Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2014 Tanggal 11 Juni 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional

Menimbang

  1. bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan dan dinamika penyelenggaraan telekomunikasi, maka beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 09/PER/M.KOMINFO/ 06/2010 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001, dipandang perlu untuk disempurnakan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980); SALINAN 2
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 9/PER/M.KOMINFO/06/2010 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 31/PER/M.KOMINFO/ 09/2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi;
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;
  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;
  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2013 3 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas;

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 4 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN RENCANA DASAR TEKNIS NASIONAL 2000 (FUNDAMENTAL TECHNICAL PLAN NATIONAL 2000) PEMBANGUNAN TELEKOMUNIKASI NASIONAL.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional yang telah beberapa kali diubah dengan:

  1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 06/P/M.KOMINFO/5/2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/PER/M.KOMINFO/03/2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 43/P/M.KOMINFO/12/2007 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 3A/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 09/PER/M.KOMINFO/06/2010 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;  diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab II Butir 2 ditambahkan huruf z sehingga berbunyi sebagai berikut: z. Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten Layanan Pesan Singkat (SMS) adalah suatu layanan pengiriman teks dari telepon, web, atau sistem komunikasi bergerak dengan menggunakan standard protokol komunikasi yang memungkinkan pertukaran pesan teks pendek antar fixed line atau mobile phone device Jasa Penyediaan Konten adalah suatu layanan yang dilakukan melalui jaringan bergerak seluler dan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas untuk menyalurkan semua bentuk informasi yang dapat berupa tulisan, gambar, suara, animasi, atau kombinasi dari semuanya dalam bentuk digital, termasuk software aplikasi untuk diunduh (download). 2. Ketentuan Bab II Butir 5.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5.3 Penomoran untuk pelanggan/terminal PSTN / ISDN 5.3.1 Nomor (Signifikan) Nasional 5.3.1.1 Nomor (Signifikan) Nasional I Dalam FTP Nasional 2000 ini, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 10 digit, terdiri atas 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 8 atau 7 digit Nomor Pelanggan (0)AB – DEFG – X1 X2 X3 X4 atau (0)ABC – DEF – X1 X2 X3 X4 Di mana AB atau ABC menunjukkan kode wilayah dan (DEFG – X1 X2 X3 X4) atau (DEF – X1 X2 X3 X4) menunjukkan nomor pelanggan Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 3 digit 5.3.1.2 Nomor (Signifikan) Nasional II Terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 11 digit, terdiri atas ( 5 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 9 atau 8 digit Nomor Pelanggan 0)AB – DEFG – X1 X2 X3 X4 (0) atau ABC – DEF – X1 X2 X3 X4 Di mana AB atau ABC menunjukkan kode wilayah dan (DEFGH – X1 X2 X3 X4) atau (DEFG – X1 X2 X3 X4) menunjukkan nomor pelanggan Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 2 digit 5.3.2 Kode Wilayah Kode Wilayah menggunakan digit awal A=2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. Keseluruhan alokasi kode wilayah diikhtisarkan dalam LAMPIRAN 1. A = 1 dan A = 8 tidak digunakan karena sudah dialokasikan untuk keperluan lai 5.3.3 Nomor Pelanggan Telepon 5.3.3.1 Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 8 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 7 digit untuk wilayah dengan kode ABC, dengan format sebagai berikut: D E F (G) - X1 X2 X3 X4 Di mana : D = 2 … 9 D = 0 tidak digunakan, untuk menghindari kerancuan dengan prefiks; D = 1 disediakan untuk nomor pelayanan darurat, nomor pelayanan khusus, dan untuk keperluan- keperluan khusus yang lain 5.3.3.2 Terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 9 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 8 digit untuk wilayah dengan kode ABC, dengan format sebagai berikut: D E F G (H) - X1 X2 X3 X4 Di mana : D = 2 … 9 D = 0 tidak digunakan, untuk menghindari kerancuan dengan prefiks; D = 1 disediakan untuk nomor pelayanan darurat, nomor pelayanan khusus, dan untuk keperluan- keperluan khusus yang lain 5.3.3.3 Di dalam satu wilayah penomoran seluruh nomor pelanggan harus mempunyai panjang yang sama, namun untuk keadaan yang sifatnya sementara, dapat digunakan nomor dengan panjang campuran, dengan tujuan mempercepat proses ekspansi di wilayah tersebut 5.3.4 Blok Nomor Pelanggan 5.3.4.1 Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan nomor, Nomor Pelanggan ditempatkan di bawah pengendalian Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, dan dialokasikan kepada penyelenggara sesuai dengan kebutuhannya dalam blok-blok nomor yang berisikan 10.000 nomor pelanggan. Untuk wilayah ABC, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 3 digit pertama dari nomor pelanggan yaitu DEF. Jika terjadi penetapan baru di wilayah ABC yang dianggap kritis, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG. Untuk wilayah AB, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG. Jika terjadi penetapan baru di wilayah ABC yang dianggap kritis, maka setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 5 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFGH. Ketentuan lebih lanjut tentang pengalokasian nomor pelanggan diatur dalam LAMPIRAN 4. 5.3.4.2 Pengaturan selanjutnya dari nomor-nomor yang sudah dialokasikan (yakni bagian X1 X2 X3 X4 ) dilakukan sendiri oleh penyelenggar 5.3.5 Kode Penyelenggara dihapus 5.3.6 Kode Sentral 5.3.6.1 Untuk berbagai keperluan, terutama untuk ruting dan pembebanan, 4 atau 3 digit (5 atau 4 digit untuk penetapan baru di wilayah kritis) pertama dari Nomor Pelanggan juga mempunyai fungsi operasional sebagai Kode Sentra. Dalam panggilan lokal, sentral asal harus dapat menganalisa 5 (lima) digit tersebut untuk menyalurkan panggilan ke tujuannya. Satu sentral dapat memiliki lebih dari satu kode sentra 5.3.6.2 Penggunaan lebih lanjut dari Kode Sentral diserahkan kepada masing-masing penyelenggar 5.3.7 Penomoran untuk Pelayanan Darurat dan Pelayanan Khusus 5.3.7.1 Untuk pelayanan darurat dialokasikan nomor yang berlaku secara nasional. Pelayanan yang sama dapat diperoleh dengan memutar nomor yang sama di semua jaringan telekomunikasi di Indonesia 5.3.7.2 Nomor untuk pelayanan darurat adalah: Polisi : 110 Pemadam Kebakaran : 113 SAR : 115 Ambulans : 118 Kegawatdaruratan Kesehatan : 119 Nomor-nomor tersebut harus juga dapat diakses secara langsung dari terminal STBS (lihat butir 4.4.2.3). Panggilan ke nomor pelayanan darurat tidak berbayar Untuk hal tersebut, maka para operator diwajibkan membawa trafik panggilan darurat dengan berbagai pilihan teknologi ke Pusat Pelayanan Darurat Penyelenggara layanan panggilan darurat wajib menyediakan perangkat yang mendukung teknologi yang digunakan penyelenggara jaringan 5.3.7.3 Nomor-nomor untuk pelayanan khusus dapat dialokasikan kepada penyelenggara jaringan tetap maupun penyelenggara jaringan bergerak, dengan maksud mempermudah pelanggan untuk memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang bersangkutan. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penyelenggara, akan diperlukan nomor pelayanan khusus dalam jumlah yang besar pula. Sehubungan dengan itu, pengalokasian nomor untuk pelayanan khusus diatur dengan cara berikut: • Untuk setiap penyelenggara jaringan/pelayanan dapat dialokasikan nomor pelayanan khusus sesuai kebutuhan dari penyelenggara tersebut setelah terlebih dahulu dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik • Penyelenggara yang bermaksud menyediakan lebih dari satu pelayanan khusus disarankan untuk mengadakan upaya internal, misalnya melalui “call center”, yang dioperasikan sendiri atau secara gabungan dengan penyelenggara lai 3. Ketentuan Bab II Butir 5.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5.4 Penomoran dalam jaringan bergerak seluler ( STBS ) 5.4.3 Penomoran pelanggan 8 Dengan dialokasikan NDC kepada setiap penyelenggara, maka pengaturan penomoran pelanggan (X1 X2 X3 X4....) dilakukan sendiri oleh penyelenggara masing-masing, baik mengenai panjang nomor (jumlah digit) yang digunakan, maupun mengenai fungsi / kegunaan dari setiap digit yang digunakan tersebut, dengan tetap memperhatikan panjang maksimum yang diperbolehkan untuk N(S)N- Mobil Uraian lebih lanjut tentang ketentuan pengalokasian NDC diatur dalam Lampiran 4. 4. Ketentuan Bab II ditambahkan Butir 5.9 sehingga berbunyi sebagai berikut: 5.9 Kode Akses Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten Kode Akses Layanan Pesan Singkat merupakan short code layanan pesan singkat untuk identifikasi layanan khusus Pengiriman Layanan Pesan Singkat dari dan ke jaringan telepon /PSTN atau STBS dilakukan dengan menggunakan kode akse Kode akses layanan pesan singkat dan jasa penyediaan konten dibagi menjadi 2, yaitu kode akses layanan pesan singkat layanan masyarakat dan kode akses layanan pesan singkat premium dan jasa penyediaan konte Format kode akses layanan pesan singkat diatur dalam Lampiran II. Penetapan kode akses layanan pesan singkat dilakukan oleh Direktur Jenderal 5. Ketentuan Bab II ditambahkan Butir 5.10 sehingga berbunyi sebagai berikut: 5.10 Penomoran untuk Teknologi Baru Dalam hal diperlukan penggunaan penomoran untuk teknologi baru, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dapat mengusulkan penetapan penggunaan penomoran kepada Menteri Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika menetapkan penggunaan penomoran untuk teknologi baru dengan mempertimbangkan: 1. Aspek teknis kebutuhan nomor 2. Ketersediaan nomor 6. Ketentuan Bab II Lampiran 4 ditambahkan butir 6 sehingga berbunyi sebagai berikut : 6. Pelaporan Penggunaan Penomoran 6.1 Pengguna penomoran telekomunikasi yang telah mendapatkan penetapan penomoran wajib melaporkan penggunaannya kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika setiap 1 (satu) tahun sejak ditetapkan atau dalam jangka waktu yang 9 ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersendir 6.2 Dalam rangka pengawasan penggunaan penomoran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika melakukan evaluasi terhadap penggunaan penomoran yang telah ditetapkan kepada pengguna penomoran telekomunikas Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dapat menarik kembali penomoran yang telah ditetapkan kepada penyelenggara jika tidak digunakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan atau dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersendiri 7. Ketentuan Bab II Lampiran 1 butir 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Kode Wilayah yang telah ditetapkan dirinci dalam tabel berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu 4 5 Bogor Rangkasbitung Pandeglang Serang 6 Sumedang Garut/ Pameungpeuk Cianjur Purwakarta Tasikmalaya Sukabumi Karawang Subang 7 Solo Klaten Wonogiri Yogyakarta Purworejo Boyolali 8 Purwokerto Cilacap Tegal/Brebes Pemalang Pekalongan Wonosobo Kebumen Bumiayu Majenang 9 Kudus Purwodadi Magelang Kendal Pati Blora Karimunjawa Salatiga 0 ALOKASI KODE WILAYAH (A = 2) DIGIT B = DIGIT C = Wilayah Penomoran Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta Jaringan Lokal Jakarta (Kode Wilayah dua - digit) Jaringan Lokal Bandung (Kode Wilayah dua - digit) Jaringan Lokal Semarang (Kode Wilayah dua - digit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 Mojokerto Lamongan Sampang Pamekasan Sangkapura Pabean/Gayam Sumenep 3 Jember Bondowoso Banyuwangi Lumajang Probolinggo Tanggul Situbondo 4 Malang Blitar Pasuruan 5 Madiun Ponorogo Bojonegoro Kediri Tulungagung Tuban Pacitan Nganjuk 6 Denpasar Singaraja/ Pupuan Amlapura Negara Klungkung Baturiti 7 Sumbawa Besar Alas Dompu Bima Selong Mataram 8 Ende Maumere Larantuka Bajawa Ruteng Kalabahi Waingapu/ Waikabubak Soe/ Kefamananu Atambua Kupang 9 0 ALOKASI KODE WILAYAH (A = 3) DIGIT C = DIGIT B = Wilayah Penomoran Jawa Timur, Bali, NTB, NTT Jaringan Lokal Surabaya (Kode Wilayah dua - digit) 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Ujung Pandang Bantaeng Benteng Tanah jampea Malino Takalar Jeneponto Pangkep 2 Parepare Majene Rantepao Mamuju Barru Polewali Karosa Enrekang 3 Manado Tahuna Beo Kotamobagu Gorontalo Bitung Amurang 4 Kwandang Marisa Tilamuta Paleleh, Buol 5 Palu Poso Toli-toli Tinombo Moutong Pasangkayu Donggala Tentena Parigi 6 Luwuk Banggai Katupa Ampana Kolonedale 7 Palopo Siwa Masamba Malili Soroako 8 Watampone Sinjai Watansopeng Sengkang 9 0 Kendari Baubau Raha Wanci Kolaka Malamala Waweheo Unaaha Bungku Wilayah Penomoran Sulawesi ALOKASI KODE WILAYAH DIGIT C = DIGIT B = (A = 4) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Banjarmasin/ Marabahan Pleihari Kuala Kapuas Kandangan Kotabaru/ Batu Licin Muarateweh 2 Ampah Buntok Tanjung Tabalong Amuntai Purukcahu 3 Sampit Pangkalan Bun Tumbang samba Ketapang Palangkaraya Kuala Kurun Kuala Pembuang Kuala Kuayan 4 Samarinda Balikpapan Tanah Grogot Tiongohang Longiram Tabang Sangkulirang Bontang Sangata 5 Tarakan Tanjung Selor Malinau Tanjungredep Longnawang Nunukan 6 Pontianak/ Mempawah Singkawang Ngabang Sanggau/Balai Karangan Sintang Putussibau Sambas/ Nangapinoh 7 Sukadana Nangatayap P Karimata 8 Semitau 9 0 Wilayah Penomoran Kalimantan ALOKASI KODE WILAYAH (A = 5) DIGIT C = DIGIT B = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 Tebingtinggi P Siantar Kisaran Rantau Prapat Parapat Pangururan Sidikalang Kabanjahe Kutacane Pang Brandan 3 Sibolga Balige Tarutung P Sidempuan Gunungtua Panyabungan/ Natal Barus Gunung Sitoli Teluk Dalam 4 Langsa Blangkejeren Takengon Bireun Lhok Seumawe Idi 5 Banda Aceh Sabang Sigli Calang Meulaboh Tapaktuan Bakongan Singkil Blang Pidie Sinabang 6 7 8 9 0 Wilayah Penomoran Aceh, Sumatera Utara ALOKASI KODE WILAYAH (A = 6) Jaringan Lokal Medan (Kode Wilayah dua - digit) DIGIT C = DIGIT B = 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Palembang Kayu Agung Prabumulih Sekayu Belinyu Mentok Pangkal Pinang Koba Tanjung Pandan 2 B. Lampung/ Pringsewu Kota Agung Blambangan umpu Kotabumi Metro/Bandar Jaya Manggala Kalianda Krui, Liwa Pringsewu 3 Lahat Curup Lubuk Linggau Muaraenim Baturaja Bengkulu Argamakmur Muara Aman Manna Pagaralam 4 Jambi Kuala Tungkal Muarabulian Muaratebo Sarolangun Bangko Muarabungo Sungai Penuh Mendara/Pangkal an Bulian 5 Padang Bukittinggi Lubuk Sikaping Sijunjung Solok Painan Balaisalasa Matobe Muara Siberut 6 Pekanbaru Bangkinang Selat Panjang Siak Sriindrapura Dumai Bengkalis Bagan Siapiapi Tembilahan Rengat Teluk Kuantan 7 Tanjung Pinang Tareumpa Ranai Natuna Selatan P. Tembelan Dabosingkep Tanjungbalai Karimun Sekupang (Batam) Tanjung Batu Kawasan Khusus Batam - Bintan 8 9 0 Tebing Tinggi Wilayah Penomoran Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan ALOKASI KODE WILAYAH (A = 7) DIGIT C = DIGIT B = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Ambon Piru Namlea Masohi Bula Tual Dobo Saumlaki Tepa Bandaneira 2 Ternate/Soasiu Jailolo Pitu (Morotai) Tobelo Weda Umera Labuha Laiwui Sanana 3 Saparua 4 5 Sorong Teminabuha Kabare Bintuni Fak-Fak Kaimana Makbon Seget Babo 6 Ilaga Bokondini Genyem Senggi Sarmi Jayapura Wamena Tiom 7 Merauke/ Kimaan Okaba Bade Tanah Merah Kamur Waropko Senggo 8 Biak Waren Serui Nabire Manokwari Korido Numfor Windesi Ransiki 9 0 Timika Agat Enarotali Semini (A = 9) ALOKASI KODE WILAYAH DIGIT C = DIGIT B = Wilayah Penomoran Maluku, Papua 8. Ketentuan Bab II Lampiran 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: LAMPIRAN 2: Ikhtisar Peruntukan Nomor A. Layanan Berbasis Suara (Voice) KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN 1XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta X = 0, 2-9; Y = 1-9 11X Nomor Panggilan Darurat 110 – Polisi 113 – Pamadam Kebakaran 115 – SAR 118 – Ambulans 119 – Kegawatdaruratan Kesehatan 120XY Kode Akses untuk Jasa Nilai Tambah Teleponi Kartu Panggil (Calling Card) X,Y = 0-9 130XY Kode Akses untuk RPUU X,Y = 0-9 12 KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN 140XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Informasi (Call Center) X,Y = 0-9 150(A)XYZ Kode Akses untuk Pusat Layanan Informasi (Call Center) A = 0-9; A = Kode Penyelenggara Telekomunikasi; X,Y,Z = 0-9 170XY Kode Akses untuk ITKP Dua Tahap X,Y = 0-9 199XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta X,Y = 0-9 Xyyyy…. Nomor Pelanggan Jaringan Tetap Lokal X = 2-9 0 Prefiks Nasional 00X Prefiks SLI X = 1-9 01X Prefiks SLJJ X = 1-9 010XY Prefiks ITKP Satu Tahap X,Y = 0-9 0ABC Kode Wilayah A = 2-7,9; B,C = 0-9 081X National Destination Code (NDC) 082X National Destination Code (NDC) 083X National Destination Code (NDC) 084X National Destination Code (NDC) 085X National Destination Code (NDC) 086X National Destination Code (NDC) 087X National Destination Code (NDC) 088X National Destination Code (NDC) 089X National Destination Code (NDC) 080X Pelayanan IN Nasional : 0801 – Cadangan 0802 – Cadangan 0803 – Cadangan 0804 – SplitCharging Call 0805 – Cadangan 0806 – Vote Call 0807 – Uni Call 0808 – Calling Card 0809 – Premium Call 0800 – Free Call B. Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN ABCD Kode Akses untuk Pesan Singkat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta A = 1-9; B,C,D = 0-9 9 ABCD Kode Akses untuk Pesan Singkat Layanan Premium dan Jasa Penyediaan Konten A,B,C,D = 0-9 X ABCD Penggunaan akan diatur lebih lanjut X = 1-8; A,B,C,D = 0-9 Penggunaan kode akses pesan singkat dan jasa penyediaan konten eksisting harus menyesuaikan dengan format penomoran ini selambat- lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini 9. Ketentuan Bab II Lampiran 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: LAMPIRAN 4: Pengaturan dan Pengalokasian Nomor Pelanggan 1. LATAR BELAKANG LAMPIRAN 4 ini memberikan penjelasan tentang pokok- pokok pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan PSTN dan ISDN serta pengalokasian NDC, sehubungan dengan perubahan kondisi lingkungan dari satu penyelenggara menjadi banyak penyelenggar Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi membuka peluang bagi penyelenggara- penyelenggara baru, baik yang berukuran besar, sedang maupun kecil, yang jumlahnya di masing-masing wilayah penomoran tidak dapat diperkirakan secara tepa Masing- masing penyelenggara baru tersebut akan mempunyai pelanggan sendiri, dan dengan demikian akan membutuhkan alokasi nomor pelanggan bar Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara baru akan nomor pelanggan, kapasitas skema penomoran harus diperbesar. Disamping itu, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nomor, pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan tidak sepenuhnya diserahkan kepada penyelenggara, melainkan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika selaku wakil pemerinta 2. PENGATURAN DAN PENGELOLAAN NOMOR PELANGGAN PUBLIC SWITCHED TELEPHONE NETWORK (PSTN) DAN INTEGRATED SUBSCRIBER DIGITAL NETWORK (ISDN) 2.1. KAPASITAS SKEMA PENOMORAN Nomor Pelanggan untuk pelanggan telepon dan ISDN adalah 8 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 7 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit: (AB) – DEFG X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 80 juta nomor), atau (ABC) – DEF X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 8 juta nomor) [ D = 2 … 9 ] Nomor Pelanggan untuk pelanggan telepon dan ISDN di wilayah kritis adalah 9 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 8 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit: (AB) – DEFGH X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 800 juta nomor), atau (ABC) – DEFG X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 80 juta nomor) [ D = 2 … 9 ] 2.2. WILAYAH KRITIS Wilayah dengan kondisi penomoran yang kritis meliputi wilayah-wilayah yang sisa blok nomor sesuai data yang dimiliki Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang belum dialokasikan kepada penyelenggara telah kurang dari atau sama dengan 15% (lima belas perseratus) dari kapasitas maksimumnya, yaitu sebanyak 1200 blok nomor (12.000.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 120 blok nomor (1.200.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit, wilayah-wilayah ini selanjutnya akan disebut dengan wilayah kritis dan penetapan suatu wilayah disebut kritis dilakukan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik Dalam hal penambahan digit untuk blok baru masih belum mencukupi ketersediaan nomor di wilayah kritis, maka Menteri mendelegasikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Penyelenggeraan Pos dan Informatika untuk mengelola lebih lanjut penambahan digit untuk sisa blok nomor sesuai data yang dimiliki Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dengan tetap mengacu pada penetapan per blok nomor, dimana setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelangga 2.3. PENGALOKASIAN BLOK NOMOR 2.3.1. Penyelenggara yang membutuhkan nomor untuk calon pelanggannya, baik penyelenggara yang baru memulai usahanya, maupun yang akan mengadakan ekspansi jaringannya, harus mengajukan permintaan alokasi nomor kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika mengalokasikan nomor pelanggan yang diminta berdasarkan kriteria yang diberikan di bawah ini, dan juga menetapkan untuk wilayah penomoran (kode wilayah) mana nomor pelanggan yang dimaksud akan dipergunaka 2.3.2. Pengalokasian nomor oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika kepada penyelenggara dilakukan dalam bentuk blok-blok nomo Setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelanggan, yang dicirikan oleh 4 digit pertama dari 15 nomor pelanggan (DEFG) untuk kode wilayah 2 digit atau oleh 3 digit pertama dari nomor pelanggan (DEF) untuk kode wilayah 3 digi Untuk wilayah kritis, pengalokasian nomor oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika kepada penyelenggara dilakukan dalam bentuk blok-blok nomo Setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelanggan, yang dicirikan oleh 5 digit pertama dari nomor pelanggan (DEFGH) untuk kode wilayah 2 digit atau oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan (DEFG) untuk kode wilayah 3 digi Selanjutnya pembagian nomor kepada masing- masing pelanggan dari blok-blok nomor yang sudah dialokasikan, diatur sendiri oleh penyelenggara yang bersangkuta 2.3.3. Setiap penyelenggara hanya dibenarkan untuk mengajukan permintaan blok nomor dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhanny 2.3.4. Pada dasarnya pengalokasian blok nomor kepada penyelenggara di dalam suatu wilayah penomoran dilakukan secara bebas, tidak dikaitkan dengan lokasi sentral ataupun dengan bagian wilayah di mana calon pelanggan berad Setiap permintaan yang diajukan apabila sudah memenuhi persyaratan-persyaratan yang lain (administratif, finansial/komersial dll), akan dipenuhi berdasarkan urutan tanggal diajukannya permintaa 2.3.5. Dengan tetap mempertimbangkan persyaratan- persyaratan lain yang terkait (administratif, finansial/komersial dan lain-lain), permintaan blok nomor tambahan untuk keperluan ekspansi akan dipenuhi jika sekurang-kurangnya 33% (tiga puluh tiga perseratus) dari kapasitas blok-blok nomor yang dialokasikan telah akti 2.4. PENYESUAIAN NOMOR PELANGGAN JARINGAN YANG SUDAH ADA 2.4.1. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal yang sudah ada sebelum berlakunya ketentuan mengenai pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan ini, harus mengadakan penyesuaian pada nomor pelanggannya dan berpindah dari skema penomoran lama ke dalam skema penomoran bar Untuk itu penyelenggara lama mendapat kesempatan pertama untuk memilih dan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, blok nomor yang akan dipakai, yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan operasionalnya atau kebutuhan pelangganny 2.4.2. Untuk menyelesaikan penyesuaian nomor pelanggan tersebut, kepada penyelenggara diberikan masa transisi yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos Dan InformatikPada akhir masa transisi seluruh pelanggan telepon sudah mempergunakan nomor pelanggan berdasarkan skema bar 2.5. PENGGUNAAN ULANG NOMOR PELANGGAN Nomor pelanggan yang karena satu dan lain sebab tidak dipergunakan lagi oleh pelanggan pemiliknya, harus dimanfaatkan untuk calon pelanggan lain yang membutuhka Meskipun demikian, tenggang waktu antara saat nomor pelanggan dikembalikan oleh pelanggan/pemilik lama dan saat nomor tersebut diberikan kepada pelanggan baru, tidak kurang dari 60 (enam puluh) hari kalender dan tidak lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari kalende 3. PENGATURAN DAN PENGELOLAAN NATIONAL DESTINATION CODE (NDC) 3.1. PENGALOKASIAN NDC 3.1.1. Penyelenggara yang membutuhkan nomor untuk calon pelanggannya, baik penyelenggara yang baru memulai usahanya, maupun yang akan mengadakan ekspansi jaringannya, harus mengajukan permintaan NDC kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik Selanjutnya pembagian nomor kepada masing-masing pelanggan dari NDC yang sudah dialokasikan, diatur sendiri oleh penyelenggara yang bersangkuta 3.1.2. Dengan tetap mempertimbangkan persyaratan- persyaratan lain yang terkait (administratif, finansial/komersial dll), permintaan NDC tambahan untuk keperluan ekspansi akan dipenuhi jika sekurang-kurangnya 33% (tiga puluh tiga perseratus) dari kapasitas NDC yang dialokasikan telah akti 3.2. PENGGUNAAN ULANG NOMOR PELANGGAN Nomor pelanggan yang karena satu dan lain sebab tidak dipergunakan lagi oleh pelanggan pemiliknya, harus dimanfaatkan untuk calon pelanggan lain yang membutuhka Meskipun demikian, tenggang waktu antara saat nomor pelanggan dikembalikan oleh pelanggan/pemilik lama dan saat nomor tersebut diberikan kepada pelanggan baru, tidak kurang dari 60 (enam puluh) hari kalender dan tidak lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


1

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 17 TAHUN 2014

TENTANG

PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

KM. 4 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN RENCANA DASAR TEKNIS NASIONAL 2000 (FUNDAMENTAL TECHNICAL PLAN NATIONAL 2000)

PEMBANGUNAN TELEKOMUNIKASI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

  1. bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan dan dinamika penyelenggaraan telekomunikasi, maka beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 09/PER/M.KOMINFO/ 06/2010 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001, dipandang perlu untuk disempurnakan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;

Mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980); SALINAN 2
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
  4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 9/PER/M.KOMINFO/06/2010 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 31/PER/M.KOMINFO/ 09/2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
  8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi;
  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;
  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;
  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2013 3 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas;

Memutuskan

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 4 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN RENCANA DASAR TEKNIS NASIONAL 2000 (FUNDAMENTAL TECHNICAL PLAN NATIONAL 2000) PEMBANGUNAN TELEKOMUNIKASI NASIONAL.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional yang telah beberapa kali diubah dengan:

  1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 06/P/M.KOMINFO/5/2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/PER/M.KOMINFO/03/2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 43/P/M.KOMINFO/12/2007 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 3A/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional;
  6. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 09/PER/M.KOMINFO/06/2010 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional; 

    diubah sebagai berikut:
    1. Ketentuan Bab II Butir 2 ditambahkan huruf z sehingga berbunyi sebagai berikut:
    z. Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten Layanan Pesan Singkat (SMS) adalah suatu layanan pengiriman teks dari telepon, web, atau sistem komunikasi bergerak dengan menggunakan standard protokol komunikasi yang memungkinkan pertukaran pesan teks pendek antar fixed line atau mobile phone device
    Jasa Penyediaan Konten adalah suatu layanan yang dilakukan melalui jaringan bergerak seluler dan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas untuk menyalurkan semua bentuk informasi yang dapat berupa tulisan, gambar, suara, animasi, atau kombinasi dari semuanya dalam bentuk digital, termasuk software aplikasi untuk diunduh (download).
    2. Ketentuan Bab II Butir 5.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
    5.3 Penomoran untuk pelanggan/terminal PSTN / ISDN
    5.3.1 Nomor (Signifikan) Nasional
    5.3.1.1 Nomor (Signifikan) Nasional I Dalam FTP Nasional 2000 ini, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 10 digit, terdiri atas 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 8 atau 7 digit Nomor Pelanggan (0)AB – DEFG – X1 X2 X3 X4 atau (0)ABC – DEF – X1 X2 X3 X4
    Di mana AB atau ABC menunjukkan kode wilayah dan (DEFG – X1 X2 X3 X4) atau (DEF – X1 X2 X3 X4) menunjukkan nomor pelanggan
    Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 3 digit

    5.3.1.2 Nomor (Signifikan) Nasional II
    Terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, Nomor (Signifikan) Nasional untuk pelanggan telepon pada jaringan tetap mempunyai panjang 11 digit, terdiri atas ( 5 2 atau 3 digit Kode Wilayah dalam kombinasi dengan 9 atau 8 digit Nomor Pelanggan 0)AB – DEFG – X1 X2 X3 X4 (0) atau ABC – DEF – X1 X2 X3 X4 Di mana AB atau ABC menunjukkan kode wilayah dan (DEFGH – X1 X2 X3 X4) atau (DEFG – X1 X2 X3 X4) menunjukkan nomor pelanggan
    Terhadap batas maksimum yang ditetapkan oleh ITU-T, masih tersedia cadangan sebanyak 2 digit

    5.3.2 Kode Wilayah
    Kode Wilayah menggunakan digit awal A=2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9. Keseluruhan alokasi kode wilayah diikhtisarkan dalam LAMPIRAN 1. A = 1 dan A = 8 tidak digunakan karena sudah dialokasikan untuk keperluan lai

    5.3.3 Nomor Pelanggan Telepon

    5.3.3.1 Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 8 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 7 digit untuk wilayah dengan kode ABC, dengan format sebagai berikut: D E F (G) - X1 X2 X3 X4
    Di mana : D = 2 … 9
    D = 0 tidak digunakan, untuk menghindari kerancuan dengan prefiks;
    D = 1 disediakan untuk nomor pelayanan darurat, nomor pelayanan khusus, dan untuk keperluan- keperluan khusus yang lain

    5.3.3.2 Terhadap wilayah-wilayah yang dianggap kritis, Nomor Pelanggan telepon mempunyai panjang 9 digit untuk wilayah dengan kode AB, dan 8 digit untuk wilayah dengan kode ABC, dengan format sebagai berikut: D E F G (H) - X1 X2 X3 X4
    Di mana : D = 2 … 9
    D = 0 tidak digunakan, untuk menghindari kerancuan dengan prefiks;
    D = 1 disediakan untuk nomor pelayanan darurat, nomor pelayanan khusus, dan untuk keperluan- keperluan khusus yang lain

    5.3.3.3 Di dalam satu wilayah penomoran seluruh nomor pelanggan harus mempunyai panjang yang sama, namun untuk keadaan yang sifatnya sementara, dapat digunakan nomor dengan panjang campuran, dengan tujuan mempercepat proses ekspansi di wilayah tersebut

    5.3.4 Blok Nomor Pelanggan

    5.3.4.1 Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan nomor, Nomor Pelanggan ditempatkan di bawah pengendalian Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, dan dialokasikan kepada penyelenggara sesuai dengan kebutuhannya dalam blok-blok nomor yang berisikan 10.000 nomor pelanggan. Untuk wilayah ABC, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 3 digit pertama dari nomor pelanggan yaitu DEF. Jika terjadi penetapan baru di wilayah ABC yang dianggap kritis, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG. Untuk wilayah AB, setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFG. Jika terjadi penetapan baru di wilayah ABC yang dianggap kritis, maka setiap blok nomor diidentifikasikan oleh 5 digit pertama dari nomor pelanggan, yaitu DEFGH. Ketentuan lebih lanjut tentang pengalokasian nomor pelanggan diatur dalam LAMPIRAN 4.

    5.3.4.2 Pengaturan selanjutnya dari nomor-nomor yang sudah dialokasikan (yakni bagian X1 X2 X3 X4 ) dilakukan sendiri oleh penyelenggar

    5.3.5 Kode Penyelenggara
    dihapus

    5.3.6 Kode Sentral

    5.3.6.1 Untuk berbagai keperluan, terutama untuk ruting dan pembebanan, 4 atau 3 digit (5 atau 4 digit untuk penetapan baru di wilayah kritis) pertama dari Nomor Pelanggan juga mempunyai fungsi operasional sebagai Kode Sentra. Dalam panggilan lokal, sentral asal harus dapat menganalisa 5 (lima) digit tersebut untuk menyalurkan panggilan ke tujuannya. Satu sentral dapat memiliki lebih dari satu kode sentra

    5.3.6.2 Penggunaan lebih lanjut dari Kode Sentral diserahkan kepada masing-masing penyelenggar

    5.3.7 Penomoran untuk Pelayanan Darurat dan Pelayanan Khusus
    5.3.7.1 Untuk pelayanan darurat dialokasikan nomor yang berlaku secara nasional. Pelayanan yang sama dapat diperoleh dengan memutar nomor yang sama di semua jaringan telekomunikasi di Indonesia

    5.3.7.2 Nomor untuk pelayanan darurat adalah:
    Polisi : 110
    Pemadam Kebakaran : 113
    SAR : 115
    Ambulans : 118
    Kegawatdaruratan Kesehatan : 119
    Nomor-nomor tersebut harus juga dapat diakses secara langsung dari terminal STBS (lihat butir 4.4.2.3).
    Panggilan ke nomor pelayanan darurat tidak berbayar
    Untuk hal tersebut, maka para operator diwajibkan membawa trafik panggilan darurat dengan berbagai pilihan teknologi ke Pusat Pelayanan Darurat
    Penyelenggara layanan panggilan darurat wajib menyediakan perangkat yang mendukung teknologi yang digunakan penyelenggara jaringan

    5.3.7.3 Nomor-nomor untuk pelayanan khusus dapat dialokasikan kepada penyelenggara jaringan tetap maupun penyelenggara jaringan bergerak, dengan maksud mempermudah pelanggan untuk memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang bersangkutan.
    Sejalan dengan bertambahnya jumlah penyelenggara, akan diperlukan nomor pelayanan khusus dalam jumlah yang besar pula. Sehubungan dengan itu, pengalokasian nomor untuk pelayanan khusus diatur dengan cara berikut:
    • Untuk setiap penyelenggara jaringan/pelayanan dapat dialokasikan nomor pelayanan khusus sesuai kebutuhan dari penyelenggara tersebut setelah terlebih dahulu dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik
    • Penyelenggara yang bermaksud menyediakan lebih dari satu pelayanan khusus disarankan untuk mengadakan upaya internal, misalnya melalui “call center”, yang dioperasikan sendiri atau secara gabungan dengan penyelenggara lai

    3. Ketentuan Bab II Butir 5.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
    5.4 Penomoran dalam jaringan bergerak seluler ( STBS )
    5.4.3 Penomoran pelanggan 8 Dengan dialokasikan NDC kepada setiap penyelenggara, maka pengaturan penomoran pelanggan (X1 X2 X3 X4....) dilakukan sendiri oleh penyelenggara masing-masing, baik mengenai panjang nomor (jumlah digit) yang digunakan, maupun mengenai fungsi / kegunaan dari setiap digit yang digunakan tersebut, dengan tetap memperhatikan panjang maksimum yang diperbolehkan untuk N(S)N- Mobil

    Uraian lebih lanjut tentang ketentuan pengalokasian NDC diatur dalam Lampiran 4.

    4. Ketentuan Bab II ditambahkan Butir
    5.9 sehingga berbunyi sebagai berikut:
    5.9 Kode Akses Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten Kode Akses Layanan Pesan Singkat merupakan short code layanan pesan singkat untuk identifikasi layanan khusus Pengiriman Layanan Pesan Singkat dari dan ke jaringan telepon /PSTN atau STBS dilakukan dengan menggunakan kode akse
    Kode akses layanan pesan singkat dan jasa penyediaan konten dibagi menjadi 2, yaitu kode akses layanan pesan singkat layanan masyarakat dan kode akses layanan pesan singkat premium dan jasa penyediaan konte
    Format kode akses layanan pesan singkat diatur dalam Lampiran II.
    Penetapan kode akses layanan pesan singkat dilakukan oleh Direktur Jenderal


    5. Ketentuan Bab II ditambahkan Butir 5.10 sehingga berbunyi sebagai berikut:
    5.10 Penomoran untuk Teknologi Baru
    Dalam hal diperlukan penggunaan penomoran untuk teknologi baru, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dapat mengusulkan penetapan penggunaan penomoran kepada Menteri
    Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika menetapkan penggunaan penomoran untuk teknologi baru dengan mempertimbangkan:
    1. Aspek teknis kebutuhan nomor
    2. Ketersediaan nomor

    6. Ketentuan Bab II Lampiran 4 ditambahkan butir 6 sehingga berbunyi sebagai berikut :
    6. Pelaporan Penggunaan Penomoran
    6.1 Pengguna penomoran telekomunikasi yang telah mendapatkan penetapan penomoran wajib melaporkan penggunaannya kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika setiap 1 (satu) tahun sejak ditetapkan atau dalam jangka waktu yang 9 ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersendir
    6.2 Dalam rangka pengawasan penggunaan penomoran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika melakukan evaluasi terhadap penggunaan penomoran yang telah ditetapkan kepada pengguna penomoran telekomunikas
    Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dapat menarik kembali penomoran yang telah ditetapkan kepada penyelenggara jika tidak digunakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan atau dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersendiri
    7. Ketentuan Bab II Lampiran 1 butir 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
    Kode Wilayah yang telah ditetapkan dirinci dalam tabel
    berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 Cirebon Kuningan Majalengka Indramayu 4 5 Bogor Rangkasbitung Pandeglang Serang 6 Sumedang Garut/ Pameungpeuk Cianjur Purwakarta Tasikmalaya Sukabumi Karawang Subang 7 Solo Klaten Wonogiri Yogyakarta Purworejo Boyolali 8 Purwokerto Cilacap Tegal/Brebes Pemalang Pekalongan Wonosobo Kebumen Bumiayu Majenang 9 Kudus Purwodadi Magelang Kendal Pati Blora Karimunjawa Salatiga 0 ALOKASI KODE WILAYAH (A = 2) DIGIT B = DIGIT C = Wilayah Penomoran Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta Jaringan Lokal Jakarta (Kode Wilayah dua - digit) Jaringan Lokal Bandung (Kode Wilayah dua - digit) Jaringan Lokal Semarang (Kode Wilayah dua - digit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 Mojokerto Lamongan Sampang Pamekasan Sangkapura Pabean/Gayam Sumenep 3 Jember Bondowoso Banyuwangi Lumajang Probolinggo Tanggul Situbondo 4 Malang Blitar Pasuruan 5 Madiun Ponorogo Bojonegoro Kediri Tulungagung Tuban Pacitan Nganjuk 6 Denpasar Singaraja/ Pupuan Amlapura Negara Klungkung Baturiti 7 Sumbawa Besar Alas Dompu Bima Selong Mataram 8 Ende Maumere Larantuka Bajawa Ruteng Kalabahi Waingapu/ Waikabubak Soe/ Kefamananu Atambua Kupang 9 0 ALOKASI KODE WILAYAH (A = 3) DIGIT C = DIGIT B = Wilayah Penomoran Jawa Timur, Bali, NTB, NTT Jaringan Lokal Surabaya (Kode Wilayah dua - digit) 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Ujung Pandang Bantaeng Benteng Tanah jampea Malino Takalar Jeneponto Pangkep 2 Parepare Majene Rantepao Mamuju Barru Polewali Karosa Enrekang 3 Manado Tahuna Beo Kotamobagu Gorontalo Bitung Amurang 4 Kwandang Marisa Tilamuta Paleleh, Buol 5 Palu Poso Toli-toli Tinombo Moutong Pasangkayu Donggala Tentena Parigi 6 Luwuk Banggai Katupa Ampana Kolonedale 7 Palopo Siwa Masamba Malili Soroako 8 Watampone Sinjai Watansopeng Sengkang 9 0 Kendari Baubau Raha Wanci Kolaka Malamala Waweheo Unaaha Bungku Wilayah Penomoran Sulawesi ALOKASI KODE WILAYAH DIGIT C = DIGIT B = (A = 4) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Banjarmasin/ Marabahan Pleihari Kuala Kapuas Kandangan Kotabaru/ Batu Licin Muarateweh 2 Ampah Buntok Tanjung Tabalong Amuntai Purukcahu 3 Sampit Pangkalan Bun Tumbang samba Ketapang Palangkaraya Kuala Kurun Kuala Pembuang Kuala Kuayan 4 Samarinda Balikpapan Tanah Grogot Tiongohang Longiram Tabang Sangkulirang Bontang Sangata 5 Tarakan Tanjung Selor Malinau Tanjungredep Longnawang Nunukan 6 Pontianak/ Mempawah Singkawang Ngabang Sanggau/Balai Karangan Sintang Putussibau Sambas/ Nangapinoh 7 Sukadana Nangatayap P Karimata 8 Semitau 9 0 Wilayah Penomoran Kalimantan ALOKASI KODE WILAYAH (A = 5) DIGIT C = DIGIT B = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 Tebingtinggi P Siantar Kisaran Rantau Prapat Parapat Pangururan Sidikalang Kabanjahe Kutacane Pang Brandan 3 Sibolga Balige Tarutung P Sidempuan Gunungtua Panyabungan/ Natal Barus Gunung Sitoli Teluk Dalam 4 Langsa Blangkejeren Takengon Bireun Lhok Seumawe Idi 5 Banda Aceh Sabang Sigli Calang Meulaboh Tapaktuan Bakongan Singkil Blang Pidie Sinabang 6 7 8 9 0 Wilayah Penomoran Aceh, Sumatera Utara ALOKASI KODE WILAYAH (A = 6) Jaringan Lokal Medan (Kode Wilayah dua - digit) DIGIT C = DIGIT B = 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Palembang Kayu Agung Prabumulih Sekayu Belinyu Mentok Pangkal Pinang Koba Tanjung Pandan 2 B. Lampung/ Pringsewu Kota Agung Blambangan umpu Kotabumi Metro/Bandar Jaya Manggala Kalianda Krui, Liwa Pringsewu 3 Lahat Curup Lubuk Linggau Muaraenim Baturaja Bengkulu Argamakmur Muara Aman Manna Pagaralam 4 Jambi Kuala Tungkal Muarabulian Muaratebo Sarolangun Bangko Muarabungo Sungai Penuh Mendara/Pangkal an Bulian 5 Padang Bukittinggi Lubuk Sikaping Sijunjung Solok Painan Balaisalasa Matobe Muara Siberut 6 Pekanbaru Bangkinang Selat Panjang Siak Sriindrapura Dumai Bengkalis Bagan Siapiapi Tembilahan Rengat Teluk Kuantan 7 Tanjung Pinang Tareumpa Ranai Natuna Selatan P. Tembelan Dabosingkep Tanjungbalai Karimun Sekupang (Batam) Tanjung Batu Kawasan Khusus Batam - Bintan 8 9 0 Tebing Tinggi Wilayah Penomoran Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan ALOKASI KODE WILAYAH (A = 7) DIGIT C = DIGIT B = 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 Ambon Piru Namlea Masohi Bula Tual Dobo Saumlaki Tepa Bandaneira 2 Ternate/Soasiu Jailolo Pitu (Morotai) Tobelo Weda Umera Labuha Laiwui Sanana 3 Saparua 4 5 Sorong Teminabuha Kabare Bintuni Fak-Fak Kaimana Makbon Seget Babo 6 Ilaga Bokondini Genyem Senggi Sarmi Jayapura Wamena Tiom 7 Merauke/ Kimaan Okaba Bade Tanah Merah Kamur Waropko Senggo 8 Biak Waren Serui Nabire Manokwari Korido Numfor Windesi Ransiki 9 0 Timika Agat Enarotali Semini (A = 9) ALOKASI KODE WILAYAH DIGIT C = DIGIT B = Wilayah Penomoran Maluku, Papua

    8. Ketentuan Bab II Lampiran 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    LAMPIRAN 2: Ikhtisar Peruntukan Nomor
    A. Layanan Berbasis Suara (Voice)
    KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN 1XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta X = 0, 2-9; Y = 1-9 11X Nomor Panggilan Darurat 110 – Polisi 113 – Pamadam Kebakaran 115 – SAR 118 – Ambulans 119 – Kegawatdaruratan Kesehatan 120XY Kode Akses untuk Jasa Nilai Tambah Teleponi Kartu Panggil (Calling Card) X,Y = 0-9 130XY Kode Akses untuk RPUU X,Y = 0-9 12 KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN 140XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Informasi (Call Center) X,Y = 0-9 150(A)XYZ Kode Akses untuk Pusat Layanan Informasi (Call Center) A = 0-9; A = Kode Penyelenggara Telekomunikasi; X,Y,Z = 0-9 170XY Kode Akses untuk ITKP Dua Tahap X,Y = 0-9 199XY Kode Akses untuk Pusat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta X,Y = 0-9 Xyyyy…. Nomor Pelanggan Jaringan Tetap Lokal X = 2-9 0 Prefiks Nasional 00X Prefiks SLI X = 1-9 01X Prefiks SLJJ X = 1-9 010XY Prefiks ITKP Satu Tahap X,Y = 0-9 0ABC Kode Wilayah A = 2-7,9; B,C = 0-9 081X National Destination Code (NDC) 082X National Destination Code (NDC) 083X National Destination Code (NDC) 084X National Destination Code (NDC) 085X National Destination Code (NDC) 086X National Destination Code (NDC) 087X National Destination Code (NDC) 088X National Destination Code (NDC) 089X National Destination Code (NDC) 080X Pelayanan IN Nasional : 0801 – Cadangan 0802 – Cadangan 0803 – Cadangan 0804 – SplitCharging Call 0805 – Cadangan 0806 – Vote Call 0807 – Uni Call 0808 – Calling Card 0809 – Premium Call 0800 – Free Call
    B. Layanan Pesan Singkat (SMS) dan Jasa Penyediaan Konten KOMBINASI DIGIT PERUNTUKAN CATATAN ABCD Kode Akses untuk Pesan Singkat Layanan Masyarakat untuk Instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta A = 1-9; B,C,D = 0-9 9 ABCD Kode Akses untuk Pesan Singkat Layanan Premium dan Jasa Penyediaan Konten A,B,C,D = 0-9 X ABCD Penggunaan akan diatur lebih lanjut X = 1-8; A,B,C,D = 0-9
    Penggunaan kode akses pesan singkat dan jasa penyediaan konten eksisting harus menyesuaikan dengan format penomoran ini selambat- lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini

    9. Ketentuan Bab II Lampiran 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
    LAMPIRAN 4: Pengaturan dan Pengalokasian Nomor Pelanggan
    1. LATAR BELAKANG
    LAMPIRAN 4 ini memberikan penjelasan tentang pokok- pokok pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan PSTN dan ISDN serta pengalokasian NDC, sehubungan dengan perubahan kondisi lingkungan dari satu penyelenggara menjadi banyak penyelenggar
    Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi membuka peluang bagi penyelenggara- penyelenggara baru, baik yang berukuran besar, sedang maupun kecil, yang jumlahnya di masing-masing wilayah penomoran tidak dapat diperkirakan secara tepa Masing- masing penyelenggara baru tersebut akan mempunyai pelanggan sendiri, dan dengan demikian akan membutuhkan alokasi nomor pelanggan bar
    Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara baru akan nomor pelanggan, kapasitas skema penomoran harus diperbesar. Disamping itu, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nomor, pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan tidak sepenuhnya diserahkan kepada penyelenggara, melainkan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika selaku wakil pemerinta

    2. PENGATURAN DAN PENGELOLAAN NOMOR PELANGGAN PUBLIC SWITCHED TELEPHONE NETWORK (PSTN) DAN INTEGRATED SUBSCRIBER DIGITAL NETWORK (ISDN)

    2.1. KAPASITAS SKEMA PENOMORAN Nomor Pelanggan untuk pelanggan telepon dan ISDN adalah 8 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 7 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit:

    (AB) – DEFG X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 80 juta nomor),
    atau
    (ABC) – DEF X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 8 juta nomor)
    [ D = 2 … 9 ]
    Nomor Pelanggan untuk pelanggan telepon dan ISDN di wilayah kritis adalah 9 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 8 digit untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit:
    (AB) – DEFGH X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 800 juta nomor), atau
    (ABC) – DEFG X1 X2 X3 X4 (kapasitas maksimum 80 juta nomor) [ D = 2 … 9 ]

    2.2. WILAYAH KRITIS
    Wilayah dengan kondisi penomoran yang kritis meliputi wilayah-wilayah yang sisa blok nomor sesuai data yang dimiliki Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang belum dialokasikan kepada penyelenggara telah kurang dari atau sama dengan 15% (lima belas perseratus) dari kapasitas maksimumnya, yaitu sebanyak 1200 blok nomor (12.000.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 2 digit dan 120 blok nomor (1.200.000 nomor pelanggan) untuk wilayah penomoran dengan kode wilayah 3 digit, wilayah-wilayah ini selanjutnya akan disebut dengan wilayah kritis dan penetapan suatu wilayah disebut kritis dilakukan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik
    Dalam hal penambahan digit untuk blok baru masih belum mencukupi ketersediaan nomor di wilayah kritis, maka Menteri mendelegasikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Penyelenggeraan Pos dan Informatika untuk mengelola lebih lanjut penambahan digit untuk sisa blok nomor sesuai data yang dimiliki Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika dengan tetap mengacu pada penetapan per blok nomor, dimana setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelangga
    2.3. PENGALOKASIAN BLOK NOMOR
    2.3.1. Penyelenggara yang membutuhkan nomor untuk calon pelanggannya, baik penyelenggara yang baru memulai usahanya, maupun yang akan mengadakan ekspansi jaringannya, harus mengajukan permintaan alokasi nomor kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika mengalokasikan nomor pelanggan yang diminta berdasarkan kriteria yang diberikan di bawah ini, dan juga menetapkan untuk wilayah penomoran (kode wilayah) mana nomor pelanggan yang dimaksud akan dipergunaka

    2.3.2. Pengalokasian nomor oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika kepada penyelenggara dilakukan dalam bentuk blok-blok nomo Setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelanggan, yang dicirikan oleh 4 digit pertama dari 15 nomor pelanggan (DEFG) untuk kode wilayah 2 digit atau oleh 3 digit pertama dari nomor pelanggan (DEF) untuk kode wilayah 3 digi Untuk wilayah kritis, pengalokasian nomor oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika kepada penyelenggara dilakukan dalam bentuk blok-blok nomo Setiap blok nomor berisi 10.000 nomor pelanggan, yang dicirikan oleh 5 digit pertama dari nomor pelanggan (DEFGH) untuk kode wilayah 2 digit atau oleh 4 digit pertama dari nomor pelanggan (DEFG) untuk kode wilayah 3 digi Selanjutnya pembagian nomor kepada masing- masing pelanggan dari blok-blok nomor yang sudah dialokasikan, diatur sendiri oleh penyelenggara yang bersangkuta

    2.3.3. Setiap penyelenggara hanya dibenarkan untuk mengajukan permintaan blok nomor dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhanny
    2.3.4. Pada dasarnya pengalokasian blok nomor kepada penyelenggara di dalam suatu wilayah penomoran dilakukan secara bebas, tidak dikaitkan dengan lokasi sentral ataupun dengan bagian wilayah di mana calon pelanggan berad
    Setiap permintaan yang diajukan apabila sudah memenuhi persyaratan-persyaratan yang lain (administratif, finansial/komersial dll), akan dipenuhi berdasarkan urutan tanggal diajukannya permintaa

    2.3.5. Dengan tetap mempertimbangkan persyaratan- persyaratan lain yang terkait (administratif, finansial/komersial dan lain-lain), permintaan blok nomor tambahan untuk keperluan ekspansi akan dipenuhi jika sekurang-kurangnya 33% (tiga puluh tiga perseratus) dari kapasitas blok-blok nomor yang dialokasikan telah akti

    2.4. PENYESUAIAN NOMOR PELANGGAN JARINGAN YANG SUDAH ADA
    2.4.1. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal yang sudah ada sebelum berlakunya ketentuan mengenai pengaturan dan pengalokasian nomor pelanggan ini, harus mengadakan penyesuaian pada nomor pelanggannya dan berpindah dari skema penomoran lama ke dalam skema penomoran bar Untuk itu penyelenggara lama mendapat kesempatan pertama untuk memilih dan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, blok nomor yang akan dipakai, yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan operasionalnya atau kebutuhan pelangganny
    2.4.2. Untuk menyelesaikan penyesuaian nomor pelanggan tersebut, kepada penyelenggara diberikan masa transisi yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos Dan InformatikPada akhir masa transisi seluruh pelanggan telepon sudah mempergunakan nomor pelanggan berdasarkan skema bar

    2.5. PENGGUNAAN ULANG NOMOR PELANGGAN
    Nomor pelanggan yang karena satu dan lain sebab tidak dipergunakan lagi oleh pelanggan pemiliknya, harus dimanfaatkan untuk calon pelanggan lain yang membutuhka Meskipun demikian, tenggang waktu antara saat nomor pelanggan dikembalikan oleh pelanggan/pemilik lama dan saat nomor tersebut diberikan kepada pelanggan baru, tidak kurang dari 60 (enam puluh) hari kalender dan tidak lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari kalende

    3. PENGATURAN DAN PENGELOLAAN NATIONAL DESTINATION CODE (NDC)
    3.1. PENGALOKASIAN NDC 3.1.1. Penyelenggara yang membutuhkan nomor untuk calon pelanggannya, baik penyelenggara yang baru memulai usahanya, maupun yang akan mengadakan ekspansi jaringannya, harus mengajukan permintaan NDC kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatik Selanjutnya pembagian nomor kepada masing-masing pelanggan dari NDC yang sudah dialokasikan, diatur sendiri oleh penyelenggara yang bersangkuta

    3.1.2. Dengan tetap mempertimbangkan persyaratan- persyaratan lain yang terkait (administratif, finansial/komersial dll), permintaan NDC tambahan untuk keperluan ekspansi akan dipenuhi jika sekurang-kurangnya 33% (tiga puluh tiga perseratus) dari kapasitas NDC yang dialokasikan telah akti

    3.2. PENGGUNAAN ULANG NOMOR PELANGGAN
    Nomor pelanggan yang karena satu dan lain sebab tidak dipergunakan lagi oleh pelanggan pemiliknya, harus dimanfaatkan untuk calon pelanggan lain yang membutuhka Meskipun demikian, tenggang waktu antara saat nomor pelanggan dikembalikan oleh pelanggan/pemilik lama dan saat nomor tersebut diberikan kepada pelanggan baru, tidak kurang dari 60 (enam puluh) hari kalender dan tidak lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 4 Juni 2014

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TIFATUL SEMBIRING

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 Juni 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 770

Kabag Hukum dan Kerjasama Direktur Telekomunikasi Sesditjen PPI Karo Hukum Plt. Dirjen PPI Sekjen Kominfo Salinan sesuai dengan aslinya Kementerian Komunikasi dan Informatika Kepala Biro Hukum, D. Susilo Hartono


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2014 Tanggal 11 Juni 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan National 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 17
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 04-06-2014  /  11-06-2014
Sumber

BN (770) : 0 hlm.

Subjek PERUBAHAN – KEPUTUSAN - RENCANA DASAR TEKNIS NASIONAL - PEMBANGUNAN TELEKOMUNIKASI
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mengubah:

KEPMENHUB No. KM. 4 Tahun 2001

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran