Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

menimbang

  1. bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/M.KOMINFO/12/2010 sudah tidak sesuai dengan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252); SALINAN

  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2014 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Antar Penduduk;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kecakapan Operator Radio;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG KETENTUAN OPERASIONAL DAN TATA CARA PERIZINAN PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengirimandan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  3. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.

  4. Sinyal Identifikasi adalah suatu identitas yang dapat berupa sebuah tanda panggil (call sign), atau terdiri dari satu atau lebih nama stasiun (name of station), lokasi stasiun (location of station), nama pengguna (operating agency), tanda registrasi resmi (official registration mark), nomor penerbangan (flight identification number), sinyal karakteristik (characteristic signal), karakteristik emisi (characteristic of emission), atau fitur lain yang sudah diakui secara internasional.

  5. Analisa Teknis adalah perhitungan dari parameterparameter teknis spektrum frekuensi radio agar spektrum frekuensi radio yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya dan tidak saling menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference).

  6. Alokasi Frekuensi Radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi radio teresterial atau dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut diatas untuk setiap jenis dinasnya.

  7. Pita Frekuensi Radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar tertentu.

  8. Kanal Frekuensi Radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio.

  9. Penetapan (Assignment) Pita Frekuensi Radio Atau Kanal Frekuensi Radio adalah otorisasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  10. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio yang selanjutnya disebut Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) adalah izin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita spektrum frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  11. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuesi radio yang selanjutnya disebut Izin Stasiun Radio (ISR) adalah izin penggunaan dalam bentuk kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  12. Izin Kelas adalah hak yang diberikan pada setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum untuk dapat mengoperasikan suatu perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan syarat wajib memenuhi ketentuan teknis.

  13. Stasiun Radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.

  14. Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio selanjutnya disebut BHP Frekuensi Radio adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap pengguna frekuensi radio.

  15. Netral Teknologi (technology-neutral) adalah pemanfaatan teknologi yang tidak dibatasi pada penggunaan teknologi tertentu dan dapat mengikuti perkembangan teknologi untuk penyediaan jenis layanan yang serupa.

  16. Perizinan secara daring (online) adalah pelayanan izin penggunaan spektrum frekuensi radio melalui sistem layanan berbasis internet.

  17. International Telecommunication Union yang selanjutnya disingkat ITU adalah Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia.

  18. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

  19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

  20. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

Pasal 2

  1. Setiap penggunaan spektrum frekuensi radio wajib berdasarkan izin penggunaan spektrum frekuensi radio.

  2. Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan peruntukan spektrum frekuensi radio dan tidak saling mengganggu.

  3. Peruntukan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam tabel alokasi spektrum frekuensi radio Indonesia.

  4. Tabel alokasi spektrum frekuensi radio nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 3

Pengguna spektrum frekuensi radio wajib menggunakan alat dan perangkat telekomunikasi yang telah disertifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 4

  1. Setiap pemancaran spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk:

    1. dinas amatir;

    2. dinas penyiaran;

    3. dinas maritim;

    4. dinas penerbangan;

    5. dinas frekuensi dan tanda waktu standar;

    6. stasiun radio tetap dibawah frekuensi 28 000 kHz;

    7. Komunikasi Radio Antar Penduduk;

    8. stasiun radio rambu (radio beacon); atau

    9. Emergency Position-Indicating Radio Beacons (EPIRBs) satelit yang beroperasi di pita frekuensi radio 406- 406,1 MHz, pita frekuensi radio 1 645,5 – 1 646,5 MHz, atau Emergency Position-Indicating Radio Beacons (EPIRBs) yang menggunakan teknik panggilan selektif digital, harus dapat dikenali melalui sinyal identifikasi.

  2. Setiap pemancaran spektrum frekuensi radio dilarang menggunakan sinyal identifikasi atau identitas stasiun radio palsu atau menyesatkan.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

    1. stasiun kapal penyelamat ketika memancarkan sinyal marabahaya secara otomatis;

    2. EPIRBs selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h.

  4. Sinyal identifikasi dan identitas stasiun radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipancarkan secara periodik.

Pasal 5

  1. Setiap stasiun pemancar spektrum frekuensi radio:

    1. Penyiaran;

    2. Amatir radio;

    3. KRAP;

    4. Microwave link;

    5. Base Transceiver Station (BTS);

    6. Stasiun repeater; dan

    7. Stasiun bumi, harus dapat dikenali dengan tanda pengenal.

  2. Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan:

    1. nama pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau Nomor Klien; dan

    2. nomor izin penggunaan spektrum frekuensi radio.

  3. Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan di lokasi stasiun pemancar yang mudah dilihat dan dikenali.

Pasal 6

  1. Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

    1. Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR);

    2. Izin Stasiun Radio (ISR); dan

    3. Izin Kelas.

  2. IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Menteri.

  3. ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

  4. Izin Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Jenis izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan pada rentang frekuensi radio tertentu ditetapkan melalui Peraturan Menteri tersendiri dengan mempertimbangkan:

  1. Karakteristik penggunaan spektrum pita frekuensi radio;

  2. Kematangan teknologi;

  3. Nilai ekonomi dari spektrum frekuensi radio.

Pasal 8

  1. Selain jenis izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), penggunaan spektrum frekuensi radio untukpenyelenggaraan telekomunikasi keperluan sendiri wajib dioperasikan oleh operator radio yang memiliki:

    1. Sertifikat Kewenangan untuk Radio Elektronika dan/atau Operator Radio (REOR) untuk layanan Dinas Maritim/Pelayaran;

    2. Sertifikat Kecakapan Operator Radio untuk Dinas Bergerak Darat;

    3. Izin Amatir Radio (IAR) untuk dinas amatir radio; atau

    4. Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk (IKRAP) untuk penyelenggaraan komunikasi radio antar penduduk.

  2. Sertifikat Kewenangan, Sertifikat Kecakapan serta Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a huruf b, huruf c dan huruf d, diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penerbitan sertifikat serta Izin sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9

  1. Masa laku IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a selama10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.

  2. Masa laku ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.

  3. Masa laku penggunaan spektrum frekuensi radio dengan kategori Izin Kelas berakhir dengan dicabutnya Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).

Pasal 10

IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diberikan untuk penggunaan frekuensi radio dengan ketentuan antara lain meliputi:

  1. menggunakan pita frekuensi radio yang telah ditetapkan;

  2. pita frekuensi radio yang ditetapkan termasuk di dalamnya untuk keperluan guard band; dan

  3. memenuhi batasan emisi spektrum (spectrum emission mask).

Pasal 11

  1. IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diterbitkan melalui:

    1. mekanisme seleksi; atau

    2. perubahan ISR menjadi IPFR.

  2. Mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan pengumuman peluang usaha dan tata cara seleksi yang diatur dengan Keputusan Menteri.

  3. Perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku untuk perubahan ISR menjadi IPFR di pita frekuensi radio yang sama.

  4. Perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan sekurang-kurangnya mempertimbangkan:

    1. penyederhanaan perizinan;

    2. peningkatan utilitas penggunaan spektrum frekuensi radio; dan

    3. nilai ekonomi dari spektrum frekuensi radio.

  5. Setiap pita frekuensi radio yang telah dikenakan tata cara penerbitan IPFR berdasarkan mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a tidak dapat dikenakan tata cara penerbitan berdasarkan mekanisme penerbitan IPFR lainnya.

  6. Dalam hal pada suatu pita frekuensi radio yang tata cara penerbitan IPFR-nya berdasarkan perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud ayat (4) masih terdapat ketersediaan pita frekuensi radio, maka tata cara penerbitan IPFR selanjutnya dilakukan berdasarkan mekanisme seleksi.

  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penetapan IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

1

Setiap pemegang IPFR wajib melaporkan data setiap Base Transceiver Station yang dibangun dan dioperasikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi:

  1. alamat stasiun radio;

  2. koordinat stasiun radio;

  3. tinggi antena di atas permukaaan laut (dpl);

  4. merek dan tipe perangkat pemancar dan/atau penerima;

  5. EIRP (Effective Isotropically Radiated Power);

  6. spesifikasi teknis antena; dan

  7. frekuensi radio pada pemancar dan/atau penerima.

Pasal 13

  1. Permohonan untuk mendapatkan IPFR diajukan untuk IPFR yang diterbitkan berdasarkan mekanisme seleksi.

  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemohon setelah Menteri menerbitkan peluang usaha atas penggunaan pita frekuensi radio.

  3. Persyaratan untuk mengajukan permohonan mendapatkan IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 14

  1. Permohonan untuk perpanjangan masa laku IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan oleh pemegang IPFR paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa laku izin berakhir.

  2. Dalam hal permohonan untuk perpanjangan IPFR diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan untuk perpanjangan IPFR ditolak.

  3. Perpanjangan masa laku IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi, yang sekurang-kurangnya memperhatikan kriteria sebagai berikut:

    1. perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio nasional;

    2. kepatuhan terhadap kewajiban pelunasan BHP frekuensi radio;

    3. kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan base transceiver station.

Pasal 15

Permohonan perpanjangan IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan kepada Menteri dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

  1. Salinan akta pendirian perusahaan perubahan terakhir beserta pengesahan dari Kementerian yang membidangi masalah hukum;

  2. salinan izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; dan

  3. salinan IPFR yang sudah disahkan setiap tahun.

Pasal 16

Pemegang IPFR yang telah habis masa perpanjangannya dapat mengajukan permohonan IPFR baru.

Pasal 17

  1. Masa laku IPFR dapat diakhiri sebelum masa laku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berakhir.

  2. Pengakhiran masa berlaku IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar:

    1. permohonan penghentian izin oleh pemegang izin;

    2. pencabutan izin.

  3. Pengakhiran IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pelunasan piutang BHP Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 18

  1. Permohonan penghentian IPFR oleh pemegang IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a wajib diterima oleh Menteri dengan tembusan kepadaDirektur Jenderal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran Biaya IPFR tahunan tahun berikutnya, dengan melampirkan salinan IPFR.

  2. Pemegang IPFR yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat menggunakan spektrum frekuensi radio paling lambat sampai dengan waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  3. Apabila permohonan penghentian IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan, maka permohonan penghentian IPFR disetujui.

Pasal 19

Dalam hal permohonan penghentian IPFR diajukan setelah ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1), pemegang IPFR tetap dikenakan kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk tahun berikutnya.

Pasal 20

Permohonan penghentian IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dilakukan untuk penghentian atas penggunaan seluruh lebar pita dan wilayah layanan yang tercantum dalam IPFR yang dikembalikan.

Pasal 21

  1. Pengakhiran masa laku IPFR atas dasar pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dilakukan karena:

    1. izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi telah dicabut;

    2. izin penyelenggaraan penyiaran telah berakhir atau dicabut;

    3. mengalihkan IPFR tanpa persetujuan tertulis dari Menteri;

    4. tidak melaksanakan kegiatan operasional pemancaran selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

    5. menggunakan IPFR tidak sesuai dengan dinas dan jenis layanan yang diizinkan;

    6. melanggar ketentuan persyaratan teknis sesuai izin peruntukkannya; atau

    7. tidak melunasi pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan.

  2. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan tanpa pemberian surat peringatan.

  3. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan 1 (satu) bulan.

Pasal 22

  1. Pemegang IPFR hanya dapat melakukan perubahan data administrasi pada IPFR dengan terlebih dahulu wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri.

  2. Perubahan data administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. Nama badan hukum pemilik IPFR

    2. Domisili badan hukum pemilik IPFR

  3. Perubahan data administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) di atas tidak merubah jangka waktu berlakunya IPFR.

  4. Untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang IPFR harus menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan sekurang-kurangnya:

    1. Akta perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan domisili badan hukum;

    2. Salinan IPFR;

    3. Salinan Izin Penyelenggaraa Telekomunikasi yang telah disesuaikan dengan nama dan/atau domisili badan hukum yang diubah.

  5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahandata administrasi dan/atau parameter teknis pada IPFR diberikan berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 23

  1. ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b merupakan izin untuk mengoperasikan perangkat pemancar dan/atau penerima yang dioperasikan pada kanal frekuensi radio tertentu dengan beberapa parameter teknis.

  2. Parameter teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

    1. lebar pita;

    2. daya pancar yang keluar dari antena (Effective Isotropical Radiated Power/EIRP); dan

    3. kelas emisi.

Pasal 24

  1. ISR sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diberikan kepada:

    1. Badan hukum;

    2. Instansi pemerintah;

    3. Perwakilan negara asing; dan

    4. Perorangan.

  2. ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk kegiatan, antara lain:

    1. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

    2. penyelenggaraan telekomunikasi khusus;

    3. penyelenggaraan penyiaran;

    4. kegiatan tertentu yang bersifat sementara;

    5. komunikasi radio maritim;

    6. komunikasi radio penerbangan;

    7. keperluan pertahanan dan keamanan.

  3. ISR untuk perwakilan negara asing, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan berdasarkan asas timbal balik.

  4. ISR untuk perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan hanya untuk keperluan komunikasi radio maritim pelayaran rakyat, dan komunikasi radio yang hanya menggunakan perangkat handy talky.

  5. ISR untuk perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 25

  1. ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diterbitkan melalui mekanisme evaluasi berdasarkan ketersediaan kanal spektrum frekuensi radio.

  2. Ketersedian kanal spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian izin prinsip penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tertentu yang memerlukan spektrum frekuensi radio.

Pasal 26

ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c diterbitkan melalui mekanisme evaluasi berdasarkan ketersediaan kanal spektrum frekuensi radio dalam rencanainduk frekuensi radio untuk keperluan penyiaran dan atau ketentuan peluang usaha penyiaran.

Pasal 27

  1. Kegiatan tertentu yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d meliputi:

    1. Kegiatan kenegaraan;

    2. penelitian;

    3. penanggulangan bencana;

    4. demo atau uji coba perangkat pemancar dan/atau penerima; atau

    5. peristiwa tertentu.

  2. Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perwakilan negara asing di Indonesia, permohonan penggunaan frekuensi radio diajukan oleh menteri yang membidangi urusan luar negeri berdasarkan asas timbal balik (reciprocity).

  3. Masa laku ISR yang diberikan untuk kegiatan tertentu yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 6 (enam) bulan.

Pasal 28

Permohonan ISR dapat diajukan secara:

  1. daring (online), yaitu perizinan elektronik melalui web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal; atau

  2. luring (offline), yaitu perizinan melalui surat tertulis atau melalui pusat pelayanan terpadu Direktorat Jenderal;

  3. antar muka mesin (machine to machine interface).

Pasal 29

  1. Permohonan untuk mendapatkan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. surat permohonan ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran I; dan

    2. data administrasi dan data teknis secara lengkap dan benar dengan rincian pada tabel sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Selain melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan untuk:

    1. keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi wajib melampirkan salinan izin prinsip atau izin penyelenggaraan telekomunikasi;

    2. keperluan penyelenggaraan penyiaran wajib melampirkan salinan izin prinsip penyelenggaraan penyiaran atau izin tetap penyelenggaraan penyiaran;

    3. keperluan komunikasi maritim dan komunikasi penerbangan wajib melampirkan rekomendasi dari instansi yang membidangi maritim dan penerbangan;

    4. keperluan perwakilan negara asing wajib melampirkan surat rekomendasi dari Kementerian Luar Negeri.

  3. Permohonan ISR untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi dan penyiaran yang mengggunakan satelit diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30

  1. Permohonan izin penggunaan frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk sistem komunikasi radio lingkup terbatas dan/atau sistem komunikasi radio dari titik ke titik tidak perlu menyertakan izin prinsip dan/atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

  2. Sistem komunikasi radio lingkup terbatas dan/atau sistem komunikasi radio dari titik ke titik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem komunikasi dua arah (two-ways communication) yang penggunaannya untuk keperluan sendiri oleh Badan Hukum, Instansi Pemerintah atau perorangan.

Pasal 31

  1. Permohonan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan pertahanan diajukan oleh menteri yang membidangi pertahanan.

  2. Permohonan penggunaan frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan Keamanan diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

  3. Penetapan kanal frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan melalui Surat Penetapan Frekuensi Radio oleh Direktur Jenderal.

Pasal 32

  1. Untuk dapat menggunakan fasilitas pelayanan perizinan frekuensi radio secara daring (online) melalui aplikasi web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, pemohon dan/atau pemegang izin terlebih dahulu harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan username dan password.

  2. Permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. Salinan:

      1. akta pendirian perusahaan dan surat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;

      2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); atau

      3. Salinan izin penyelenggaraan telekomunikasi atau izin penyelenggaraan penyiaran bagi penyelenggara telekomunikasi atau penyelenggara penyiaran; dan

    2. Surat penunjukan petugas yang bertindak sebagai person in charge (PIC) yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat yang diberi kewenangan berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

  3. Selain disampaikan secara tertulis, permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilakukan melalui aplikasi web dengan mengunggah semua persyaratan dokumen yang dipersyaratkan pada ayat (2) yang telah dipindai (scan).

  4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan berdasarkan hasil verifikasi.

  5. Dalam hal persyaratan dokumen yang disampaikan melalui aplikasi web sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukenali tidak benar, maka:

    1. permohonan untuk mendapatkan username dan password ditolak; atau

    2. username dan password yang telah diberikan akan dibatalkan.

Pasal 33

Permohonan ISR secara luring (offline) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan berkas persyaratan permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.

Pasal 34

  1. Untuk permohonan ISR yang dilakukan secara daring (online) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal, berkas persyaratan permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) di pindai (scan) dan kemudian disampaikan melalui aplikasi web yang telah disediakan.

  2. Pemohon ISR secara daring (online) diwajibkan menyetujui disclaimer sebagai perikatan terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal 35

Selain untuk memproses permohonan ISR secara daring (online), aplikasi web juga menyediakan fasilitas pelayanan untuk pemohon dan pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio antara lain:

  1. mengakses informasi status/proses perizinan;

  2. mengunduh dan mencetak rincian tagihan BHP Spektrum Frekuensi Radio berikut dendanya;

  3. mengunduh dan mencetak data izin penggunaan spektrum frekuensi radio; dan

  4. mencetak ISR.

Pasal 36

  1. Perizinan dengan menggunakan antar muka mesin (machine to machine interface) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c adalah perizinan yang dapat menghubungkan sistem perizinan yang disediakan oleh Direktorat Jenderal dengan sistem dari pengguna frekuensi radio.

  2. Perizinan dengan menggunakan antar muka mesin (machine to machine interface) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37

  1. ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, diterbitkan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

  2. ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e dan huruf f, diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

Pasal 38

  1. Perpanjangan masa laku ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus diajukan oleh pemegang izin paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum masa laku izin berakhir.

  2. Dalam hal permohonan perpanjangan ISR diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan perpanjangan ISR ditolak.

  3. Perpanjangan masa laku ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi.

  4. Evaluasi permohonan perpanjangan ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memperhatikan kriteria sebagai berikut:

    1. perencanaan alokasi frekuensi radio nasional;

    2. pemenuhan kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio.

Pasal 39

  1. Perpanjangan masa laku ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan perpanjangan masa laku ISR diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

  2. Perpanjangan masa laku ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e dan huruf f, diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan perpanjangan masa laku ISR diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

Pasal 40

  1. Pemegang ISR yang telah habis masa perpanjangannyadapat mengajukan permohonan izin baru.

  2. Permohonan izin baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh prioritas sepanjang sesuai dengan ketentuan penerbitan izin baru dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 29.

  3. Proses pemberian ISR baru sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dengan mekanisme melalui evaluasi di lapangan dan evaluasi pada database.

Pasal 41

  1. Masa laku ISR dapat diakhiri sebelum masa laku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) berakhir.

  2. Pengakhiran masa berlaku ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar:

    1. permohonan penghentian izin oleh pemegang izin; atau

    2. pencabutan izin.

  3. Pengakhiran ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pelunasan piutang BHP Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 42

  1. Permohonan penghentian ISR oleh pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a wajib disampaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kelender sebelum periode waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  2. Pemegang izin yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat menggunakan spektrum frekuensi radio sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  3. Apabila permohonan penghentian ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan, maka permohonan penghentian ISR disetujui.

Pasal 43

Dalam hal permohonan penghentian ISR diajukan setelah ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (1), pemegang ISR tetap dikenakan kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk tahun berikutnya.

Pasal 44

  1. Pengakhiran masa laku izin atas dasar pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b dilakukan karena:

    1. izin penyelenggaraan telekomunikasi atau izin penyelenggaraan penyiaran telah berakhir atau dicabut;

    2. mengalihkan ISR tanpa persetujuan Direktur Jenderal;

    3. tidak melaksanakan kegiatan operasional pemancaran selama 1 (satu) tahun;

    4. melanggar ketentuan persyaratan teknis sesuai izin yang ditetapkan dan/atau ketentuan perundangundangan; dan/atau

    5. tidak membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan.

  2. Dalam hal pengakhiran masa laku izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan karena huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, khusus untuk penyiaran, Direktur Jenderal melaporkan pencabutan ISR kepada Menteri untuk dilakukan pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran sesuai kewenangannya.

  3. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan tanpa pemberian surat peringatan.

  4. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan huruf e, dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan 30 (tiga puluh) hari kalender.

Pasal 45

  1. Pemegang Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat melakukan perubahan data administrasi dan/atau parameter teknis pada ISR dengan terlebih dahulu wajib mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal.

  2. Perubahan data pada ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. perubahan data administrasi izin meliputi:

      1. nama badan hukum pemilik ISR

      2. nama penanggung jawab badan hukum pemilikISR

      3. domisili badan hukum pemilik ISR

    2. perubahan data parameter teknis izin meliputi :

      1. perubahan lokasi atau titik koordinat;

      2. perubahan daya pancar; dan/atau

      3. perubahan lebar pita.

  3. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidaktermasuk perubahan alamat Stasiun Radio dalamWilayah Layanan yang telah ditetapkan bagi pemegangIzin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dinaspenyiaran.

  4. Perubahan data administrasi dan parameter teknissebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak merubahjangka waktu berlakunya ISR.

  5. Perubahan data parameter teknis sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf b dapat menyebabkanperubahan besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 46

  1. Perubahan data parameter teknis diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran BHP frekuensi radio tahunan berakhir.

  2. Dalam hal permohonan perubahan data parameter teknis diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka permohonan perubahanparameter teknis ditolak.

  3. Untuk mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1),Pemegang ISR harus menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan sekurang-kurangnya:

    1. Untuk perubahan data administrasi:

      1. Salinan akta perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan domisili badan hukum;

      2. Salinan ISR; dan

      3. Salinan Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi atau Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang telah disesuaikan dengan nama dan/atau domisili badan hukum yang diubah.

    2. Untuk perubahan data parameter teknis:

      1. Salinan ISR; dan

      2. Data parameter teknis terkait yang akan diubah.

  4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan data administrasi dan/atau parameter teknis pada ISR diberikan berdasarkan hasil evaluasi.

  5. Persetujuan atas permohonan perubahan data administrasi pada ISR dituangkan dalam surat persetujuan Direktur Jenderal yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ISR sebelum diterbitkan ISR dengan data administrasi yang baru.

Pasal 47

  1. Penggunaan frekuensi radio dengan data parameter teknis yang baru hanya dapat diterapkan setelah diterbitkan ISR dengan data parameter teknis yang baru.

  2. ISR dengan data parameter teknis yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan periode pembayaran BHP frekuensi radio tahun berikutnya.

Pasal 48

  1. Izin kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diberikan untuk penggunaan frekuensi radio#NL#dengan ketentuan:

    1. digunakan secara bersama;

    2. tidak mendapatkan proteksi; dan

    3. wajib mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

  2. Izin Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi:

    1. dengan daya pancar dibawah 10 mW;

    2. yang beroperasi pada pita frekuensi radio 2 400 – 2 483,5 MHz, 5 725 – 5 825 MHz; atau

    3. yang dikategorikan sebagai perangkat short range devices (SRD).

  3. Penggunaan pita frekuensi radio berdasarkan izin kelas selain pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 49

  1. Untuk setiap stasiun radio dan orbit satelit yang perlu didaftarkan dan/atau dicatatkan pada Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia (International Telecommunication Union/ITU), Direktur Jenderal melakukan pendaftaran, koordinasi dan notifikasi frekuensi radio dan orbit satelit kepada Biro Komunikasi Radio (Radiocommunication Bureau) pada Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia (International Telecommunication Union/ITU).

  2. Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mendapatkanpengakuan dan perlindungan internasional.

  3. Dalam hal stasiun radio terletak di wilayah perbatasan atau pancarannya dapat menjangkau negara lain dan berpotensi menimbulkan saling interferensi yang merugikan, pendaftaran dan pencatatannya dilakukan setelah terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Administrasi Telekomunikasi Negara lain.

  4. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 50

  1. Realokasi (re-allocation) frekuensi radio dilakukan karena adanya perubahan perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio nasional.

  2. Dalam hal akan dilaksanakan realokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberitahukan rencana realokasi kepada pengguna pita frekuensi radio eksisting selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum tanggal efektif pelaksanaan realokasi.

  3. Dalam hal pengguna frekuensi radio eksisting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih memiliki masa laku pita frekuensi radio lebih dari 2 (dua) tahun sejak pemberitahuan realokasi, maka kepada pengguna frekuensi radio yang dikenakan realokasi frekuensi radio dapat disediakan alokasi frekuensi radio pengganti sepanjang tersedia.

  4. Alokasi frekuensi radio pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) merupakan frekuensi radio yang peruntukan layananannya sejenis.

  5. Dalam hal pengguna frekuensi radio eksisting masih memiliki masa laku izin penggunaan frekuensi radio kurang dari 2 (dua) tahun sejak pemberitahuan realoaksi, maka kepada pengguna frekuensi radio yang dikenakan realokasi tidak disediakan alokasi frekuensi radio baru dan tidak diperkenankan memperpanjang izin penggunaan frekuensi radio.

Pasal 51

Setiap pemegang IPFR dan ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib membayar lunas dimuka BHP Spektrum Frekuensi Radio setiap tahun dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

Pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio dilaksanakan melalui bank secara sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway).

Pasal 53

  1. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ditetapkan melalui:

    1. mekanisme seleksi dengan memperhatikan kewajaran dan kemampuan daya beli masyarakat;

    2. mekanisme penyesuaian hasil seleksi untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada pita frekuensi radio yang sama; atau

    3. mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula;

  2. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR ditetapkan melalui mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

    1. biaya izin awal (upfront fee); dan/atau

    2. biaya IPFR tahunan.

  3. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR ditetapkan melalui mekanisme penyesuaian hasil seleksi untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada pita frekuensi radio yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan mempertimbangkan Bank Indonesia Rate atau nilai ekonomis spektrum frekuensi radio.

  4. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR yang ditetapkan melalui mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa biaya IPFR tahunan.

Pasal 54

  1. Pemegang IPFR dapat dikenakan kewajiban penyerahan jaminan komitmen pembayaran BHP IPFR tahunan (surety bond) dalam bentuk Bank Garansi setiap tahun kepada Direktur Jenderal.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan komitmen pembayaran BHP IPFR tahunan (surety bond) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 55

Besaran BHP Frekuensi Radio untuk ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ditetapkan berdasarkan formula sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio ISR untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu sampai dengan 1 (satu) bulan dikenakan tarif 1/3 (satu per tiga) dari BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun;

  2. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan dikenakan tarif 1/2 (satu per dua) dari BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun; dan

  3. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan dikenakan tarif BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun.

Pasal 57

  1. Pengguna spektrum frekuensi radio yang memiliki lebih dari 1 (satu) ISR yang waktu pembayarannya berbeda dapat mengajukan permohonan penyamaan waktu pembayaran ISR kepada Direktur Jenderal.

  2. Penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan tidak mengurangi kewajiban besaran BHP yang harus dibayar.

  3. Penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) diberlakukan di akhir bulan.

  4. Permohonan penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari sebelum waktu pembayaran berakhir.

Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk pelaksanaan tarif atas BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 59

  1. Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 tidak berlaku bagi penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan:

    1. penelitian yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah dan/atau lembaga pendidikan dan pelatihan dalam negeri;

    2. kegiatan kunjungan kenegaraan;

    3. tanggap darurat penanggulangan bencana alam untuk bantuan kemanusiaan dan/atau keselamatan jiwa manusia dan harta benda.

  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk penggunaan spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 60

  1. Untuk setiap persetujuan atas permohonan ISR baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b diterbitkan tagihan dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pembayaran (SPP) BHP Spektrum Frekuensi Radio.

  2. Jangka waktu SPP BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal diterbitkan.

  3. Apabila tidak dilakukan pembayaran dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka persetujuan sebagaimana ayat (1) dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 61

  1. Untuk pembayaran BHP Frekuensi Radio Tahun Kedua dan tahun berikutnya sampai dengan berakhirnya masa laku IPFR atau ISR, akan diterbitkan rincian tagihan pembayaran BHP Frekuensi Radio.

  2. Rincian tagihan pembayaran BHP Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses melalui fasilitas perizinan elektronik selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum jatuh tempo pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan.

Pasal 62

  1. Sebagai bukti pelunasan BHP IPFR tahunan, Direktorat Jenderal memberikan pengesahan pembayaran BHP IPFR tahunan selama periode masa laku IPFR.

  2. Sebagai bukti pelunasan BHP ISR tahunan, Direktorat Jenderal menerbitkan ISR untuk setiap periode pembayaran BHP ISR selama masa laku ISR.

Pasal 63

  1. Setiap pemegang IPFR atau ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b yang tidak melakukan pembayaran secara penuh BHP Spektrum Frekuensi Radio paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa:

    1. denda;

    2. pemberhentian operasional blok pita; dan/atau

    3. pencabutan izin.

  2. Waktu jatuh tempo pembayaran BHP IPFR atau BHP ISR untuk tahun kedua dan tahun seterusnya sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 1 (satu) hari sebelum tanggal awal masa laku yang tercantum dalam IPFR atau ISR.

  3. Dalam hal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada rangkaian hari libur atau hari yang diliburkan maka batas akhir pembayaran selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum hari libur atau hari yang diliburkan.

Pasal 64

Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 65

Dalam hal pemegang IPFR tidak melunasi BHP IPFR tahunan setelah diterbitkan surat penagihan sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), pemegang IPFR dilarang menggunakan pita frekuensi radio yang belum dilunasi BHP IPFR nya.

Pasal 66

  1. IPFR dicabut setelah pemegang IPFR diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan tidak juga melunasi BHP IPFR tahunan sampai dengan bulan ke 24 (dua puluh empat) sejak tanggal jatuh tempo.

  2. ISR dicabut 30 (tiga puluh) hari kalender setelah pemegang ISR diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) dan pemegang ISR belum juga melunasi BHP ISR tahunan.

  3. Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio dan denda keterlambatan pembayaran BHP frekuensi radio.

Pasal 67

Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 68

Permohonan perpanjangan atau penghentian izin penggunaan spektrum frekuensi radio yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dapat diproses sepanjang sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 69

Izin Penggunaan Pita Frekuensi Radio yang sebelumnya disebut Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio (IPSFR), untuk selanjutnya dibaca sebagai Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR), sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 70

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/M.KOMINFO/12/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
KETENTUAN OPERASIONAL DAN TATA CARA PERIZINAN PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/M.KOMINFO/12/2010 sudah tidak sesuai dengan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio;

  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252); SALINAN

  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2014 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 33/PER/M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Amatir Radio;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/08/2009 tentang Penyelenggaraan Komunikasi Antar Penduduk;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kecakapan Operator Radio;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG KETENTUAN OPERASIONAL DAN TATA CARA PERIZINAN PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengirimandan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  3. Pemancar Radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.

  4. Sinyal Identifikasi adalah suatu identitas yang dapat berupa sebuah tanda panggil (call sign), atau terdiri dari satu atau lebih nama stasiun (name of station), lokasi stasiun (location of station), nama pengguna (operating agency), tanda registrasi resmi (official registration mark), nomor penerbangan (flight identification number), sinyal karakteristik (characteristic signal), karakteristik emisi (characteristic of emission), atau fitur lain yang sudah diakui secara internasional.

  5. Analisa Teknis adalah perhitungan dari parameterparameter teknis spektrum frekuensi radio agar spektrum frekuensi radio yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya dan tidak saling menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference).

  6. Alokasi Frekuensi Radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi radio teresterial atau dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut diatas untuk setiap jenis dinasnya.

  7. Pita Frekuensi Radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar tertentu.

  8. Kanal Frekuensi Radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio.

  9. Penetapan (Assignment) Pita Frekuensi Radio Atau Kanal Frekuensi Radio adalah otorisasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  10. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio yang selanjutnya disebut Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) adalah izin penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita spektrum frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  11. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuesi radio yang selanjutnya disebut Izin Stasiun Radio (ISR) adalah izin penggunaan dalam bentuk kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.

  12. Izin Kelas adalah hak yang diberikan pada setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum untuk dapat mengoperasikan suatu perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan syarat wajib memenuhi ketentuan teknis.

  13. Stasiun Radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.

  14. Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio selanjutnya disebut BHP Frekuensi Radio adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap pengguna frekuensi radio.

  15. Netral Teknologi (technology-neutral) adalah pemanfaatan teknologi yang tidak dibatasi pada penggunaan teknologi tertentu dan dapat mengikuti perkembangan teknologi untuk penyediaan jenis layanan yang serupa.

  16. Perizinan secara daring (online) adalah pelayanan izin penggunaan spektrum frekuensi radio melalui sistem layanan berbasis internet.

  17. International Telecommunication Union yang selanjutnya disingkat ITU adalah Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia.

  18. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

  19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

  20. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

BAB II

KETENTUAN OPERASIONAL PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

  1. Setiap penggunaan spektrum frekuensi radio wajib berdasarkan izin penggunaan spektrum frekuensi radio.

  2. Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan peruntukan spektrum frekuensi radio dan tidak saling mengganggu.

  3. Peruntukan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam tabel alokasi spektrum frekuensi radio Indonesia.

  4. Tabel alokasi spektrum frekuensi radio nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 3

Pengguna spektrum frekuensi radio wajib menggunakan alat dan perangkat telekomunikasi yang telah disertifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Bagian Kedua

Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 4

  1. Setiap pemancaran spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk:

    1. dinas amatir;

    2. dinas penyiaran;

    3. dinas maritim;

    4. dinas penerbangan;

    5. dinas frekuensi dan tanda waktu standar;

    6. stasiun radio tetap dibawah frekuensi 28 000 kHz;

    7. Komunikasi Radio Antar Penduduk;

    8. stasiun radio rambu (radio beacon); atau

    9. Emergency Position-Indicating Radio Beacons (EPIRBs) satelit yang beroperasi di pita frekuensi radio 406- 406,1 MHz, pita frekuensi radio 1 645,5 – 1 646,5 MHz, atau Emergency Position-Indicating Radio Beacons (EPIRBs) yang menggunakan teknik panggilan selektif digital, harus dapat dikenali melalui sinyal identifikasi.

  2. Setiap pemancaran spektrum frekuensi radio dilarang menggunakan sinyal identifikasi atau identitas stasiun radio palsu atau menyesatkan.

  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

    1. stasiun kapal penyelamat ketika memancarkan sinyal marabahaya secara otomatis;

    2. EPIRBs selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h.

  4. Sinyal identifikasi dan identitas stasiun radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipancarkan secara periodik.

Pasal 5

  1. Setiap stasiun pemancar spektrum frekuensi radio:

    1. Penyiaran;

    2. Amatir radio;

    3. KRAP;

    4. Microwave link;

    5. Base Transceiver Station (BTS);

    6. Stasiun repeater; dan

    7. Stasiun bumi, harus dapat dikenali dengan tanda pengenal.

  2. Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan:

    1. nama pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau Nomor Klien; dan

    2. nomor izin penggunaan spektrum frekuensi radio.

  3. Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan di lokasi stasiun pemancar yang mudah dilihat dan dikenali.

Bagian Ketiga

Jenis Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 6

  1. Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

    1. Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR);

    2. Izin Stasiun Radio (ISR); dan

    3. Izin Kelas.

  2. IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Menteri.

  3. ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

  4. Izin Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Jenis izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan pada rentang frekuensi radio tertentu ditetapkan melalui Peraturan Menteri tersendiri dengan mempertimbangkan:

  1. Karakteristik penggunaan spektrum pita frekuensi radio;

  2. Kematangan teknologi;

  3. Nilai ekonomi dari spektrum frekuensi radio.

Pasal 8

  1. Selain jenis izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), penggunaan spektrum frekuensi radio untukpenyelenggaraan telekomunikasi keperluan sendiri wajib dioperasikan oleh operator radio yang memiliki:

    1. Sertifikat Kewenangan untuk Radio Elektronika dan/atau Operator Radio (REOR) untuk layanan Dinas Maritim/Pelayaran;

    2. Sertifikat Kecakapan Operator Radio untuk Dinas Bergerak Darat;

    3. Izin Amatir Radio (IAR) untuk dinas amatir radio; atau

    4. Izin Komunikasi Radio Antar Penduduk (IKRAP) untuk penyelenggaraan komunikasi radio antar penduduk.

  2. Sertifikat Kewenangan, Sertifikat Kecakapan serta Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a huruf b, huruf c dan huruf d, diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penerbitan sertifikat serta Izin sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Masa Laku Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 9

  1. Masa laku IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a selama10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.

  2. Masa laku ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.

  3. Masa laku penggunaan spektrum frekuensi radio dengan kategori Izin Kelas berakhir dengan dicabutnya Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).

BAB III

TATA CARA PERIZINAN PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

Bagian Kesatu

Izin Pita Frekuensi Radio

Pasal 10

IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diberikan untuk penggunaan frekuensi radio dengan ketentuan antara lain meliputi:

  1. menggunakan pita frekuensi radio yang telah ditetapkan;

  2. pita frekuensi radio yang ditetapkan termasuk di dalamnya untuk keperluan guard band; dan

  3. memenuhi batasan emisi spektrum (spectrum emission mask).

Pasal 11

  1. IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diterbitkan melalui:

    1. mekanisme seleksi; atau

    2. perubahan ISR menjadi IPFR.

  2. Mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan pengumuman peluang usaha dan tata cara seleksi yang diatur dengan Keputusan Menteri.

  3. Perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku untuk perubahan ISR menjadi IPFR di pita frekuensi radio yang sama.

  4. Perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan sekurang-kurangnya mempertimbangkan:

    1. penyederhanaan perizinan;

    2. peningkatan utilitas penggunaan spektrum frekuensi radio; dan

    3. nilai ekonomi dari spektrum frekuensi radio.

  5. Setiap pita frekuensi radio yang telah dikenakan tata cara penerbitan IPFR berdasarkan mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a tidak dapat dikenakan tata cara penerbitan berdasarkan mekanisme penerbitan IPFR lainnya.

  6. Dalam hal pada suatu pita frekuensi radio yang tata cara penerbitan IPFR-nya berdasarkan perubahan ISR menjadi IPFR sebagaimana dimaksud ayat (4) masih terdapat ketersediaan pita frekuensi radio, maka tata cara penerbitan IPFR selanjutnya dilakukan berdasarkan mekanisme seleksi.

  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penetapan IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

1

Setiap pemegang IPFR wajib melaporkan data setiap Base Transceiver Station yang dibangun dan dioperasikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi:

  1. alamat stasiun radio;

  2. koordinat stasiun radio;

  3. tinggi antena di atas permukaaan laut (dpl);

  4. merek dan tipe perangkat pemancar dan/atau penerima;

  5. EIRP (Effective Isotropically Radiated Power);

  6. spesifikasi teknis antena; dan

  7. frekuensi radio pada pemancar dan/atau penerima.

Pasal 13

  1. Permohonan untuk mendapatkan IPFR diajukan untuk IPFR yang diterbitkan berdasarkan mekanisme seleksi.

  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemohon setelah Menteri menerbitkan peluang usaha atas penggunaan pita frekuensi radio.

  3. Persyaratan untuk mengajukan permohonan mendapatkan IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 14

  1. Permohonan untuk perpanjangan masa laku IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan oleh pemegang IPFR paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa laku izin berakhir.

  2. Dalam hal permohonan untuk perpanjangan IPFR diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan untuk perpanjangan IPFR ditolak.

  3. Perpanjangan masa laku IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi, yang sekurang-kurangnya memperhatikan kriteria sebagai berikut:

    1. perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio nasional;

    2. kepatuhan terhadap kewajiban pelunasan BHP frekuensi radio;

    3. kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan base transceiver station.

Pasal 15

Permohonan perpanjangan IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan kepada Menteri dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

  1. Salinan akta pendirian perusahaan perubahan terakhir beserta pengesahan dari Kementerian yang membidangi masalah hukum;

  2. salinan izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; dan

  3. salinan IPFR yang sudah disahkan setiap tahun.

Pasal 16

Pemegang IPFR yang telah habis masa perpanjangannya dapat mengajukan permohonan IPFR baru.

Pasal 17

  1. Masa laku IPFR dapat diakhiri sebelum masa laku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) berakhir.

  2. Pengakhiran masa berlaku IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar:

    1. permohonan penghentian izin oleh pemegang izin;

    2. pencabutan izin.

  3. Pengakhiran IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pelunasan piutang BHP Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 18

  1. Permohonan penghentian IPFR oleh pemegang IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a wajib diterima oleh Menteri dengan tembusan kepadaDirektur Jenderal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran Biaya IPFR tahunan tahun berikutnya, dengan melampirkan salinan IPFR.

  2. Pemegang IPFR yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat menggunakan spektrum frekuensi radio paling lambat sampai dengan waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  3. Apabila permohonan penghentian IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan, maka permohonan penghentian IPFR disetujui.

Pasal 19

Dalam hal permohonan penghentian IPFR diajukan setelah ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1), pemegang IPFR tetap dikenakan kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk tahun berikutnya.

Pasal 20

Permohonan penghentian IPFR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dilakukan untuk penghentian atas penggunaan seluruh lebar pita dan wilayah layanan yang tercantum dalam IPFR yang dikembalikan.

Pasal 21

  1. Pengakhiran masa laku IPFR atas dasar pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dilakukan karena:

    1. izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi telah dicabut;

    2. izin penyelenggaraan penyiaran telah berakhir atau dicabut;

    3. mengalihkan IPFR tanpa persetujuan tertulis dari Menteri;

    4. tidak melaksanakan kegiatan operasional pemancaran selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

    5. menggunakan IPFR tidak sesuai dengan dinas dan jenis layanan yang diizinkan;

    6. melanggar ketentuan persyaratan teknis sesuai izin peruntukkannya; atau

    7. tidak melunasi pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan.

  2. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan tanpa pemberian surat peringatan.

  3. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan 1 (satu) bulan.

Pasal 22

  1. Pemegang IPFR hanya dapat melakukan perubahan data administrasi pada IPFR dengan terlebih dahulu wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri.

  2. Perubahan data administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. Nama badan hukum pemilik IPFR

    2. Domisili badan hukum pemilik IPFR

  3. Perubahan data administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) di atas tidak merubah jangka waktu berlakunya IPFR.

  4. Untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang IPFR harus menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan sekurang-kurangnya:

    1. Akta perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan domisili badan hukum;

    2. Salinan IPFR;

    3. Salinan Izin Penyelenggaraa Telekomunikasi yang telah disesuaikan dengan nama dan/atau domisili badan hukum yang diubah.

  5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahandata administrasi dan/atau parameter teknis pada IPFR diberikan berdasarkan hasil evaluasi.

Bagian Kedua

Izin Stasiun Radio

Pasal 23

  1. ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b merupakan izin untuk mengoperasikan perangkat pemancar dan/atau penerima yang dioperasikan pada kanal frekuensi radio tertentu dengan beberapa parameter teknis.

  2. Parameter teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

    1. lebar pita;

    2. daya pancar yang keluar dari antena (Effective Isotropical Radiated Power/EIRP); dan

    3. kelas emisi.

Pasal 24

  1. ISR sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diberikan kepada:

    1. Badan hukum;

    2. Instansi pemerintah;

    3. Perwakilan negara asing; dan

    4. Perorangan.

  2. ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk kegiatan, antara lain:

    1. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

    2. penyelenggaraan telekomunikasi khusus;

    3. penyelenggaraan penyiaran;

    4. kegiatan tertentu yang bersifat sementara;

    5. komunikasi radio maritim;

    6. komunikasi radio penerbangan;

    7. keperluan pertahanan dan keamanan.

  3. ISR untuk perwakilan negara asing, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan berdasarkan asas timbal balik.

  4. ISR untuk perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan hanya untuk keperluan komunikasi radio maritim pelayaran rakyat, dan komunikasi radio yang hanya menggunakan perangkat handy talky.

  5. ISR untuk perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 25

  1. ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diterbitkan melalui mekanisme evaluasi berdasarkan ketersediaan kanal spektrum frekuensi radio.

  2. Ketersedian kanal spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian izin prinsip penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tertentu yang memerlukan spektrum frekuensi radio.

Pasal 26

ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c diterbitkan melalui mekanisme evaluasi berdasarkan ketersediaan kanal spektrum frekuensi radio dalam rencanainduk frekuensi radio untuk keperluan penyiaran dan atau ketentuan peluang usaha penyiaran.

Pasal 27

  1. Kegiatan tertentu yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d meliputi:

    1. Kegiatan kenegaraan;

    2. penelitian;

    3. penanggulangan bencana;

    4. demo atau uji coba perangkat pemancar dan/atau penerima; atau

    5. peristiwa tertentu.

  2. Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perwakilan negara asing di Indonesia, permohonan penggunaan frekuensi radio diajukan oleh menteri yang membidangi urusan luar negeri berdasarkan asas timbal balik (reciprocity).

  3. Masa laku ISR yang diberikan untuk kegiatan tertentu yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 6 (enam) bulan.

Pasal 28

Permohonan ISR dapat diajukan secara:

  1. daring (online), yaitu perizinan elektronik melalui web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal; atau

  2. luring (offline), yaitu perizinan melalui surat tertulis atau melalui pusat pelayanan terpadu Direktorat Jenderal;

  3. antar muka mesin (machine to machine interface).

Pasal 29

  1. Permohonan untuk mendapatkan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. surat permohonan ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran I; dan

    2. data administrasi dan data teknis secara lengkap dan benar dengan rincian pada tabel sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Selain melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan untuk:

    1. keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi wajib melampirkan salinan izin prinsip atau izin penyelenggaraan telekomunikasi;

    2. keperluan penyelenggaraan penyiaran wajib melampirkan salinan izin prinsip penyelenggaraan penyiaran atau izin tetap penyelenggaraan penyiaran;

    3. keperluan komunikasi maritim dan komunikasi penerbangan wajib melampirkan rekomendasi dari instansi yang membidangi maritim dan penerbangan;

    4. keperluan perwakilan negara asing wajib melampirkan surat rekomendasi dari Kementerian Luar Negeri.

  3. Permohonan ISR untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi dan penyiaran yang mengggunakan satelit diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30

  1. Permohonan izin penggunaan frekuensi radio bagi penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk sistem komunikasi radio lingkup terbatas dan/atau sistem komunikasi radio dari titik ke titik tidak perlu menyertakan izin prinsip dan/atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

  2. Sistem komunikasi radio lingkup terbatas dan/atau sistem komunikasi radio dari titik ke titik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem komunikasi dua arah (two-ways communication) yang penggunaannya untuk keperluan sendiri oleh Badan Hukum, Instansi Pemerintah atau perorangan.

Pasal 31

  1. Permohonan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan pertahanan diajukan oleh menteri yang membidangi pertahanan.

  2. Permohonan penggunaan frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan Keamanan diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

  3. Penetapan kanal frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bagi keperluan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan melalui Surat Penetapan Frekuensi Radio oleh Direktur Jenderal.

Pasal 32

  1. Untuk dapat menggunakan fasilitas pelayanan perizinan frekuensi radio secara daring (online) melalui aplikasi web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, pemohon dan/atau pemegang izin terlebih dahulu harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan username dan password.

  2. Permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. Salinan:

      1. akta pendirian perusahaan dan surat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;

      2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); atau

      3. Salinan izin penyelenggaraan telekomunikasi atau izin penyelenggaraan penyiaran bagi penyelenggara telekomunikasi atau penyelenggara penyiaran; dan

    2. Surat penunjukan petugas yang bertindak sebagai person in charge (PIC) yang ditandatangani oleh Direktur Utama atau pejabat yang diberi kewenangan berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

  3. Selain disampaikan secara tertulis, permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilakukan melalui aplikasi web dengan mengunggah semua persyaratan dokumen yang dipersyaratkan pada ayat (2) yang telah dipindai (scan).

  4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan untuk mendapatkan username dan password sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan berdasarkan hasil verifikasi.

  5. Dalam hal persyaratan dokumen yang disampaikan melalui aplikasi web sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukenali tidak benar, maka:

    1. permohonan untuk mendapatkan username dan password ditolak; atau

    2. username dan password yang telah diberikan akan dibatalkan.

Pasal 33

Permohonan ISR secara luring (offline) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan berkas persyaratan permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.

Pasal 34

  1. Untuk permohonan ISR yang dilakukan secara daring (online) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal, berkas persyaratan permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) di pindai (scan) dan kemudian disampaikan melalui aplikasi web yang telah disediakan.

  2. Pemohon ISR secara daring (online) diwajibkan menyetujui disclaimer sebagai perikatan terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

Pasal 35

Selain untuk memproses permohonan ISR secara daring (online), aplikasi web juga menyediakan fasilitas pelayanan untuk pemohon dan pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio antara lain:

  1. mengakses informasi status/proses perizinan;

  2. mengunduh dan mencetak rincian tagihan BHP Spektrum Frekuensi Radio berikut dendanya;

  3. mengunduh dan mencetak data izin penggunaan spektrum frekuensi radio; dan

  4. mencetak ISR.

Pasal 36

  1. Perizinan dengan menggunakan antar muka mesin (machine to machine interface) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c adalah perizinan yang dapat menghubungkan sistem perizinan yang disediakan oleh Direktorat Jenderal dengan sistem dari pengguna frekuensi radio.

  2. Perizinan dengan menggunakan antar muka mesin (machine to machine interface) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37

  1. ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, diterbitkan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

  2. ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e dan huruf f, diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

Pasal 38

  1. Perpanjangan masa laku ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus diajukan oleh pemegang izin paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum masa laku izin berakhir.

  2. Dalam hal permohonan perpanjangan ISR diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan perpanjangan ISR ditolak.

  3. Perpanjangan masa laku ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi.

  4. Evaluasi permohonan perpanjangan ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memperhatikan kriteria sebagai berikut:

    1. perencanaan alokasi frekuensi radio nasional;

    2. pemenuhan kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio.

Pasal 39

  1. Perpanjangan masa laku ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan perpanjangan masa laku ISR diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

  2. Perpanjangan masa laku ISR untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e dan huruf f, diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan perpanjangan masa laku ISR diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

Pasal 40

  1. Pemegang ISR yang telah habis masa perpanjangannya
    dapat mengajukan permohonan izin baru.

  2. Permohonan izin baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh prioritas sepanjang sesuai dengan ketentuan penerbitan izin baru dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 29.

  3. Proses pemberian ISR baru sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dengan mekanisme melalui evaluasi di lapangan dan evaluasi pada database.

Pasal 41

  1. Masa laku ISR dapat diakhiri sebelum masa laku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) berakhir.

  2. Pengakhiran masa berlaku ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar:

    1. permohonan penghentian izin oleh pemegang izin; atau

    2. pencabutan izin.

  3. Pengakhiran ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pelunasan piutang BHP Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 42

  1. Permohonan penghentian ISR oleh pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a wajib disampaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kelender sebelum periode waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  2. Pemegang izin yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat menggunakan spektrum frekuensi radio sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan.

  3. Apabila permohonan penghentian ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penggunaan spektrum frekuensi radio atau waktu jatuh tempo pembayaran BHP spektrum frekuensi radio tahunan, maka permohonan penghentian ISR disetujui.

Pasal 43

Dalam hal permohonan penghentian ISR diajukan setelah ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (1), pemegang ISR tetap dikenakan kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk tahun berikutnya.

Pasal 44

  1. Pengakhiran masa laku izin atas dasar pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b dilakukan karena:

    1. izin penyelenggaraan telekomunikasi atau izin penyelenggaraan penyiaran telah berakhir atau dicabut;

    2. mengalihkan ISR tanpa persetujuan Direktur Jenderal;

    3. tidak melaksanakan kegiatan operasional pemancaran selama 1 (satu) tahun;

    4. melanggar ketentuan persyaratan teknis sesuai izin yang ditetapkan dan/atau ketentuan perundangundangan; dan/atau

    5. tidak membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan.

  2. Dalam hal pengakhiran masa laku izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan karena huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, khusus untuk penyiaran, Direktur Jenderal melaporkan pencabutan ISR kepada Menteri untuk dilakukan pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran sesuai kewenangannya.

  3. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan tanpa pemberian surat peringatan.

  4. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan huruf e, dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu peringatan 30 (tiga puluh) hari kalender.

Pasal 45

  1. Pemegang Izin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat melakukan perubahan data administrasi dan/atau parameter teknis pada ISR dengan terlebih dahulu wajib mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal.

  2. Perubahan data pada ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. perubahan data administrasi izin meliputi:

      1. nama badan hukum pemilik ISR

      2. nama penanggung jawab badan hukum pemilikISR

      3. domisili badan hukum pemilik ISR

    2. perubahan data parameter teknis izin meliputi :

      1. perubahan lokasi atau titik koordinat;

      2. perubahan daya pancar; dan/atau

      3. perubahan lebar pita.

  3. Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidaktermasuk perubahan alamat Stasiun Radio dalamWilayah Layanan yang telah ditetapkan bagi pemegangIzin Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dinaspenyiaran.

  4. Perubahan data administrasi dan parameter teknissebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak merubahjangka waktu berlakunya ISR.

  5. Perubahan data parameter teknis sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf b dapat menyebabkanperubahan besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 46

  1. Perubahan data parameter teknis diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran BHP frekuensi radio tahunan berakhir.

  2. Dalam hal permohonan perubahan data parameter teknis diajukan kurang dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka permohonan perubahanparameter teknis ditolak.

  3. Untuk mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1),Pemegang ISR harus menyampaikan permohonan secara tertulis dengan melampirkan sekurang-kurangnya:

    1. Untuk perubahan data administrasi:

      1. Salinan akta perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan domisili badan hukum;

      2. Salinan ISR; dan

      3. Salinan Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi atau Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang telah disesuaikan dengan nama dan/atau domisili badan hukum yang diubah.

    2. Untuk perubahan data parameter teknis:

      1. Salinan ISR; dan

      2. Data parameter teknis terkait yang akan diubah.

  4. Persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan data administrasi dan/atau parameter teknis pada ISR diberikan berdasarkan hasil evaluasi.

  5. Persetujuan atas permohonan perubahan data administrasi pada ISR dituangkan dalam surat persetujuan Direktur Jenderal yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ISR sebelum diterbitkan ISR dengan data administrasi yang baru.

Pasal 47

  1. Penggunaan frekuensi radio dengan data parameter teknis yang baru hanya dapat diterapkan setelah diterbitkan ISR dengan data parameter teknis yang baru.

  2. ISR dengan data parameter teknis yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan periode pembayaran BHP frekuensi radio tahun berikutnya.

Bagian Ketiga

Izin Kelas

Pasal 48

  1. Izin kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diberikan untuk penggunaan frekuensi radio#NL#dengan ketentuan:

    1. digunakan secara bersama;

    2. tidak mendapatkan proteksi; dan

    3. wajib mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

  2. Izin Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi:

    1. dengan daya pancar dibawah 10 mW;

    2. yang beroperasi pada pita frekuensi radio 2 400 – 2 483,5 MHz, 5 725 – 5 825 MHz; atau

    3. yang dikategorikan sebagai perangkat short range devices (SRD).

  3. Penggunaan pita frekuensi radio berdasarkan izin kelas selain pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Koordinasi Internasional dan Pencatatan Frekuensi Radio ke International Telecommunication Union

Pasal 49

  1. Untuk setiap stasiun radio dan orbit satelit yang perlu didaftarkan dan/atau dicatatkan pada Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia (International Telecommunication Union/ITU), Direktur Jenderal melakukan pendaftaran, koordinasi dan notifikasi frekuensi radio dan orbit satelit kepada Biro Komunikasi Radio (Radiocommunication Bureau) pada Perhimpunan Telekomunikasi Sedunia (International Telecommunication Union/ITU).

  2. Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mendapatkanpengakuan dan perlindungan internasional.

  3. Dalam hal stasiun radio terletak di wilayah perbatasan atau pancarannya dapat menjangkau negara lain dan berpotensi menimbulkan saling interferensi yang merugikan, pendaftaran dan pencatatannya dilakukan setelah terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Administrasi Telekomunikasi Negara lain.

  4. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Kelima

Realokasi

Pasal 50

  1. Realokasi (re-allocation) frekuensi radio dilakukan karena adanya perubahan perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio nasional.

  2. Dalam hal akan dilaksanakan realokasi frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberitahukan rencana realokasi kepada pengguna pita frekuensi radio eksisting selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum tanggal efektif pelaksanaan realokasi.

  3. Dalam hal pengguna frekuensi radio eksisting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih memiliki masa laku pita frekuensi radio lebih dari 2 (dua) tahun sejak pemberitahuan realokasi, maka kepada pengguna frekuensi radio yang dikenakan realokasi frekuensi radio dapat disediakan alokasi frekuensi radio pengganti sepanjang tersedia.

  4. Alokasi frekuensi radio pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) merupakan frekuensi radio yang peruntukan layananannya sejenis.

  5. Dalam hal pengguna frekuensi radio eksisting masih memiliki masa laku izin penggunaan frekuensi radio kurang dari 2 (dua) tahun sejak pemberitahuan realoaksi, maka kepada pengguna frekuensi radio yang dikenakan realokasi tidak disediakan alokasi frekuensi radio baru dan tidak diperkenankan memperpanjang izin penggunaan frekuensi radio.

BAB IV

BIAYA HAK PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

Bagian Kesatu

Pembayaran BHP Frekuensi Radio

Pasal 51

Setiap pemegang IPFR dan ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib membayar lunas dimuka BHP Spektrum Frekuensi Radio setiap tahun dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

Pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio dilaksanakan melalui bank secara sistem pembayaran otomatis (host to host payment gateway).

Bagian Kedua

BHP IPFR

Pasal 53

  1. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ditetapkan melalui:

    1. mekanisme seleksi dengan memperhatikan kewajaran dan kemampuan daya beli masyarakat;

    2. mekanisme penyesuaian hasil seleksi untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada pita frekuensi radio yang sama; atau

    3. mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula;

  2. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR ditetapkan melalui mekanisme seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

    1. biaya izin awal (upfront fee); dan/atau

    2. biaya IPFR tahunan.

  3. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR ditetapkan melalui mekanisme penyesuaian hasil seleksi untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada pita frekuensi radio yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan mempertimbangkan Bank Indonesia Rate atau nilai ekonomis spektrum frekuensi radio.

  4. Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk IPFR yang ditetapkan melalui mekanisme penghitungan dengan menggunakan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa biaya IPFR tahunan.

Bagian Ketiga

Bank Garansi

Pasal 54

  1. Pemegang IPFR dapat dikenakan kewajiban penyerahan jaminan komitmen pembayaran BHP IPFR tahunan (surety bond) dalam bentuk Bank Garansi setiap tahun kepada Direktur Jenderal.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan komitmen pembayaran BHP IPFR tahunan (surety bond) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

BHP ISR

Pasal 55

Besaran BHP Frekuensi Radio untuk ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ditetapkan berdasarkan formula sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio ISR untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu sampai dengan 1 (satu) bulan dikenakan tarif 1/3 (satu per tiga) dari BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun;

  2. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan dikenakan tarif 1/2 (satu per dua) dari BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun; dan

  3. untuk penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan dikenakan tarif BHP Spektrum Frekuensi Radio 1 (satu) tahun.

Pasal 57

  1. Pengguna spektrum frekuensi radio yang memiliki lebih dari 1 (satu) ISR yang waktu pembayarannya berbeda dapat mengajukan permohonan penyamaan waktu pembayaran ISR kepada Direktur Jenderal.

  2. Penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan tidak mengurangi kewajiban besaran BHP yang harus dibayar.

  3. Penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) diberlakukan di akhir bulan.

  4. Permohonan penyamaan waktu pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari sebelum waktu pembayaran berakhir.

Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk pelaksanaan tarif atas BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 59

  1. Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 tidak berlaku bagi penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan:

    1. penelitian yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah dan/atau lembaga pendidikan dan pelatihan dalam negeri;

    2. kegiatan kunjungan kenegaraan;

    3. tanggap darurat penanggulangan bencana alam untuk bantuan kemanusiaan dan/atau keselamatan jiwa manusia dan harta benda.

  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk penggunaan spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Bagian Kelima

Tagihan BHP Frekuensi Radio

Pasal 60

  1. Untuk setiap persetujuan atas permohonan ISR baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b diterbitkan tagihan dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pembayaran (SPP) BHP Spektrum Frekuensi Radio.

  2. Jangka waktu SPP BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal diterbitkan.

  3. Apabila tidak dilakukan pembayaran dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka persetujuan sebagaimana ayat (1) dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Pasal 61

  1. Untuk pembayaran BHP Frekuensi Radio Tahun Kedua dan tahun berikutnya sampai dengan berakhirnya masa laku IPFR atau ISR, akan diterbitkan rincian tagihan pembayaran BHP Frekuensi Radio.

  2. Rincian tagihan pembayaran BHP Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses melalui fasilitas perizinan elektronik selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum jatuh tempo pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio tahunan.

Bagian Keenam

Pengesahan Pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 62

  1. Sebagai bukti pelunasan BHP IPFR tahunan, Direktorat Jenderal memberikan pengesahan pembayaran BHP IPFR tahunan selama periode masa laku IPFR.

  2. Sebagai bukti pelunasan BHP ISR tahunan, Direktorat Jenderal menerbitkan ISR untuk setiap periode pembayaran BHP ISR selama masa laku ISR.

Bagian Ketujuh

Sanksi Terkait Pelunasan BHP Frekuensi Radio

Pasal 63

  1. Setiap pemegang IPFR atau ISR sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b yang tidak melakukan pembayaran secara penuh BHP Spektrum Frekuensi Radio paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa:

    1. denda;

    2. pemberhentian operasional blok pita; dan/atau

    3. pencabutan izin.

  2. Waktu jatuh tempo pembayaran BHP IPFR atau BHP ISR untuk tahun kedua dan tahun seterusnya sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 1 (satu) hari sebelum tanggal awal masa laku yang tercantum dalam IPFR atau ISR.

  3. Dalam hal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada rangkaian hari libur atau hari yang diliburkan maka batas akhir pembayaran selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum hari libur atau hari yang diliburkan.

Pasal 64

Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 65

Dalam hal pemegang IPFR tidak melunasi BHP IPFR tahunan setelah diterbitkan surat penagihan sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), pemegang IPFR dilarang menggunakan pita frekuensi radio yang belum dilunasi BHP IPFR nya.

Pasal 66

  1. IPFR dicabut setelah pemegang IPFR diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan tidak juga melunasi BHP IPFR tahunan sampai dengan bulan ke 24 (dua puluh empat) sejak tanggal jatuh tempo.

  2. ISR dicabut 30 (tiga puluh) hari kalender setelah pemegang ISR diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) dan pemegang ISR belum juga melunasi BHP ISR tahunan.

  3. Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio dan denda keterlambatan pembayaran BHP frekuensi radio.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 67

Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68

Permohonan perpanjangan atau penghentian izin penggunaan spektrum frekuensi radio yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dapat diproses sepanjang sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 69

Izin Penggunaan Pita Frekuensi Radio yang sebelumnya disebut Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio (IPSFR), untuk selanjutnya dibaca sebagai Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR), sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/M.KOMINFO/12/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 6 Februari 2015

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

RUDIANTARA



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 6 Februari 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Nomor Peraturan 4
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 06-02-2015  /  06-02-2015
Sumber

Peraturan Menteri ini ditetapkan pada tanggal, 6 Februari 2015 dan diundangkan pada tanggal, 6 Februari 2015.

Lamp : 2 hlm

Subjek PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO - OPERASIONAL DAN TATA CARA PERIZINAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No. 17/PER/M.KOMINFO/9/2005 

PERMENKOMINFO No. 23/PER/M.KOMINFO/12/2010

Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 9 Tahun 2018

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran