Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 37/P/M.KOMINFO/12/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit

menimbang

  1. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit perlu untuk disempurnakan agar Peraturan Menteri dimaksud dapat diimplementasikan dengan baik;

  2. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005;

  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.29 Tahun 2004;

  8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.30 Tahun 2004;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.Kominfo/4/2005 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 03/P/M.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi.

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 13/P/M.KOMINFO/8/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SATELIT

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit, diubah sebagai berikut:

1

Ketentuan Pasal 1 angka 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

  1. Penyelenggara satelit Indonesia adalah penyelenggara telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama Administrasi Telekomunikasi Indonesia dan telah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit dari Menteri.

  2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

Izin stasiun angkasa dapat diberikan kepada:

  1. penyelenggara jaringan telekomunikasi;

  2. penyelenggara jasa interkoneksi internet (Network Access Point / NAP);

  3. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara; atau

  4. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah.

Pasal 9

  1. Izin stasiun bumi dapat diterbitkan setelah penyelenggara telekomunikasi memperoleh hak labuh (landing right).(1a) Ketentuan memperoleh hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk stasiun bumi yang digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara dan atau oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah.

  2. Hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat:

    1. satelit yang akan digunakan tidak menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference) terhadap satelit Indonesia maupun satelit lain yang telah memiliki izin stasiun angkasa serta terhadap stasiun radio yang telah berizin; dan

    2. terbukanya kesempatan yang sama bagi penyelenggara satelit Indonesia untuk berkompetisi dan beroperasi di negara asal penyelenggara satelit tersebut.

    4

    Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 2 (dua) pasal yaitu Pasal 15 A dan Pasal 15 B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

  1. Dengan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan ini, dalam hal diperlukan Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  2. Pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan proses pembatalan Notifikasi (Notification) yang telah diperoleh dari ITU.

  3. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit, calon penyelenggara satelit Indonesia lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan tahapan pendaftaran satelit sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

Pasal 16

  1. Penyelenggara satelit Indonesia wajib menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use).

  2. Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  3. Penyelenggara satelit Indonesia yang memutuskan untuk tidak menggunakan haknya wajib melaporkan hal ini kepada Menteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use).

  4. Rencana pengadaan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. analisis manajemen; dan

    2. analisis teknik.

  5. Analisis manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:

    1. rencana proyek dan bisnis;

    2. kepemilikan saham;

    3. profil perusahaan pembuat satelit;

    4. profil perusahaan peluncur satelit;

    5. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit;

    6. asuransi.

  6. Analisis teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:

    1. jenis satelit;

    2. interferensi;

    3. konstruksi satelit;

    4. peluncuran satelit;

    5. pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test).

    5

    Diantara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 21 A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

  1. Penyelenggara satelit Indonesia wajib melaporkan kepada Menteri rencana perpanjangan penggunaan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa operasi satelit.

  2. Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 60 (enam puluh) hari kerja.

  3. Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan penyelenggara satelit Indonesia tidak melaporkan rencana perpanjangan penggunaan slot orbit satelit, Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit dan hak penggunaan spektrum frekuensi radio yang menyertainya kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

    1. rencana proyek dan bisnis;

    2. kepemilikan saham;

    3. profil perusahaan pembuat satelit;

    4. profil perusahaan peluncur satelit;

    5. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit;

    6. asuransi;

    7. jenis satelit;

    8. interferensi;

    9. konstruksi satelit;

    10. peluncuran satelit;

    11. pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test).

    6

    Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

  1. Calon penyelenggara satelit Indonesia wajib membayar biaya pendaftaran satelit ke ITU yang besarnya ditetapkan oleh ITU.

  2. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diminta kembali.

  3. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, calon penyelenggara satelit lain yang akan diberi hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit wajib membayar biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal II

Dengan berlakunya Peraturan ini, penyelenggara telekomunikasi yang telah menggunakan satelit tetap dapat melakukan kegiatannya, dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (lima) bulan sejak berlakunya Peraturan ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 37 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SATELIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

menimbang

  1. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit perlu untuk disempurnakan agar Peraturan Menteri dimaksud dapat diimplementasikan dengan baik;

  2. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005;

  7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.29 Tahun 2004;

  8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.30 Tahun 2004;

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.Kominfo/4/2005 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 03/P/M.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi.

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 13/P/M.KOMINFO/8/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SATELIT

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit, diubah sebagai berikut:

1

Ketentuan Pasal 1 angka 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

  1. Penyelenggara satelit Indonesia adalah penyelenggara telekomunikasi yang memiliki dan atau menguasai satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama Administrasi Telekomunikasi Indonesia dan telah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit dari Menteri.

  2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

Izin stasiun angkasa dapat diberikan kepada:

  1. penyelenggara jaringan telekomunikasi;

  2. penyelenggara jasa interkoneksi internet (Network Access Point / NAP);

  3. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara; atau

  4. penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah.

Pasal 9

  1. Izin stasiun bumi dapat diterbitkan setelah penyelenggara telekomunikasi memperoleh hak labuh (landing right).
    (1a) Ketentuan memperoleh hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk stasiun bumi yang digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk pertahanan dan keamanan negara dan atau oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah.

  2. Hak labuh (landing right) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat:

    1. satelit yang akan digunakan tidak menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference) terhadap satelit Indonesia maupun satelit lain yang telah memiliki izin stasiun angkasa serta terhadap stasiun radio yang telah berizin; dan

    2. terbukanya kesempatan yang sama bagi penyelenggara satelit Indonesia untuk berkompetisi dan beroperasi di negara asal penyelenggara satelit tersebut.

    4

    Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 2 (dua) pasal yaitu Pasal 15 A dan Pasal 15 B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

A

  1. Pendaftaran satelit yang telah mendapat status Notifikasi (Notification) dari ITU dapat dimanfaatkan oleh calon penyelenggara satelit Indonesia setelah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit.

  2. Hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.

  3. Calon penyelenggara satelit Indonesia atau penyelenggara satelit Indonesia dilarang mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

Pasal 15

B

  1. Dengan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan ini, dalam hal diperlukan Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  2. Pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan proses pembatalan Notifikasi (Notification) yang telah diperoleh dari ITU.

  3. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit, calon penyelenggara satelit Indonesia lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan tahapan pendaftaran satelit sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

Pasal 16

  1. Penyelenggara satelit Indonesia wajib menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use).

  2. Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak menyerahkan rencana pengadaan satelit kepada Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  3. Penyelenggara satelit Indonesia yang memutuskan untuk tidak menggunakan haknya wajib melaporkan hal ini kepada Menteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa laku penggunaan slot orbit satelit (date of bringing into use).

  4. Rencana pengadaan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. analisis manajemen; dan

    2. analisis teknik.

  5. Analisis manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:

    1. rencana proyek dan bisnis;

    2. kepemilikan saham;

    3. profil perusahaan pembuat satelit;

    4. profil perusahaan peluncur satelit;

    5. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit;

    6. asuransi.

  6. Analisis teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:

    1. jenis satelit;

    2. interferensi;

    3. konstruksi satelit;

    4. peluncuran satelit;

    5. pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test).

    5

    Diantara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal, yaitu Pasal 21 A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

A

  1. Penyelenggara satelit Indonesia wajib melaporkan kepada Menteri rencana perpanjangan penggunaan hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa operasi satelit.

  2. Dalam hal penyelenggara satelit Indonesia tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 60 (enam puluh) hari kerja.

  3. Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan penyelenggara satelit Indonesia tidak melaporkan rencana perpanjangan penggunaan slot orbit satelit, Menteri dapat mencabut dan atau mengalihkan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit dan hak penggunaan spektrum frekuensi radio yang menyertainya kepada calon penyelenggara satelit Indonesia lain.

  4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

    1. rencana proyek dan bisnis;

    2. kepemilikan saham;

    3. profil perusahaan pembuat satelit;

    4. profil perusahaan peluncur satelit;

    5. rencana kemajuan dan monitoring yang menunjukkan pencapaian kemajuan pengadaan satelit;

    6. asuransi;

    7. jenis satelit;

    8. interferensi;

    9. konstruksi satelit;

    10. peluncuran satelit;

    11. pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test).

    6

    Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

  1. Calon penyelenggara satelit Indonesia wajib membayar biaya pendaftaran satelit ke ITU yang besarnya ditetapkan oleh ITU.

  2. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diminta kembali.

  3. Dalam hal terjadi pencabutan dan atau pengalihan hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit, calon penyelenggara satelit lain yang akan diberi hak penggunaan pendaftaran (filling) satelit wajib membayar biaya pendaftaran satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal II

Dengan berlakunya Peraturan ini, penyelenggara telekomunikasi yang telah menggunakan satelit tetap dapat melakukan kegiatannya, dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (lima) bulan sejak berlakunya Peraturan ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA

Pada tanggal : 6 Desember 2006

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

SOFYAN A. DJALIL

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :

1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

3. Menteri Keuangan;

4. Menteri Perindustrian;

5. Menteri Perdagangan;

6. Menteri Perhubungan;

7. Menteri Luar Negeri;

8. Menteri Dalam Negeri;

9. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;

10. Sekretaris Negara;

11. Jaksa Agung Republik Indonesia;

12. Ketua LAPAN;

13. Para Gubernur Kepala Daerah Provinsi seluruh Indonesia;

14. Sekjen, Irjen, Para Dirjen dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika;

15. Para Kepala Biro dan Para Kepala Pusat di lingkungan Setjen Departemen Komunikasi dan Informatika.


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 37/P/M.KOMINFO/12/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 37
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 06-12-2006  /  06-12-2006
Sumber

  LL Kemkominfo: 8 hlm.

Subjek PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SATELIT – PERMENKOMINFO NO 13/P/M.KOMINFO/8/2005 – PERUBAHAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mengubah:

PERMENKOMINFO No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005

Bahasa Indonesia
Lokasi TU MENTERI
Bidang Hukum -
Lampiran