Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 31 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;

menimbang

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuanPasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  2. bahwa pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional pranata hubungan masyarakat diperlukan untuk memenuhi kompetensi dan profesionalisme pranata hubungan masyarakat pada institusi pemerintah pusat dan daerah;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);

  6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  10. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Fungsional;

  11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  12. Peraturan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 39 Tahun 2014 dan Nomor 31 Tahun 2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA HUBUNGAN MASYARAKAT.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Jabatan Fungsional Pranata Humas adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melaksanakan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan.

  2. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah yang selanjutnya disebut Lembaga Diklat adalah satuan unit organisasi penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik yang berdiri sendiri maupun bagian dari satuan unit organisasi pada Instansi Pemerintah.

  3. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Diklat JFPH adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensi PNS dalam melaksanakan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan.

  4. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas adalah diklat prasyarat bagi PNS untuk dapat diangkat dalam jabatan fungsional pranata humas.

  5. Instansi Pembina Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik.

  6. Penyelenggara Diklat JFPH adalah Instansi Pembina, Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi atau bagi Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi bermitra dengan Instansi Pembina/lembaga diklat yang telah terakreditasi, dan perguruan tinggi yang bermitra dengan Instansi Pembina.

  7. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi adalah lembaga diklat Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan pengakuan tertulis dari Instansi Pembina untuk menyelenggarakan Diklat JFPH.

  8. Pelaksana Diklat JFPH adalah penanggungjawab teknis penyelenggaraan Diklat JFPH yang ditetapkan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  9. Kurikulum adalah rancangan satuan pendidikan yang mencakup mata diklat, pokok bahasan, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus, pengujian, dan evaluasi satuan pendidikan.

  10. Mata diklat adalah satuan ajar yang dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan berdasarkan sebuah kurikulum.

  11. Andragogi adalah model pembelajaran yang ditujukan menambah kesadaran dan pengalaman peserta melalui kaidah pembelajaran diskusi, penyelesaian masalah dan tukar pengalaman, untuk berpartisipasi secara aktif dengan cara saling asah, asih, asuh dengan pengajar maupun antar para peserta.

  12. Rancang Bangun Pembelajaran Program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Rancang Bangun Pembelajaran adalah rangkaian yang terdiri dari jenis dan mata diklat, alokasi waktu diklat, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan, materi pokok, submateri pokok, metode, alat bantu/media, estimasi waktu, dan referensi.

  13. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut STTPP adalah sertifikat tanda kelulusan bagi peserta yang lulus uji komprehensif yang diberikan pada akhir pelaksanaan diklat.

  14. Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat.

Pasal 2

Diklat JFPH bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan merupakan diklat pembentukan bagi calon pejabat fungsional pranata humas.

Pasal 3

Sasaran Diklat JFPH adalah terwujudnya pejabat fungsional pranata humas yang profesional sesuai jenjang jabatan fungsional dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

Pasal 4

Jenis Diklat JFPH meliputi:

  1. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan selama 180 (seratus delapan puluh) jam pelajaran; dan

  2. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian selama 180 (seratus delapan puluh) jam pelajaran.

Pasal 5

  1. Kurikulum Diklat JFPH mengacu pada standar kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Humas dan disusun dalam rangka profesionalisme Jabatan Fungsional Pranata Humas.

  2. Struktur kurikulum Diklat Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, terdiri atas:

    1. muatan dasar;

    2. muatan inti; dan

    3. muatan penunjang.

Pasal 6

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas:

  1. muatan dasar:

    1. muatan teknis substansi lembaga;

    2. Jabatan Fungsional pranata humas tingkat keterampilan; dan

    3. etika kehumasan.

  2. muatan inti:

    1. dasar-dasar komunikasi;

    2. dasar kehumasan pemerintah;

    3. teknologi komunikasi kehumasan;

    4. riset pelayanan informasi dan kehumasan;

    5. keprotokolan;

    6. public speaking;

    7. teknik penulisan kehumasan;

    8. teknik fotografi dan videografi;

    9. teknik publikasi;

    10. teknik hubungan media; dan

    11. penghitungan angka kredit pranata humas tingkat keterampilan;

  3. muatan penunjang:

    1. dinamika kelompok;

    2. pengembangan kepribadian;

    3. observasi lapangan;

    4. seminar kelompok; dan

    5. ujian tertulis.

Pasal 7

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, terdiri atas:

  1. muatan dasar:

    1. muatan teknis substansi lembaga;

    2. jabatan fungsional pranata humas tingkat keahlian; dan

    3. etika kehumasan.

  2. muatan inti:

    1. konteks makro kehumasan;

    2. komunikasi efektif;

    3. manajemen kehumasan pemerintah;

    4. strategi pengelolaan isu kebijakan pemerintah;

    5. diplomasi publik;

    6. manajemen komunikasi program pemerintah;

    7. audit komunikasi pemerintah;

    8. penulisan ilmiah;

    9. penulisan dan penyuntingan naskah kehumasan;

    10. manajemen media kehumasan pemerintah;

    11. cyber public relations;

    12. public speaking;

    13. manajemen event; dan

    14. penghitungan angka kredit Pranata Humas tingkat keahlian.

  3. muatan penunjang:

    1. dinamika kelompok;

    2. pengembangan kepribadian;

    3. observasi lapangan;

    4. seminar kelompok; dan

    5. ujian tertulis.

Pasal 8

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan dan Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 termuat dalam Rancang Bangun Pembelajaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

  1. Peserta Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan, terdiri dari:

    1. calon Pranata Humas Terampil;

    2. calon Pranata Humas Mahir; dan

    3. calon Pranata Humas Penyelia.

  2. Peserta Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian, terdiri dari:

    1. calon Pranata Humas Pertama;

    2. calon Pranata Humas Muda; dan

    3. calon Pranata Humas Madya.

Pasal 10

  1. Persyaratan peserta Diklat Pembentukan Pranata Humas tingkat keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang diangkat melalui pengangkatan pertama, yaitu:

    1. berijasah paling rendah Diploma III (DIII);

    2. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;

    3. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;

    4. mendapatkan penugasan dari pejabat yang berwenang di instansinya.

  2. Persyaratan peserta Diklat Pembentukan Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), yaitu:

    1. berijasah paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau Diploma IV (DIV);

    2. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;

    3. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;

    4. mendapatkan penugasan dari pejabat yang berwenang di instansinya.

  3. Peserta Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berjumlah paling banyak 40 (empat puluh) orang pada setiap kelas.

Pasal 11

  1. Setiap peserta Diklat JFPH wajib hadir paling kurang 95% (sembilan puluh lima persen) dari jumlah total jam pelajaran.

  2. Dalam hal kehadiran peserta Diklat JFPH kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen) tidak diizinkan mengikuti uji komprehensif dan dinyatakan gugur.

Pasal 12

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH adalah Widyaiswara dan widyaiswara luar biasa yang memiliki kompetensi.

  2. Widyaiswara luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

    1. pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi atau pejabat fungsional yang terkait;

    2. dosen perguruan tinggi; dan/atau

    3. pakar dan praktisi.

Pasal 13

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

  2. Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. memiliki latar belakang pendidikan paling rendah Sarjana (S1) dengan pengalaman minimal 5 (lima) tahun dalam bidangnya;

    2. mengikuti dan lulus Training of Trainers (ToT) substansi yang diselenggarakan oleh Instansi Pembina; dan

    3. memiliki pengalaman pelayanan informasi dan kehumasan.

  3. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. menguasai disiplin ilmu yang relevan;

    2. menguasai materi yang diajarkan;

    3. terampil mengajar secara sistemik, efektif, dan efisien;

    4. mampu menggunakan metode dan media pembelajaran yang relevan;

    5. memiliki kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis/lisan; dan

    6. memiliki kemampuan menggunakan referensi.

Pasal 14

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH harus mendapat surat tugas dari pimpinan instansinya.

  2. Tenaga pengajar Diklat JFPH wajib melaporkan dan memberikan masukan terhadap perkembangan proses belajar mengajar pada saat dan akhir penugasan kepada Penyelenggara Diklat JFPH.

  3. Laporan proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    1. aspek peserta;

    2. aspek ketersediaan dan ketersesuaian prasarana dan sarana diklat;

    3. aspek ketersediaan bahan diklat; dan

    4. aspek kesiapan penyelenggaraan diklat.

Pasal 15

  1. Metode Diklat JFPH dilakukan dengan Andragogi.

  2. Metode Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    1. ceramah;

    2. tanya jawab;

    3. diskusi;

    4. studi kasus;

    5. simulasi;

    6. seminar; dan

    7. kunjungan.

Pasal 16

  1. Tenaga kediklatan dalam penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi:

    1. Widyaiswara;

    2. pengelola lembaga Diklat JFPH; dan

    3. tenaga kediklatan lainnya.

  2. Pengelola lembaga Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu pejabat pimpinan tinggi dan pejabat administrasi di bidang kediklatan.

  3. Tenaga kediklatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu pejabat atau seseorang yang memiliki keahlian, kemampuan, atau kedudukan diikutsertakan dalam kegiatan pencapaian tujuan diklat selain Widyaiswara dan Pengelola Lembaga Diklat.

Pasal 17

  1. Penyelenggara Diklat JFPH wajib memiliki prasarana dan sarana.

  2. Prasarana Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas:

    1. aula;

    2. ruang kelas;

    3. ruang diskusi;

    4. ruang seminar;

    5. ruang kantor;

    6. ruang makan;

    7. ruang kesehatan;

    8. podium;

    9. panggung;

    10. ruang pelayanan informasi (front office);

    11. laboratorium komputer;

    12. perpustakaan; dan

    13. ruang ibadah.

  3. Sarana Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas:

    1. papan tulis;

    2. flip chart;

    3. LCD projector;

    4. komputer; dan

    5. sound system.

Pasal 18

  1. Bahan Diklat JFPH paling kurang terdiri atas:

    1. modul;

    2. bahan ajar tercetak;

    3. bahan tayang;

    4. referensi; dan

    5. buku panduan.

  2. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sesuai dengan tujuan, sasaran program, dan materi jenis Diklat JFPH.

  3. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dikembangkan dan diperbaharui secara periodik mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan tuntutan tingkat kualitas kompetensi PNS.

  4. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun berdasarkan kompetensi jabatan yang dibutuhkan.

Pasal 19

Modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a disusun dengan kriteria sebagai berikut:

  1. dapat dipelajari oleh peserta secara mandiri, tanpa bantuan atau seminimum mungkin bantuan dari Widyaiswara;

  2. mencakup latar belakang, deskripsi Mata Diklat, tujuan Mata Diklat, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, metode, yang secara keseluruhan ditulis dan dikemas dalam satu kesatuan yang utuh;

  3. memuat alat evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta terhadap modul; dan

  4. memuat sistematika penyusunan yang mudah dipahami dengan bahasa yang mudah dan lugas, sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tingkat pengetahuan peserta Diklat JFPH.

Pasal 20

Prinsip-prinsip dalam penulisan modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a sebagai berikut:

  1. memenuhi 4 (empat) kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

  2. mengacu pada kurikulum Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dan digunakan dalam suatu program diklat;

  3. disusun secara rasional atas dasar analisis, sesuai dengan tingkat kompetensi yang harus dicapai oleh peserta Diklat JFPH;

  4. memuat hasil belajar dan indikator hasil belajar agar peserta Diklat JFPH dapat mengetahui secara jelas hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran;

  5. merupakan bahan yang terkini (up-to-date), sesuai dengan tuntutan perkembangan;

  6. memuat contoh dan latihan yang relevan sehingga peserta Diklat JFPH dapat menerapkan di lingkungan kerjanya;

  7. sumber pustaka yang dipergunakan paling kurang 5 (lima) referensi, baik dalam bentuk buku atau karya tulis ilmiah, yang tahun penerbitannya tidak lebih 10 tahun sebelum modul ditulis;

  8. ditulis oleh perorangan atau tim yang ditugaskan oleh Instansi Pembina; dan

  9. memenuhi format penulisan modul Diklat JFPH sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 21

  1. Penanggung jawab dalam penyelenggaraan Diklat JFPH adalah Instansi Pembina.

  2. Penyelenggaraan Diklat JFPH dilaksanakan oleh:

    1. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi;

    2. Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi dan perguruan tinggi dapat melaksanakan Diklat JFPH bermitra dengan Instansi Pembina atau Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi.

Pasal 22

  1. Penyelenggara Diklat JFPH melaksanakan penyelenggaraan Diklat JFPH setelah mendapat izin penyelenggaraan Diklat JFPH dari Instansi Pembina.

  2. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Penyelenggara Diklat JFPH kepada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan penyelenggaraan Diklat JFPH.

  3. Surat permohonan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan rencana penyelenggaraan Diklat JFPH (proposal), yang meliputi:

    1. latar belakang;

    2. tujuan dan sasaran;

    3. waktu penyelenggaraan;

    4. nama dan kualifikasi pengajar;

    5. susunan kepanitiaan; dan

    6. prasarana dan sarana yang tersedia.

  4. Proses penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi tahap persiapan dan pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 23

  1. Diklat JFPH dapat diselenggarakan secara:

    1. klasikal; dan

    2. nonklasikal.

  2. Penyelenggaraan Diklat JFPH secara klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan tatap muka.

  3. Penyelenggaraan Diklat JFPH secara nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. pelatihan di tempat kerja;

    2. magang; dan

    3. pelatihan di alam bebas.

  4. Penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b dilaksanakan melalui pembimbingan di tempat kerja oleh pimpinan atau atasan antara lain berupa pemberian tugas, keteladanan, dan bentuk-bentuk lain dalam rangka pembinaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

  1. Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan oleh Instansi Pembina.

  2. Tata cara dan mekanisme pelaksanaan akreditasi Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 25

Evaluasi terhadap penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi:

  1. evaluasi pelaksanaan Diklat JPFH; dan

  2. evaluasi pasca Diklat JFPH.

Pasal 26

Evaluasi Pelaksanaan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, meliputi:

  1. evaluasi terhadap peserta;

  2. evaluasi terhadap tenaga pengajar; dan

  3. evaluasi terhadap Penyelenggara Diklat JFPH.

Pasal 27

Evaluasi terhadap peserta diklat dilakukan melalui:

  1. evaluasi harian;

  2. evaluasi proses belajar mengajar; dan

  3. evaluasi program diklat.

Pasal 28

  1. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf a dilaksanakan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  2. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek kehadiran, sikap, dan perilaku.

  3. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 29

  1. Evaluasi proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b dilakukan oleh tenaga pengajar.

  2. Evaluasi proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk mengetahui pencapaian hasil belajar.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 30

  1. Evaluasi program diklat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c merupakan uji komprehensif pada akhir Diklat JFPH.

  2. Evaluasi program diklat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  3. Uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku.

  4. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. Hasil uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan dilakukan evaluasi untuk menentukan kelulusan peserta.

Pasal 31

  1. Kualifikasi hasil nilai uji komprehensif yaitu:

    1. sangat Memuaskan untuk nilai 95,0 – 100,0;

    2. memuaskan untuk nilai 90,0 – 94,9;

    3. baik Sekali untuk nilai 80,0 – 89,9;

    4. baik untuk nilai 70,0 – 79,9;

    5. kurang untuk nilai di bawah 70,0.

  2. Peserta Diklat JFPH yang memperoleh nilai uji komprehensif paling rendah 70,0 dinyatakan lulus dan direkomendasikan untuk diangkat dalam Jabatan Fungsional Pranata Humas.

  3. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 1 (satu) tahun.

  4. Peserta Diklat JFPH yang memperoleh nilai uji komprehensif kurang dari 70,0 diberlakukan ketentuan sebagai berikut:

    1. tidak diberikan STTPP;

    2. diberikan Surat Keterangan telah mengikuti Diklat Fungsional Pembentukan Pranata Humas, tetapi tidak dapat diberikan Angka Kredit; dan

    3. diberikan kesempatan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dinyatakan tidak lulus Diklat Fungsional Pembentukan Pranata Humas, untuk mengikuti uji komprehensif.

  5. Penyelenggara Diklat JFPH wajib menyampaikan laporan hasil uji komprehensif kepada Instansi Pembina paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah selesai kegiatan Diklat JFPH.

  6. Laporan hasil uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 32

  1. Evaluasi terhadap Tenaga Pengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dilaksanakan oleh:

    1. peserta; dan

    2. Penyelenggara Diklat JFPH.

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan formulir yang tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan formulir yang tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Instansi Pembina, setelah selesai kegiatan Diklat JFPH.

Pasal 33

  1. Evaluasi terhadap Penyelenggara Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dilaksanakan oleh:

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 34

  1. Evaluasi pasca Diklat bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Diklat JFPH.

  2. Evaluasi pasca Diklat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

    1. penempatan alumni dalam pengangkatan jabatan fungsional pranata humas;

    2. kinerja alumni;

    3. kinerja unit organisasi; dan

    4. kesesuaian materi Diklat JFPH dengan tugas.

  3. Untuk melaksanakan evaluasi pasca Diklat JFPH, dibentuk tim yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.

  4. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 35

  1. Peserta Diklat JFPH yang telah lulus akan diberikan STTPP dari:

    1. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi yang menyelenggarakan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a; dan

    2. Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi dan Perguruan Tinggi bermitra dengan Instansi Pembina atau Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi yang menyelenggarakan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf b.

  2. STTPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bentuk, ukuran, dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 36

  1. STTPP diberi Kode Registrasi oleh:

    1. Instansi Pembina; dan

    2. Lembaga Administrasi Negara.

  2. Kode Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tata cara:

    1. Penyelenggara Diklat JFPH menyampaikan surat permohonan kode registrasi dengan disertai daftar dan data peserta Diklat JFPH kepada Instansi Pembina, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pembukaan diklat.

    2. Instansi Pembina memberikan Kode Registrasi bagi peserta Diklat JFPH, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah menerima Kode Registrasi dari Lembaga Administrasi Negara;

    3. Penyelenggara Diklat JFPH menyampaikan salinan STTPP kepada Instansi Pembina.

  3. Daftar dan data peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 37

  1. Penyelenggara Diklat JFPH wajib melaporkan hasil pelaksanaan penyelenggaraan Diklat JFPH kepada Instansi Pembina, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah selesai kegiatan diklat.

  2. Laporan penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat:

    1. pendahuluan;

    2. tujuan dan sasaran;

    3. jadwal penyelenggaraan;

    4. tenaga pengajar;

    5. peserta;

    6. penyelenggara;

    7. pelaksanaan;

    8. evaluasi penyelenggaraan;

    9. biaya;

    10. STTPP; dan

    11. penutup.

Pasal 38

  1. Pembiayaan penyelenggaraan Diklat JFPH dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

  2. Pembiayaan penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

  1. Komite penjamin mutu Diklat JFPH ditetapkan oleh Instansi Pembina.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tata kerja komite penjamin mutu Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 40

  1. Pemantauan Diklat JFPH dilakukan pada saat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program.

  2. Hasil pemantauan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Lembaga Administrasi Negara selaku Instansi Pembina Diklat.

  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 41

  1. Penyelenggara Diklat JFPH yang telah melaksanakan Diklat JFPH sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini harus melaporkan hasil penyelenggaraan Diklat JFPH pada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.

  2. Format pelaporan sebagaimana pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/5/2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat.

Pasal 42

  1. Untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya secara profesional, Pranata Humas dapat mengikuti diklat teknis.

  2. Diklat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut oleh Instansi Pembina.

Pasal 43

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/5/2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 44

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 31 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA HUBUNGAN MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuanPasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  2. bahwa pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional pranata hubungan masyarakat diperlukan untuk memenuhi kompetensi dan profesionalisme pranata hubungan masyarakat pada institusi pemerintah pusat dan daerah;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);

  6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);

  9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  10. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Fungsional;

  11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  12. Peraturan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 39 Tahun 2014 dan Nomor 31 Tahun 2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA HUBUNGAN MASYARAKAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Jabatan Fungsional Pranata Humas adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melaksanakan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan.

  2. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah yang selanjutnya disebut Lembaga Diklat adalah satuan unit organisasi penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik yang berdiri sendiri maupun bagian dari satuan unit organisasi pada Instansi Pemerintah.

  3. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Diklat JFPH adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensi PNS dalam melaksanakan kegiatan pelayanan informasi dan kehumasan.

  4. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas adalah diklat prasyarat bagi PNS untuk dapat diangkat dalam jabatan fungsional pranata humas.

  5. Instansi Pembina Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik.

  6. Penyelenggara Diklat JFPH adalah Instansi Pembina, Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi atau bagi Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi bermitra dengan Instansi Pembina/lembaga diklat yang telah terakreditasi, dan perguruan tinggi yang bermitra dengan Instansi Pembina.

  7. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi adalah lembaga diklat Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan pengakuan tertulis dari Instansi Pembina untuk menyelenggarakan Diklat JFPH.

  8. Pelaksana Diklat JFPH adalah penanggungjawab teknis penyelenggaraan Diklat JFPH yang ditetapkan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  9. Kurikulum adalah rancangan satuan pendidikan yang mencakup mata diklat, pokok bahasan, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus, pengujian, dan evaluasi satuan pendidikan.

  10. Mata diklat adalah satuan ajar yang dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan berdasarkan sebuah kurikulum.

  11. Andragogi adalah model pembelajaran yang ditujukan menambah kesadaran dan pengalaman peserta melalui kaidah pembelajaran diskusi, penyelesaian masalah dan tukar pengalaman, untuk berpartisipasi secara aktif dengan cara saling asah, asih, asuh dengan pengajar maupun antar para peserta.

  12. Rancang Bangun Pembelajaran Program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas yang selanjutnya disebut Rancang Bangun Pembelajaran adalah rangkaian yang terdiri dari jenis dan mata diklat, alokasi waktu diklat, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, indikator keberhasilan, materi pokok, submateri pokok, metode, alat bantu/media, estimasi waktu, dan referensi.

  13. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disebut STTPP adalah sertifikat tanda kelulusan bagi peserta yang lulus uji komprehensif yang diberikan pada akhir pelaksanaan diklat.

  14. Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat.

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN

Pasal 2

Diklat JFPH bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan merupakan diklat pembentukan bagi calon pejabat fungsional pranata humas.

Pasal 3

Sasaran Diklat JFPH adalah terwujudnya pejabat fungsional pranata humas yang profesional sesuai jenjang jabatan fungsional dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

BAB III

JENIS DIKLAT JFPH

Pasal 4

Jenis Diklat JFPH meliputi:

  1. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan selama 180 (seratus delapan puluh) jam pelajaran; dan

  2. Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian selama 180 (seratus delapan puluh) jam pelajaran.

BAB IV

KURIKULUM

Pasal 5

  1. Kurikulum Diklat JFPH mengacu pada standar kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Humas dan disusun dalam rangka profesionalisme Jabatan Fungsional Pranata Humas.

  2. Struktur kurikulum Diklat Fungsional Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, terdiri atas:

    1. muatan dasar;

    2. muatan inti; dan

    3. muatan penunjang.

Pasal 6

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas:

  1. muatan dasar:

    1. muatan teknis substansi lembaga;

    2. Jabatan Fungsional pranata humas tingkat keterampilan; dan

    3. etika kehumasan.

  2. muatan inti:

    1. dasar-dasar komunikasi;

    2. dasar kehumasan pemerintah;

    3. teknologi komunikasi kehumasan;

    4. riset pelayanan informasi dan kehumasan;

    5. keprotokolan;

    6. public speaking;

    7. teknik penulisan kehumasan;

    8. teknik fotografi dan videografi;

    9. teknik publikasi;

    10. teknik hubungan media; dan

    11. penghitungan angka kredit pranata humas tingkat keterampilan;

  3. muatan penunjang:

    1. dinamika kelompok;

    2. pengembangan kepribadian;

    3. observasi lapangan;

    4. seminar kelompok; dan

    5. ujian tertulis.

Pasal 7

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, terdiri atas:

  1. muatan dasar:

    1. muatan teknis substansi lembaga;

    2. jabatan fungsional pranata humas tingkat keahlian; dan

    3. etika kehumasan.

  2. muatan inti:

    1. konteks makro kehumasan;

    2. komunikasi efektif;

    3. manajemen kehumasan pemerintah;

    4. strategi pengelolaan isu kebijakan pemerintah;

    5. diplomasi publik;

    6. manajemen komunikasi program pemerintah;

    7. audit komunikasi pemerintah;

    8. penulisan ilmiah;

    9. penulisan dan penyuntingan naskah kehumasan;

    10. manajemen media kehumasan pemerintah;

    11. cyber public relations;

    12. public speaking;

    13. manajemen event; dan

    14. penghitungan angka kredit Pranata Humas tingkat keahlian.

  3. muatan penunjang:

    1. dinamika kelompok;

    2. pengembangan kepribadian;

    3. observasi lapangan;

    4. seminar kelompok; dan

    5. ujian tertulis.

Pasal 8

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan dan Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 termuat dalam Rancang Bangun Pembelajaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V

PESERTA DIKLAT JFPH

Pasal 9

  1. Peserta Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan, terdiri dari:

    1. calon Pranata Humas Terampil;

    2. calon Pranata Humas Mahir; dan

    3. calon Pranata Humas Penyelia.

  2. Peserta Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keahlian, terdiri dari:

    1. calon Pranata Humas Pertama;

    2. calon Pranata Humas Muda; dan

    3. calon Pranata Humas Madya.

Pasal 10

  1. Persyaratan peserta Diklat Pembentukan Pranata Humas tingkat keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang diangkat melalui pengangkatan pertama, yaitu:

    1. berijasah paling rendah Diploma III (DIII);

    2. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;

    3. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;

    4. mendapatkan penugasan dari pejabat yang berwenang di instansinya.

  2. Persyaratan peserta Diklat Pembentukan Pranata Humas tingkat keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), yaitu:

    1. berijasah paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau Diploma IV (DIV);

    2. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;

    3. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;

    4. mendapatkan penugasan dari pejabat yang berwenang di instansinya.

  3. Peserta Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berjumlah paling banyak 40 (empat puluh) orang pada setiap kelas.

Pasal 11

  1. Setiap peserta Diklat JFPH wajib hadir paling kurang 95% (sembilan puluh lima persen) dari jumlah total jam pelajaran.

  2. Dalam hal kehadiran peserta Diklat JFPH kurang dari 95% (sembilan puluh lima persen) tidak diizinkan mengikuti uji komprehensif dan dinyatakan gugur.

BAB VI

TENAGA PENGAJAR DIKLAT JFPH

Pasal 12

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH adalah Widyaiswara dan widyaiswara luar biasa yang memiliki kompetensi.

  2. Widyaiswara luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:

    1. pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi atau pejabat fungsional yang terkait;

    2. dosen perguruan tinggi; dan/atau

    3. pakar dan praktisi.

Pasal 13

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

  2. Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. memiliki latar belakang pendidikan paling rendah Sarjana (S1) dengan pengalaman minimal 5 (lima) tahun dalam bidangnya;

    2. mengikuti dan lulus Training of Trainers (ToT) substansi yang diselenggarakan oleh Instansi Pembina; dan

    3. memiliki pengalaman pelayanan informasi dan kehumasan.

  3. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. menguasai disiplin ilmu yang relevan;

    2. menguasai materi yang diajarkan;

    3. terampil mengajar secara sistemik, efektif, dan efisien;

    4. mampu menggunakan metode dan media pembelajaran yang relevan;

    5. memiliki kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis/lisan; dan

    6. memiliki kemampuan menggunakan referensi.

Pasal 14

  1. Tenaga pengajar Diklat JFPH harus mendapat surat tugas dari pimpinan instansinya.

  2. Tenaga pengajar Diklat JFPH wajib melaporkan dan memberikan masukan terhadap perkembangan proses belajar mengajar pada saat dan akhir penugasan kepada Penyelenggara Diklat JFPH.

  3. Laporan proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    1. aspek peserta;

    2. aspek ketersediaan dan ketersesuaian prasarana dan sarana diklat;

    3. aspek ketersediaan bahan diklat; dan

    4. aspek kesiapan penyelenggaraan diklat.

BAB VII

METODE DIKLAT

Pasal 15

  1. Metode Diklat JFPH dilakukan dengan Andragogi.

  2. Metode Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    1. ceramah;

    2. tanya jawab;

    3. diskusi;

    4. studi kasus;

    5. simulasi;

    6. seminar; dan

    7. kunjungan.

BAB VIII

TENAGA KEDIKLATAN

Pasal 16

  1. Tenaga kediklatan dalam penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi:

    1. Widyaiswara;

    2. pengelola lembaga Diklat JFPH; dan

    3. tenaga kediklatan lainnya.

  2. Pengelola lembaga Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu pejabat pimpinan tinggi dan pejabat administrasi di bidang kediklatan.

  3. Tenaga kediklatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu pejabat atau seseorang yang memiliki keahlian, kemampuan, atau kedudukan diikutsertakan dalam kegiatan pencapaian tujuan diklat selain Widyaiswara dan Pengelola Lembaga Diklat.

BAB IX

PRASARANA DAN SARANA DIKLAT

Pasal 17

  1. Penyelenggara Diklat JFPH wajib memiliki prasarana dan sarana.

  2. Prasarana Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas:

    1. aula;

    2. ruang kelas;

    3. ruang diskusi;

    4. ruang seminar;

    5. ruang kantor;

    6. ruang makan;

    7. ruang kesehatan;

    8. podium;

    9. panggung;

    10. ruang pelayanan informasi (front office);

    11. laboratorium komputer;

    12. perpustakaan; dan

    13. ruang ibadah.

  3. Sarana Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas:

    1. papan tulis;

    2. flip chart;

    3. LCD projector;

    4. komputer; dan

    5. sound system.

BAB X

BAHAN DIKLAT

Pasal 18

  1. Bahan Diklat JFPH paling kurang terdiri atas:

    1. modul;

    2. bahan ajar tercetak;

    3. bahan tayang;

    4. referensi; dan

    5. buku panduan.

  2. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sesuai dengan tujuan, sasaran program, dan materi jenis Diklat JFPH.

  3. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dikembangkan dan diperbaharui secara periodik mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan tuntutan tingkat kualitas kompetensi PNS.

  4. Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun berdasarkan kompetensi jabatan yang dibutuhkan.

Pasal 19

Modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a disusun dengan kriteria sebagai berikut:

  1. dapat dipelajari oleh peserta secara mandiri, tanpa bantuan atau seminimum mungkin bantuan dari Widyaiswara;

  2. mencakup latar belakang, deskripsi Mata Diklat, tujuan Mata Diklat, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, metode, yang secara keseluruhan ditulis dan dikemas dalam satu kesatuan yang utuh;

  3. memuat alat evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta terhadap modul; dan

  4. memuat sistematika penyusunan yang mudah dipahami dengan bahasa yang mudah dan lugas, sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tingkat pengetahuan peserta Diklat JFPH.

Pasal 20

Prinsip-prinsip dalam penulisan modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a sebagai berikut:

  1. memenuhi 4 (empat) kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

  2. mengacu pada kurikulum Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dan digunakan dalam suatu program diklat;

  3. disusun secara rasional atas dasar analisis, sesuai dengan tingkat kompetensi yang harus dicapai oleh peserta Diklat JFPH;

  4. memuat hasil belajar dan indikator hasil belajar agar peserta Diklat JFPH dapat mengetahui secara jelas hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran;

  5. merupakan bahan yang terkini (up-to-date), sesuai dengan tuntutan perkembangan;

  6. memuat contoh dan latihan yang relevan sehingga peserta Diklat JFPH dapat menerapkan di lingkungan kerjanya;

  7. sumber pustaka yang dipergunakan paling kurang 5 (lima) referensi, baik dalam bentuk buku atau karya tulis ilmiah, yang tahun penerbitannya tidak lebih 10 tahun sebelum modul ditulis;

  8. ditulis oleh perorangan atau tim yang ditugaskan oleh Instansi Pembina; dan

  9. memenuhi format penulisan modul Diklat JFPH sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB XI

PENYELENGGARAAN DIKLAT

Pasal 21

  1. Penanggung jawab dalam penyelenggaraan Diklat JFPH adalah Instansi Pembina.

  2. Penyelenggaraan Diklat JFPH dilaksanakan oleh:

    1. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi;

    2. Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi dan perguruan tinggi dapat melaksanakan Diklat JFPH bermitra dengan Instansi Pembina atau Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi.

Pasal 22

  1. Penyelenggara Diklat JFPH melaksanakan penyelenggaraan Diklat JFPH setelah mendapat izin penyelenggaraan Diklat JFPH dari Instansi Pembina.

  2. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Penyelenggara Diklat JFPH kepada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan penyelenggaraan Diklat JFPH.

  3. Surat permohonan izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan rencana penyelenggaraan Diklat JFPH (proposal), yang meliputi:

    1. latar belakang;

    2. tujuan dan sasaran;

    3. waktu penyelenggaraan;

    4. nama dan kualifikasi pengajar;

    5. susunan kepanitiaan; dan

    6. prasarana dan sarana yang tersedia.

  4. Proses penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi tahap persiapan dan pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 23

  1. Diklat JFPH dapat diselenggarakan secara:

    1. klasikal; dan

    2. nonklasikal.

  2. Penyelenggaraan Diklat JFPH secara klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan tatap muka.

  3. Penyelenggaraan Diklat JFPH secara nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    1. pelatihan di tempat kerja;

    2. magang; dan

    3. pelatihan di alam bebas.

  4. Penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b dilaksanakan melalui pembimbingan di tempat kerja oleh pimpinan atau atasan antara lain berupa pemberian tugas, keteladanan, dan bentuk-bentuk lain dalam rangka pembinaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XII

AKREDITASI

Pasal 24

  1. Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan oleh Instansi Pembina.

  2. Tata cara dan mekanisme pelaksanaan akreditasi Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XIII

EVALUASI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 25

Evaluasi terhadap penyelenggaraan Diklat JFPH meliputi:

  1. evaluasi pelaksanaan Diklat JPFH; dan

  2. evaluasi pasca Diklat JFPH.

Pasal 26

Evaluasi Pelaksanaan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, meliputi:

  1. evaluasi terhadap peserta;

  2. evaluasi terhadap tenaga pengajar; dan

  3. evaluasi terhadap Penyelenggara Diklat JFPH.

Bagian Kedua

Evaluasi terhadap Peserta

Pasal 27

Evaluasi terhadap peserta diklat dilakukan melalui:

  1. evaluasi harian;

  2. evaluasi proses belajar mengajar; dan

  3. evaluasi program diklat.

Pasal 28

  1. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf a dilaksanakan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  2. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek kehadiran, sikap, dan perilaku.

  3. Evaluasi harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 29

  1. Evaluasi proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b dilakukan oleh tenaga pengajar.

  2. Evaluasi proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk mengetahui pencapaian hasil belajar.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 30

  1. Evaluasi program diklat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c merupakan uji komprehensif pada akhir Diklat JFPH.

  2. Evaluasi program diklat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Diklat JFPH.

  3. Uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku.

  4. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. Hasil uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan dilakukan evaluasi untuk menentukan kelulusan peserta.

Pasal 31

  1. Kualifikasi hasil nilai uji komprehensif yaitu:

    1. sangat Memuaskan untuk nilai 95,0 – 100,0;

    2. memuaskan untuk nilai 90,0 – 94,9;

    3. baik Sekali untuk nilai 80,0 – 89,9;

    4. baik untuk nilai 70,0 – 79,9;

    5. kurang untuk nilai di bawah 70,0.

  2. Peserta Diklat JFPH yang memperoleh nilai uji komprehensif paling rendah 70,0 dinyatakan lulus dan direkomendasikan untuk diangkat dalam Jabatan Fungsional Pranata Humas.

  3. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 1 (satu) tahun.

  4. Peserta Diklat JFPH yang memperoleh nilai uji komprehensif kurang dari 70,0 diberlakukan ketentuan sebagai berikut:

    1. tidak diberikan STTPP;

    2. diberikan Surat Keterangan telah mengikuti Diklat Fungsional Pembentukan Pranata Humas, tetapi tidak dapat diberikan Angka Kredit; dan

    3. diberikan kesempatan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dinyatakan tidak lulus Diklat Fungsional Pembentukan Pranata Humas, untuk mengikuti uji komprehensif.

  5. Penyelenggara Diklat JFPH wajib menyampaikan laporan hasil uji komprehensif kepada Instansi Pembina paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah selesai kegiatan Diklat JFPH.

  6. Laporan hasil uji komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Evaluasi terhadap Tenaga Pengajar

Pasal 32

  1. Evaluasi terhadap Tenaga Pengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dilaksanakan oleh:

    1. peserta; dan

    2. Penyelenggara Diklat JFPH.

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan formulir yang tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan formulir yang tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Instansi Pembina, setelah selesai kegiatan Diklat JFPH.

Bagian Keempat

Evaluasi terhadap Penyelenggara Diklat JFPH

Pasal 33

  1. Evaluasi terhadap Penyelenggara Diklat JFPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dilaksanakan oleh:

  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat

Evaluasi Pasca Diklat

Pasal 34

  1. Evaluasi pasca Diklat bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Diklat JFPH.

  2. Evaluasi pasca Diklat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

    1. penempatan alumni dalam pengangkatan jabatan fungsional pranata humas;

    2. kinerja alumni;

    3. kinerja unit organisasi; dan

    4. kesesuaian materi Diklat JFPH dengan tugas.

  3. Untuk melaksanakan evaluasi pasca Diklat JFPH, dibentuk tim yang ditetapkan oleh Instansi Pembina.

  4. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB XIV

SURAT TANDA TAMAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pasal 35

  1. Peserta Diklat JFPH yang telah lulus akan diberikan STTPP dari:

    1. Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi yang menyelenggarakan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf a; dan

    2. Lembaga Diklat Pemerintah yang belum terakreditasi dan Perguruan Tinggi bermitra dengan Instansi Pembina atau Lembaga Diklat Pemerintah yang Terakreditasi yang menyelenggarakan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) huruf b.

  2. STTPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bentuk, ukuran, dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 36

  1. STTPP diberi Kode Registrasi oleh:

    1. Instansi Pembina; dan

    2. Lembaga Administrasi Negara.

  2. Kode Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tata cara:

    1. Penyelenggara Diklat JFPH menyampaikan surat permohonan kode registrasi dengan disertai daftar dan data peserta Diklat JFPH kepada Instansi Pembina, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pembukaan diklat.

    2. Instansi Pembina memberikan Kode Registrasi bagi peserta Diklat JFPH, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah menerima Kode Registrasi dari Lembaga Administrasi Negara;

    3. Penyelenggara Diklat JFPH menyampaikan salinan STTPP kepada Instansi Pembina.

  3. Daftar dan data peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB XV

LAPORAN

Pasal 37

  1. Penyelenggara Diklat JFPH wajib melaporkan hasil pelaksanaan penyelenggaraan Diklat JFPH kepada Instansi Pembina, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah selesai kegiatan diklat.

  2. Laporan penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat:

    1. pendahuluan;

    2. tujuan dan sasaran;

    3. jadwal penyelenggaraan;

    4. tenaga pengajar;

    5. peserta;

    6. penyelenggara;

    7. pelaksanaan;

    8. evaluasi penyelenggaraan;

    9. biaya;

    10. STTPP; dan

    11. penutup.

BAB XVI

PEMBIAYAAN

Pasal 38

  1. Pembiayaan penyelenggaraan Diklat JFPH dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

  2. Pembiayaan penyelenggaraan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVII

KOMITE PENJAMIN MUTU DIKLAT

Pasal 39

  1. Komite penjamin mutu Diklat JFPH ditetapkan oleh Instansi Pembina.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tata kerja komite penjamin mutu Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XVIII

PEMANTAUAN

Pasal 40

  1. Pemantauan Diklat JFPH dilakukan pada saat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program.

  2. Hasil pemantauan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Lembaga Administrasi Negara selaku Instansi Pembina Diklat.

  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan Diklat JFPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41

  1. Penyelenggara Diklat JFPH yang telah melaksanakan Diklat JFPH sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini harus melaporkan hasil penyelenggaraan Diklat JFPH pada Instansi Pembina paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.

  2. Format pelaporan sebagaimana pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/5/2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat.

BAB XX

KETENTUAN LAINLAIN

Pasal 42

  1. Untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya secara profesional, Pranata Humas dapat mengikuti diklat teknis.

  2. Diklat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut oleh Instansi Pembina.

BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/5/2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 44

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 Oktober 2015

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

RUDIANTARA



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 3 November 2015

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 31 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat;
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 31
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 27-10-2015  /  03-11-2015
Sumber

BN (1648) : 81 hlm

Subjek JABATAN FUNGSIONAL PRANATA HUBUNGAN MASYARAKAT – PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No. 18/PER/M.KOMINFO/5/2008

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran