Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Denda terhadap Penyelenggara Telekomunikasi

menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Denda terhadap Penyelenggara Telekomunikasi;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 47Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

  7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

  8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 31/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas;10.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 tentang Ketentuan Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz untuk Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler;11.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi; 12.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 07/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband);13.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 41/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Penilaian Pencapaian Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Penyelenggaraan Telekomunikasi;14.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;15.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/09/2010 tentang Tata Cara Penilaian Pencapaian Tingkat Komponen Dalam Negeri Belanja Operasional (Operational Expenditure/OPEX) pada Penyelenggaraan Telekomunikasi;16.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;17.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/04/2011 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 255);18.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi;19.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi;20.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh;21.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Internasional;22.Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 27 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Tetap Dengan Mobilitas Terbatas;23.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Lokal;24.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA TERHADAP PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Pendapatan Kotor adalah seluruh pendapatan penyelenggaraan telekomunikasi yang didapat dari setiap kegiatan usaha yang berkaitan dengan izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

  3. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  4. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  5. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  6. Pencapaian Pembangunan adalah realisasi terhadap komitmen penyelenggara telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan infrastruktur dan layanan telekomunikasi.

  7. Standar Kualitas Pelayanan adalah indikator yang menggambarkan kondisi layanan dari penyelenggaraan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  8. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.

  9. Pelayanan adalah kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang terkait dengan layanan kepada pengguna jasa.

  10. Pelaporan adalah kegiatan untuk menyampaikan seluruh data dan informasi secara tertulis dari penyelenggara telekomunikasi.

  11. Sanksi Denda adalah sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran pemenuhan kewajiban dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

  12. Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan Jumat kecuali hari libur nasional.

  13. Tahun Buku adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.14.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  14. BRTI adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

  15. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  16. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 2

  1. Sanksi administratif berupa denda terhadap penyelenggara telekomunikasi dikenakan kepada penyelenggara telekomunikasi yang tidak memenuhi kewajiban berdasarkan:

    1. izin penyelenggaraannya; dan/atau

    2. ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Peraturan Menteri ini dapat meliputi:

    1. pencapaian pembangunan;

    2. standar kualitas pelayanan;

    3. pengembangan wilayah layanan;

    4. interkoneksi;

    5. penggunaan produksi dalam negeri;

    6. alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia;

    7. layanan minimal yang wajib disediakan;

    8. penyampaian pelaporan; dan/ataui.penyampaian informasi laporan yang benar.

Pasal 3

Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

  1. penyelenggara jaringan telekomunikasi:

    1. penyelenggara jaringan tetap:a) penyelenggara jaringan tetap lokal:1) penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched;2) penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas; dan3) penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched.b) penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;c) penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional; dand) penyelenggara jaringan tetap tertutup.

    2. penyelenggara jaringan bergerak:a) penyelenggara jaringan bergerak terestrial;b) penyelenggara jaringan bergerak seluler; danc) penyelenggara jaringan bergerak satelit.

  2. penyelenggara jasa telekomunikasi:

    1. penyelenggara jasa teleponi dasar;

    2. penyelenggara jasa nilai tambah teleponi; dan

    3. penyelenggara jasa multimedia.

Pasal 4

Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikenakan sesuai dengan besaran yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

  1. Penyelenggara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b angka 1 wajib memenuhi:

    1. pencapaian pembangunan;

    2. standar kualitas pelayanan;

    3. alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia;

    4. layanan minimal yang wajib disediakan; dan/atau

    5. penyampaian pelaporan.

  2. Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched, penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas, penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh, penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit, dan penyelenggara jasa teleponi dasar selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi interkoneksi.

  3. Penyelenggara jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched yang diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi penggunaan produksi dalam negeri.

Pasal 6

Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 2 dan angka 3 wajib memenuhi:

  1. standar kualitas pelayanan dan/atau pengembangan wilayah layanan;

  2. penyampaian laporan berkala; dan

  3. penyampaian informasi laporan yang benar.

Pasal 7

Kewajiban pencapaian pembangunan dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

  1. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched didasarkan atas jumlah service node, jumlah kapasitas trunk gateway, jumlah kapasitas sistem, dan jumlah lokasi;

  2. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas (Fixed Wireless Access/FWA) didasarkan atas jumlah kapasitas sistem, jumlah site, dan jumlah lokasi;

  3. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi wireless melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah site/lokasi tower, rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwidth, dan zona layanan;

  4. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi wireline melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah kapasitas, rata-rata pencapaian kapasitas bandwidth, dan jumlah lokasi;

  5. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) melalui mekanisme seleksi didasarkan atas jumlah ibukota kecamatan yang terlayani, jumlah site/lokasi tower, dan rata-rata pencapaian minimal kecepatan transmisi data (Kbps);

  6. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT) melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah remote dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwidth;

  7. untuk penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh didasarkan atas jumlah kapasitas trunk dan jumlah gateway;

  8. untuk penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional didasarkan atas jumlah jaringan transmisi, jumlah pair/core, dan jumlah lokasi;

  9. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan jaringan kabel non-sistem kabel laut didasarkan atas jumlah wilayah layanan jaringan kabel, jumlah panjang rute jaringan kabel, dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwith;

  10. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan jaringan kabel sistem kabel laut didasarkan atas jumlah landing station, jumlah panjang rute jaringan kabel, dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwith;

  11. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan satelit didasarkan atas jumlah transponder;

  12. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT) didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

  13. untuk penyelenggara jaringan bergerak terestrial radio trunking didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

  14. untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler didasarkan atas jumlah kapasitas sistem (MSC), jumlah kapasitas Home Location Registry (HLR), jumlah site, dan jumlah lokasi;

  15. untuk penyelenggara jaringan bergerak satelit didasarkan atas jumlah kapasitas sistem, dan kapasitas transponder; dan

  16. untuk penyelenggara jasa teleponi dasar didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

Pasal 8

  1. Penilaian pencapaian pembangunan ditentukan dengan nilai rata-rata dari pencapaian komponen tolok ukur pencapaian pembangunan.

  2. Penilaian pencapaian pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:Pencapaian Komponen Tolok Ukur (TU) = (Realisasi Pembangunan) x 100% : Komitmen PembangunanNilai rata-rata = ( TU1 + TU2+….+TUn ) : nTU1, TU2, ..., TUn adalah beberapa tolok ukur yang menjadi komponen tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. n adalah jumlah komponen tolok ukur.

  3. Dalam hal penyelenggara telekomunikasi memiliki lebih dari 1 (satu) teknologi jaringan dalam 1 (satu) izin penyelenggaraan, maka penilaian persentase pencapaian pembangunannya dihitung dengan nilai rata-rata dari pencapaian pembangunan setiap teknologi jaringan.

  4. Pencapaian maksimal nilai masing-masing tolok ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 100% (seratus persen).

  5. Contoh penilaian Pencapaian Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

  1. Perhitungan pencapaian pembangunan didasarkan atas hasil verifikasi administrasi terhadap bukti kepemilikan yang dapat berupa:

    1. daftar sarana jaringan telekomunikasi yang dimiliki;

    2. dokumen kontrak pengadaan yang memuat jenis dan jumlah sarana jaringan telekomunikasi yang dibangun pada tahun buku penyelenggaraan yang dilaporkan;

    3. dokumen berita acara serah terima; dan/atau

    4. dokumen berita aktivasi.

  2. Direktur Jenderal dapat melakukan verifikasi lapangan terhadap sarana jaringan telekomunikasi yang dibangun.

Pasal 10

  1. Penyelenggara telekomunikasi dapat mengusulkan perubahan terhadap komitmen pembangunan sepanjang tidak mengurangi jumlah total komitmen pembangunan dalam 5 (lima) tahun.

  2. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali setiap periode pembangunan lima tahun.

  3. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilakukan pada tahun pertama dalam periode pembanguna lima tahun kedua dan seterusnya.

  4. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk perubahan komitmen pembangunan tahun berikutnya dan usulan perubahannya harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masuk komitmen pembangunan tahun berikutnya.

  5. Contoh usulan perubahan komitmen pembangunan tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

  1. Dalam hal izin penyelenggaraan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi terbit kurang dari 6 (enam) bulan dari batas akhir Tahun Buku, maka komitmen pembangunan tahun Pertama terhitung mulai awal Tahun Buku berikutnya.

  2. Pembangunan yang dilakukan selama 6 (enam) bulan dari batas akhir Tahun Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai bagian dari pencapaian komitmen pembangunan untuk Tahun Pertama.

Pasal 12

  1. Standar Kualitas Pelayanan dan/atau kinerja operasi untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa teleponi dasar meliputi:

    1. kinerja pelayanan; dan/atau

    2. kinerja jaringan.

  2. Standar Kualitas Pelayanan dan/atau pengembangan wilayah layanan untuk penyelenggara jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia meliputi:

    1. kinerja pelayanan; dan/atau

    2. kinerja jasa.

  3. Tolok ukur dan tata cara penilaian Standar Kualitas Pelayanan untuk penyelenggaraan jaringan dan/atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 13

  1. Kewajiban interkoneksi bagi penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched, penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas, penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh, penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit, dan penyelenggara jasa teleponi dasar dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

    1. pemenuhan ketentuan tentang antrian permintaan interkoneksi termasuk pemberitahuan posisi antrian dan perlakuan prinsip First In First Out (FIFO);

    2. kepatuhan terhadap jadwal penyediaan interkoneksi meliputi jadwal proses pemberian jawaban, jadwal proses negosiasi, dan jadwal proses penyediaan akses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. kepatuhan terhadap ketentuan penyediaan fasilitas penting untuk interkoneksi;

    4. pemenuhan komitmen dalam Joint Planning Session (JPS) yaitu penambahan kapasitas atau dimensi dari hardware atau software secara berkala;

    5. penyalahgunaan akses ke jaringan dan/atau jasa telekomunikasi untuk mengalihkan trafik sehingga menimbulkan kerugian pada penyelenggara lain atau dalam rangka memanfaatkan perbedaan biaya interkoneksi secara tidak sah;

    6. penyelenggara telekomunikasi tidak membuka dan mengembangkan titik interkoneksi sebagaimana telah dicantumkan dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi;

    7. diskriminasi harga dan akses; dan

    8. pemberian informasi yang tidak benar oleh penyedia akses kepada pencari akses dalam menyusun permintaan interkoneksi, negosiasi, dan penyediaan akses.

  2. Kewajiban interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pengaduan yang didukung dengan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

  1. Kewajiban penggunaan produksi dalam negeri dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

    1. jumlah persentase dari pengeluaran investasi pembelanjaan modal (capital expenditure/capex) dalam 1 (satu) tahun; dan

    2. jumlah persentase dari pengeluaran pembiayaan operasional (operational expenditure/opex) dalam 1 (satu) tahun.

  2. Jumlah persentase kewajiban penggunaan produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

  1. Kewajiban pemenuhan alokasi riset dinilai berdasarkan tolok ukur alokasi riset paling sedikit 1% (satu persen) dari jumlah realisasi Pendapatan Kotor penyelenggara telekomunikasi 2 (dua) Tahun Buku sebelumnya.

  2. Contoh perhitungan kewajiban pemenuhan alokasi riset tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

  1. Kewajiban pemenuhan alokasi pengembangan sumber daya manusia dinilai berdasarkan tolok ukur alokasi pengembangan sumber daya manusia paling sedikit 1% (satu persen) dari jumlah realisasi Pendapatan Kotor penyelenggara telekomunikasi 2 (dua) Tahun Buku sebelumnya.

  2. Contoh perhitungan kewajiban pemenuhan alokasi pengembangan sumber daya manusia tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

Kewajiban pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dinilai berdasarkan tolok ukur pemenuhan terhadap setiap kewajiban pelayanan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan.

Pasal 18

  1. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi wajib menyampaikan pelaporan Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk 1(satu) Tahun Buku kepada BRTI U.p. Direktur Jenderal.

  2. Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), untuk tahun Pertama terbit izin, maka perhitungan 1 (satu) Tahun Buku terhitung mulai tanggal terbit izin sampai dengan 31 Desember pada tahun dimaksud.

  3. Penyampaian pelaporan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

    1. untuk penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b angka 1 wajib memuat:

      1. pemenuhan pencapaian pembangunan;

      2. pemenuhan standar kualitas pelayanan;

      3. pemenuhan alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia; dan/atau

      4. pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan.

    2. untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, selain memuat pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib memuat pemenuhan penggunaan produksi dalam negeri.

    3. untuk penyelenggara jasa nilai tambah dan penyelenggara jasa multimedia wajib memuat pencapaian standar kualitas pelayanan dan pengembangan wilayah layanan.

  4. Untuk jenis laporan lain yang tidak tercantum dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib berisi informasi yang benar, yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh direktur utama dan bermaterai cukup.

  6. Batas waktu penyampaian pelaporan penyelenggaraan telekomunikasi paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

Pasal 19

Penilaian pemenuhan kewajiban penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 20 

  1. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi yang tidak memenuhi kewajiban pencapaian pembangunan, pemenuhan standar kualitas pelayanan, pengembangan wilayah layanan, pemenuhan interkoneksi, penggunaan produksi dalam negeri, pemenuhan alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia, pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan, penyampaian pelaporan, dan/atau penyampaian informasi laporan yang benar, diberikan pemberitahuan tertulis oleh Direktur Jenderal, yang memuat jenis pelanggarannya.

  2. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas verifikasi dokumen dan/atau verifikasi lapangan yang dapat dilakukan dalam bentuk pengukuran bersama dengan pihak penyelenggara telekomunikasi.

  3. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dapat mengajukan keberatan tertulis kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.

  4. Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan sesuai jenis pelanggarannya dengan melampirkan dokumen pendukung.

  5. Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menyampaikan keberatan tertulis, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dianggap telah menyetujui dan dikenakan Sanksi Denda.

Pasal 21

  1. Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diverifikasi paling lama 60 (enam puluh) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya keberatan tertulis yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.

  2. Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menerima atau menolak keberatan tertulis yang disampaikan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  3. Dalam hal keberatan tertulis diterima oleh Menteri, maka penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dibebaskan dari pengenaan Sanksi Denda.

  4. Dalam hal keberatan tertulis ditolak oleh Menteri, maka penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dikenakan Sanksi Denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Penolakan keberatan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.

Pasal 22

  1. Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan pembayaran untuk pengenaan Sanksi Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 20 ayat (4) yang memuat besaran sanksi yang dikenakan dan jatuh tempo pembayaran.

  2. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Pertama.

  3. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Kedua.

  4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.

  5. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    2. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

Pasal 23

Keterlambatan atas pembayaran Sanksi Denda yang melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan Pembayaran, dikenakan Sanksi Denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah Sanksi Denda yang harus dibayarkan, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

Pasal 24

  1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi disetor langsung ke kas negara melalui rekening bendahara penerima Direktorat Jenderal pada bank pemerintah yang ditunjuk.

  2. Bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikirimkan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi kepada Direktur Jenderal.

  3. Bendahara penerima setiap bulan wajib melaporkan seluruh penerimaan pengenaan sanksi administratif berupa denda kepada Menteri paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktur Jenderal dan Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Infomatika.

Pasal 25

  1. Pengawasan dan pengendalian atas penerapan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

  2. Direktur Jenderal dapat membentuk tim untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 26

Dalam hal terdapat perbedaan antara ketentuan yang tercantum dalam izin penyelenggaraan telekomunikasi dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, maka Penyelenggara Telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 27

Dalam hal terdapat perbedaan tolok ukur komitmen pembangunan antara izin penyelenggaraan telekomunikasi dengan Peraturan Menteri ini, Penyelenggara Telekomunikasi wajib mengajukan penyesuaian izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 28

  1. Kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan mulai Tahun Buku 2014.

  2. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, batas waktu penyampaian pelaporan Standar Kualitas Pelayanan sebagaimana diatur dalam:

    1. Pasal 16 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/04/2011 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik;

    2. Pasal 19 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh;

    3. Pasal 10 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Internasional;

    4. Pasal 26 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 27 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap dengan Mobilitas Terbatas;

    5. Pasal 35 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Lokal;

    6. Pasal 27 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler; dinyatakan tidak berlaku, dengan ketentuan penyampaian laporannya mengikuti batas waktu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 11 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA TERHADAP PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Denda terhadap Penyelenggara Telekomunikasi;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);

  6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 47Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

  7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

  8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 31/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas;
    10.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 tentang Ketentuan Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz untuk Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler;
    11.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi; 12.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 07/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband);
    13.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 41/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Penilaian Pencapaian Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Penyelenggaraan Telekomunikasi;
    14.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;
    15.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/09/2010 tentang Tata Cara Penilaian Pencapaian Tingkat Komponen Dalam Negeri Belanja Operasional (Operational Expenditure/OPEX) pada Penyelenggaraan Telekomunikasi;
    16.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;
    17.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/04/2011 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 255);
    18.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi;
    19.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi;
    20.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh;
    21.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Internasional;
    22.Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 27 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Tetap Dengan Mobilitas Terbatas;
    23.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Lokal;
    24.Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA TERHADAP PENYELENGGARA TELEKOMUNIKASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

  2. Pendapatan Kotor adalah seluruh pendapatan penyelenggaraan telekomunikasi yang didapat dari setiap kegiatan usaha yang berkaitan dengan izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya.

  3. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  4. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  5. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

  6. Pencapaian Pembangunan adalah realisasi terhadap komitmen penyelenggara telekomunikasi dalam membangun dan/atau menyediakan infrastruktur dan layanan telekomunikasi.

  7. Standar Kualitas Pelayanan adalah indikator yang menggambarkan kondisi layanan dari penyelenggaraan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  8. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.

  9. Pelayanan adalah kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang terkait dengan layanan kepada pengguna jasa.

  10. Pelaporan adalah kegiatan untuk menyampaikan seluruh data dan informasi secara tertulis dari penyelenggara telekomunikasi.

  11. Sanksi Denda adalah sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran pemenuhan kewajiban dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau izin penyelenggaraan telekomunikasi.

  12. Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan Jumat kecuali hari libur nasional.

  13. Tahun Buku adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
    14.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  14. BRTI adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

  15. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

  16. Direktorat Jenderal adalah direktorat jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

BAB II

RUANG LINGKUP

Pasal 2

  1. Sanksi administratif berupa denda terhadap penyelenggara telekomunikasi dikenakan kepada penyelenggara telekomunikasi yang tidak memenuhi kewajiban berdasarkan:

    1. izin penyelenggaraannya; dan/atau

    2. ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Peraturan Menteri ini dapat meliputi:

    1. pencapaian pembangunan;

    2. standar kualitas pelayanan;

    3. pengembangan wilayah layanan;

    4. interkoneksi;

    5. penggunaan produksi dalam negeri;

    6. alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia;

    7. layanan minimal yang wajib disediakan;

    8. penyampaian pelaporan; dan/atau
      i.penyampaian informasi laporan yang benar.

Pasal 3

Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

  1. penyelenggara jaringan telekomunikasi:

    1. penyelenggara jaringan tetap:
      a) penyelenggara jaringan tetap lokal:
      1) penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched;
      2) penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas; dan
      3) penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched.
      b) penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
      c) penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional; dan
      d) penyelenggara jaringan tetap tertutup.

    2. penyelenggara jaringan bergerak:
      a) penyelenggara jaringan bergerak terestrial;
      b) penyelenggara jaringan bergerak seluler; dan
      c) penyelenggara jaringan bergerak satelit.

  2. penyelenggara jasa telekomunikasi:

    1. penyelenggara jasa teleponi dasar;

    2. penyelenggara jasa nilai tambah teleponi; dan

    3. penyelenggara jasa multimedia.

Pasal 4

Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikenakan sesuai dengan besaran yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

  1. Penyelenggara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b angka 1 wajib memenuhi:

    1. pencapaian pembangunan;

    2. standar kualitas pelayanan;

    3. alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia;

    4. layanan minimal yang wajib disediakan; dan/atau

    5. penyampaian pelaporan.

  2. Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched, penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas, penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh, penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit, dan penyelenggara jasa teleponi dasar selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi interkoneksi.

  3. Penyelenggara jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched yang diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi penggunaan produksi dalam negeri.

Pasal 6

Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 2 dan angka 3 wajib memenuhi:

  1. standar kualitas pelayanan dan/atau pengembangan wilayah layanan;

  2. penyampaian laporan berkala; dan

  3. penyampaian informasi laporan yang benar.

BAB III

TOLOK UKUR

Bagian Kesatu

Pencapaian Pembangunan

Pasal 7

Kewajiban pencapaian pembangunan dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

  1. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched didasarkan atas jumlah service node, jumlah kapasitas trunk gateway, jumlah kapasitas sistem, dan jumlah lokasi;

  2. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas (Fixed Wireless Access/FWA) didasarkan atas jumlah kapasitas sistem, jumlah site, dan jumlah lokasi;

  3. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi wireless melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah site/lokasi tower, rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwidth, dan zona layanan;

  4. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi wireline melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah kapasitas, rata-rata pencapaian kapasitas bandwidth, dan jumlah lokasi;

  5. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) melalui mekanisme seleksi didasarkan atas jumlah ibukota kecamatan yang terlayani, jumlah site/lokasi tower, dan rata-rata pencapaian minimal kecepatan transmisi data (Kbps);

  6. untuk penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT) melalui mekanisme evaluasi didasarkan atas jumlah remote dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwidth;

  7. untuk penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh didasarkan atas jumlah kapasitas trunk dan jumlah gateway;

  8. untuk penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional didasarkan atas jumlah jaringan transmisi, jumlah pair/core, dan jumlah lokasi;

  9. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan jaringan kabel non-sistem kabel laut didasarkan atas jumlah wilayah layanan jaringan kabel, jumlah panjang rute jaringan kabel, dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwith;

  10. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan jaringan kabel sistem kabel laut didasarkan atas jumlah landing station, jumlah panjang rute jaringan kabel, dan rata-rata pencapaian kapasitas minimal bandwith;

  11. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan satelit didasarkan atas jumlah transponder;

  12. untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT) didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

  13. untuk penyelenggara jaringan bergerak terestrial radio trunking didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

  14. untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler didasarkan atas jumlah kapasitas sistem (MSC), jumlah kapasitas Home Location Registry (HLR), jumlah site, dan jumlah lokasi;

  15. untuk penyelenggara jaringan bergerak satelit didasarkan atas jumlah kapasitas sistem, dan kapasitas transponder; dan

  16. untuk penyelenggara jasa teleponi dasar didasarkan atas tolak ukur yang tercantum pada izin penyelenggaraan;

Pasal 8

  1. Penilaian pencapaian pembangunan ditentukan dengan nilai rata-rata dari pencapaian komponen tolok ukur pencapaian pembangunan.

  2. Penilaian pencapaian pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:
    Pencapaian Komponen Tolok Ukur (TU) = (Realisasi Pembangunan) x 100% : Komitmen Pembangunan
    Nilai rata-rata = ( TU1 + TU2+….+TUn ) : n
    TU1, TU2, ..., TUn adalah beberapa tolok ukur yang menjadi komponen tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. n adalah jumlah komponen tolok ukur.

  3. Dalam hal penyelenggara telekomunikasi memiliki lebih dari 1 (satu) teknologi jaringan dalam 1 (satu) izin penyelenggaraan, maka penilaian persentase pencapaian pembangunannya dihitung dengan nilai rata-rata dari pencapaian pembangunan setiap teknologi jaringan.

  4. Pencapaian maksimal nilai masing-masing tolok ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 100% (seratus persen).

  5. Contoh penilaian Pencapaian Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

  1. Perhitungan pencapaian pembangunan didasarkan atas hasil verifikasi administrasi terhadap bukti kepemilikan yang dapat berupa:

    1. daftar sarana jaringan telekomunikasi yang dimiliki;

    2. dokumen kontrak pengadaan yang memuat jenis dan jumlah sarana jaringan telekomunikasi yang dibangun pada tahun buku penyelenggaraan yang dilaporkan;

    3. dokumen berita acara serah terima; dan/atau

    4. dokumen berita aktivasi.

  2. Direktur Jenderal dapat melakukan verifikasi lapangan terhadap sarana jaringan telekomunikasi yang dibangun.

Pasal 10

  1. Penyelenggara telekomunikasi dapat mengusulkan perubahan terhadap komitmen pembangunan sepanjang tidak mengurangi jumlah total komitmen pembangunan dalam 5 (lima) tahun.

  2. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali setiap periode pembangunan lima tahun.

  3. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilakukan pada tahun pertama dalam periode pembanguna lima tahun kedua dan seterusnya.

  4. Perubahan komitmen pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk perubahan komitmen pembangunan tahun berikutnya dan usulan perubahannya harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masuk komitmen pembangunan tahun berikutnya.

  5. Contoh usulan perubahan komitmen pembangunan tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

  1. Dalam hal izin penyelenggaraan jaringan dan/atau jasa telekomunikasi terbit kurang dari 6 (enam) bulan dari batas akhir Tahun Buku, maka komitmen pembangunan tahun Pertama terhitung mulai awal Tahun Buku berikutnya.

  2. Pembangunan yang dilakukan selama 6 (enam) bulan dari batas akhir Tahun Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai bagian dari pencapaian komitmen pembangunan untuk Tahun Pertama.

Bagian Kedua

Standar Kualitas Pelayanan

Pasal 12

  1. Standar Kualitas Pelayanan dan/atau kinerja operasi untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa teleponi dasar meliputi:

    1. kinerja pelayanan; dan/atau

    2. kinerja jaringan.

  2. Standar Kualitas Pelayanan dan/atau pengembangan wilayah layanan untuk penyelenggara jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia meliputi:

    1. kinerja pelayanan; dan/atau

    2. kinerja jasa.

  3. Tolok ukur dan tata cara penilaian Standar Kualitas Pelayanan untuk penyelenggaraan jaringan dan/atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Interkoneksi

Pasal 13

  1. Kewajiban interkoneksi bagi penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched, penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas, penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh, penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit, dan penyelenggara jasa teleponi dasar dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

    1. pemenuhan ketentuan tentang antrian permintaan interkoneksi termasuk pemberitahuan posisi antrian dan perlakuan prinsip First In First Out (FIFO);

    2. kepatuhan terhadap jadwal penyediaan interkoneksi meliputi jadwal proses pemberian jawaban, jadwal proses negosiasi, dan jadwal proses penyediaan akses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. kepatuhan terhadap ketentuan penyediaan fasilitas penting untuk interkoneksi;

    4. pemenuhan komitmen dalam Joint Planning Session (JPS) yaitu penambahan kapasitas atau dimensi dari hardware atau software secara berkala;

    5. penyalahgunaan akses ke jaringan dan/atau jasa telekomunikasi untuk mengalihkan trafik sehingga menimbulkan kerugian pada penyelenggara lain atau dalam rangka memanfaatkan perbedaan biaya interkoneksi secara tidak sah;

    6. penyelenggara telekomunikasi tidak membuka dan mengembangkan titik interkoneksi sebagaimana telah dicantumkan dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi;

    7. diskriminasi harga dan akses; dan

    8. pemberian informasi yang tidak benar oleh penyedia akses kepada pencari akses dalam menyusun permintaan interkoneksi, negosiasi, dan penyediaan akses.

  2. Kewajiban interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pengaduan yang didukung dengan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Penggunaan Produksi Dalam Negeri

Pasal 14

  1. Kewajiban penggunaan produksi dalam negeri dinilai berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:

    1. jumlah persentase dari pengeluaran investasi pembelanjaan modal (capital expenditure/capex) dalam 1 (satu) tahun; dan

    2. jumlah persentase dari pengeluaran pembiayaan operasional (operational expenditure/opex) dalam 1 (satu) tahun.

  2. Jumlah persentase kewajiban penggunaan produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima

Alokasi Riset dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pasal 15

  1. Kewajiban pemenuhan alokasi riset dinilai berdasarkan tolok ukur alokasi riset paling sedikit 1% (satu persen) dari jumlah realisasi Pendapatan Kotor penyelenggara telekomunikasi 2 (dua) Tahun Buku sebelumnya.

  2. Contoh perhitungan kewajiban pemenuhan alokasi riset tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

  1. Kewajiban pemenuhan alokasi pengembangan sumber daya manusia dinilai berdasarkan tolok ukur alokasi pengembangan sumber daya manusia paling sedikit 1% (satu persen) dari jumlah realisasi Pendapatan Kotor penyelenggara telekomunikasi 2 (dua) Tahun Buku sebelumnya.

  2. Contoh perhitungan kewajiban pemenuhan alokasi pengembangan sumber daya manusia tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenam

Layanan Minimal yang Wajib Disediakan

Pasal 17

Kewajiban pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dinilai berdasarkan tolok ukur pemenuhan terhadap setiap kewajiban pelayanan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan.

Bagian Ketujuh

Penyampaian Pelaporan

Pasal 18

  1. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi wajib menyampaikan pelaporan Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk 1(satu) Tahun Buku kepada BRTI U.p. Direktur Jenderal.

  2. Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), untuk tahun Pertama terbit izin, maka perhitungan 1 (satu) Tahun Buku terhitung mulai tanggal terbit izin sampai dengan 31 Desember pada tahun dimaksud.

  3. Penyampaian pelaporan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

    1. untuk penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b angka 1 wajib memuat:

      1. pemenuhan pencapaian pembangunan;

      2. pemenuhan standar kualitas pelayanan;

      3. pemenuhan alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia; dan/atau

      4. pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan.

    2. untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler dan penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched yang diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, selain memuat pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib memuat pemenuhan penggunaan produksi dalam negeri.

    3. untuk penyelenggara jasa nilai tambah dan penyelenggara jasa multimedia wajib memuat pencapaian standar kualitas pelayanan dan pengembangan wilayah layanan.

  4. Untuk jenis laporan lain yang tidak tercantum dalam Peraturan Menteri ini, mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib berisi informasi yang benar, yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh direktur utama dan bermaterai cukup.

  6. Batas waktu penyampaian pelaporan penyelenggaraan telekomunikasi paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

BAB IV

MEKANISME PENGENAAN SANKSI

Pasal 19

Penilaian pemenuhan kewajiban penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 20 

  1. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi yang tidak memenuhi kewajiban pencapaian pembangunan, pemenuhan standar kualitas pelayanan, pengembangan wilayah layanan, pemenuhan interkoneksi, penggunaan produksi dalam negeri, pemenuhan alokasi riset dan pengembangan sumber daya manusia, pemenuhan layanan minimal yang wajib disediakan, penyampaian pelaporan, dan/atau penyampaian informasi laporan yang benar, diberikan pemberitahuan tertulis oleh Direktur Jenderal, yang memuat jenis pelanggarannya.

  2. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas verifikasi dokumen dan/atau verifikasi lapangan yang dapat dilakukan dalam bentuk pengukuran bersama dengan pihak penyelenggara telekomunikasi.

  3. Penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dapat mengajukan keberatan tertulis kepada Menteri paling lama 15 (lima belas) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.

  4. Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan sesuai jenis pelanggarannya dengan melampirkan dokumen pendukung.

  5. Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menyampaikan keberatan tertulis, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dianggap telah menyetujui dan dikenakan Sanksi Denda.

Pasal 21

  1. Keberatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diverifikasi paling lama 60 (enam puluh) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya keberatan tertulis yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.

  2. Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menerima atau menolak keberatan tertulis yang disampaikan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  3. Dalam hal keberatan tertulis diterima oleh Menteri, maka penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dibebaskan dari pengenaan Sanksi Denda.

  4. Dalam hal keberatan tertulis ditolak oleh Menteri, maka penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dikenakan Sanksi Denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Penolakan keberatan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.

Pasal 22

  1. Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan pembayaran untuk pengenaan Sanksi Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 20 ayat (4) yang memuat besaran sanksi yang dikenakan dan jatuh tempo pembayaran.

  2. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Pertama.

  3. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Kedua.

  4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka Direktur Jenderal menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.

  5. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan, penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi belum atau tidak melunasi kewajibannya, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    2. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

Pasal 23

Keterlambatan atas pembayaran Sanksi Denda yang melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan Pembayaran, dikenakan Sanksi Denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah Sanksi Denda yang harus dibayarkan, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

Pasal 24

  1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi disetor langsung ke kas negara melalui rekening bendahara penerima Direktorat Jenderal pada bank pemerintah yang ditunjuk.

  2. Bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikirimkan oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi kepada Direktur Jenderal.

  3. Bendahara penerima setiap bulan wajib melaporkan seluruh penerimaan pengenaan sanksi administratif berupa denda kepada Menteri paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktur Jenderal dan Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Infomatika.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 25

  1. Pengawasan dan pengendalian atas penerapan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

  2. Direktur Jenderal dapat membentuk tim untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Dalam hal terdapat perbedaan antara ketentuan yang tercantum dalam izin penyelenggaraan telekomunikasi dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, maka Penyelenggara Telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 27

Dalam hal terdapat perbedaan tolok ukur komitmen pembangunan antara izin penyelenggaraan telekomunikasi dengan Peraturan Menteri ini, Penyelenggara Telekomunikasi wajib mengajukan penyesuaian izin penyelenggaraan telekomunikasi yang dimilikinya paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB VII

PENUTUP

Pasal 28

  1. Kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan mulai Tahun Buku 2014.

  2. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, batas waktu penyampaian pelaporan Standar Kualitas Pelayanan sebagaimana diatur dalam:

    1. Pasal 16 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 14/PER/M.KOMINFO/04/2011 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik;

    2. Pasal 19 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh;

    3. Pasal 10 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Sambungan Internasional;

    4. Pasal 26 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 27 Tahun 2012 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap dengan Mobilitas Terbatas;

    5. Pasal 35 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Tetap Lokal;

    6. Pasal 27 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16 Tahun 2013 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler; dinyatakan tidak berlaku, dengan ketentuan penyampaian laporannya mengikuti batas waktu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 12 Februari 2014

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TIFATUL SEMBIRING



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 14 Februari 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Denda terhadap Penyelenggara Telekomunikasi
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 11
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 12-02-2014  /  14-02-2014
Sumber

BN (217) : 9 hlm.

Subjek PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DENDA – TATA CARA
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan

Dicabut

PERMENKOMINFO No. 5 Tahun 2021

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran