Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Menimbang

  1. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekemunikasi, telah diatur ketentuan mengenai penyelenggaraan jasa telekemunikasi;
  2. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penyelenggaraan jasa telekemunikasi dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

Mengingat

  1. Undang-undang Nemer 36 Tahun 1999 tentang Telekemunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nemer 154, Tambahan Lembaran Negara Nemer 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nemer 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekemunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nemer 107, Tambahan Lembaran Negara Nemer 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nemer 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radie dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nemer 108, Tarnbahan Lembaran Negara Nemer 3981);
  4. Keputusan Presiden Nemor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nemer 37 TahlJn 2001; • I j iI, . I' -.
  5. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 2001;
  6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 91 lOT. 0021 Phb-80 dan KM. 164/0T002/Phb-80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2000;

Menetapkan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Jelekomunikasi adalah setiap pemancaran, penglnman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
  2. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
  3. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  4. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi;
  6. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara; · , i " ,; " '.
  7. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  8. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi,
  9. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  10. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;
  11. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar adalah penyelenggaraan jasa telepon yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimil, teleks dan telegraf;
  12. Penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi adalah penyelenggaraan jasa yang menawarkan layanan nilai tambah untuk teleponi dasar antara lain jasa teleponi melalui jaringan pintar (IN), kartu panggil (calling card), jasa-jasa dengan teknologi interaktif voice response dan radio panggil untuk umum;
  13. Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi termasuk didalamnya antara lain penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses internet dan jasa televisi berbayar;
  14. Uji laik operasi adalah pengujian teknis yang dilakukan oleh lembaga yang telah diakreditasi atau tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dengan tug as melaksanakan proses pengujian sistem secara teknis dan operasional;
  15. Lembaga uji laik operasi adalah lembaga yang berwenang melakukan uji laik operasi dan telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberian akreditasi;
  16. Interkoneksi telekomun ikasi berbeda; adalah keterhubungan antar Janngan dari penyelenggara telekomunikasi yang i I t - -, -- - ..
  17. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wi/ayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
  18. Rencana Dasar Teknis adalah ketentuan-ketentuan teknis yang harus diikuti dalam membangun dan menyediakan jaringan telekomunikasi sehingga menjamin ketersambungan satu jaringan ke jaringan lainnya;
  19. Landing right adalah hak yang diberikan oleh Menteri kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi dalam rangka bekerja .:;ama dengan penyelenggara telekomunikasi asing;
  20. Jasa Internet Teleponi adalah bag ian dari layanan multimedia yang dapat menyalurkan suara dengan menggunakan protokol internet; .
  21. Nomor IP (atau alamat IP) adalah nomor identifikasi unik (di seluruh dunia) yang terdapat dalam sebuah perangkat yang terhubung ke jaringan Internet. Nemor ini digunakan dalam menentukan jalur pengiriman informasi (routing) dari dan ke perangkat tersebut;
  22. Nama Domain adalah nama yang digunakan oleh suatu badan (swasta maupun pemerintah) ataupun perorangan sebagai identitasnya yang unik di Internet;
  23. Perangkat akses adalah perangkat yang merupakan bag ian dan disediakan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi untuk keperluan penyambungan jasa telekomunikasi yang akan dipergunakan oleh pelanggan;
  24. Perangkat terminal pelanggan adalah perangkatlterminal yang berada di lokasi pelanggan dan disediakan oleh pelanggan jasa telekbmunikasi untuk keperluan bertelekomunikasi;
  25. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;
  26. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. i I f . . ~ -. '.

Bagian Pertama Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Pasal 2

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang .. undangan yang berlaku yaitu:

            a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);             b. Badan Usaha Milik Oaerah (BUMO);             c. Badan Usaha Milik Swasta; atau             d. Koperasi.

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib mendapatkan izin.

Pasal 3

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas: a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar; b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; c. Penyelenggaraan jasa multimedia.
  2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud ~alam ayat 1 huruf a dan huruf c dapat dilakukan secara jual kembali.

Pasal 4

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 merupakan penyelenggaraan yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi.

Pasal 5

  1. Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan te,lekomunikasi.
  2. Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. · \ -.

Pasal 6

  1. Dalam hal tidak tersedia jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat memhangun jaringan telekomunikasi.
  2. Jaringan telekomunikasi yang dibangun oleh penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud d~lam ayat 1 dilarang disewakan kepada pihak lain.

Pasal 7

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib :

a. menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jasa telekomunikasi; b. memberikan pelayanan yang sal11a kepada pemakai jasa telekomunikasi; c. membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi; d. mengumumkan secara terbuka kemungkinar pemenuhan berlangganan jasa telekomunikasi.

Pasal 8

Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 9

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi standar pelayanan jasa telekomunikasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 10

Alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan memiliki sertifikat dari Direktur Jenderal.

Pasal 11

Perangkat akses dan perangkat terminal dalam berlangganan jasa telekomunikasi dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi.

Pasal 12

  1. Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
  2. Tata cara pembayaran biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sesuai ketentuan yang berlaku,

Pasal 13

  1. Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 dikenak-:ln kewajiban pelayanan universal.
  2. Bentuk dan tata cara kewajiban pelayanan universal sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Bagian Kedua Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar

Pasal 14

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar diselenggarakan oleh: a. penyelenggara jaringan tetap lokal; b, penyelenggara jaringan bergerak seluler; c, penyelenggara jaringan bergerak sate lit; atau d. penyelenggara radio trunking.
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar dapat diselenggarakan oleh selain penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan wajib mendapat izin dari Menteri.

Pasal 15

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara jasa tetap lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat 1 huruf a terdiri atas jasa: a. telepon; b . faksimili; c. teleks; d. telegrap. , -, . "
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan bergerak sate lit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf b dan huruf c terdiri atas: a. telepon; b. faksimili.
  3. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara radio trunking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf d menyelenggarakan telepon.

Pasal 16

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan tetap lokal mencakup wilayah nasional atau lokal.
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan bergerak seluler mencakup wilayah nasional atau regional.
  3. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan bergerak satelit mencakup wilayah nasional.
  4. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan radio trunking mencakup wilayah regional atau lokal.

Pasal 17

  1. Penyelenggara jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan tetap lokal wajib menyelenggarakan telepon umum.
  2. Penyelenggara jasa teleponi dasar dalam menyelenggarakan telepon umum dapat bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama.

Pasal 18

  1. Penyediaan telepon umum dibedakan dalam telepon umum koin dan telepon umum kartu.
  2. Penyediaan telepon umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
  3. sekurang-kurangnya 3% dari kapasitas jaringi..in terpasang.
  4. Penyediaan telepon umum koin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya 1 % dari kapasitas jaringan terpasang. , " -. ",

Pasal 19

Telepon umum kartu terdiri atas :

  1. telepon umum kartu iso magnetik;
  2. telepon umum kartu chip;
  3. telepon umum kartu kredi

Pasal 20

  1. Pencetakan kartu iso magnetik dan kartu chip dilaksanakan oleh instansi atau lembaga yang ditunjuk penyelenggara jasa teleponi dasar .
  2. Pengisian (encoded) kartu iso magnetik dan kartu chip dilakukan oleh lembaga yang berwenang mencetak uang dan atau surat berharga, bekerjasama dengan penyelenggara jasa teleponi dasa
  3. (3) Pengisian sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berisi : a. identitas kartu; b. nilai kandungan puls

Pasal 21

  1. Instalasi kabel rumah atau gedung (IKR/G) disediakan oleh pelanggan
  2. IKR/G dilaksanakan oleh instalatur yang telah memiliki sertifika
  3. Dalam hal tidak tersedia instalatur yang telah memiliki sertifikat instalasi IKR/G dilaksanakan oleh penyelenggara jasa teleponi dasa
  4. Tata cara pelaksanaan IKR/G ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 22

Untuk menyelenggarakan jasa teleponi dasar, penYtilenggara jasa teleponi dasar wajib memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 23

  1. Dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar, penyelenggara jasa teleponi dasar dapat melaksanakan fasilitas layanan tambaha
  2. Penyelenggara jasa teleponi dasar dapat menerapkan biaya tambahan penggunaan fasilitas layanan tambahan yang besarnya ditetapkan oleh penyelenggar
  3. Fasilitas layanan tambahan diberikan atas permintaan pelangga

Pasal 24

Fasilitas layanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 dapat berupa :

  1. reverse charging;
  2. multi call address;
  3. abbreviated dialling;
  4. special dialling fasilities;
  5. voice and text mail box;
  6. short message services (SMS).

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi

Pasal 25

  1. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas jenis jasa : a. panggilan premium b. kartu panggil; c. nomor telepon maya (virtual private phone nJmber); d. rekaman telepon untuk umum; e. store and forward; f pusat layanan informasi (call centre).
  2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi selain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pasal 26

Penyelenggaraan jasa panggilan premium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf a diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional

Pasal 27

  1. Dalam menyelenggarakan jasa panggilan premium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 digunakan nomor akse
  2. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Oasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 28

  1. Pelanggan jasa teleponi dasar berhak mendapatkan fasilitas pemblokiran akses jasa panggilan premiu
  2. Pemblokiran akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan atas permintaan tertulis pelanggan kepada penyelenggara jasa teleponi dasa

Pasal 29

  1. Penyelenggara jasa panggilan premium wajib : a. mengumumkan secara terbuka besaran biaya penggunaan jasa panggilan premium; b. memberitahukan besaran biaya yang akan dikenakan kepada pelanggan pada sa at panggilan terhubun
  2. Pemberitahuan besaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b tidak dikenakan biay

Pasal 30

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa panggilan premiu

Pasal 31

Penyelenggaraan jasa kartu panggil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf b diselenggarakan dalam cakupan nasional dan loka

Pasal 32

  1. Dalam menyelenggarakan jasa kartu panggil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31diguilakan nomor akses
  2. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Oasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri

Pasal 33

  1. Penyelenggara jasa kartu panggil harus menginformasikan harga kartu, kandungan pulsa, harga per pulsa dan sisa kandungan puls
  2. Biaya penggunaan jasa kartu panggil ditetapkan dengan pembulatan pada akhir percakapan selama-Iamanya 30 (tiga puluh) detik

Pasal 34

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa kartu panggil

Pasal 35

Penyelenggaraan jasa nomor telepon maya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf c diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional atau lokal

Pasal 36

  1. Dalam menyelenggarakan jasa nomor telepon maya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 digunakan kode akses
  2. Kode akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri

Pasal 37

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa nomor telepon maya

Pasal 38

Penyelenggaraan jasa rekaman te~epon 'Jntuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal25 ayat 1 huruf d meliputi :

  1. sistem terintegrasi yaitu sebagian perangkat lunaknya yang ~ergabung dengan perangkat lunak sentral telepon
  2. sistem tidak terintegrasi yaitu perangkat lunaknya tidak tergabung dengan perangkat lunak sentral telepof

Pasal 39

Penyelenggaraan jasa rekaman telepon untuk umum dengan sistem terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat dilaksanakan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar sebagai layanan tambahan.

Pasal 40

Penyelenggaraan jasa rekaman telepon untuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 diselenggarakan dengan cakupan lokal

Pasal 41

Penyelenggaraan jasa store and forward sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf e diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional atau lokal

Pasal 42

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa store and forwar

Pasal 43

Penyelenggaraan jasa pusat layanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf f diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasiona

Pasal 44

  1. Dalam menyelenggarakan jasa pusat layanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 digunakan nomor akses
  2. Dalam hal penyediaan pusat layanan informasi tidak menggunakan nomor akses, tidak diperlukan izi
  3. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 45

Akses ke pusat layanan informasi dikenakan biaya sebesar tarif pulsa lokal

Bagian Keempat

Penyelenggaraan Jasa Multimedia

Pasal 46

  1. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas : a. jasa televisi berbayar; b. jasa akses internet (internet service provider); c. jasa interkoneksi internet (NAP); d. jasa internet teleponi untuk keperluan publik; e. jasa wireless access protocol (WAP); f. jasa portal; g. jasa small office home office (SOHO); h. jasa transaksi on-line; i. jasa aplikasi packet-switched selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e , f, 9 dan huruf
  2. (2) Penyelenggaraan jasa multimedia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 47

  1. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimcna dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf a,b,c dan huruf d merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang memerlukan izin dari Direktur Jendera
  2. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf e, f, 9 dan huruf h merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang tidak memerlukan izin dari Direktur Jendera
  3. Penyelenggara jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikas

Pasal 48

Penyelenggara jasa multimedia wajib memenuhi kualitas standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pasal 49

  1. Penyelenggara jasa multimedia wajib menyediakan fasilitas jasa multimedia untuk menjamin pelayanan jasa multimedi
  2. Dalam menyediakan fasilitas jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 penyelenggara jasa multimedia wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 50

  1. Penyelenggaraan jasa televisi berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf a merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang menyediakan jasa siaran televisi berbayar per tayangan (pay per view).
  2. Penyelenggara jasa televisi berbayar dapat menyelenggarakan jasa multimedia lainnya berdasarkan izin dari Direktur Jendera
  3. Penyelenggara jasa televisi berbayar wajib menginformasikan besaran tarif penggunaan setiap tayangan yang diminta sebelum acara dimulai

Pasal 51

Penyelenggara jasa televisi berbayar diselenggarakan dengan cakupan lokal atau nasiona

Pasal 52

  1. Penyelenggaraan jasa akses internet (internet service provider) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf b merupakan penyelenggaraan jasa akses internet '
  2. Penyelenggara jasa akses internet dapat menyediakan jasa akses internet untuk keperluan pengguna kelompok (closed user) dalam bentuk internet virtual private networ

Pasal 53

Penyelenggaraan jasa akses internet diselenggarakan dengan cakupan nasional atau lokal

Pasal 54

  1. Pengelolaan domain internet dan nomor IP dilakukan berdasarkan kesepakatan internasional.
  2. Pengelolaan domain internet dilakukan oleh Pen:Jelola Domain Tingkat Tinggi Indonesia (PDTT-ID).
  3. Pengelolaan nornor IP dilakukan oleh Pengelola Nomor IP. , .

Pasal 55

  1. PDTT-ID adalah lembaga nir-Iaba yang mandiri.
  2. PDTT-ID disahkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari lembaga domain internet dunia.
  3. Biaya pengelolaan domain ditanggung bersama oleh pemegang domain.

Pasal 56

  1. PDTT-ID wajib membuat ketentuan dan tata cara pengelolaan domain.
  2. Ketentuan, tata cara dan informasi domain internet harus dapat diakses secara terbuka.

Pasal 57

  1. Pengelola nomor IP adalah lembaga nir-Iaba yang mandiri.
  2. Pengelola nomor IP disahkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari lembaga pengelola nomor IP dunia.
  3. Biaya pengelolaan nomor IP ditanggung bersama oleh pemegang nomor IP. -

Pasal 58

  1. Pengelola nomor IP wajib membuat ketentuan dan tata cara pengelolaan nomor IP.
  2. Ketentuan, tata cara dan informasi nomor IP japat diakses secara terbuka oleh masyarakat.

Pasal 59

  1. Penyelenggaraan jasa interkoneksi internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 "huruf c merupakan penyelenggaraan akses dan atau ruting bagi penyelenggara jasa akses internet.
  2. Dalam menyelenggarakan akses bagi penyelenggara jasa akses internet, penyelenggara jasa interkoneksi internet dapat menyediakan jaringan untuk transmisi internet. ' . . . "
  3. Dalam hal penyelenggara jasa interkoneksi internet menyediakan jaringan untuk transmisi internet ke luar negeri, harus memiliki landing right yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal.
  4. Penyelenggara jasa interkoneksi internet wajib saling terhubung melalui interkoneksi.
  5. Penyelenggara jasa interkoneksi internet melakukan pengaturan traffik penyelenggaraan jasa akses internet.

Pasal 60

Penyelenggaraan jasa internet teleponi untuk keperluan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf d merupakan penyelenggaraan internet telepani yang bersifat komersial, dihubungkan ke jaringan telekomunikasi.

Pasal 61

  1. Penyelenggaraan jasa internet teleponi untuk keperluan publik harus dilakukan melalui gateway milik penyelenggara internet teleponi dalam rangka mentrasfer dari IP base kd circuit-based dan sebaliknya.
  2. Dalam hal jasa internet teleponi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 menggunakan kartu prabayar, penyelenggara internet teleponi untuk keperluan publik harus menginformasikan harga kartu, kandungan pulsa, harga per pulsa dan sisa kandungan pulsa.

Pasal 62

  1. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat diajukan setiap waktu dan proses perizinannya melalui evaluasi.
  2. Permohonan izin prinsip jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a disampaikan kepada Menteri.
  3. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf b dan c disampaikan kepada Direktur Jenderal.
  4. Evaluasi terhadap permohonan Izinn prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 dilakukan oleh Direktur Jenderal. 

Pasal 63

Permohonan izin pnnslp penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 melampirkan sebagai berikut : a. Akta pendirian perusahaan; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. pengesahan pendirian perusahaan; d. profile perusahaan; e. rencana usaha (bisnis plan); f. konfigurasi dan data teknis perangkat yang akan digunakan; g. struktur permodalan, susunan direksi dan dewan komisaris;

Pasal 64

  1. Penyelesaian evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan selambat-Iambatnya ·14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.
  2. Dalam hal permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa teleponi dasar tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri memberikan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan.
  3. Dalam hal permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Direktur Jenderal memberikan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan. Bagian Kedua 'Tata Cara Perizinan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi

Pasal 65

  1. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 4 bagi yang memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan jasa teleponi dasar. , , .. -.
  2. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ;ayat 4 bagi yang memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia,
  3. Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 berlaku selama-Iamanya 1 (satu) tahun.
  4. Pemilik IZln pnnslp penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Menteri.
  5. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi dan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Direktur Jenderal.
  6. Izin prinsip dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku selama-Iamanya 6 (enam) bulan, apabila pemilik izin prinsip telah melakukan investasi dalam persiapan pembangunan sarana dan prasarana sesuai hasil penilaian Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
  7. Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 dan ayat 5 tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip, maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 6 (enam) bulan.

Pasal 66

  1. Pemilik Izin pnnslp dilarang merubah susunan kepemilikan saham perusahaan.
  2. Larangan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi perusahaan terbuka (publik).

Pasal 67

  1. Izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar diterbitkan oleh Menteri, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
  2. Izin penyelenggaraan jasa nilai tambah telepuni dan jasa multimedia diterbitkan oleh Direktur Jenderal, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.

Pasal 68

  1. Izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi dan jasa mulltimedia diberikan tanpa batas waktu dan setiap 5 (lima) tahun sekali dilakukan evaluasi secara menyeluruh oleh Direktur Jenderal.
  2. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan dalam perizinan, pemilik izin penyelenggaraan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

TATA CARA PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI

Pasal 69

  1. Pemilik izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 1 dan ayat 2 yang telah siap menyelenggarakan jasa telekomunikasi, wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.
  2. Permohonan uji laik operasi diajukan secara tertulis dengan melampirkan: a. salinan izin prinsip; b. struktur organisasi; C. data sumber daya manusia; d. spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun; e. daftar perangkat telekomunikasi; dan f. lokasi sesuai dengan izin prinsip.

Pasal 70

  1. Pelaksanaan uji laik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang berwenang.
  2. Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Direktur Jenderal dapat membentuk tim uji laik operasi.

Pasal 71

  1. Pelaksanaan uji laik operasi harus dilakukan selambat­ Jambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak perrr )honan uji laik operasi diterima.
  2. Sarana dan prasarana yang dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi, Direktur Jenderal menerbitkan surat keterangan laik operasi. ... , -- . "-
  3. Surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 diterbitkan selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi.
  4. Dalam hal pelaksanaan uji laik operasi tidak dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, Pemilik Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.

Pasal 72

  1. Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
  2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (em pat belas) hari kerja.

Pasal 73

  1. Apabila hasil evaluasi pelaksdnaan uji laik operasi sarana dan prasarana jasa telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemilik izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.
  2. Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 masih dinyatakan belum laik operasi, pemilik izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (empat bel as) hari kerja.

Pasal 74

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 2 masih dinyatakan tidaK laik operasi, Pemilik Izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana jasa telekomunikasi.

Pasal 75

  1. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa telepC'ni dasar yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebag~imana dimaksud dalam Pasal 71 berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar kepada Menteri.
  2. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia kepada Direktur Jenderal.
  3. Menteri menerbitkan izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pemohon menyanggupi secara tertulis seluruh kewajiban­ kewajiban penyelenggaraan jasa teleponi dasar.
  4. Direktur Jenderal menerbitkan izin penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pemohon menyanggupi secara tertulis seluruh kewajiban­ kewajiban penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia.

Pasal 76

Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi harus dilaksanakan uji laik operasi berdasarkan ketentuan uji laik operasi yang berlaku dalam Keputusan ini.

Pasal 77

  1. Jenis tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang disalurkan melalui jaringan tetap terdiri atas : a. jenis tarif jasa teleponi dasar samrungan lokal, sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional (SLI); b. jenis tarif jasa nilai tambah telepon; c. jenis tarif jasa multimedia.
  2. Jenis tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang disalurkan melalui jaringan bergerak terdiri atas : a. jenis tarif air time; b. jenis tarif jelajah; c. jenis tarif jasa multimedia. -... ~ . . ·

Pasal 78

Struktur tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas : a. biaya aktifasi; b. biaya berlangganan bulanan; c. biaya penggunaan; d. biaya fasilitas tambahan.

Pasal 79

  1. Besaran tarif jasa teleponi dasar ditetapkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar.
  2. Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mengacu kepada formula tarif jasa teleponi casar yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 80

  1. Besaran tarif jasa nilai tambah teleponi dan besaran tarif jasa multimedia ditetapkan oleh penyelenggara jas? nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia.
  2. Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1' ditetapkan berdasarkan biaya dengan perhitungan yang transparan.

Pasal 81

  1. Penyelenggara jasa teleponi dasar harus melaporkan rencana penetapan atau perubahan besaran tarif jasa teleponi dasar selambat-Iambatnya 30 (tiga pu~uh) hari kerja sebelum diberlakukan.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus "dilengkapi dengan cara perhitungan dan data pendukung yang digunakan dalam menetapkan perubahan besaran tarif.
  3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Direktur Jenderal melakukan evaluasi dengan memperhatikan ' formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri.
  4. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak sesuai dengan hasil perhitungan formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri, maka rencana penetapan atau perubahan tarif tidak dapat diberlakukan. • . . .. . .~ ,  

Pasal 82

  1. Penyelenggara jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia harus melaporkan rencana penetapan atau perubahan besaran tarif jasa nilai tambah teleponi dan tarif jasa multimedia selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum diberlakukan.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilengkapi dengan cara perhitungan dan data pendukung yang digunakan dalam menetapkan perubahan besaran tarif. ,

Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.  

Pasal 84

  1. Dalam rangka menjamin tingkat pelayanan, transparansi trafik dan efisiensi penyelenggaraan jasa telekomunikasi, Direktur Jenderal melaksanakan fungsi kliring trafik telekomunikasi.
  2. Dalam melaksanakan fungsi kliring sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Direktur Jenderal dapat menunjuk lembaga kliring trafik telekomunikasi.
  3. Tata cara dan pelaksanaan fungsi kliring trafik telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 85

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

Pasal 86

Dengan berlakunya Keputusan ini, penyelenggara jasa telekomunikasi yang telah memiliki IZIn, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-Iambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Keputusan ini, wajib menyesuaikan dengan Keputusan ini.

 

Pasal 87

Dengan berlakunya Keputusan ini, semua peraturan perundang­ undangan yang lebih rendah dari Keputusan ini yang mengatur mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Keputusan ini. Pasal88 Dengan berlakunya Keputusan ini maka : a. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 39/KS.002/MPPT-91 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Telekomunikasi Dasar; b. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 116/PT.1 02/MPPT -91 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Bukan Dasar; c. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.259/PT.102/MPPT·91 tentang Penyelenggaraan Jasa Radio Panggil; d. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 115/PT.1 02/MPPT -92 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Bergerak Global Melelui Sate lit (GMPCS); e. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 33/PT.102/MPPT·92 tentang Perubahan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Teiekomunikasi Nomor KM.259/PT.1 02/MPPT-91 tentang Penyelenggaraan Jasa Radio Panggil; f. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nemer KM. 74/PT.102/MPPT-93 tentang Penyelenggaraan Kemunikasi Satelit; g. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 75/PT.102/MPPT·93 tentang Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi Antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; ,. J .; . . . " • • '. . . . . h. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 101/PT.103/MPPT-93 tentang Penyelenggaraan Jasa Sambungan Telepon Bergerak Seluler; i. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 114/PT.102/MPPT- 93 tentang Penyelenggaraan Telepon Umum; j. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 37/PB.103/MPPT-94 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Bergerak Satelit di Darat Imarsat di Indonesia; k. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 6/PT.102/MPPT-95 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar Internasional; I. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 60/PT.1 02/MPPT -95 tentang Penegasan Hak Eksklusif Kepada Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Dalam Negeri jo Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 1999; m. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.104/PT. 303/MPPT-96 tentang Penyelenggaraan Telepon Umum; n. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.87/PT.102/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Internasional di Indonesia ::>Ieh Operator Satelit Luar Negeri; o. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.114/PT.102/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Internet; p. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 68 Tahun 1998 tentang Penyederhanaan Perizinan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 89

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR : KM. 21 TAHUN 2001
TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI
MENTERI PERHUBUNGAN,

 

Menimbang

  1. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekemunikasi, telah diatur ketentuan mengenai penyelenggaraan jasa telekemunikasi;
  2. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penyelenggaraan jasa telekemunikasi dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

Mengingat

  1. Undang-undang Nemer 36 Tahun 1999 tentang Telekemunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nemer 154, Tambahan Lembaran Negara Nemer 3881);
  2. Peraturan Pemerintah Nemer 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekemunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nemer 107, Tambahan Lembaran Negara Nemer 3980);
  3. Peraturan Pemerintah Nemer 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radie dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nemer 108, Tarnbahan Lembaran Negara Nemer 3981);
  4. Keputusan Presiden Nemor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nemer 37 TahlJn 2001; • I j iI, . I' -.
  5. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 2001;
  6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 91 lOT. 0021 Phb-80 dan KM. 164/0T002/Phb-80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2000;

Memutuskan

Menetapkan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Jelekomunikasi adalah setiap pemancaran, penglnman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
  2. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
  3. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  4. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi;
  6. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara; · , i " ,; " '.
  7. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  8. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi,
  9. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  10. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;
  11. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar adalah penyelenggaraan jasa telepon yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimil, teleks dan telegraf;
  12. Penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi adalah penyelenggaraan jasa yang menawarkan layanan nilai tambah untuk teleponi dasar antara lain jasa teleponi melalui jaringan pintar (IN), kartu panggil (calling card), jasa-jasa dengan teknologi interaktif voice response dan radio panggil untuk umum;
  13. Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi termasuk didalamnya antara lain penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses internet dan jasa televisi berbayar;
  14. Uji laik operasi adalah pengujian teknis yang dilakukan oleh lembaga yang telah diakreditasi atau tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dengan tug as melaksanakan proses pengujian sistem secara teknis dan operasional;
  15. Lembaga uji laik operasi adalah lembaga yang berwenang melakukan uji laik operasi dan telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberian akreditasi;
  16. Interkoneksi telekomun ikasi berbeda; adalah keterhubungan antar Janngan dari penyelenggara telekomunikasi yang i I t - -, -- - ..
  17. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wi/ayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
  18. Rencana Dasar Teknis adalah ketentuan-ketentuan teknis yang harus diikuti dalam membangun dan menyediakan jaringan telekomunikasi sehingga menjamin ketersambungan satu jaringan ke jaringan lainnya;
  19. Landing right adalah hak yang diberikan oleh Menteri kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi dalam rangka bekerja .:;ama dengan penyelenggara telekomunikasi asing;
  20. Jasa Internet Teleponi adalah bag ian dari layanan multimedia yang dapat menyalurkan suara dengan menggunakan protokol internet; .
  21. Nomor IP (atau alamat IP) adalah nomor identifikasi unik (di seluruh dunia) yang terdapat dalam sebuah perangkat yang terhubung ke jaringan Internet. Nemor ini digunakan dalam menentukan jalur pengiriman informasi (routing) dari dan ke perangkat tersebut;
  22. Nama Domain adalah nama yang digunakan oleh suatu badan (swasta maupun pemerintah) ataupun perorangan sebagai identitasnya yang unik di Internet;
  23. Perangkat akses adalah perangkat yang merupakan bag ian dan disediakan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi untuk keperluan penyambungan jasa telekomunikasi yang akan dipergunakan oleh pelanggan;
  24. Perangkat terminal pelanggan adalah perangkatlterminal yang berada di lokasi pelanggan dan disediakan oleh pelanggan jasa telekbmunikasi untuk keperluan bertelekomunikasi;
  25. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;
  26. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. i I f . . ~ -. '.

BAB II
PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI

Bagian Pertama
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi


Pasal 2

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang .. undangan yang berlaku yaitu:

            a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
            b. Badan Usaha Milik Oaerah (BUMO);
            c. Badan Usaha Milik Swasta; atau
            d. Koperasi.

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib mendapatkan izin.

Pasal 3

  1. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas:
    a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
    b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
    c. Penyelenggaraan jasa multimedia.
  2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud ~alam ayat 1 huruf a dan huruf c dapat dilakukan secara jual kembali.

Pasal 4

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 merupakan penyelenggaraan yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi.

Pasal 5

  1. Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan te,lekomunikasi.
  2. Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. · \ -.

Pasal 6

  1. Dalam hal tidak tersedia jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat memhangun jaringan telekomunikasi.
  2. Jaringan telekomunikasi yang dibangun oleh penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud d~lam ayat 1 dilarang disewakan kepada pihak lain.

Pasal 7

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib :

a. menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jasa telekomunikasi;
b. memberikan pelayanan yang sal11a kepada pemakai jasa telekomunikasi;
c. membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi;
d. mengumumkan secara terbuka kemungkinar pemenuhan berlangganan jasa telekomunikasi.

Pasal 8

Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 9

Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi standar pelayanan jasa telekomunikasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 10

Alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan memiliki sertifikat dari Direktur Jenderal.

Pasal 11

Perangkat akses dan perangkat terminal dalam berlangganan jasa telekomunikasi dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi.

Pasal 12

  1. Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
  2. Tata cara pembayaran biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sesuai ketentuan yang berlaku,

Pasal 13

  1. Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 dikenak-:ln kewajiban pelayanan universal.
  2. Bentuk dan tata cara kewajiban pelayanan universal sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Bagian Kedua Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar

Pasal 14

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar diselenggarakan oleh:
    a. penyelenggara jaringan tetap lokal;
    b, penyelenggara jaringan bergerak seluler;
    c, penyelenggara jaringan bergerak sate lit; atau
    d. penyelenggara radio trunking.
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar dapat diselenggarakan oleh selain penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan wajib mendapat izin dari Menteri.

Pasal 15

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara jasa tetap lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat 1 huruf a terdiri atas jasa:
    a. telepon; b . faksimili;
    c. teleks;
    d. telegrap. , -, . "
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan bergerak sate lit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf b dan huruf c terdiri atas:
    a. telepon;
    b. faksimili.
  3. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang diselenggarakan oleh penyelenggara radio trunking sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf d menyelenggarakan telepon.

Pasal 16

  1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan tetap lokal mencakup wilayah nasional atau lokal.
  2. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan bergerak seluler mencakup wilayah nasional atau regional.
  3. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan bergerak satelit mencakup wilayah nasional.
  4. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar yang menggunakan radio trunking mencakup wilayah regional atau lokal.

Pasal 17

  1. Penyelenggara jasa teleponi dasar yang menggunakan jaringan tetap lokal wajib menyelenggarakan telepon umum.
  2. Penyelenggara jasa teleponi dasar dalam menyelenggarakan telepon umum dapat bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama.

Pasal 18

  1. Penyediaan telepon umum dibedakan dalam telepon umum koin dan telepon umum kartu.
  2. Penyediaan telepon umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
  3. sekurang-kurangnya 3% dari kapasitas jaringi..in terpasang.
  4. Penyediaan telepon umum koin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya 1 % dari kapasitas jaringan terpasang. , " -. ",

Pasal 19

Telepon umum kartu terdiri atas :

  1. telepon umum kartu iso magnetik;
  2. telepon umum kartu chip;
  3. telepon umum kartu kredi

Pasal 20

  1. Pencetakan kartu iso magnetik dan kartu chip dilaksanakan oleh instansi atau lembaga yang ditunjuk penyelenggara jasa teleponi dasar .
  2. Pengisian (encoded) kartu iso magnetik dan kartu chip dilakukan oleh lembaga yang berwenang mencetak uang dan atau surat berharga, bekerjasama dengan penyelenggara jasa teleponi dasa
  3. (3) Pengisian sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berisi :
    a. identitas kartu;
    b. nilai kandungan puls

Pasal 21

  1. Instalasi kabel rumah atau gedung (IKR/G) disediakan oleh pelanggan
  2. IKR/G dilaksanakan oleh instalatur yang telah memiliki sertifika
  3. Dalam hal tidak tersedia instalatur yang telah memiliki sertifikat instalasi IKR/G dilaksanakan oleh penyelenggara jasa teleponi dasa
  4. Tata cara pelaksanaan IKR/G ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 22

Untuk menyelenggarakan jasa teleponi dasar, penYtilenggara jasa teleponi dasar wajib memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 23

  1. Dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar, penyelenggara jasa teleponi dasar dapat melaksanakan fasilitas layanan tambaha
  2. Penyelenggara jasa teleponi dasar dapat menerapkan biaya tambahan penggunaan fasilitas layanan tambahan yang besarnya ditetapkan oleh penyelenggar
  3. Fasilitas layanan tambahan diberikan atas permintaan pelangga

Pasal 24

Fasilitas layanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 dapat berupa :

  1. reverse charging;
  2. multi call address;
  3. abbreviated dialling;
  4. special dialling fasilities;
  5. voice and text mail box;
  6. short message services (SMS).

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi

Pasal 25

  1. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas jenis jasa :
    a. panggilan premium
    b. kartu panggil;
    c. nomor telepon maya (virtual private phone nJmber);
    d. rekaman telepon untuk umum;
    e. store and forward;
    f pusat layanan informasi (call centre).
  2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi selain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pasal 26

Penyelenggaraan jasa panggilan premium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf a diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional

Pasal 27

  1. Dalam menyelenggarakan jasa panggilan premium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 digunakan nomor akse
  2. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Oasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 28

  1. Pelanggan jasa teleponi dasar berhak mendapatkan fasilitas pemblokiran akses jasa panggilan premiu
  2. Pemblokiran akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan atas permintaan tertulis pelanggan kepada penyelenggara jasa teleponi dasa

 

Pasal 29

  1. Penyelenggara jasa panggilan premium wajib :
    a. mengumumkan secara terbuka besaran biaya penggunaan jasa panggilan premium;
    b. memberitahukan besaran biaya yang akan dikenakan kepada pelanggan pada sa at panggilan terhubun
  2. Pemberitahuan besaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b tidak dikenakan biay

Pasal 30

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa panggilan premiu

Pasal 31

Penyelenggaraan jasa kartu panggil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf b diselenggarakan dalam cakupan nasional dan loka

Pasal 32

  1. Dalam menyelenggarakan jasa kartu panggil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31diguilakan nomor akses
  2. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Oasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri

Pasal 33

  1. Penyelenggara jasa kartu panggil harus menginformasikan harga kartu, kandungan pulsa, harga per pulsa dan sisa kandungan puls
  2. Biaya penggunaan jasa kartu panggil ditetapkan dengan pembulatan pada akhir percakapan selama-Iamanya 30 (tiga puluh) detik

Pasal 34

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa kartu panggil

Pasal 35

Penyelenggaraan jasa nomor telepon maya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf c diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional atau lokal

Pasal 36

  1. Dalam menyelenggarakan jasa nomor telepon maya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 digunakan kode akses
  2. Kode akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri

Pasal 37

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa nomor telepon maya

Pasal 38

Penyelenggaraan jasa rekaman te~epon 'Jntuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal25 ayat 1 huruf d meliputi :

  1. sistem terintegrasi yaitu sebagian perangkat lunaknya yang ~ergabung dengan perangkat lunak sentral telepon
  2. sistem tidak terintegrasi yaitu perangkat lunaknya tidak tergabung dengan perangkat lunak sentral telepof

Pasal 39

Penyelenggaraan jasa rekaman telepon untuk umum dengan sistem terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat dilaksanakan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar sebagai layanan tambahan.

Pasal 40

Penyelenggaraan jasa rekaman telepon untuk umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 diselenggarakan dengan cakupan lokal

Pasal 41

Penyelenggaraan jasa store and forward sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf e diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasional atau lokal

Pasal 42

Penyelenggara jasa teleponi dasar dilarang menyelenggarakan jasa store and forwar

Pasal 43

Penyelenggaraan jasa pusat layanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 huruf f diselenggarakan dengan cakupan wilayah nasiona

Pasal 44

  1. Dalam menyelenggarakan jasa pusat layanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 digunakan nomor akses
  2. Dalam hal penyediaan pusat layanan informasi tidak menggunakan nomor akses, tidak diperlukan izi
  3. Nomor akses sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 45

Akses ke pusat layanan informasi dikenakan biaya sebesar tarif pulsa lokal

Bagian Keempat

Penyelenggaraan Jasa Multimedia

Pasal 46

  1. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas :
    a. jasa televisi berbayar;
    b. jasa akses internet (internet service provider);
    c. jasa interkoneksi internet (NAP);
    d. jasa internet teleponi untuk keperluan publik;
    e. jasa wireless access protocol (WAP);
    f. jasa portal;
    g. jasa small office home office (SOHO);
    h. jasa transaksi on-line;
    i. jasa aplikasi packet-switched selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e , f, 9 dan huruf
  2. (2) Penyelenggaraan jasa multimedia selain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Direktur Jendera

Pasal 47

  1. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimcna dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf a,b,c dan huruf d merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang memerlukan izin dari Direktur Jendera
  2. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf e, f, 9 dan huruf h merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang tidak memerlukan izin dari Direktur Jendera
  3. Penyelenggara jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikas

Pasal 48

Penyelenggara jasa multimedia wajib memenuhi kualitas standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pasal 49

  1. Penyelenggara jasa multimedia wajib menyediakan fasilitas jasa multimedia untuk menjamin pelayanan jasa multimedi
  2. Dalam menyediakan fasilitas jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 penyelenggara jasa multimedia wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menter

Pasal 50

  1. Penyelenggaraan jasa televisi berbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf a merupakan penyelenggaraan jasa multimedia yang menyediakan jasa siaran televisi berbayar per tayangan (pay per view).
  2. Penyelenggara jasa televisi berbayar dapat menyelenggarakan jasa multimedia lainnya berdasarkan izin dari Direktur Jendera
  3. Penyelenggara jasa televisi berbayar wajib menginformasikan besaran tarif penggunaan setiap tayangan yang diminta sebelum acara dimulai

Pasal 51


Penyelenggara jasa televisi berbayar diselenggarakan dengan cakupan lokal atau nasiona

Pasal 52

  1. Penyelenggaraan jasa akses internet (internet service provider) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf b merupakan penyelenggaraan jasa akses internet '
  2. Penyelenggara jasa akses internet dapat menyediakan jasa akses internet untuk keperluan pengguna kelompok (closed user) dalam bentuk internet virtual private networ

Pasal 53

Penyelenggaraan jasa akses internet diselenggarakan dengan cakupan nasional atau lokal

Pasal 54

  1. Pengelolaan domain internet dan nomor IP dilakukan berdasarkan kesepakatan internasional.
  2. Pengelolaan domain internet dilakukan oleh Pen:Jelola Domain Tingkat Tinggi Indonesia (PDTT-ID).
  3. Pengelolaan nornor IP dilakukan oleh Pengelola Nomor IP. , .

Pasal 55

  1. PDTT-ID adalah lembaga nir-Iaba yang mandiri.
  2. PDTT-ID disahkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari lembaga domain internet dunia.
  3. Biaya pengelolaan domain ditanggung bersama oleh pemegang domain.

Pasal 56

  1. PDTT-ID wajib membuat ketentuan dan tata cara pengelolaan domain.
  2. Ketentuan, tata cara dan informasi domain internet harus dapat diakses secara terbuka.

Pasal 57

  1. Pengelola nomor IP adalah lembaga nir-Iaba yang mandiri.
  2. Pengelola nomor IP disahkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari lembaga pengelola nomor IP dunia.
  3. Biaya pengelolaan nomor IP ditanggung bersama oleh pemegang nomor IP. -

Pasal 58

  1. Pengelola nomor IP wajib membuat ketentuan dan tata cara pengelolaan nomor IP.
  2. Ketentuan, tata cara dan informasi nomor IP japat diakses secara terbuka oleh masyarakat.

Pasal 59

  1. Penyelenggaraan jasa interkoneksi internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 "huruf c merupakan penyelenggaraan akses dan atau ruting bagi penyelenggara jasa akses internet.
  2. Dalam menyelenggarakan akses bagi penyelenggara jasa akses internet, penyelenggara jasa interkoneksi internet dapat menyediakan jaringan untuk transmisi internet. ' . . . "
  3. Dalam hal penyelenggara jasa interkoneksi internet menyediakan jaringan untuk transmisi internet ke luar negeri, harus memiliki landing right yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal.
  4. Penyelenggara jasa interkoneksi internet wajib saling terhubung melalui interkoneksi.
  5. Penyelenggara jasa interkoneksi internet melakukan pengaturan traffik penyelenggaraan jasa akses internet.

Pasal 60

Penyelenggaraan jasa internet teleponi untuk keperluan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 huruf d merupakan penyelenggaraan internet telepani yang bersifat komersial, dihubungkan ke jaringan telekomunikasi.

Pasal 61

  1. Penyelenggaraan jasa internet teleponi untuk keperluan publik harus dilakukan melalui gateway milik penyelenggara internet teleponi dalam rangka mentrasfer dari IP base kd circuit-based dan sebaliknya.
  2. Dalam hal jasa internet teleponi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 menggunakan kartu prabayar, penyelenggara internet teleponi untuk keperluan publik harus menginformasikan harga kartu, kandungan pulsa, harga per pulsa dan sisa kandungan pulsa.

BAB III
TATA CARA PERIZINAN
Bagian Pertama
Tata Cara Evaluasi Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Pasal 62

  1. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat diajukan setiap waktu dan proses perizinannya melalui evaluasi.
  2. Permohonan izin prinsip jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a disampaikan kepada Menteri.
  3. Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf b dan c disampaikan kepada Direktur Jenderal.
  4. Evaluasi terhadap permohonan Izinn prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 dilakukan oleh Direktur Jenderal. 

Pasal 63

Permohonan izin pnnslp penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 1 melampirkan sebagai berikut :
a. Akta pendirian perusahaan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. pengesahan pendirian perusahaan;
d. profile perusahaan;
e. rencana usaha (bisnis plan);
f. konfigurasi dan data teknis perangkat yang akan digunakan;
g. struktur permodalan, susunan direksi dan dewan komisaris;

Pasal 64

  1. Penyelesaian evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan selambat-Iambatnya ·14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.
  2. Dalam hal permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa teleponi dasar tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri memberikan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan.
  3. Dalam hal permohonan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Direktur Jenderal memberikan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan. Bagian Kedua 'Tata Cara Perizinan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi

Pasal 65

  1. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat 4 bagi yang memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan jasa teleponi dasar. , , .. -.
  2. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ;ayat 4 bagi yang memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal menerbitkan izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia,
  3. Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 berlaku selama-Iamanya 1 (satu) tahun.
  4. Pemilik IZln pnnslp penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Menteri.
  5. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi dan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip kepada Direktur Jenderal.
  6. Izin prinsip dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku selama-Iamanya 6 (enam) bulan, apabila pemilik izin prinsip telah melakukan investasi dalam persiapan pembangunan sarana dan prasarana sesuai hasil penilaian Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
  7. Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 dan ayat 5 tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip, maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 6 (enam) bulan.

Pasal 66

  1. Pemilik Izin pnnslp dilarang merubah susunan kepemilikan saham perusahaan.
  2. Larangan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi perusahaan terbuka (publik).

Pasal 67

  1. Izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar diterbitkan oleh Menteri, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
  2. Izin penyelenggaraan jasa nilai tambah telepuni dan jasa multimedia diterbitkan oleh Direktur Jenderal, setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.

Pasal 68

  1. Izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi dan jasa mulltimedia diberikan tanpa batas waktu dan setiap 5 (lima) tahun sekali dilakukan evaluasi secara menyeluruh oleh Direktur Jenderal.
  2. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan dalam perizinan, pemilik izin penyelenggaraan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

TATA CARA PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI

Pasal 69

  1. Pemilik izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat 1 dan ayat 2 yang telah siap menyelenggarakan jasa telekomunikasi, wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.
  2. Permohonan uji laik operasi diajukan secara tertulis dengan melampirkan:
    a. salinan izin prinsip;
    b. struktur organisasi; C. data sumber daya manusia;
    d. spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;
    e. daftar perangkat telekomunikasi; dan
    f. lokasi sesuai dengan izin prinsip.

Pasal 70

  1. Pelaksanaan uji laik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang berwenang.
  2. Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Direktur Jenderal dapat membentuk tim uji laik operasi.

Pasal 71

  1. Pelaksanaan uji laik operasi harus dilakukan selambat­ Jambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak perrr )honan uji laik operasi diterima.
  2. Sarana dan prasarana yang dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi, Direktur Jenderal menerbitkan surat keterangan laik operasi. ... , -- . "-
  3. Surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 diterbitkan selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi.
  4. Dalam hal pelaksanaan uji laik operasi tidak dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, Pemilik Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.

Pasal 72

  1. Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
  2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (em pat belas) hari kerja.

Pasal 73

  1. Apabila hasil evaluasi pelaksdnaan uji laik operasi sarana dan prasarana jasa telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemilik izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.
  2. Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 masih dinyatakan belum laik operasi, pemilik izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (empat bel as) hari kerja.

Pasal 74

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 2 masih dinyatakan tidaK laik operasi, Pemilik Izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana jasa telekomunikasi.

Pasal 75

  1. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa telepC'ni dasar yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebag~imana dimaksud dalam Pasal 71 berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar kepada Menteri.
  2. Pemilik izin prinsip penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia kepada Direktur Jenderal.
  3. Menteri menerbitkan izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pemohon menyanggupi secara tertulis seluruh kewajiban­ kewajiban penyelenggaraan jasa teleponi dasar.
  4. Direktur Jenderal menerbitkan izin penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 selambat-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pemohon menyanggupi secara tertulis seluruh kewajiban­ kewajiban penyelenggaraan jasa nilai tam bah teleponi dan penyelenggaraan jasa multimedia.

Pasal 76

Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi harus dilaksanakan uji laik operasi berdasarkan ketentuan uji laik operasi yang berlaku dalam Keputusan ini.

BABV TARIF

Pasal 77

  1. Jenis tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang disalurkan melalui jaringan tetap terdiri atas :
    a. jenis tarif jasa teleponi dasar samrungan lokal, sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional (SLI);
    b. jenis tarif jasa nilai tambah telepon;
    c. jenis tarif jasa multimedia.
  2. Jenis tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang disalurkan melalui jaringan bergerak terdiri atas :
    a. jenis tarif air time;
    b. jenis tarif jelajah;
    c. jenis tarif jasa multimedia. -... ~ . . ·

Pasal 78

Struktur tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas :
a. biaya aktifasi;
b. biaya berlangganan bulanan;
c. biaya penggunaan;
d. biaya fasilitas tambahan.

Pasal 79

  1. Besaran tarif jasa teleponi dasar ditetapkan oleh penyelenggara jasa teleponi dasar.
  2. Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mengacu kepada formula tarif jasa teleponi casar yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 80

  1. Besaran tarif jasa nilai tambah teleponi dan besaran tarif jasa multimedia ditetapkan oleh penyelenggara jas? nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia.
  2. Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1' ditetapkan berdasarkan biaya dengan perhitungan yang transparan.

Pasal 81

  1. Penyelenggara jasa teleponi dasar harus melaporkan rencana penetapan atau perubahan besaran tarif jasa teleponi dasar selambat-Iambatnya 30 (tiga pu~uh) hari kerja sebelum diberlakukan.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus "dilengkapi dengan cara perhitungan dan data pendukung yang digunakan dalam menetapkan perubahan besaran tarif.
  3. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Direktur Jenderal melakukan evaluasi dengan memperhatikan ' formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri.
  4. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak sesuai dengan hasil perhitungan formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri, maka rencana penetapan atau perubahan tarif tidak dapat diberlakukan. • . . .. . .~ ,
     

Pasal 82

  1. Penyelenggara jasa nilai tambah teleponi dan penyelenggara jasa multimedia harus melaporkan rencana penetapan atau perubahan besaran tarif jasa nilai tambah teleponi dan tarif jasa multimedia selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum diberlakukan.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilengkapi dengan cara perhitungan dan data pendukung yang digunakan dalam menetapkan perubahan besaran tarif. ,

Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
 

BABVI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 84

  1. Dalam rangka menjamin tingkat pelayanan, transparansi trafik dan efisiensi penyelenggaraan jasa telekomunikasi, Direktur Jenderal melaksanakan fungsi kliring trafik telekomunikasi.
  2. Dalam melaksanakan fungsi kliring sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Direktur Jenderal dapat menunjuk lembaga kliring trafik telekomunikasi.
  3. Tata cara dan pelaksanaan fungsi kliring trafik telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 85

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

 

BABVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 86

Dengan berlakunya Keputusan ini, penyelenggara jasa telekomunikasi yang telah memiliki IZIn, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-Iambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Keputusan ini, wajib menyesuaikan dengan Keputusan ini.

BABVIII
KETENTUAN PENUTUP

 


Pasal 87

Dengan berlakunya Keputusan ini, semua peraturan perundang­ undangan yang lebih rendah dari Keputusan ini yang mengatur mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Keputusan ini. Pasal88 Dengan berlakunya Keputusan ini maka :
a. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 39/KS.002/MPPT-91 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Telekomunikasi Dasar;
b. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 116/PT.1 02/MPPT -91 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Bukan Dasar;
c. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.259/PT.102/MPPT·91 tentang Penyelenggaraan Jasa Radio Panggil;
d. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 115/PT.1 02/MPPT -92 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Bergerak Global Melelui Sate lit (GMPCS);
e. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 33/PT.102/MPPT·92 tentang Perubahan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Teiekomunikasi Nomor KM.259/PT.1 02/MPPT-91 tentang Penyelenggaraan Jasa Radio Panggil;
f. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nemer KM. 74/PT.102/MPPT-93 tentang Penyelenggaraan Kemunikasi Satelit;
g. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 75/PT.102/MPPT·93 tentang Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi Antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; ,. J .; . . . " • • '. . . . .
h. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 101/PT.103/MPPT-93 tentang Penyelenggaraan Jasa Sambungan Telepon Bergerak Seluler;
i. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 114/PT.102/MPPT- 93 tentang Penyelenggaraan Telepon Umum;
j. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 37/PB.103/MPPT-94 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Bergerak Satelit di Darat Imarsat di Indonesia;
k. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 6/PT.102/MPPT-95 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar Internasional; I. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 60/PT.1 02/MPPT -95 tentang Penegasan Hak Eksklusif Kepada Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Dalam Negeri jo Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 1999;
m. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.104/PT. 303/MPPT-96 tentang Penyelenggaraan Telepon Umum;
n. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.87/PT.102/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Internasional di Indonesia ::>Ieh Operator Satelit Luar Negeri;
o. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.114/PT.102/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Internet;
p. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 68 Tahun 1998 tentang Penyederhanaan Perizinan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 89

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA

Pada tanggal: 31 Mei 2001

MENTERIPERHUBUNGAN

ttd

AGUM GUMELAR, M.Sc.


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Nomor Peraturan 21
Jenis / Bentuk Peraturan Keputusan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan KEPMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 31-05-2006  /  31-05-2006
Sumber
Subjek JASA TELEKOMUNIKASI - PENYELENGGARAAN
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor :03/P/M.Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada Beberapa Keputusan / Peraturan Menteri Perhubungan Yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos Dan Telekomunikasi, kata sebutan pada beberapa keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur materi muatan khusus di bidang Pos dan Telekomunikasi, disesuaikan sebagai berikut: Menteri Perhubungan dibaca menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika.

Diubah: KEPMENHUB No. KM.30 Tahun 2004
PERMENKOMINFO No. 07/PER/M.KOMINFO/04/2008
PERMENKOMINFO No. 31/PER/M.KOMINFO/09/2008
PERMENKOMINFO No. 8 Tahun 2015
 
Dicabut:
PERMENKOMINFO No.13 Tahun 2019
Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM KOMINFO
Bidang Hukum -
Lampiran