Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum

menimbang

bahwa dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dengan Keputusan Menteri Perhubungan.

Pasal 2

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat diselenggarakan apabila :

  1. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi;

  2. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi; dan atau

  3. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah atau badan hukum dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin Menteri.

Pasal 4

Dalam hal penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum memerlukan jaringan tambahan, penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat menyewa jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan dan wajib mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pasal 5

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahan umum.

  2. Kegiatan Pemerintahan Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) seperti pada, sektor pendidikan, sektor perhubungan, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kesehatan, sektor pekerjaan umum, sektor pemerintahan dalam negeri, dan sektor pariwisata.

Pasal 6

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Badan Hukum dilaksanakan oleh Badan Hukum untuk mendukung kegiatan dan atau usahanya.

  2. Kegiatan dan atau usaha Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain :

    1. transportasi;

    2. pertambangan dan energi;

    3. perbankan;

    4. kehutanan dan perkebunan;

    5. kesehatan; dan

    6. logistik.

Pasal 7

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dilarang untuk :

  1. menyelenggarakan telekomunikasi diluar peruntukannya;

  2. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya;

  3. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya.

Pasal 8

Setiap alat dan perangkat yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib memenuhi persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

  1. Setiap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib mendapatkan izin prinsip dan izin penyelenggaraan dari Direktur Jenderal.

  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badan Hukum.

  3. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badab Hukum setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi.

Pasal 10

  1. Dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum menggunakan spektrum frekuensi radio, wajib mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.

  2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk izin stasiun radio.

Pasal 11

  1. Dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterimanya permohonan izin prinsip secara lengkap dengan bukti tanda terima resmi, Direktur Jenderal wajib memberikan keputusan mengenai pemberian atau penolakan ijin prinsip.

  2. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tidak memberikan keputusan, permohonan izin prinsip dianggap disetujui.

Pasal 12

  1. Izin prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu)tahun.

  2. Perpanjangan izin prinsip dapat diberikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemilik izin prinsip dalam pembangunan sarana dan prasarana.

  3. Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 1(satu) tahun.

  4. Izin prinsip dinyatakan batal apabila pemilik izin prinsip tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum masa laku izin prinsip berakhir.

Pasal 13

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah harus melampirkan:

  1. rencana kegiatan pembangunan;

  2. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  3. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.

Pasal 14

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Badan Hukum harus melampirkan:

  1. data administrasi perusahaan secara lengkap;

  2. rencana kegiatan pembangunan;

  3. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  4. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.

Pasal 15

  1. Pemegang izin prinsip untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum yang telah melaksanakan pembangunan dan siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus wajib mengajukan permohonan Uji Laik Operasi (ULO) kepada Direktur Jenderal.

  2. Uji Laik Operasi (ULO) sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan setelah :

    1. Memperoleh sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi; dan atau

    2. Memperoleh Izin Stasiun Radio (ISR), bila menggunakan frekuensi radio.

Pasal 16

Permohonan uji laik operasi harus diajukan secara tertulis dengan melampirkan :

  1. izin prinsip (bagi penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum);

  2. struktur organisasi;

  3. data sumber daya manusia;

  4. spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;

  5. daftar perangkat telekomunikasi; dan

  6. lokasi.

Pasal 17

  1. Persiapan uji laik operasi harus dilaksanakan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima.

  2. Dalam hal persiapan uji laik operasi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, pemegang izin prinsip berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.

Pasal 18

  1. Pelaksanaan uji laik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga atau tim yang berwenang.

  2. Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat membentuk Tim uji laik operasi.

Pasal 19

  1. Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi.

  2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

Pasal 20

  1. Apabila hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sarana dan prasarana telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.

  2. Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dinyatakan belum laik operasi pemegang izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.

  3. Kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali.

Pasal 21

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) masih dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana telekomunikasi yang dibangun.

Pasal 22

  1. Dalam hal sarana dan prasarana dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Direktur Jenderal, menerbitkan surat keterangan laik operasi.

  2. Surat keterangan laik operasi diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 23

Pemegang izin prinsip yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 24

  1. Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.

  2. Pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17

Pasal 25

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memiliki izin, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan ini.

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 28

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka:

  1. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.65/HK.207/MPPT-86 tentang Pelaksanaan Kegiatan Amatir Radio;

  2. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.124/PT.307/MPPT-91 tentang Radio Konsesi;

  3. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.26/PT.307/MPPT-92 tentang Komunikasi Radio Antar Penduduk; dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

  4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;

  5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  6. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

  7. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;

  8. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  9. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  11. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;

  12. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda;

  13. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi Pemerintah lainnya;

  14. Badan Hukum adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara, swasta atau koperasi yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;

  15. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;

  16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 18 TAHUN 2005
TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM



menimbang

bahwa dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dengan Keputusan Menteri Perhubungan.

mengingat



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

Bagian Pertama

Umum

Pasal 2

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat diselenggarakan apabila

  1. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi;

  2. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi; dan atau

  3. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah atau badan hukum dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin Menteri.

Pasal 4

Dalam hal penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum memerlukan jaringan tambahan, penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat menyewa jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan dan wajib mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pasal 5

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahan umum.

  2. Kegiatan Pemerintahan Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) seperti pada, sektor pendidikan, sektor perhubungan, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kesehatan, sektor pekerjaan umum, sektor pemerintahan dalam negeri, dan sektor pariwisata.

Pasal 6

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Badan Hukum dilaksanakan oleh Badan Hukum untuk mendukung kegiatan dan atau usahanya.

  2. Kegiatan dan atau usaha Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain

    1. transportasi;

    2. pertambangan dan energi;

    3. perbankan;

    4. kehutanan dan perkebunan;

    5. kesehatan; dan

    6. logistik.

Pasal 7

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dilarang untuk

  1. menyelenggarakan telekomunikasi diluar peruntukannya;

  2. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya;

  3. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya.

Pasal 8

Setiap alat dan perangkat yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib memenuhi persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Perizinan

Pasal 9

  1. Setiap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib mendapatkan izin prinsip dan izin penyelenggaraan dari Direktur Jenderal.

  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badan Hukum.

  3. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badab Hukum setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi.

Pasal 10

  1. Dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum menggunakan spektrum frekuensi radio, wajib mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.

  2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk izin stasiun radio.

Pasal 11

  1. Dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterimanya permohonan izin prinsip secara lengkap dengan bukti tanda terima resmi, Direktur Jenderal wajib memberikan keputusan mengenai pemberian atau penolakan ijin prinsip.

  2. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tidak memberikan keputusan, permohonan izin prinsip dianggap disetujui.

Pasal 12

  1. Izin prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu)tahun.

  2. Perpanjangan izin prinsip dapat diberikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemilik izin prinsip dalam pembangunan sarana dan prasarana.

  3. Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 1(satu) tahun.

  4. Izin prinsip dinyatakan batal apabila pemilik izin prinsip tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum masa laku izin prinsip berakhir.

Pasal 13

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah harus melampirkan

  1. rencana kegiatan pembangunan;

  2. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  3. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.

Pasal 14

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Badan Hukum harus melampirkan

  1. data administrasi perusahaan secara lengkap;

  2. rencana kegiatan pembangunan;

  3. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  4. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.
    BAB III
    TATA CARA PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI

Pasal 15

  1. Pemegang izin prinsip untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum yang telah melaksanakan pembangunan dan siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus wajib mengajukan permohonan Uji Laik Operasi (ULO) kepada Direktur Jenderal.

  2. Uji Laik Operasi (ULO) sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan setelah

    1. Memperoleh sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi; dan atau

    2. Memperoleh Izin Stasiun Radio (ISR), bila menggunakan frekuensi radio.

Pasal 16

Permohonan uji laik operasi harus diajukan secara tertulis dengan melampirkan

  1. izin prinsip (bagi penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum);

  2. struktur organisasi;

  3. data sumber daya manusia;

  4. spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;

  5. daftar perangkat telekomunikasi; dan

  6. lokasi.

Pasal 17

  1. Persiapan uji laik operasi harus dilaksanakan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima.

  2. Dalam hal persiapan uji laik operasi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, pemegang izin prinsip berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.

Pasal 18

  1. Pelaksanaan uji laik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga atau tim yang berwenang.

  2. Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat membentuk Tim uji laik operasi.

Pasal 19

  1. Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi.

  2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

Pasal 20

  1. Apabila hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sarana dan prasarana telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.

  2. Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dinyatakan belum laik operasi pemegang izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.

  3. Kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali.

Pasal 21

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) masih dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana telekomunikasi yang dibangun.

Pasal 22

  1. Dalam hal sarana dan prasarana dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Direktur Jenderal, menerbitkan surat keterangan laik operasi.

  2. Surat keterangan laik operasi diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 23

Pemegang izin prinsip yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 24

  1. Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.

  2. Pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17
    BAB IV
    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 25

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memiliki izin, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan ini.

BAB VIII

PENUTUP

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 28

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka

  1. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.65/HK.207/MPPT-86 tentang Pelaksanaan Kegiatan Amatir Radio;

  2. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.124/PT.307/MPPT-91 tentang Radio Konsesi;

  3. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.26/PT.307/MPPT-92 tentang Komunikasi Radio Antar Penduduk; dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JAKARTA

pada tanggal

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

ttd

SOFYAN A. DJALIL

[BPHN/181016/DA/RR]

endbatangtubuh

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

  4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;

  5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  6. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

  7. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;

  8. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  9. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  11. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;

  12. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda;

  13. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi Pemerintah lainnya;

  14. Badan Hukum adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara, swasta atau koperasi yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;

  15. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;

  16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

BAB II

KETENTUAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM

Bagian Pertama

Umum

Pasal 2

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat diselenggarakan apabila :

  1. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi;

  2. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi; dan atau

  3. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah.

Pasal 3

Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah atau badan hukum dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin Menteri.

Pasal 4

Dalam hal penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum memerlukan jaringan tambahan, penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dapat menyewa jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan dan wajib mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pasal 5

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahan umum.

  2. Kegiatan Pemerintahan Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) seperti pada, sektor pendidikan, sektor perhubungan, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kesehatan, sektor pekerjaan umum, sektor pemerintahan dalam negeri, dan sektor pariwisata.

Pasal 6

  1. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk Keperluan Badan Hukum dilaksanakan oleh Badan Hukum untuk mendukung kegiatan dan atau usahanya.

  2. Kegiatan dan atau usaha Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain :

    1. transportasi;

    2. pertambangan dan energi;

    3. perbankan;

    4. kehutanan dan perkebunan;

    5. kesehatan; dan

    6. logistik.

Pasal 7

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum dilarang untuk :

  1. menyelenggarakan telekomunikasi diluar peruntukannya;

  2. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya;

  3. memungut biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya.

Pasal 8

Setiap alat dan perangkat yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib memenuhi persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Perizinan

Pasal 9

  1. Setiap penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum wajib mendapatkan izin prinsip dan izin penyelenggaraan dari Direktur Jenderal.

  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badan Hukum.

  3. Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan Badab Hukum setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi.

Pasal 10

  1. Dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum menggunakan spektrum frekuensi radio, wajib mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.

  2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk izin stasiun radio.

Pasal 11

  1. Dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterimanya permohonan izin prinsip secara lengkap dengan bukti tanda terima resmi, Direktur Jenderal wajib memberikan keputusan mengenai pemberian atau penolakan ijin prinsip.

  2. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja tidak memberikan keputusan, permohonan izin prinsip dianggap disetujui.

Pasal 12

  1. Izin prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu)tahun.

  2. Perpanjangan izin prinsip dapat diberikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemilik izin prinsip dalam pembangunan sarana dan prasarana.

  3. Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 1(satu) tahun.

  4. Izin prinsip dinyatakan batal apabila pemilik izin prinsip tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin prinsip selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum masa laku izin prinsip berakhir.

Pasal 13

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Instansi Pemerintah harus melampirkan:

  1. rencana kegiatan pembangunan;

  2. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  3. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.

Pasal 14

Permohonan izin prinsip telekomunikasi khusus untuk keperluan Badan Hukum harus melampirkan:

  1. data administrasi perusahaan secara lengkap;

  2. rencana kegiatan pembangunan;

  3. konfigurasi jaringan yang akan dibangun dan spesifikasi teknis alat/perangkat yang akan digunakan; dan

  4. surat pernyataan bahwa alat dan perangkat yang akan digunakan memenuhi persyaratan teknis dan memiliki sertifikat alat atau perangkat telekomunikasi.

BAB III

TATA CARA PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI

Pasal 15

  1. Pemegang izin prinsip untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum yang telah melaksanakan pembangunan dan siap menyelenggarakan telekomunikasi khusus wajib mengajukan permohonan Uji Laik Operasi (ULO) kepada Direktur Jenderal.

  2. Uji Laik Operasi (ULO) sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan setelah :

    1. Memperoleh sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi; dan atau

    2. Memperoleh Izin Stasiun Radio (ISR), bila menggunakan frekuensi radio.

Pasal 16

Permohonan uji laik operasi harus diajukan secara tertulis dengan melampirkan :

  1. izin prinsip (bagi penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dan badan hukum);

  2. struktur organisasi;

  3. data sumber daya manusia;

  4. spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;

  5. daftar perangkat telekomunikasi; dan

  6. lokasi.

Pasal 17

  1. Persiapan uji laik operasi harus dilaksanakan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima.

  2. Dalam hal persiapan uji laik operasi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, pemegang izin prinsip berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.

Pasal 18

  1. Pelaksanaan uji laik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga atau tim yang berwenang.

  2. Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat membentuk Tim uji laik operasi.

Pasal 19

  1. Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi.

  2. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

Pasal 20

  1. Apabila hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sarana dan prasarana telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.

  2. Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dinyatakan belum laik operasi pemegang izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.

  3. Kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali.

Pasal 21

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) masih dinyatakan tidak laik operasi, pemegang izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana telekomunikasi yang dibangun.

Pasal 22

  1. Dalam hal sarana dan prasarana dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Direktur Jenderal, menerbitkan surat keterangan laik operasi.

  2. Surat keterangan laik operasi diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 23

Pemegang izin prinsip yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 24

  1. Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.

  2. Pelaksanaan uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 25

Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini penyelenggara telekomunikasi khusus yang telah memiliki izin, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan ini.

BAB VIII

PENUTUP

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 28

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka:

  1. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.65/HK.207/MPPT-86 tentang Pelaksanaan Kegiatan Amatir Radio;

  2. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.124/PT.307/MPPT-91 tentang Radio Konsesi;

  3. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.26/PT.307/MPPT-92 tentang Komunikasi Radio Antar Penduduk; dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA

pada tanggal :

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

ttd

SOFYAN A. DJALIL


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Instansi Pemerintah dan Badan Hukum
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 18
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 30-09-2005  /  30-09-2005
Sumber
Subjek KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM – PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS
Status Peraturan Tidak Berlaku

Keterangan
Dicabut:

PERMENKOMINFO No. 6 Tahun 2016

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran