Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas PNBP Dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation

menimbang

  1. bahwa ketentuanPasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika mengamanatkan pengaturan lebih lanjut terkait dengan syarat, tata cara dan penghitungan unsur-unsur pengurang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;

  2. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru;

  3. bahwa dalam rangka pelaksanaan pencatatan dan penagihan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak dari pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation diperlukan pengaturan mengenai petunjuk pelaksanaan terkait dengan jenis pendapatan yang tidak termasuk pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi, tata cara perhitungan, penyetoran, penyampaian laporan keuangan, dan penetapan besaran Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation, serta tata cara penyampaian keberatan atas penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang;

  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998, Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas Penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5114);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  9. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 09/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang disalurkan melalui Jaringan Bergerak Seluler;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang disalurkan melalui Jaringan Tetap;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI PUNGUTAN BIAYA HAK PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL/UNIVERSAL SERVICE OBLIGATION.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.

  3. Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi yang selanjutnya disebut BHP Telekomunikasi adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap Penyelenggara Telekomunikasi dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

  4. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation yang selanjutnya disebut Kontribusi KPU/USO adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap penyelenggara telekomunikasi dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

  5. Pendapatan Kotor adalah seluruh pendapatan penyelenggaraan telekomunikasi yang didapat dari setiap kegiatan usaha yang berkaitan dengan izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

  6. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  7. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.

  8. Ketersambungan adalah tersambungnya perangkat jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi seperti server, simpul jasa (node) dan router.

  9. Tahun Buku adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember.

  10. Bendahara Penerima adalah Bendahara penerima Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  11. Pengelola Rekening Operasional adalah pengelola rekening operasional Badan Layanan Umum Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BLU-BP3TI) yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  12. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

  13. Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

  14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  15. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  16. Direktur adalah Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian pos dan informatika.

  17. Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika, yang selanjutnya disingkat BP3TI, adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang menerapkan PPK-BLU berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal.

  18. Direktur Utama Balai adalah Direktur Utama BP3TI yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BP3TI yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

Setiap penyelenggara jasa dan/atau jaringan Telekomunikasi yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan wajib membayar BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 3

  1. Besaran BHP Telekomunikasi dipungut sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen) dari pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Besaran Kontribusi KPU/USO dipungut sebesar 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) dari pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 4 

  1. Pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dilakukan paling lambat 30 April tahun berikutnya.

  2. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan per triwulan atau per semester.

Pasal 5

  1. Penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan penghitungan sendiri dengan mengacu pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

  2. Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Kantor Akuntan publik, penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada laporan keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 

  1. Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan belum menyelesaikan laporan audit sampai dengan jatuh tempo pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), maka pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dihitung berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit.

  2. Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari besaran berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, Penyelenggara Telekomunikasi wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan dikenakan sanksi denda keterlambatan pembayaran.

  3. Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari yang seharusnya dibayar berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, maka kelebihan pembayaran tersebut akan diperhitungkan sebagai pembayaran di muka tahun berikutnya.

Pasal 7

  1. Dalam penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yaitu pendapatan yang diperoleh dari:

    1. penjualan dan penyewaan properti dan kendaraan;

    2. penjualan dan penyewaan barang dan jasa non telekomunikasi;

    3. penjualan alat dan perangkat telekomunikasi;

    4. penyewaan perangkat telekomunikasi yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya dan tanpa adanya perangkat tersebut layanan telekomunikasi tetap dapat diberikan;

    5. penjualan dan penyewaan ruang (space) menara dan saluran pipa (ducting);

    6. jasa konsultansi dan pendampingan;

    7. jasa konstruksi dan pembangunan infrastruktur;

    8. jasa integrasi dan aplikasi;

    9. jasa instalasi perangkat di luar aktivasi layanan penyelenggaraan telekomunikasi yang disediakan penyelenggara telekomunikasi;

    10. pendapatan dari iklan digital yang disalurkan melalui laman (website) penyelenggara telekomunikasi;

    11. pendapatan dari nilai transaksi pengiriman uang dan usaha uang elektronik (e-money) yang diselenggarakan oleh penyelenggara telekomunikasi; dan/atau

    12. pendapatan lain di luar penyelenggaraan telekomunikasi selain huruf a sampai dengan huruf k yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya.

  2. Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i dan huruf l harus dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri, yang jika diperlukan dapat dilengkapi dengan dokumen-dokumen kontrak kerja sama atau dokumen lainnya dengan pihak terkait; atau dokumen invoice atau kuitansi penerimaan dari pihak terkait.

  3. Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j dan huruf k harus dapat dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri.

  4. Dalam hal terdapat pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dan dibuktikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), maka pendapatan tersebut merupakan bagian dari pendapatan yang diperhitungkan sebagai pendapatan yang terkena BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 8 

  1. Pembayaran yang diperoleh dari pengguna sebagai pendapatan Penyelenggara Telekomunikasi harus berdasarkan tarif yang berbasis biaya (cost based).

  2. Penyelenggara Telekomunikasi dilarang melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan telekomunikasi menjadi pendapatan non telekomunikasi sehingga menyebabkan pendapatan telekomunikasi yang akan dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO menjadi berkurang.

  3. Dalam setiap pengajuan pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus melampirkan surat pernyataan jaminan tidak melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan telekomunikasi menjadi pendapatan non telekomunikasi yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

Pendapatan Kotor yang menjadi dasar perhitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dapat dikurangi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dari penyelenggaraan telekomunikasi; dan/atau

  2. pembayaran kewajiban biaya interkoneksi dan/atau ketersambungan yang diterima oleh penyelenggara telekomunikasi yang merupakan hak dari pihak lain.

Pasal 10

  1. Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berupa piutang yang sudah dihapuskan yang ditetapkan dengan Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disetarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Jika terdapat penerimaan atas piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penerimaan piutang tersebut termasuk pendapatan yang dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 11

  1. Pembayaran kewajiban biaya Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b berupa pembayaran kewajiban biaya Interkoneksi antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda dan/atau biaya Ketersambungan perangkat jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi.

  2. Biaya Keterhubungan jaringan telekomunikasi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri tidak termasuk ke dalam biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.

  3. Jenis layanan Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk pada ketentuan peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang khusus mengatur mengenai Interkoneksi dan/atau Ketersambungan.

Pasal 12

  1. Seluruh Penerimaan BHP Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetor langsung ke Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerima Direktorat Jenderal pada Bank Pemerintah.

  2. Seluruh Penerimaan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetor langsung ke Kas BP3TI melalui rekening operasional BP3TI pada Bank Pemerintah.

Pasal 13

  1. Penyelenggara Telekomunikasi yang telah membayar BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib menyampaikan dokumen dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang paling sedikit berupa:

    1. laporan keuangan;

    2. daftar akun (chart of account);

    3. buku besar (general ledger);

    4. neraca percobaan (trial balance);

    5. bukti transfer pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO; dan

    6. dokumen sebagai dasar penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

  2. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

  3. Khusus bagi Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), harus menggunakan laporan keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melampirkan surat pernyataan tidak dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentukdokumen fisik atau elektronik kepada:

    1. Direktur Jenderal cq. Direktur untuk BHP Telekomunikasi; dan

    2. Direktur Utama Balai untuk Kontribusi KPU/USO.

  5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampirkan surat pernyataan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

  1. Untuk keperluan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dari setiap Penyelenggara Telekomunikasi, dapat dilakukan pencocokan dan penelitian.

  2. Pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

  3. Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu menandatangani pakta integritas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

Dalam pelaksanaan pencocokan dan penelitian, petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat meminta catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kewajiban pembayaran.

Pasal 16

Dalam pelaksanaan pencocokan dan penelitian, pihak Penyelenggara Telekomunikasi dapat meminta untuk dilakukan pencocokan dan penelitian setelah melakukan pembayaran dan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 secara lengkap.

Pasal 17 

Hasil pencocokan dan penelitian dituangkan dalam berita acara.

Pasal 18

  1. Pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan setiap tahun terhadap Wajib Bayar yang memiliki pendapatan kotor di atas Rp4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah).

  2. Terhadap Wajib Bayar yang memiliki pendapatan kotor kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah), pencocokan dan penelitian dilakukan paling sedikit satu kali setiap 5 (lima) tahun.

Pasal 19 

  1. Dalam rangka penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara Telekomunikasi.

  2. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Surat Pemberitahuan Pembayaran yang ditandatangani oleh Direktur atau Direktur Utama Balai.

Pasal 20 

  1. Jika berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) terdapat adanya kekurangan bayar pokok, maka perusahaan wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan sanksi denda keterlambatan pembayaran apabila melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

  2. Jika berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) terdapat adanya kelebihan bayar pokok, maka kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran di muka tahun berikutnya.

Pasal 21

  1. Pelaksanaan pungutan BHP Telekomunikasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Standar Operasional dan Prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

  2. Pelaksanaan pungutan Kontribusi KPU/USO dilakukan oleh BP3TI berdasarkan Standar Operasional dan Prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Utama Balai.

  3. Pelaksanaan pungutan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dalam Peraturan Menteri ini untuk Tahun Buku 2016.

Pasal 22

Penyelenggara Telekomunikasi dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan dengan syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

Penyelenggara Telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 13 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

a

teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja; dan b. pencabutan izin dalam hal teguran tertulis tidak diindahkan.

Pasal 24

Penyelenggara Telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25

  1. Pengenaan sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagai akibat dari adanya keterlambatan pembayaran atau kurang bayar pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (1) dihitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

  2. Besaran sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

  3. Sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 26

  1. Direktur atau Direktur Utama Balai menerbitkan Surat Tagihan Pertama yang ditujukan kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang belum membayar kekurangan bayar pokok dan sanksi denda keterlambatan setelah jatuh tempo pembayaran berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau Pasal 19 ayat (2).

  2. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan Surat Tagihan Kedua.

  3. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Penyelenggara Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan Surat Tagihan Ketiga.

  4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Penyelenggara Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. Penyelenggara Telekomunikasi dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan; dan/atau

    2. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

Pasal 27

Bendahara Penerima dan Pengelola Rekening Operasional wajib melaporkan seluruh penerimaan BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO kepada Menteri setiap bulan dengan batas waktu paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya beserta tembusan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktur Jenderal, dan Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pasal 28

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 22/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi;

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/02/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 26/PER/M.KOMINFO/07/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/02/2007;

  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi; dan

  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 17 TAHUN 2016
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI PUNGUTAN BIAYA HAK PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL/UNIVERSAL SERVICE OBLIGATION

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa ketentuanPasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika mengamanatkan pengaturan lebih lanjut terkait dengan syarat, tata cara dan penghitungan unsur-unsur pengurang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;

  2. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru;

  3. bahwa dalam rangka pelaksanaan pencatatan dan penagihan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak dari pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation diperlukan pengaturan mengenai petunjuk pelaksanaan terkait dengan jenis pendapatan yang tidak termasuk pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi, tata cara perhitungan, penyetoran, penyampaian laporan keuangan, dan penetapan besaran Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation, serta tata cara penyampaian keberatan atas penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang;

  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998, Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atas Penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5114);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5749);

  8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

  9. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 09/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang disalurkan melalui Jaringan Bergerak Seluler;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang disalurkan melalui Jaringan Tetap;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 103);



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI PUNGUTAN BIAYA HAK PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL/UNIVERSAL SERVICE OBLIGATION.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.

  3. Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi yang selanjutnya disebut BHP Telekomunikasi adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap Penyelenggara Telekomunikasi dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

  4. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation yang selanjutnya disebut Kontribusi KPU/USO adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap penyelenggara telekomunikasi dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

  5. Pendapatan Kotor adalah seluruh pendapatan penyelenggaraan telekomunikasi yang didapat dari setiap kegiatan usaha yang berkaitan dengan izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

  6. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  7. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.

  8. Ketersambungan adalah tersambungnya perangkat jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi seperti server, simpul jasa (node) dan router.

  9. Tahun Buku adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember.

  10. Bendahara Penerima adalah Bendahara penerima Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  11. Pengelola Rekening Operasional adalah pengelola rekening operasional Badan Layanan Umum Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BLU-BP3TI) yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  12. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

  13. Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

  14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  15. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  16. Direktur adalah Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian pos dan informatika.

  17. Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika, yang selanjutnya disingkat BP3TI, adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang menerapkan PPK-BLU berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal.

  18. Direktur Utama Balai adalah Direktur Utama BP3TI yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BP3TI yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB II

BHP TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KPUUSO

Pasal 2

Setiap penyelenggara jasa dan/atau jaringan Telekomunikasi yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan wajib membayar BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 3

  1. Besaran BHP Telekomunikasi dipungut sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen) dari pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Besaran Kontribusi KPU/USO dipungut sebesar 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) dari pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 4 

  1. Pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dilakukan paling lambat 30 April tahun berikutnya.

  2. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan per triwulan atau per semester.

BAB III

TATA CARA PENGHITUNGAN BESARAN BHP TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KPUUSO

Pasal 5

  1. Penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan penghitungan sendiri dengan mengacu pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

  2. Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Kantor Akuntan publik, penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada laporan keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 

  1. Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan belum menyelesaikan laporan audit sampai dengan jatuh tempo pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), maka pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dihitung berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit.

  2. Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari besaran berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, Penyelenggara Telekomunikasi wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan dikenakan sanksi denda keterlambatan pembayaran.

  3. Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari yang seharusnya dibayar berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, maka kelebihan pembayaran tersebut akan diperhitungkan sebagai pembayaran di muka tahun berikutnya.

Pasal 7

  1. Dalam penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yaitu pendapatan yang diperoleh dari:

    1. penjualan dan penyewaan properti dan kendaraan;

    2. penjualan dan penyewaan barang dan jasa non telekomunikasi;

    3. penjualan alat dan perangkat telekomunikasi;

    4. penyewaan perangkat telekomunikasi yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya dan tanpa adanya perangkat tersebut layanan telekomunikasi tetap dapat diberikan;

    5. penjualan dan penyewaan ruang (space) menara dan saluran pipa (ducting);

    6. jasa konsultansi dan pendampingan;

    7. jasa konstruksi dan pembangunan infrastruktur;

    8. jasa integrasi dan aplikasi;

    9. jasa instalasi perangkat di luar aktivasi layanan penyelenggaraan telekomunikasi yang disediakan penyelenggara telekomunikasi;

    10. pendapatan dari iklan digital yang disalurkan melalui laman (website) penyelenggara telekomunikasi;

    11. pendapatan dari nilai transaksi pengiriman uang dan usaha uang elektronik (e-money) yang diselenggarakan oleh penyelenggara telekomunikasi; dan/atau

    12. pendapatan lain di luar penyelenggaraan telekomunikasi selain huruf a sampai dengan huruf k yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya.

  2. Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i dan huruf l harus dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri, yang jika diperlukan dapat dilengkapi dengan dokumen-dokumen kontrak kerja sama atau dokumen lainnya dengan pihak terkait; atau dokumen invoice atau kuitansi penerimaan dari pihak terkait.

  3. Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j dan huruf k harus dapat dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri.

  4. Dalam hal terdapat pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dan dibuktikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), maka pendapatan tersebut merupakan bagian dari pendapatan yang diperhitungkan sebagai pendapatan yang terkena BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 8 

  1. Pembayaran yang diperoleh dari pengguna sebagai pendapatan Penyelenggara Telekomunikasi harus berdasarkan tarif yang berbasis biaya (cost based).

  2. Penyelenggara Telekomunikasi dilarang melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan telekomunikasi menjadi pendapatan non telekomunikasi sehingga menyebabkan pendapatan telekomunikasi yang akan dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO menjadi berkurang.

  3. Dalam setiap pengajuan pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus melampirkan surat pernyataan jaminan tidak melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan telekomunikasi menjadi pendapatan non telekomunikasi yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

Pendapatan Kotor yang menjadi dasar perhitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dapat dikurangi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dari penyelenggaraan telekomunikasi; dan/atau

  2. pembayaran kewajiban biaya interkoneksi dan/atau ketersambungan yang diterima oleh penyelenggara telekomunikasi yang merupakan hak dari pihak lain.

Pasal 10

  1. Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berupa piutang yang sudah dihapuskan yang ditetapkan dengan Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disetarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Jika terdapat penerimaan atas piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penerimaan piutang tersebut termasuk pendapatan yang dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

Pasal 11

  1. Pembayaran kewajiban biaya Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b berupa pembayaran kewajiban biaya Interkoneksi antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda dan/atau biaya Ketersambungan perangkat jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi.

  2. Biaya Keterhubungan jaringan telekomunikasi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri tidak termasuk ke dalam biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.

  3. Jenis layanan Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk pada ketentuan peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang khusus mengatur mengenai Interkoneksi dan/atau Ketersambungan.

BAB IV

PENYETORAN BHP TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KPUUSO

Pasal 12

  1. Seluruh Penerimaan BHP Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetor langsung ke Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerima Direktorat Jenderal pada Bank Pemerintah.

  2. Seluruh Penerimaan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetor langsung ke Kas BP3TI melalui rekening operasional BP3TI pada Bank Pemerintah.

BAB V

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENETAPAN BESARAN BHP TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI KPUUSO

Pasal 13

  1. Penyelenggara Telekomunikasi yang telah membayar BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib menyampaikan dokumen dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang paling sedikit berupa:

    1. laporan keuangan;

    2. daftar akun (chart of account);

    3. buku besar (general ledger);

    4. neraca percobaan (trial balance);

    5. bukti transfer pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO; dan

    6. dokumen sebagai dasar penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.

  2. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

  3. Khusus bagi Penyelenggara Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), harus menggunakan laporan keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melampirkan surat pernyataan tidak dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentukdokumen fisik atau elektronik kepada:

    1. Direktur Jenderal cq. Direktur untuk BHP Telekomunikasi; dan

    2. Direktur Utama Balai untuk Kontribusi KPU/USO.

  5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampirkan surat pernyataan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

  1. Untuk keperluan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dari setiap Penyelenggara Telekomunikasi, dapat dilakukan pencocokan dan penelitian.

  2. Pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

  3. Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu menandatangani pakta integritas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

Dalam pelaksanaan pencocokan dan penelitian, petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat meminta catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kewajiban pembayaran.

Pasal 16

Dalam pelaksanaan pencocokan dan penelitian, pihak Penyelenggara Telekomunikasi dapat meminta untuk dilakukan pencocokan dan penelitian setelah melakukan pembayaran dan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 secara lengkap.

Pasal 17 

Hasil pencocokan dan penelitian dituangkan dalam berita acara.

Pasal 18

  1. Pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan setiap tahun terhadap Wajib Bayar yang memiliki pendapatan kotor di atas Rp4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah).

  2. Terhadap Wajib Bayar yang memiliki pendapatan kotor kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah), pencocokan dan penelitian dilakukan paling sedikit satu kali setiap 5 (lima) tahun.

Pasal 19 

  1. Dalam rangka penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara Telekomunikasi.

  2. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Surat Pemberitahuan Pembayaran yang ditandatangani oleh Direktur atau Direktur Utama Balai.

Pasal 20 

  1. Jika berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) terdapat adanya kekurangan bayar pokok, maka perusahaan wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan sanksi denda keterlambatan pembayaran apabila melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

  2. Jika berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) terdapat adanya kelebihan bayar pokok, maka kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran di muka tahun berikutnya.

Pasal 21

  1. Pelaksanaan pungutan BHP Telekomunikasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Standar Operasional dan Prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

  2. Pelaksanaan pungutan Kontribusi KPU/USO dilakukan oleh BP3TI berdasarkan Standar Operasional dan Prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Utama Balai.

  3. Pelaksanaan pungutan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dalam Peraturan Menteri ini untuk Tahun Buku 2016.

BAB VI

KEBERATAN

Pasal 22

Penyelenggara Telekomunikasi dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan dengan syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

SANKSI

Pasal 23

Penyelenggara Telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 13 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

a

teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja; dan b. pencabutan izin dalam hal teguran tertulis tidak diindahkan.

Pasal 24

Penyelenggara Telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25

  1. Pengenaan sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagai akibat dari adanya keterlambatan pembayaran atau kurang bayar pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (1) dihitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

  2. Besaran sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

  3. Sanksi denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 26

  1. Direktur atau Direktur Utama Balai menerbitkan Surat Tagihan Pertama yang ditujukan kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang belum membayar kekurangan bayar pokok dan sanksi denda keterlambatan setelah jatuh tempo pembayaran berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau Pasal 19 ayat (2).

  2. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan Surat Tagihan Kedua.

  3. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Penyelenggara Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan Surat Tagihan Ketiga.

  4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Penyelenggara Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. Penyelenggara Telekomunikasi dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan; dan/atau

    2. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

BAB VIII

PELAPORAN

Pasal 27

Bendahara Penerima dan Pengelola Rekening Operasional wajib melaporkan seluruh penerimaan BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO kepada Menteri setiap bulan dengan batas waktu paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya beserta tembusan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktur Jenderal, dan Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 22/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi;

  2. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/02/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 26/PER/M.KOMINFO/07/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/02/2007;

  3. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi; dan

  4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 26 September 2016

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

RUDIANTARA


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas PNBP Dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 17
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 26-09-2016  /  26-09-2016
Sumber

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 26 September 2016.

Lamp: 8 hlm

Subjek PNBP - PETUNJUK PELAKSANAAN – BIAYA HAK PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI – KONTRIBUSI KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL (UNIVERSAL SERVICE OBLIGATION)
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Diubah:

PERMENKOMINFO No. 19 Tahun 2016

Dicabut

PERMENKOMINFO No. 5 Tahun 2021

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran