bahwa kondisi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berkepanjangan berdampak pada tertundanya persiapan pelaksanaan tahapan penghentian siaran televisi analog;
bahwa untuk memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat akan informasi, diperlukan perluasan akses masyarakat terhadap informasi di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, pertahanan, dan keamanan melalui jasa penyiaran radio atau televisi media terestrial;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6658);
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304);
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 6 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304) diubah sebagai berikut:
1. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 11A dan Pasal 11B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11A
(1) Untuk keperluan khusus di bidang:
a. pendidikan;
b. kesehatan masyarakat;
c. kebencanaan; dan/atau
d. pertahanan atau keamanan, dapat diajukan permohonan IPP untuk LPS jasa penyiaran radio atau televisi melalui media terestrial.
(2) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tanpa pengumuman peluang Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(3) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk LPS jasa penyiaran televisi meliputi:
a. layanan program siaran; dan/atau
b. layanan tambahan.
(4) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, dan/atau pertahanan atau keamanan.
(5) Pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen yang membuktikan pemenuhan:
a. kebutuhan masyarakat; dan
b. ketersediaan slot multipleksing bagi LPS jasa penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan didasarkan pada hasil evaluasi dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan persyaratan perizinan berusaha untuk LPS;
b. ketersediaan spektrum frekuensi radio berdasarkan rencana induk spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran bagi LPS jasa penyiaran radio; dan
c. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 11B
LPS yang memperoleh IPP berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) wajib menyiarkan program siaran sesuai bidang yang diajukan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari keseluruhan program siaran.
2. Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 63 diubah dan ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(1) Penghentian Siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada penahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat.
(2) Tahapan penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri atas:
a. Tahap I: paling lambat 30 April 2022;
b. Tahap II: paling lambat 25 Agustus 2022; dan
c. Tahap III: paling lambat 2 November 2022.
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Setiap Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa Penyiaran televisi dengan media terestrial secara analog pada setiap Wilayah Layanan Siaran harus melaksanakan penghentian Siaran televisi analog sesuai penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib melakukan sosialisasi melalui siarannya masing-masing.
(5) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk namun tidak terbatas pada:
a. migrasi siaran televisi analog ke digital;
b. penghentian siaran televisi analog sesuai tahapan; dan
c. alat bantu penerimaan siaran digital (set-top- box).
(6) Menteri dapat menetapkan perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak melebihi batas akhir penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berdasarkan:
a. dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
b. kesiapan masyarakat; dan/atau
c. pertimbangan lainnya.
3. Ketentuan ayat (1), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 90 diubah, sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90
(1) Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88 dikenakan sanksi administratif.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukenali berdasarkan:
a. hasil monitoring dan/atau evaluasi;
b. hasil pemeriksaan yang bersumber dari informasi atau laporan pengaduan masyarakat; dan/atau
c. hasil pengawasan dan temuan langsung di lapangan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa polisional; dan/atau
e. pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (3) dikenakan oleh Menteri atau Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan/atau huruf d dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
(6) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
(7) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
(8) Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan kewajiban Lembaga Penyiaran untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88.
4. Ketentuan Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
5. Ketentuan Lampiran VII diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Untuk keperluan khusus di bidang:
pendidikan;
kesehatan masyarakat;
kebencanaan; dan/atau
pertahanan atau keamanan, dapat diajukan permohonan IPP untuk LPS jasa penyiaran radio atau televisi melalui media terestrial.
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tanpa pengumuman peluang Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk LPS jasa penyiaran televisi meliputi:
layanan program siaran; dan/atau
layanan tambahan.
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, dan/atau pertahanan atau keamanan.
Pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen yang membuktikan pemenuhan:
kebutuhan masyarakat; dan
ketersediaan slot multipleksing bagi LPS jasa penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan didasarkan pada hasil evaluasi dengan mempertimbangkan:
pemenuhan persyaratan perizinan berusaha untuk LPS;
ketersediaan spektrum frekuensi radio berdasarkan rencana induk spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran bagi LPS jasa penyiaran radio; dan
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
LPS yang memperoleh IPP berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) wajib menyiarkan program siaran sesuai bidang yang diajukan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari keseluruhan program siaran.
2 Ketentuan ayat 2 dan ayat 4 Pasal 63 diubah dan ditambahkan 3 tiga ayat yakni ayat 5 ayat 6 dan ayat 7 sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut
Penghentian Siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada penahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat.
Tahapan penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri atas:
Tahap I: paling lambat 30 April 2022;
Tahap II: paling lambat 25 Agustus 2022; dan
Tahap III: paling lambat 2 November 2022.
Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Setiap Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa Penyiaran televisi dengan media terestrial secara analog pada setiap Wilayah Layanan Siaran harus melaksanakan penghentian Siaran televisi analog sesuai penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib melakukan sosialisasi melalui siarannya masing-masing.
Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk namun tidak terbatas pada:
migrasi siaran televisi analog ke digital;
penghentian siaran televisi analog sesuai tahapan; dan
alat bantu penerimaan siaran digital (set-top- box).
Menteri dapat menetapkan perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak melebihi batas akhir penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berdasarkan:
dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
kesiapan masyarakat; dan/atau
pertimbangan lainnya.
3 Ketentuan ayat 1 ayat 7 dan ayat 8 Pasal 90 diubah sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut
Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88 dikenakan sanksi administratif.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukenali berdasarkan:
hasil monitoring dan/atau evaluasi;
hasil pemeriksaan yang bersumber dari informasi atau laporan pengaduan masyarakat; dan/atau
hasil pengawasan dan temuan langsung di lapangan.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
teguran tertulis;
pengenaan denda administratif;
penghentian sementara kegiatan berusaha;
daya paksa polisional; dan/atau
pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (3) dikenakan oleh Menteri atau Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan/atau huruf d dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan kewajiban Lembaga Penyiaran untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88.
5 Ketentuan Lampiran VII diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 11 TAHUN 2021
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 6 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
menimbang
bahwa kondisi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berkepanjangan berdampak pada tertundanya persiapan pelaksanaan tahapan penghentian siaran televisi analog;
bahwa untuk memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat akan informasi, diperlukan perluasan akses masyarakat terhadap informasi di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, pertahanan, dan keamanan melalui jasa penyiaran radio atau televisi media terestrial;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran;
mengingat
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4485);
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4566);
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4567);
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4568);
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6658);
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304);
memperhatikan
memutuskan
menetapkan
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 6 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304) diubah sebagai berikut:
[object Object]
1 Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 2 dua Pasal yakni Pasal 11A dan Pasal 11B sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 11A
Untuk keperluan khusus di bidang:
pendidikan;
kesehatan masyarakat;
kebencanaan; dan/atau
pertahanan atau keamanan, dapat diajukan permohonan IPP untuk LPS jasa penyiaran radio atau televisi melalui media terestrial.
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tanpa pengumuman peluang Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk LPS jasa penyiaran televisi meliputi:
layanan program siaran; dan/atau
layanan tambahan.
Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, dan/atau pertahanan atau keamanan.
Pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen yang membuktikan pemenuhan:
kebutuhan masyarakat; dan
ketersediaan slot multipleksing bagi LPS jasa penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan didasarkan pada hasil evaluasi dengan mempertimbangkan:
pemenuhan persyaratan perizinan berusaha untuk LPS;
ketersediaan spektrum frekuensi radio berdasarkan rencana induk spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran bagi LPS jasa penyiaran radio; dan
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 11B
LPS yang memperoleh IPP berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) wajib menyiarkan program siaran sesuai bidang yang diajukan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari keseluruhan program siaran.
2 Ketentuan ayat 2 dan ayat 4 Pasal 63 diubah dan ditambahkan 3 tiga ayat yakni ayat 5 ayat 6 dan ayat 7 sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut
Pasal 63
Penghentian Siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada penahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat.
Tahapan penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri atas:
Tahap I: paling lambat 30 April 2022;
Tahap II: paling lambat 25 Agustus 2022; dan
Tahap III: paling lambat 2 November 2022.
Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Setiap Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa Penyiaran televisi dengan media terestrial secara analog pada setiap Wilayah Layanan Siaran harus melaksanakan penghentian Siaran televisi analog sesuai penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib melakukan sosialisasi melalui siarannya masing-masing.
Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk namun tidak terbatas pada:
migrasi siaran televisi analog ke digital;
penghentian siaran televisi analog sesuai tahapan; dan
alat bantu penerimaan siaran digital (set-top- box).
Menteri dapat menetapkan perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak melebihi batas akhir penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berdasarkan:
dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
kesiapan masyarakat; dan/atau
pertimbangan lainnya.
3 Ketentuan ayat 1 ayat 7 dan ayat 8 Pasal 90 diubah sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut
Pasal 90
Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88 dikenakan sanksi administratif.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukenali berdasarkan:
hasil monitoring dan/atau evaluasi;
hasil pemeriksaan yang bersumber dari informasi atau laporan pengaduan masyarakat; dan/atau
hasil pengawasan dan temuan langsung di lapangan.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
teguran tertulis;
pengenaan denda administratif;
penghentian sementara kegiatan berusaha;
daya paksa polisional; dan/atau
pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (3) dikenakan oleh Menteri atau Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan/atau huruf d dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan kewajiban Lembaga Penyiaran untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88.
5 Ketentuan Lampiran VII diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 304) diubah sebagai berikut:
1. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 11A dan Pasal 11B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11A
(1) Untuk keperluan khusus di bidang:
a. pendidikan;
b. kesehatan masyarakat;
c. kebencanaan; dan/atau
d. pertahanan atau keamanan, dapat diajukan permohonan IPP untuk LPS jasa penyiaran radio atau televisi melalui media terestrial.
(2) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tanpa pengumuman peluang Penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(3) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk LPS jasa penyiaran televisi meliputi:
a. layanan program siaran; dan/atau
b. layanan tambahan.
(4) Permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, kebencanaan, dan/atau pertahanan atau keamanan.
(5) Pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen yang membuktikan pemenuhan:
a. kebutuhan masyarakat; dan
b. ketersediaan slot multipleksing bagi LPS jasa penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Persetujuan atau penolakan atas pengajuan permohonan IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif dan didasarkan pada hasil evaluasi dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan persyaratan perizinan berusaha untuk LPS;
b. ketersediaan spektrum frekuensi radio berdasarkan rencana induk spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran bagi LPS jasa penyiaran radio; dan
c. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 11B
LPS yang memperoleh IPP berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) wajib menyiarkan program siaran sesuai bidang yang diajukan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari keseluruhan program siaran.
2. Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 63 diubah dan ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(1) Penghentian Siaran televisi analog dilakukan dengan berpedoman pada penahapan berdasarkan Wilayah Layanan Siaran dengan keseluruhan waktu pelaksanaan yang tidak melewati tanggal 2 November 2022 pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat.
(2) Tahapan penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri atas:
a. Tahap I: paling lambat 30 April 2022;
b. Tahap II: paling lambat 25 Agustus 2022; dan
c. Tahap III: paling lambat 2 November 2022.
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Setiap Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan jasa Penyiaran televisi dengan media terestrial secara analog pada setiap Wilayah Layanan Siaran harus melaksanakan penghentian Siaran televisi analog sesuai penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wajib melakukan sosialisasi melalui siarannya masing-masing.
(5) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk namun tidak terbatas pada:
a. migrasi siaran televisi analog ke digital;
b. penghentian siaran televisi analog sesuai tahapan; dan
c. alat bantu penerimaan siaran digital (set-top- box).
(6) Menteri dapat menetapkan perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak melebihi batas akhir penghentian Siaran televisi analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Perubahan atas tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berdasarkan:
a. dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
b. kesiapan masyarakat; dan/atau
c. pertimbangan lainnya.
3. Ketentuan ayat (1), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 90 diubah, sehingga Pasal 90 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 90
(1) Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan ketentuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88 dikenakan sanksi administratif.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukenali berdasarkan:
a. hasil monitoring dan/atau evaluasi;
b. hasil pemeriksaan yang bersumber dari informasi atau laporan pengaduan masyarakat; dan/atau
c. hasil pengawasan dan temuan langsung di lapangan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa polisional; dan/atau
e. pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (3) dikenakan oleh Menteri atau Direktur Jenderal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan/atau huruf d dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
(6) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
(7) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
(8) Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan kewajiban Lembaga Penyiaran untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11B atau Pasal 88.
4. Ketentuan Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
5. Ketentuan Lampiran VII diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2021
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOHNNY G. PLATE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2021
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
endbatangtubuh
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 927 TAHUN 2021
(PGI/927/PR)
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2021
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOHNNY G. PLATE
Meta | Keterangan |
---|---|
Tipe Dokumen | Peraturan Perundang-undangan |
Judul | Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran |
T.E.U. Badan/Pengarang | Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika |
Nomor Peraturan | 11 |
Jenis / Bentuk Peraturan | Peraturan Menteri |
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan | PERMEN |
Tempat Penetapan | Jakarta |
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan | 10-08-2021 / 12-08-2021 |
Sumber |
BN 2021 (927): 46 hlm. |
Subjek | PENYELENGGARAAN PENYIARAN - PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 6 TAHUN 2021 – PERUBAHAN |
Status Peraturan |
Berlaku
Keterangan Mengubah: |
Bahasa | Indonesia |
Lokasi | BIRO HUKUM |
Bidang Hukum | Hukum Administrasi Negara |
Lampiran |