Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Layanan Pita Lebar

menimbang

  1. bahwa layanan pita lebar (broadband) sudah menjadi kebutuhan dasar yang berdampak dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional;

  2. bahwa untuk menggelar layanan pita lebar (broadband) secara nasional dibutuhkan percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi yang menjangkau seluruh pelosok wilayah Indonesia;

  3. bahwa diperlukan model pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi;

  4. bahwa dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21/PER/M.KOMINFO/10/2011 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT Fund) masih terdapat kekurangan dan belum dapat diimplementasikan sehingga perlu diadakan perubahan;

  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Layanan Pita Lebar;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 1

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980 );

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

  7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

  8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

  9. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007tentangPenyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 38/PER/M/KOMINFO/9/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M/KOMINFO/11/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI LAYANAN PITA LEBAR.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;

  2. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup adalah badan hukum yang berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik 3 daerah, badan usaha swasta atau koperasi yang menyediakan dan memberikan pelayanan jaringan untuk disewakan.

  3. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat TIK adalah segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, pengelolaan dan penyampaian atau pemindahan informasi antar sarana/media.

  4. Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disingkat KPU adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  5. Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika yang selanjutnya disingkat BPPPTI adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.

  6. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KPU/USO adalah kontribusi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang wajib dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi dan dikelola oleh BPPPTI.

  7. Jaringan Tulang Punggung (backbone) Telekomunikasi Berbasis Serat Optik yang selanjutnya disebut Jaringan Serat Optik adalah jaringan telekomunikasi utama yang berbasis serat optik, menghubungkan antar ibu kota propinsi dan/atau antar jaringan lainnya yang menghubungkan kota/kabupaten sehingga terbentuk konfigurasi ring.

  8. Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat Pembiayaan TIK (ICT Fund) adalah pembiayaan yang disediakan oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan infrastruktur jaringan tulang punggung pita lebar (broadband) TIK.

  9. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

  10. Mitra Kerjasama Pelaksana Pengoperasian dan Pemeliharaan Jaringan Serat Optik yang selanjutnya disebut Mitra Kerjasama adalah Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup yang ditetapkan melalui proses tender.

  11. Bentuk Konfigurasi Ring adalah bentuk jaringan yang memiliki keterhubungan dua arah sehingga jika terputus satu jalur maka masih memiliki jalur alternatif lainnya.

  12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

Pasal 2

Pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut:

  1. efisien;

  2. efektif;

  3. transparan;

  4. bersaing;

  5. adil/tidak diskriminatif; dan

  6. akuntabel.

Pasal 3

Tujuan pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) meliputi:

  1. meningkatkan pemerataan dan pengembangan infrastruktur TIK;

  2. mengoptimalkan penggunaan dana KPU/USO;

  3. sebagai alternatif pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan Jaringan Serat Optik ; dan

  4. sebagai solusi persoalan pemerataan konektivitas pita lebar (broadband) agar menjangkau seluruh kota/kabupaten di Indonesia dengan harga terjangkau.

Pasal 4

Ruang lingkup pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) meliputi:

  1. penyediaan Jaringan Serat Optik; dan

  2. penyediaan jaringan gelombang mikro (microwave).

Pasal 5

Pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 bersumber dari dana PNBP KPU/USO.

Pasal 6

Penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a bertujuan untuk:

  1. meningkatkan penetrasi dan pemerataan distribusi akses layanan internet dan akses layanan pita lebar (broadband);

  2. mendorong pengembangan aplikasi konten di berbagai sektor;

  3. mendorong pengembangan kemampuan masyarakat dalam menggunakan TIK sebagai sarana untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan masyarakat;

  4. mendorong pemerataan distribusi akses terhadap informasi oleh masyarakat;

  5. mendorong pengembangan e-government sebagai sarana komunikasi antar instansi pemerintah; dan

  6. mengatasi keterbatasan kapasitas jaringan gelombang mikro (microwave) dan jaringan satelit.

Pasal 7

  1. Kegiatan penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan melalui:

    1. pembangunan Jaringan Serat Optik; dan

    2. pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

  2. Pembangunan jaringan serat optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh BPPPTI.

  3. Hasil pembangunan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dicatat sebagai Barang Milik Negara.

  4. Pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup.

  5. Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara.

Pasal 8

Kegiatan penyediaan Jaringan Serat Optik termasuk semua kegiatan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

Pembiayaan penyediaan jaringan gelombang mikro (microwave) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b hanya digunakan untuk menjangkau kota/kabupaten di Indonesia yang secara geografis tidak memungkinkan menggunakan Jaringan Serat Optik.

Pasal 10

  1. Direktur Jenderal atau Penyelenggara Telekomunikasi melakukan identifikasi pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik.

  2. Setiap usulan pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik sekurang-kurangnya dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:

    1. studi kelayakan;

    2. daftar wilayah atau lokasi penyediaan beserta rute jaringan;

    3. kajian kapasitas jaringan yang disediakan;

    4. service level agreement;

    5. jangka waktu pelaksanaan; dan

    6. anggaran yang dibutuhkan.

  3. Usulan pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:

    1. rencana (roll out plan) pembangunan Jaringan Serat Optik milik penyelenggara jaringan telekomunikasi;

    2. kabupaten/kota yang belum terhubung Jaringan Serat Optik; dan

    3. Bentuk Konfigurasi Ring.

  4. Direktur Jenderal menetapkan daftar wilayah atau lokasi penyediaan beserta jaringan dan kajian kapasitas jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c.

Pasal 11

Pelaksanaan pembangunan Jaringan Serat Optik oleh BPPTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dilakukan melalui proses:

  1. pelelangan umum, untuk pembangunan Jaringan Serat Optik; dan

  2. tender pemilihan Mitra Kerjasama, untuk pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

Pasal 12

Calon Mitra Kerjasama yang berhak mengikuti proses tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b merupakan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup yang memiliki Jaringan Serat Optik paling sedikit 1.000 (seribu) kilometer.

Pasal 13

  1. Mitra Kerjasama berhak untuk:

    1. menggunakan teknologi terkini sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengoperasian Jaringan Serat Optik;

    2. mengoperasikan dan memelihara Jaringan Serat Optik; dan

    3. memperoleh pendapatan dari hasil pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

  2. Mitra Kerjasama berkewajiban untuk:

    1. melaksanakan ketentuan openaccess dan non discriminatory kepada pengguna Jaringan Serat Optik;

    2. memberlakukan tarif sewa jaringan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. menggunakan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang telah memperoleh sertifikat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika;

    4. membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;

    5. melakukan pembukuan keuangan atas penyediaan Jaringan Serat Optik dan melaporkan secara berkala kepada BPPPTI;

    6. mengoperasikan dan memelihara sarana dan prasarana serta layanan penyediaan Jaringan Serat Optik berdasarkan jumlah dan tingkat kualitas layanan sebagaimana ditetapkan dalam kontrak; dan

    7. menjamin interoperabilitas sistem jaringan yang dibangun dengan sistem penyelenggara jaringan lainnya.

Pasal 14

Kontrak dengan Mitra Kerjasama untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun atau selama usia pakai maksimal Jaringan Serat Optik.

Pasal 15

  1. Menteri melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setiap 5 (lima) tahun.

  2. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kontrak dapat ditinjau kembali oleh Menteri.

Pasal 16

  1. Menteri bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

  2. Menteri melimpahkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

Pasal 17

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Nomor 21/PER/M.KOMINFO/10/2011 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT Fund) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 18

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 23 TAHUN 2012
TENTANG
PEMANFAATAN PEMBIAYAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI LAYANAN PITA LEBAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

menimbang

  1. bahwa layanan pita lebar (broadband) sudah menjadi kebutuhan dasar yang berdampak dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional;

  2. bahwa untuk menggelar layanan pita lebar (broadband) secara nasional dibutuhkan percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi yang menjangkau seluruh pelosok wilayah Indonesia;

  3. bahwa diperlukan model pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur telekomunikasi;

  4. bahwa dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21/PER/M.KOMINFO/10/2011 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT Fund) masih terdapat kekurangan dan belum dapat diimplementasikan sehingga perlu diadakan perubahan;

  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Layanan Pita Lebar;

mengingat

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 1

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980 );

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

  5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4974), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Departemen Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5171);

  6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

  7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

  8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

  9. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;

  10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007tentangPenyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 38/PER/M/KOMINFO/9/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi;

  11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18/PER/M/KOMINFO/11/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI LAYANAN PITA LEBAR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;

  2. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup adalah badan hukum yang berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik 3 daerah, badan usaha swasta atau koperasi yang menyediakan dan memberikan pelayanan jaringan untuk disewakan.

  3. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat TIK adalah segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, pengelolaan dan penyampaian atau pemindahan informasi antar sarana/media.

  4. Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disingkat KPU adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

  5. Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika yang selanjutnya disingkat BPPPTI adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.

  6. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KPU/USO adalah kontribusi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang wajib dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi dan dikelola oleh BPPPTI.

  7. Jaringan Tulang Punggung (backbone) Telekomunikasi Berbasis Serat Optik yang selanjutnya disebut Jaringan Serat Optik adalah jaringan telekomunikasi utama yang berbasis serat optik, menghubungkan antar ibu kota propinsi dan/atau antar jaringan lainnya yang menghubungkan kota/kabupaten sehingga terbentuk konfigurasi ring.

  8. Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disingkat Pembiayaan TIK (ICT Fund) adalah pembiayaan yang disediakan oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan infrastruktur jaringan tulang punggung pita lebar (broadband) TIK.

  9. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

  10. Mitra Kerjasama Pelaksana Pengoperasian dan Pemeliharaan Jaringan Serat Optik yang selanjutnya disebut Mitra Kerjasama adalah Penyelenggara Jaringan Tetap Tertutup yang ditetapkan melalui proses tender.

  11. Bentuk Konfigurasi Ring adalah bentuk jaringan yang memiliki keterhubungan dua arah sehingga jika terputus satu jalur maka masih memiliki jalur alternatif lainnya.

  12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

  13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan telekomunikasi.

BAB II

PRINSIP TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut:

  1. efisien;

  2. efektif;

  3. transparan;

  4. bersaing;

  5. adil/tidak diskriminatif; dan

  6. akuntabel.

Pasal 3

Tujuan pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) meliputi:

  1. meningkatkan pemerataan dan pengembangan infrastruktur TIK;

  2. mengoptimalkan penggunaan dana KPU/USO;

  3. sebagai alternatif pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan Jaringan Serat Optik ; dan

  4. sebagai solusi persoalan pemerataan konektivitas pita lebar (broadband) agar menjangkau seluruh kota/kabupaten di Indonesia dengan harga terjangkau.

Pasal 4

Ruang lingkup pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) meliputi:

  1. penyediaan Jaringan Serat Optik; dan

  2. penyediaan jaringan gelombang mikro (microwave).

BAB III

PEMBIAYAAN PENYEDIAAN JARINGAN

Bagian Kesatu

Pembiayaan

Pasal 5

Pemanfaatan Pembiayaan TIK (ICT Fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 bersumber dari dana PNBP KPU/USO.

Bagian Kedua

Penyediaan Jaringan Serat Optik

Pasal 6

Penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a bertujuan untuk:

  1. meningkatkan penetrasi dan pemerataan distribusi akses layanan internet dan akses layanan pita lebar (broadband);

  2. mendorong pengembangan aplikasi konten di berbagai sektor;

  3. mendorong pengembangan kemampuan masyarakat dalam menggunakan TIK sebagai sarana untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan masyarakat;

  4. mendorong pemerataan distribusi akses terhadap informasi oleh masyarakat;

  5. mendorong pengembangan e-government sebagai sarana komunikasi antar instansi pemerintah; dan

  6. mengatasi keterbatasan kapasitas jaringan gelombang mikro (microwave) dan jaringan satelit.

Pasal 7

  1. Kegiatan penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilaksanakan melalui:

    1. pembangunan Jaringan Serat Optik; dan

    2. pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

  2. Pembangunan jaringan serat optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh BPPPTI.

  3. Hasil pembangunan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dicatat sebagai Barang Milik Negara.

  4. Pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup.

  5. Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara.

Pasal 8

Kegiatan penyediaan Jaringan Serat Optik termasuk semua kegiatan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Penyediaan Jaringan Gelombang Mikro

Pasal 9

Pembiayaan penyediaan jaringan gelombang mikro (microwave) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b hanya digunakan untuk menjangkau kota/kabupaten di Indonesia yang secara geografis tidak memungkinkan menggunakan Jaringan Serat Optik.

BAB IV

PELAKSANAAN PEKERJAAN

Pasal 10

  1. Direktur Jenderal atau Penyelenggara Telekomunikasi melakukan identifikasi pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik.

  2. Setiap usulan pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik sekurang-kurangnya dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:

    1. studi kelayakan;

    2. daftar wilayah atau lokasi penyediaan beserta rute jaringan;

    3. kajian kapasitas jaringan yang disediakan;

    4. service level agreement;

    5. jangka waktu pelaksanaan; dan

    6. anggaran yang dibutuhkan.

  3. Usulan pekerjaan penyediaan Jaringan Serat Optik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:

    1. rencana (roll out plan) pembangunan Jaringan Serat Optik milik penyelenggara jaringan telekomunikasi;

    2. kabupaten/kota yang belum terhubung Jaringan Serat Optik; dan

    3. Bentuk Konfigurasi Ring.

  4. Direktur Jenderal menetapkan daftar wilayah atau lokasi penyediaan beserta jaringan dan kajian kapasitas jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c.

Pasal 11

Pelaksanaan pembangunan Jaringan Serat Optik oleh BPPTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dilakukan melalui proses:

  1. pelelangan umum, untuk pembangunan Jaringan Serat Optik; dan

  2. tender pemilihan Mitra Kerjasama, untuk pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

Pasal 12

Calon Mitra Kerjasama yang berhak mengikuti proses tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b merupakan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Tetap Tertutup yang memiliki Jaringan Serat Optik paling sedikit 1.000 (seribu) kilometer.

Pasal 13

  1. Mitra Kerjasama berhak untuk:

    1. menggunakan teknologi terkini sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengoperasian Jaringan Serat Optik;

    2. mengoperasikan dan memelihara Jaringan Serat Optik; dan

    3. memperoleh pendapatan dari hasil pengoperasian dan pemeliharaan Jaringan Serat Optik.

  2. Mitra Kerjasama berkewajiban untuk:

    1. melaksanakan ketentuan openaccess dan non discriminatory kepada pengguna Jaringan Serat Optik;

    2. memberlakukan tarif sewa jaringan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. menggunakan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang telah memperoleh sertifikat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika;

    4. membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;

    5. melakukan pembukuan keuangan atas penyediaan Jaringan Serat Optik dan melaporkan secara berkala kepada BPPPTI;

    6. mengoperasikan dan memelihara sarana dan prasarana serta layanan penyediaan Jaringan Serat Optik berdasarkan jumlah dan tingkat kualitas layanan sebagaimana ditetapkan dalam kontrak; dan

    7. menjamin interoperabilitas sistem jaringan yang dibangun dengan sistem penyelenggara jaringan lainnya.

Pasal 14

Kontrak dengan Mitra Kerjasama untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun atau selama usia pakai maksimal Jaringan Serat Optik.

BAB V

EVALUASI DAN PENGAWASAN

Pasal 15

  1. Menteri melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setiap 5 (lima) tahun.

  2. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kontrak dapat ditinjau kembali oleh Menteri.

Pasal 16

  1. Menteri bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

  2. Menteri melimpahkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Nomor 21/PER/M.KOMINFO/10/2011 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT Fund) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 18

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Agustus 2012

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TIFATUL SEMBIRING



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 Oktober 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Pembiayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Layanan Pita Lebar
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 23
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 31-08-2012  /  01-10-2012
Sumber

BN (957) : 0 hlm.

Subjek TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI – PEMANFAATAN PEMBIAYAAN – PITA LEBAR
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Mencabut:

PERMENKOMINFO No. 21/PER/M.KOMINFO/10/2011

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran