka waktu uji coba siaran yang telah ditetapkan bersama;

  4. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Menteri sebagai dasar untuk menetapkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran berupa izin prinsip untuk melaksanakan uji coba siaran.

Pasal 16

Pengambilan keputusan untuk satu wilayah layanan dalam Forum Rapat Bersama dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 17

Biaya pelaksanaan Forum Rapat Bersama dibebankan pada anggaran Departemen Komunikasi dan Informatika.

Pasal 18

  1. Menteri menerbitkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran berupa Izin Prinsip untuk melakukan uji coba siaran paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama.

  2. Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya Izin Prinsip.

  3. Menteri memberikan surat penolakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama

BAB V

UJI COBA SIARAN

Bagian Pertama

Masa Uji Coba Siaran

Pasal 19

  1. Setelah mendapatkan Izin Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), LPS wajib melakukan masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 1 (satu) tahun untuk jasa penyiaran televisi dan hanya dapat diperpanjang satu kali setelah dilakukan evaluasi.

  2. Masa uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. Pengurusan proses penetapan frekuensi atau Izin Stasiun Radio (ISR);

    2. Pengurusan perizinan lainnya yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

    3. pelaksanaan pembangunan infrastruktur;

    4. Pelaksanaan uji coba siaran;

    5. Evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran.

  3. LPS dalam membangun stasiun penyiaran/studio dan stasiun pemancar harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di daerah setempat, antara lain perizinan tempat usaha, usaha perdagangan, gangguan, pendirian bangunan kantor, dan pendirian bangunan menara.

  4. Uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapatkan Izin Stasiun Radio (ISR).

  5. Materi uji coba siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. Administrasi;

    2. Program siaran;

    3. Teknik penyiaran.

  6. LPS selama pelaksanaan uji coba siaran harus menyampaikan informasi secara lisan dan/atau tertulis kepada pendengar dan/atau pemirsa bahwa siaran dilaksanakan dalam rangka uji coba siaran.

Pasal 20

  1. LPS mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk dilakukan evaluasi atas penyelenggaraan uji coba siaran selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum masa uji coba berakhir.

  2. Evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran dilakukan oleh Tim Uji Coba Siaran yang terdiri atas unsur Pemerintah dan KPI yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

  3. Selama evaluasi penyelenggaraan uji coba siaran, LPS jasa penyiaran radio menyelenggarakan siaran dengan durasi paling sedikit 6 (enam) jam setiap hari dan LPS jasa penyiaran televisi menyelenggarakan siaran dengan durasi paling sedikit 1 (satu) jam setiap hari sesuai usulan program siaran dan teknik penyiaran.

  4. LPS yang dievaluasi diberi kesempatan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan sesuai kriteria penetapan lulus masa uji coba siaran selambat-lambatnya sebelum masa uji coba siaran berakhir.

Bagian Kedua

Kriteria Penetapan Lulus Masa Uji Coba Siaran

Pasal 21

  1. Kriteria penetapan lulus masa uji coba siaran meliputi:

    1. persyaratan administratif;

    2. program siaran; dan

    3. teknik penyiaran.

  2. Materi penetapan lulus masa uji coba siaran sesuai Lampiran-3 untuk LPS jasa penyiaran radio dan Lampiran-4 untuk LPS jasa penyiaran televisi Peraturan Menteri ini.

  3. Kriteria dan tata cara penilaian untuk penetapan lulus masa uji coba siaran diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi.

Pasal 22

  1. Menteri menerbitkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah uji coba siaran dinyatakan lulus oleh Tim Uji Coba Siaran.

  2. Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon melalui KPI setelah menyerahkan bukti pembayaran biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

  3. Dalam hal masa uji coba siaran berakhir dan uji coba siaran dinyatakan tidak lulus oleh tim uji coba, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja Menteri mencabut Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran.

BAB VI

PERPANJANGAN IZIN PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Pasal 23

  1. Pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya Izin Penyelenggaraan Penyiaran.

  2. Perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan ketentuan yang berlaku terkait dengan izin alokasi dan penggunaan frekuensi.

  3. Untuk memperoleh perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan tertulis perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dengan mengisi Formulir Model LPS-BR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-5 dan Formulir Model LPS-BT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-6 Peraturan Menteri ini.

  4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing 1 (satu) berkas untuk Menteri dan 1 (satu) berkas untuk KPI dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran untuk perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.

  5. Menteri menerbitkan perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama.

  6. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Menteri kepada Pemohon setelah ada bukti pembayaran biaya perpanjangan Izin.

  7. Menteri memberikan surat penolakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan Forum Rapat Bersama

BAB VII

BIAYA IZIN PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Pasal 24

  1. LPS jasa penyiaran radio dan televisi wajib membayar :

    1. biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan

    2. biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

  2. Biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

    1. terdiri atas :

    2. terdiri atas :
      a. Biaya Izin Prinsip;

    3. Biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran; dan

    4. Biaya perpanjangan Izin Penyelenggaran Penyiaran.

  3. Besaran biaya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika.

BAB VIII

TATA CARA PELAPORAN PERUBAHAN LOKASI PEMANCAR SERTA ALOKASI DAN PENGGUNAAN FREKUENSI

Bagian Pertama

Tata Cara Pelaporan Perubahan Nama Domisili Susunan Pengurus danatau Anggaran Dasar

Pasal 25

  1. LPS harus terlebih dahulu melaporkan kepada Menteri setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar sebelum memperoleh pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan mengisi Formulir Model LPS-CR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-7 dan Formulir Model LPS-CT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-8 Peraturan Menteri ini.

  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Menteri paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja sebelum pelaksanaan RUPS.

Bagian Kedua

Perubahan Lokasi Pemancar

Pasal 26

  1. LPS dapat mengajukan perubahan lokasi stasiun pemancar sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran kepada Menteri.

  2. Keputusan penolakan atau persetujuan perubahan lokasi stasiun pemancar, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio.

Pasal 27

LPS yang mengajukan permohonan perubahan lokasi stasiun pemancar yang menyebabkan perubahan wilayah jangkauan siaran sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran, diperlakukan sebagai Pemohon baru.

Bagian Ketiga

Perubahan Alokasi dan Penggunaan Frekuensi

Pasal 28

LPS dapat mengajukan perubahan alokasi dan penggunaan frekuensi terkait dengan pertimbangan aspek teknis atau kualitas siaran, kepada Menteri untuk mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio.

Bagian Keempat

Perubahan Lokasi Stasiun PenyiaranStudio

Pasal 29

LPS dapat melakukan perubahan lokasi stasiun penyiaran/studio sebagaimana tertera dalam Izin Penyelenggaraan Penyiaran setelah melaporkan kepada Menteri, dengan mengisi Formulir Model LPS-DR untuk jasa penyiaran radio sesuai Lampiran-9 dan Formulir Model LPS-DT untuk jasa penyiaran televisi sesuai Lampiran-10 Peraturan Menteri ini.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

  1. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka permohonan izin penyelenggaraan penyiaran yang telah diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, diproses sebagai pemohon baru.

  2. Untuk memproses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran di masing-masing wilayah jangkauan siaran dan penerimaan permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan berakhir sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi wilayah jangkauan siaran yang permohonan izin penyelenggaraan penyiarannya telah mendapatkan rekomendasi kelayakan dari KPI dan sudah disampaikan kepada Menteri sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, yang dalam hal ini berarti peluang usaha di wilayah jangkauan siaran tersebut dinyatakan ditutup sampai ada pengumuman resmi dari Menteri tentang pembukaan kembali peluang usaha di wilayah tersebut.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

  1. Menteri dapat mendelegasikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini.

  2. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 32

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam peraturan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di JAKARTA

pada tanggal 21 MARET 2007

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SOFYAN A. DJALIL


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 8
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 21-03-2007  /  21-03-2007
Sumber
Subjek LEMBAGA PENYIARAN SWASTA – TATA CARA PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Diubah:

Diubah dengan:

PERMENKOMINFO No. 15/P/M.KOMINFO/4/2007

Dicabut:

Dicabut dengan:

PERMENKOMINFO No. 18 Tahun 2016

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran