Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/P/M.KOMINFO/03/2008 tentang Perekaman Informasi untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara

menimbang

  1. bahwa ketentuan teknis perekaman informasi untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7 ayat 2 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi masih belum diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  2. bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perekaman informasi Untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 Tentang Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor : 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3209);

  2. Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3671);

  3. Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 67 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3698);

  4. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3821);

  5. Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3851);

  6. Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor : 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4150;

  7. Undang-Undang Nomor : 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3881);

  8. Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4168);

  9. Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4169);

  10. Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor : 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor : 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4324);

  11. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 137; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4250);

  12. Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor : 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4284);

  13. Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tangal 12 Oktober 2002, menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor : 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4285);

  14. Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor : 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4401);

  15. Peraturan Pemerintah Nomor : 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor : 107. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3980);

  16. Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor : 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3981);

  17. Peraturan Presiden RI Nomor : 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  18. Keputusan Presiden RI Nomor : 187/M Tahun 2004 tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2005;

  19. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

memperhatikan

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002.

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. TENTANG PEREKAMAN INFORMASI UNTUK KEPENTINGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

  4. Penyelenggara Telekomunikasi adalah Penyelenggara Jaringan dan atau Jasa Telekomunikasi yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta atau Koperasi;

  5. Perekaman Informasi adalah kegiatan mendengarkan, mengikuti, menelusuri, mencatat, atau merekam suatu informasi dan/atau komunikasi seseorang oleh Penyelenggara Jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi atas permintaan yang dilakukan secara sah oleh Intelijen Negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  6. Intelijen Negara adalah aparat intelijen dalam Intelijen Negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 103 Tahun 2001 dan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang intelijen;

  7. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  8. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan Jaringan telekomunikasi;

  9. Pengguna adalah pelanggan dan atau pemakai layanan dari penyelenggaraan telekomunikasi;

  10. Identifikasi Sasaran adalah tindakan yang dilakukan oleh Intelijen Negara untuk menandai nomor pengguna yang diduga terlibat tindak pidana;

  11. Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) adalah fasilitas monitoring Intelijen Negara yang dijadikan tujuan transmisi/pengiriman dari perekaman terhadap pembicaraan/telekomunikasi pihak tertentu yang menjadi subjek perekaman informasi;

  12. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disebut SOP adalah ketentuan tertulis yang bersifat baku yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan perekaman informasi oleh Intelijen Negara;

  13. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

Pasal 2

Perekaman Informasi secara sah dilaksanakan berdasarkan asas :

  1. Manfaat;

  2. Adil dan merata;

  3. Keamanan

  4. Kemitraan;

  5. Etika;

  6. Kepercayaan pada diri sendiri;

  7. Perlindungan privasi;

  8. Kepastian hukum;

  9. Kepentingan umum;

  10. Pertahanan negara;

  11. Kerahasiaan, keamanan dan keutuhan informasi; dan

  12. Kehati-hatian.

Pasal 3

Perekaman Informasi yang dilakukan secara sah adalah dilaksanakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 4

Perekaman Informasi untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dilakukan oleh Intelijen Negara.

Pasal 5

Perekaman Informasi untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara harus dilakukan atas permintaan Intelijen Negara kepada Penyelenggara Telekomunikasi dengan tembusan kepada Menteri.

Pasal 6

  1. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi harus terpasang pada alat perangkat telekomunikasi dan atau pada pusat pemantauan secara sah;

  2. Yang dimaksud dengan harus terpasang secara sah adalah dengan pemberitahuan kepada Menteri;

  3. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi dikendalikan oleh Intelijen Negara.

Pasal 7

  1. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi meliputi

    1. perangkat antar muka (interface) perekaman;

    2. pusat pemantauan (monitoring centre); dan.

    3. sarana, prasarana transmisi penghubung (link transmission);

  2. Konfigurasi teknis alat dan/atau perangkat perekaman sesuai dengan ketentuan standar internasional yang berlaku dengan memperhatikan prinsip kompatibilitas.

  3. Standar internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain European Telecommunications Standards Institute (ETSI) untuk lawful interception atau panduan sesuai Communications Assistance for Law Enforcement Act (CALEA).

  4. Alat/atau perangkat perekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disiapkan oleh penyelenggara telekomunikasi.

  5. Alat dan/atau perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disiapkan oleh Intelijen Negara.

  6. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberi bantuan informasi teknis yang diperlukan Intelijen Negara, termasuk standar teknik, konfigurasi, dan kemampuan perangkat antar muka (interface) milik penyelenggara telekomunikasi yang disiapkan untuk disambungkan dengan sistem Pusat Pemantuan.

Pasal 8

  1. Intelijen Negara mengirim identifikasi sasaran kepada Menteri secara rahasia.

  2. Pelaksanaan pengiriman identifikasi sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronis atau secara non elektronis.

Pasal 9

  1. Mekanisme perekaman terhadap telekomunikasi secara sah oleh Intelijen Negara dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur ("SOP") yang ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara sesuai karakteristik kepentingannya.

  2. Permintaan Perekaman Informasi oleh Intelijen Negara dilakukan secara tertulis kepada Penyelenggara Telekomunikasi dengan tembusan kepada Menteri.

  3. Penyelenggara Telekomunikasi harus membantu kelancaran proses perekaman informasi melalui sarana dan prasarana telekomunikasi.

Pasal 10

Pengambilan data dan/atau informasi hasil perekaman informasi dilakukan secara langsung oleh Intelijen Negara berdasarkan SOP dengan tidak mengganggu kelancaran telekomunikasi.

Pasal 11

Dalam hal perekaman informasi, Penyelenggara Telekomunikasi harus :

  1. membantu tugas Intelejen Negara;

  2. menjaga dan memelihara perangkat perekaman informasi termasuk perangkat antar muka (interface) yang berada di area Penyelenggara Telekomunikasi;

  3. bersama-sama dengan Intelijen Negara, menjamin ketersambungan sarana antar muka (interface) perekaman informasi ke pusat pemantauan (monitoring centre).

Pasal 12

Pusat Pemantauan dapat berfungsi sebagai gerbang komunikasi (gateway) bagi Intelijen Negara untuk melakukan Perekaman Informasi.

Pasal 13

  1. Informasi yang diperoleh melalui perekaman sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini bersifat rahasia dan hanya dapat dipergunakan oleh Intelijen Negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

  2. Penyelenggara Telekomunikasi dan Intelijen Negara, serta pihak-pihak yang terkait dengan diperolehnya informasi melalui perekaman informasi ini dilarang baik dengan sengaja atau tidak sengaja a menjual, memperdagangkan, mengalihkan, mentransfer dan/atau menyebarkan informasi, dan/atau membuat informasi tersebut menjadi dapat diakses publik perekaman baik secara tertulis, lisan maupun menggunakan komunikasi elektronik kepada pihak manapun.

Pasal 14

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PEREKAMAN INFORMASI UNTUK KEPENTINGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

menimbang

  1. bahwa ketentuan teknis perekaman informasi untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7 ayat 2 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi masih belum diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  2. bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Perekaman informasi Untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 Tentang Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor : 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3209);

  2. Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3671);

  3. Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 67 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3698);

  4. Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3821);

  5. Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3851);

  6. Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor : 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4150;

  7. Undang-Undang Nomor : 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3881);

  8. Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4168);

  9. Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4169);

  10. Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor : 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor : 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4324);

  11. Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor : 137; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4250);

  12. Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor : 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4284);

  13. Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tangal 12 Oktober 2002, menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor : 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4285);

  14. Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor : 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 4401);

  15. Peraturan Pemerintah Nomor : 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor : 107. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3980);

  16. Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor : 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3981);

  17. Peraturan Presiden RI Nomor : 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  18. Keputusan Presiden RI Nomor : 187/M Tahun 2004 tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2005;

  19. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;



memperhatikan

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002.

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. TENTANG PEREKAMAN INFORMASI UNTUK KEPENTINGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Perangkat Telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

  4. Penyelenggara Telekomunikasi adalah Penyelenggara Jaringan dan atau Jasa Telekomunikasi yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta atau Koperasi;

  5. Perekaman Informasi adalah kegiatan mendengarkan, mengikuti, menelusuri, mencatat, atau merekam suatu informasi dan/atau komunikasi seseorang oleh Penyelenggara Jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi atas permintaan yang dilakukan secara sah oleh Intelijen Negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  6. Intelijen Negara adalah aparat intelijen dalam Intelijen Negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 103 Tahun 2001 dan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang intelijen;

  7. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  8. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan Jaringan telekomunikasi;

  9. Pengguna adalah pelanggan dan atau pemakai layanan dari penyelenggaraan telekomunikasi;

  10. Identifikasi Sasaran adalah tindakan yang dilakukan oleh Intelijen Negara untuk menandai nomor pengguna yang diduga terlibat tindak pidana;

  11. Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) adalah fasilitas monitoring Intelijen Negara yang dijadikan tujuan transmisi/pengiriman dari perekaman terhadap pembicaraan/telekomunikasi pihak tertentu yang menjadi subjek perekaman informasi;

  12. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disebut SOP adalah ketentuan tertulis yang bersifat baku yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan perekaman informasi oleh Intelijen Negara;

  13. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

BAB II

AZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Perekaman Informasi secara sah dilaksanakan berdasarkan asas :

  1. Manfaat;

  2. Adil dan merata;

  3. Keamanan

  4. Kemitraan;

  5. Etika;

  6. Kepercayaan pada diri sendiri;

  7. Perlindungan privasi;

  8. Kepastian hukum;

  9. Kepentingan umum;

  10. Pertahanan negara;

  11. Kerahasiaan, keamanan dan keutuhan informasi; dan

  12. Kehati-hatian.

Pasal 3

Perekaman Informasi yang dilakukan secara sah adalah dilaksanakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

BAB III

PEREKAMAN INFORMASI

Pasal 4

Perekaman Informasi untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dilakukan oleh Intelijen Negara.

Pasal 5

Perekaman Informasi untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara harus dilakukan atas permintaan Intelijen Negara kepada Penyelenggara Telekomunikasi dengan tembusan kepada Menteri.

BAB IV

ALAT DAN PERANGKAT PEREKAMAN INFORMASI

Pasal 6

  1. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi harus terpasang pada alat perangkat telekomunikasi dan atau pada pusat pemantauan secara sah;

  2. Yang dimaksud dengan harus terpasang secara sah adalah dengan pemberitahuan kepada Menteri;

  3. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi dikendalikan oleh Intelijen Negara.

Pasal 7

  1. Alat dan/atau perangkat perekaman informasi meliputi

    1. perangkat antar muka (interface) perekaman;

    2. pusat pemantauan (monitoring centre); dan.

    3. sarana, prasarana transmisi penghubung (link transmission);

  2. Konfigurasi teknis alat dan/atau perangkat perekaman sesuai dengan ketentuan standar internasional yang berlaku dengan memperhatikan prinsip kompatibilitas.

  3. Standar internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain European Telecommunications Standards Institute (ETSI) untuk lawful interception atau panduan sesuai Communications Assistance for Law Enforcement Act (CALEA).

  4. Alat/atau perangkat perekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disiapkan oleh penyelenggara telekomunikasi.

  5. Alat dan/atau perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disiapkan oleh Intelijen Negara.

  6. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberi bantuan informasi teknis yang diperlukan Intelijen Negara, termasuk standar teknik, konfigurasi, dan kemampuan perangkat antar muka (interface) milik penyelenggara telekomunikasi yang disiapkan untuk disambungkan dengan sistem Pusat Pemantuan.

BAB V

MEKANISME TEKNIS PEREKAMAN INFORMASI SECARA SAH

Pasal 8

  1. Intelijen Negara mengirim identifikasi sasaran kepada Menteri secara rahasia.

  2. Pelaksanaan pengiriman identifikasi sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronis atau secara non elektronis.

Pasal 9

  1. Mekanisme perekaman terhadap telekomunikasi secara sah oleh Intelijen Negara dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur ("SOP") yang ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara sesuai karakteristik kepentingannya.

  2. Permintaan Perekaman Informasi oleh Intelijen Negara dilakukan secara tertulis kepada Penyelenggara Telekomunikasi dengan tembusan kepada Menteri.

  3. Penyelenggara Telekomunikasi harus membantu kelancaran proses perekaman informasi melalui sarana dan prasarana telekomunikasi.

Pasal 10

Pengambilan data dan/atau informasi hasil perekaman informasi dilakukan secara langsung oleh Intelijen Negara berdasarkan SOP dengan tidak mengganggu kelancaran telekomunikasi.

Pasal 11

Dalam hal perekaman informasi, Penyelenggara Telekomunikasi harus :

  1. membantu tugas Intelejen Negara;

  2. menjaga dan memelihara perangkat perekaman informasi termasuk perangkat antar muka (interface) yang berada di area Penyelenggara Telekomunikasi;

  3. bersama-sama dengan Intelijen Negara, menjamin ketersambungan sarana antar muka (interface) perekaman informasi ke pusat pemantauan (monitoring centre).

BAB VI

PUSAT PEMANTAUAN

Pasal 12

Pusat Pemantauan dapat berfungsi sebagai gerbang komunikasi (gateway) bagi Intelijen Negara untuk melakukan Perekaman Informasi.

BAB VII

KERAHASIAAN

Pasal 13

  1. Informasi yang diperoleh melalui perekaman sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini bersifat rahasia dan hanya dapat dipergunakan oleh Intelijen Negara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

  2. Penyelenggara Telekomunikasi dan Intelijen Negara, serta pihak-pihak yang terkait dengan diperolehnya informasi melalui perekaman informasi ini dilarang baik dengan sengaja atau tidak sengaja a menjual, memperdagangkan, mengalihkan, mentransfer dan/atau menyebarkan informasi, dan/atau membuat informasi tersebut menjadi dapat diakses publik perekaman baik secara tertulis, lisan maupun menggunakan komunikasi elektronik kepada pihak manapun.

BAB VIII

PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal : 3 Maret 2008

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

ttd

MOHAMMAD NUH


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/P/M.KOMINFO/03/2008 tentang Perekaman Informasi untuk Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 1
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 03-03-2008  /  03-03-2008
Sumber

Peraturan Menteri ini ditetapkan pada tanggal 3 Maret 2008

Subjek KEPENTINGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA - PEREKAMAN INFORMASI
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan
Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 18 Tahun 2018

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran