Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi

menimbang

  1. bahwa telekomunikasi mempunyai peran yang strategis dalam menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan serta mencerdaskan kehidupan bangsa;

  2. bahwa sarana dan prasarana telekomunikasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan, atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis;

  3. bahwa telah dibentuk Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan (BTIP) sebagai instansi khusus yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengelola penyediaan kontribusi pelayanan universal telekomunikasi;

  4. bahwa sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, perlu ditetapkan Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;

mengingat

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);

  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Bersumber Pada Kegiatan Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3871);

  7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

  10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);

  11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

  14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi Dan Informatika Perdesaan Pada Departemen Komunikasi Dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah Yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

  15. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 35/Per.M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan;

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYEDIAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

  4. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  5. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  6. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  7. Penyelenggara jaringan tetap lokal adalah penyelenggara jaringan di wilayah yang ditentukan menggunakan jaringan kabel dan atau jaringan lokal tanpa kabel;

  8. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda;

  9. Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KPU adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;

  10. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KKPU adalah kontribusi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi;

  11. Pelaksana penyedia KPU telekomunikasi selanjutnya disebut pelaksana penyedia adalah penyedia akses dan layanan telekomunikasi di wilayah pelayanan universal telekomunikasi;

  12. Wilayah pelayanan universal telekomunikasi selanjutnya disebut WPUT adalah wilayah yang belum terjangkau fasilitas jaringan dan atau jasa telekomunikasi seperti daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis;

  13. Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa;

  14. Kontrak Induk adalah kontrak perikatan penyediaan layanan berdasar kinerja dengan skema tahun jamak yang mencantumkan paling tidak dasar-dasar perjanjian, definisi, tujuan perjanjian, hak dan kewajiban para pihak termasuk alokasi resiko, jaminan pelaksanaan, jangka waktu perjanjian, tahapan operasional, larangan pengalihan kontrak, standar pelayanan operasi, mekanisme penetapan tarif, indikator kinerja dan sanksi, mekanisme pengawasan kinerja, penyelesaian sengketa, keadaaan memaksa, ketentuan hukum yang berlaku serta ketentuan tentang kontrak anak;

  15. Kontrak anak adalah kontrak penugasan penyediaan jasa layanan bersifat tahunan yang mencantumkan paling tidak volume pekerjaan, harga satuan, spesifikasi teknik, rencana tarif serta parameter kinerja dan ketentuan sanksi;

  16. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;

  17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi;

  18. Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan yang selanjutnya disebut BTIP adalah Satuan Kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang melaksanakan pola penerapan keuangan Badan Layanan Umum dalam rangka penyediaan pelayanan universal telekomunikasi.

Pasal 2

  1. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi wajib dikenakan KPU telekomunikasi.

  2. KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui KKPU dalam bentuk prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun.

  3. KKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

  4. Ketentuan mengenai besaran penyetoran, dan tata cara penarikan KKPU diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Pasal 3

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi berupa penyediaan akses dan layanan telekomunikasi di WPUT.

  2. Penyediaan KPU telekomunikasi dalam bentuk penyediaan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari KKPU yang dikelola oleh BTIP.

  3. Pembiayaan dari KKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi.

Pasal 4

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi harus dapat memberikan layanan jasa teleponi dasar dan selanjutnya harus dapat dikembangkan ke tahap penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya.

  2. Penyediaan KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyediaan layanan telekomunikasi berbayar dan berbasis komunal.

Pasal 5

  1. Menteri menetapkan wilayah tertentu sebagai WPUT.

  2. Penetapan wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan atau mempertimbangkan masukan dari masyarakat.

  3. WPUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelompokkan dalam bentuk blok wilayah berdasarkan kondisi geografis.

  4. WPUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilakukan evaluasi sesuai dengan dinamika perkembangan wilayah tersebut.

Pasal 6

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi di WPUT dilaksanakan oleh pelaksana penyedia berdasarkan proses seleksi yang diselenggarakan oleh BTIP.

  2. Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelelangan umum.

  3. Tata cara pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

Peserta lelang umum penyediaan KPU telekomunikasi adalah penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

Pasal 8

  1. Penyedian KPU telekomunikasi disetiap blok WPUT dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana penyedia.

  2. Peserta seleksi dapat menjadi pemenang seleksi pelaksana penyedia KPU telekomunikasi di lebih dari 1 (satu) blok WPUT .

Pasal 9

  1. Parameter penilaian dalam pelaksanaan lelang umum penyediaan KPU telekomunikasi meliputi aspek :

    1. biaya penyediaan layanan;

    2. pengoperasian dan pemeliharaan;

    3. tarif layanan;

    4. penyediaan interkoneksi layanan;

    5. jenis layanan minimal;

    6. penggunaan produk dalam negeri.

  2. Ketentuan teknis parameter penilaian akan diatur lebih lanjut dalam dokumen pelelangan umum.

Pasal 10

  1. Pemenang seleksi pelaksana penyedia dapat diberikan izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan wilayah layanan regional.

  2. Wilayah regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan blok WPUT yang dimenangkan oleh peserta seleksi.

  3. Proses pemberian izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permohonan pelaksana penyedia.

Pasal 11

  1. Kontrak penyediaan KPU telekomunikasi bersifat multiyears yang terdiri dari kontrak induk dan kontrak anak .

  2. Kontrak induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hubungan hukum antara pelaksana penyedia dengan BTIP dalam penyediaan KPU telekomunikasi untuk jangka waktu 5 tahun.

  3. Kontrak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kontrak induk untuk menugaskan pelaksana penyedia dalam penyediaan KPU telekomunikasi dan mengevaluasi kinerja penyediaan akses dan layanan telekomunikasi.

  4. Kontrak induk dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 12

Kontrak Induk dapat berakhir apabila :

  1. jangka waktu kontrak induk telah selesai;

  2. pelaksana penyedia tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam kontrak.

Pasal 13

Pelaksana penyedia wajib memenuhi persyaratan teknis sekurang-kurangnya sebagai berikut :

  1. penyediaan jaringan untuk menyalurkan jasa teleponi dasar, yang dapat dikembangkan untuk penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya;

  2. penyediaan jasa telefoni dasar untuk umum dengan layanan panggilan lokal, SLJJ, SLI dan panggilan ke layanan jaringan bergerak;

  3. layanan telekomunikasi dengan kemampuan dipanggil dan memanggil;

  4. interkoneksi dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya;

  5. dapat digunakan untuk menghubungi pelayanan darurat;

  6. menggunakan alat atau perangkat yang telah mendapatkan sertifikat perangkat dari Direktur Jenderal.

Pasal 14

  1. Pelaksana penyedia berhak mendapatkan akses interkoneksi dari penyelenggara jasa/jaringan telekomunikasi.

  2. Pemberian akses interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15

  1. Pelaksana penyedia dapat diberikan uang muka dalam penyediaan akses telekomunikasi.

  2. Pemberian uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16

  1. Pelaksana penyedia berhak mendapatkan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3).

  2. Biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkan kesiapan fungsi dan berbasis kinerja dari :

    1. proses penyediaan akses ;

    2. layanan telekomunikasi;

    3. pengoperasian ; dan/atau

    4. pemeliharaan.

  3. Tata cara pembayaran biaya sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur dalam kontrak.

Pasal 17

  1. Pelaksana penyedia berhak memperoleh seluruh pendapatan dari hasil penyediaan layanan KPU telekomunikasi.

  2. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembiayaan atas jasa pendukung penyediaan KPU telekomunikasi untuk kesinambungan layanan di WPUT.

Pasal 18

Pelaksana penyedia wajib membangun, mengoperasikan dan memelihara serta mengembangkan akses dan layanan KPU telekomunikasi.

Pasal 19

  1. Untuk kesinambungan layanan, pelaksana penyedia dapat melibatkan masyarakat atau badan usaha dalam penyediaan KPU telekomunikasi.

  2. Keterlibatan masyarakat atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan kontrak atau kesepakatan.

Pasal 20

  1. Pelaksana penyedia wajib memberlakukan tarif layanan jasa teleponi dasar maksimal sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal dominan.

  2. Pelaksana penyedia wajib menanggung resiko atas pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dari penyediaan layanan KPU telekomunikasi.

Pasal 21

Pelaksana penyedia wajib :

  1. menjamin interoperability sistem yang dibangun dengan sistem milik penyelenggara telekomunikasi lainnya;

  2. menggunakan sistem penomoran yang telah dialokasikan;

  3. mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri;

  4. melaksanakan pencatatan atas pendapatan dari hasil penyediaan KPU telekomunikasi dan dilaporkan secara berkala kepada BTIP;

  5. menyediakan akses dan menyampaikan data pengoperasian kepada BTIP.

Pasal 22

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi wajib beroperasi setiap hari selama 24 (dua puluh empat) jam .

  2. Pelaksana penyedia wajib melaksanakan penyediaan KPU telekomunikasi berdasarkan tingkat kualitas layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.

Pasal 23

  1. Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan KPU telekomunikasi secara berkala berdasarkan tingkat kualitas layanan.

  2. Untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan pengawasan dan pengendalian kepada BTIP.

Pasal 24

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi yang tidak memberikan akses interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dikenakan sanksi denda sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 25

Pelaksana penyediaan KPU telekomunikasi yang tidak memenuhi ketentuan dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, diberikan sanksi yang diatur lebih lanjut dalam kontrak induk.

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan ini maka Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kewajiban Pelayanan Universal dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR 11 TAHUN 2007
TENTANG
PENYEDIAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

menimbang

  1. bahwa telekomunikasi mempunyai peran yang strategis dalam menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan serta mencerdaskan kehidupan bangsa;

  2. bahwa sarana dan prasarana telekomunikasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan, atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis;

  3. bahwa telah dibentuk Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan (BTIP) sebagai instansi khusus yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengelola penyediaan kontribusi pelayanan universal telekomunikasi;

  4. bahwa sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, perlu ditetapkan Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;

mengingat

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);

  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Bersumber Pada Kegiatan Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3871);

  7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

  8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

  9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

  10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);

  11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

  12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

  13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/P/M.KOMINFO/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

  14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi Dan Informatika Perdesaan Pada Departemen Komunikasi Dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah Yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

  15. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 35/Per.M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan;



memperhatikan

memutuskan

menetapkan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYEDIAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;

  2. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

  3. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

  4. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  5. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  6. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

  7. Penyelenggara jaringan tetap lokal adalah penyelenggara jaringan di wilayah yang ditentukan menggunakan jaringan kabel dan atau jaringan lokal tanpa kabel;

  8. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda;

  9. Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KPU adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;

  10. Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal yang selanjutnya disebut KKPU adalah kontribusi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi;

  11. Pelaksana penyedia KPU telekomunikasi selanjutnya disebut pelaksana penyedia adalah penyedia akses dan layanan telekomunikasi di wilayah pelayanan universal telekomunikasi;

  12. Wilayah pelayanan universal telekomunikasi selanjutnya disebut WPUT adalah wilayah yang belum terjangkau fasilitas jaringan dan atau jasa telekomunikasi seperti daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis;

  13. Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa;

  14. Kontrak Induk adalah kontrak perikatan penyediaan layanan berdasar kinerja dengan skema tahun jamak yang mencantumkan paling tidak dasar-dasar perjanjian, definisi, tujuan perjanjian, hak dan kewajiban para pihak termasuk alokasi resiko, jaminan pelaksanaan, jangka waktu perjanjian, tahapan operasional, larangan pengalihan kontrak, standar pelayanan operasi, mekanisme penetapan tarif, indikator kinerja dan sanksi, mekanisme pengawasan kinerja, penyelesaian sengketa, keadaaan memaksa, ketentuan hukum yang berlaku serta ketentuan tentang kontrak anak;

  15. Kontrak anak adalah kontrak penugasan penyediaan jasa layanan bersifat tahunan yang mencantumkan paling tidak volume pekerjaan, harga satuan, spesifikasi teknik, rencana tarif serta parameter kinerja dan ketentuan sanksi;

  16. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;

  17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi;

  18. Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan yang selanjutnya disebut BTIP adalah Satuan Kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang melaksanakan pola penerapan keuangan Badan Layanan Umum dalam rangka penyediaan pelayanan universal telekomunikasi.

BAB II

KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI

Pasal 2

  1. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi wajib dikenakan KPU telekomunikasi.

  2. KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui KKPU dalam bentuk prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun.

  3. KKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

  4. Ketentuan mengenai besaran penyetoran, dan tata cara penarikan KKPU diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Pasal 3

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi berupa penyediaan akses dan layanan telekomunikasi di WPUT.

  2. Penyediaan KPU telekomunikasi dalam bentuk penyediaan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari KKPU yang dikelola oleh BTIP.

  3. Pembiayaan dari KKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi.

Pasal 4

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi harus dapat memberikan layanan jasa teleponi dasar dan selanjutnya harus dapat dikembangkan ke tahap penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya.

  2. Penyediaan KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyediaan layanan telekomunikasi berbayar dan berbasis komunal.

BAB III

WILAYAH PELAYANAN UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI

Pasal 5

  1. Menteri menetapkan wilayah tertentu sebagai WPUT.

  2. Penetapan wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan atau mempertimbangkan masukan dari masyarakat.

  3. WPUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelompokkan dalam bentuk blok wilayah berdasarkan kondisi geografis.

  4. WPUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilakukan evaluasi sesuai dengan dinamika perkembangan wilayah tersebut.

Pasal 6

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi di WPUT dilaksanakan oleh pelaksana penyedia berdasarkan proses seleksi yang diselenggarakan oleh BTIP.

  2. Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelelangan umum.

  3. Tata cara pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

SELEKSI PELAKSANA PENYEDIAAN KPU TELEKOMUNIKASI

Pasal 7

Peserta lelang umum penyediaan KPU telekomunikasi adalah penyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi.

Pasal 8

  1. Penyedian KPU telekomunikasi disetiap blok WPUT dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana penyedia.

  2. Peserta seleksi dapat menjadi pemenang seleksi pelaksana penyedia KPU telekomunikasi di lebih dari 1 (satu) blok WPUT .

Pasal 9

  1. Parameter penilaian dalam pelaksanaan lelang umum penyediaan KPU telekomunikasi meliputi aspek :

    1. biaya penyediaan layanan;

    2. pengoperasian dan pemeliharaan;

    3. tarif layanan;

    4. penyediaan interkoneksi layanan;

    5. jenis layanan minimal;

    6. penggunaan produk dalam negeri.

  2. Ketentuan teknis parameter penilaian akan diatur lebih lanjut dalam dokumen pelelangan umum.

Pasal 10

  1. Pemenang seleksi pelaksana penyedia dapat diberikan izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan wilayah layanan regional.

  2. Wilayah regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan blok WPUT yang dimenangkan oleh peserta seleksi.

  3. Proses pemberian izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permohonan pelaksana penyedia.

Pasal 11

  1. Kontrak penyediaan KPU telekomunikasi bersifat multiyears yang terdiri dari kontrak induk dan kontrak anak .

  2. Kontrak induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hubungan hukum antara pelaksana penyedia dengan BTIP dalam penyediaan KPU telekomunikasi untuk jangka waktu 5 tahun.

  3. Kontrak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kontrak induk untuk menugaskan pelaksana penyedia dalam penyediaan KPU telekomunikasi dan mengevaluasi kinerja penyediaan akses dan layanan telekomunikasi.

  4. Kontrak induk dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 12

Kontrak Induk dapat berakhir apabila :

  1. jangka waktu kontrak induk telah selesai;

  2. pelaksana penyedia tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam kontrak.

BAB V

PERSYARATAN TEKNIS PENYEDIAAN KPU TELEKOMUNIKASI

Pasal 13

Pelaksana penyedia wajib memenuhi persyaratan teknis sekurang-kurangnya sebagai berikut :

  1. penyediaan jaringan untuk menyalurkan jasa teleponi dasar, yang dapat dikembangkan untuk penyediaan layanan jasa multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya;

  2. penyediaan jasa telefoni dasar untuk umum dengan layanan panggilan lokal, SLJJ, SLI dan panggilan ke layanan jaringan bergerak;

  3. layanan telekomunikasi dengan kemampuan dipanggil dan memanggil;

  4. interkoneksi dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya;

  5. dapat digunakan untuk menghubungi pelayanan darurat;

  6. menggunakan alat atau perangkat yang telah mendapatkan sertifikat perangkat dari Direktur Jenderal.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN PELAKSANA PENYEDIAAN KPU TELEKOMUNIKASI

Pasal 14

  1. Pelaksana penyedia berhak mendapatkan akses interkoneksi dari penyelenggara jasa/jaringan telekomunikasi.

  2. Pemberian akses interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15

  1. Pelaksana penyedia dapat diberikan uang muka dalam penyediaan akses telekomunikasi.

  2. Pemberian uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16

  1. Pelaksana penyedia berhak mendapatkan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3).

  2. Biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkan kesiapan fungsi dan berbasis kinerja dari :

    1. proses penyediaan akses ;

    2. layanan telekomunikasi;

    3. pengoperasian ; dan/atau

    4. pemeliharaan.

  3. Tata cara pembayaran biaya sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur dalam kontrak.

Pasal 17

  1. Pelaksana penyedia berhak memperoleh seluruh pendapatan dari hasil penyediaan layanan KPU telekomunikasi.

  2. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembiayaan atas jasa pendukung penyediaan KPU telekomunikasi untuk kesinambungan layanan di WPUT.

Pasal 18

Pelaksana penyedia wajib membangun, mengoperasikan dan memelihara serta mengembangkan akses dan layanan KPU telekomunikasi.

Pasal 19

  1. Untuk kesinambungan layanan, pelaksana penyedia dapat melibatkan masyarakat atau badan usaha dalam penyediaan KPU telekomunikasi.

  2. Keterlibatan masyarakat atau badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan kontrak atau kesepakatan.

Pasal 20

  1. Pelaksana penyedia wajib memberlakukan tarif layanan jasa teleponi dasar maksimal sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal dominan.

  2. Pelaksana penyedia wajib menanggung resiko atas pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dari penyediaan layanan KPU telekomunikasi.

Pasal 21

Pelaksana penyedia wajib :

  1. menjamin interoperability sistem yang dibangun dengan sistem milik penyelenggara telekomunikasi lainnya;

  2. menggunakan sistem penomoran yang telah dialokasikan;

  3. mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri;

  4. melaksanakan pencatatan atas pendapatan dari hasil penyediaan KPU telekomunikasi dan dilaporkan secara berkala kepada BTIP;

  5. menyediakan akses dan menyampaikan data pengoperasian kepada BTIP.

Pasal 22

  1. Penyediaan KPU telekomunikasi wajib beroperasi setiap hari selama 24 (dua puluh empat) jam .

  2. Pelaksana penyedia wajib melaksanakan penyediaan KPU telekomunikasi berdasarkan tingkat kualitas layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.

BAB VII

TATA CARA PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 23

  1. Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan KPU telekomunikasi secara berkala berdasarkan tingkat kualitas layanan.

  2. Untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan pengawasan dan pengendalian kepada BTIP.

BAB VIII

SANKSI

Pasal 24

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi yang tidak memberikan akses interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dikenakan sanksi denda sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 25

Pelaksana penyediaan KPU telekomunikasi yang tidak memenuhi ketentuan dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, diberikan sanksi yang diatur lebih lanjut dalam kontrak induk.

BAB IX

PENUTUP

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan ini maka Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kewajiban Pelayanan Universal dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 13 April 2007

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

ttd

SOFYAN A. DJALIL


Meta Keterangan
Tipe Dokumen Peraturan Perundang-undangan
Judul Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
T.E.U. Badan/Pengarang Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika
Nomor Peraturan 11
Jenis / Bentuk Peraturan Peraturan Menteri
Singkatan Jenis/Bentuk Peraturan PERMEN
Tempat Penetapan Jakarta
Tanggal-Bulan-Tahun Penetapan/Pengundangan 13-04-2007  /  13-04-2007
Sumber
Subjek UNIVERSAL TELEKOMUNIKASI – PENYEDIAAN KEWAJIBAN PELAYANAN
Status Peraturan Berlaku

Keterangan
Diubah:

Diubah dengan PERMENKOMINFO No. 38/PER/M.KOMINFO/09/2007

Bahasa Indonesia
Lokasi BIRO HUKUM
Bidang Hukum -
Lampiran