PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 294 ayat 5, Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, serta Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;
Mengingat
- Pasal 17 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6658);
- Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 96);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1019);
Memutuskan
Menetapkan
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari hasil informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
- Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat Telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
- Jasa Telekomunikasi adalah layanan Telekomunikasi untuk memenuhi keperluan bertelekomunikasi dengan menggunakan Jaringan Telekomunikasi.
- Penomoran Telekomunikasi adalah kombinasi digit yang mencirikan identitas pelanggan, wilayah, elemen jaringan, penyelenggara, atau layanan Telekomunikasi.
- Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan Telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya Telekomunikasi.
- Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi yang memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
- Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan Jaringan Telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya Telekomunikasi.
- Penyelenggaraan Jaringan Tetap adalah kegiatan penyelenggaraan jaringan untuk layanan Telekomunikasi tetap yang dimaksudkan bagi terselenggaranya telekomunikasi publik dan sirkit sewa.
- Sistem Komunikasi Kabel Laut, yang selanjutnya disebut SKKL, adalah suatu sistem transmisi Telekomunikasi menggunakan media kabel yang dibentangkan di dalam lautan dan/atau samudera untuk menghubungkan beberapa stasiun kabel di setiap negara yang dilaluinya.
- Hak Labuh Sistem Komunikasi Kabel Laut Transmisi Telekomunikasi Internasional yang selanjutnya disebut Hak Labuh SKKL adalah hak yang diberikan kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam rangka penyediaan sarana transmisi Telekomunikasi internasional secara langsung ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kerja sama dengan badan usaha asing.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi yang memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
- Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan Jasa Telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya Telekomunikasi.
- Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar adalah Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan teleponi dasar dengan menggunakan teknologi circuit switched atau teknologi lainnya.
- Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi adalah Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan nilai tambah untuk layanan teleponi dasar.
- Penyelenggaraan Jasa Multimedia adalah Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan berbasis teknologi informasi selain Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar dan Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi.
- Uji Laik Operasi adalah pengujian sistem secara teknis dan operasional dalam pemenuhan standar minimum Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi yang selanjutnya disebut BHP Telekomunikasi adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap Penyelenggara Telekomunikasi dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
- Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation yang selanjutnya disebut Kontribusi KPU/USO adalah kontribusi kewajiban yang harus diberikan oleh setiap Penyelenggara Telekomunikasi dalam bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan/atau kontribusi lainnya.
- Pendapatan Kotor adalah seluruh pendapatan Penyelenggaraan Telekomunikasi yang didapat dari setiap kegiatan usaha yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi yang dimilikinya.
- Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) adalah jenis layanan dalam Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan pusat panggilan teleponi untuk pencarian informasi guna kepentingan Pelanggan Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center).
- Layanan Akses Internet (Internet Service Provider) yang selanjutnya disebut Layanan Akses Internet (ISP) adalah jenis layanan dalam Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan internet bagi Pelanggan untuk terhubung dengan jaringan internet publik.
- Layanan Gerbang Akses Internet (Network Access Point) yang selanjutnya disebut Layanan Gerbang Akses Internet (NAP) adalah jenis layanan dalam Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang menyediakan layanan penyaluran trafik internet dan routing bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi lainnya untuk terhubung ke jaringan internet internasional (IP Transit), terhubung dengan sesama penyelenggara Layanan Gerbang Akses Internet (NAP), dan menjadi titik penyebaran akses Internet di dalam negeri (Internet Exchange), serta dapat berfungsi sebagai penyimpan sementara (caching) dan/atau pengatur penyaluran (distribution) konten internet.
- Registrasi adalah pencatatan identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- De-Registrasi adalah penghapusan catatan identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Kartu Perdana adalah kartu yang digunakan oleh Pelanggan Jasa Telekomunikasi untuk dapat menggunakan Jasa Telekomunikasi Pascabayar atau Prabayar.
- Prabayar adalah sistem pembayaran di awal periode pemakaian melalui pembelian Kartu Perdana dan pengisian Deposit Prabayar.
- Nomor Mobile Subscriber Integrated Services Digital Network yang selanjutnya disebut Nomor MSISDN adalah nomor yang secara unik mengidentifikasi Pelanggan pada jaringan bergerak seluler.
- Validitas Pelanggan adalah kesesuaian antara identitas pelanggan dengan orang yang menggunakan identitas pelanggan tersebut.
- Verifikasi adalah proses pencocokan data calon Pelanggan secara visual oleh petugas Registrasi.
- Verifikasi BHP Telekomunikasi adalah kegiatan pencocokan dan penelitian tentang kebenaran laporan, pembayaran, pernyataan, dan perhitungan BHP Telekomunikasi.
- Verifikasi Kontribusi KPU/USO adalah kegiatan pencocokan dan penelitian tentang kebenaran laporan, pembayaran, pernyataan, dan perhitungan Kontribusi KPU/USO.
- Validasi adalah proses pencocokan identitas calon Pelanggan dengan Data Kependudukan milik instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kependudukan.
- Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
- Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
- Mesin ke Mesin (Machine-to-Machine) yang selanjutnya disingkat M2M adalah komunikasi langsung antar perangkat Telekomunikasi tanpa bantuan manusia.
- Prinsip Mengenal Pelanggan (Know Your Customer/KYC), adalah prinsip yang diterapkan untuk mengetahui identitas pelanggan adalah benar dan digunakan oleh orang yang berhak.
- Pendistribusian Tarif yang selanjutnya disebut De- Averaging adalah pendistribusian tarif penggunaan jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi, dan/atau jasa multimedia.
- Bundling adalah penggabungan beberapa jenis produk atau layanan.
- Tarif Paket Layanan adalah tarif yang diberlakukan berdasarkan jenis layanan, tempat, volume, dan waktu dengan masa berlaku tertentu.
- Pembagian Waktu yang selanjutnya disebut Time Band adalah waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi berdasarkan jam sibuk dan tidak sibuk.
- Produk Layanan adalah jenis layanan yang disediakan oleh Penyelenggara untuk ditawarkan kepada Pelanggan.
- Area Pembebanan (Area of Charge) adalah suatu area dalam skala pembebanan, dimana berlaku tarif yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penagihan kepada Pelanggan.
- Layanan Jelajah adalah suatu keadaan dimana Pelanggan yang menggunakan Jaringan Telekomunikasi bergerak di luar tempat asal Pelanggan tersebut tercatat.
- Panggilan On-net adalah panggilan suara, pesan pendek (Short Message Service/SMS) dan/atau pesan multimedia (Multimedia Messaging Service/MMS) yang berasal dan berakhir pada Pelanggan dalam satu Penyelenggara yang sama.
- Panggilan Off-Net adalah panggilan suara, pesan pendek (Short Message Service/SMS) dan/atau pesan multimedia (Multimedia Messaging Service/MMS) yang berasal dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya yang berbeda.
- Pascabayar adalah sistem pembayaran di akhir periode pemakaian melalui penagihan atas pemakaian pada periode tersebut.
- Deposit Prabayar adalah jumlah saldo yang dimiliki oleh Pelanggan Jaringan Telekomunikasi Prabayar yang tercatat dalam sistem milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
- Ketersambungan adalah tersambungnya perangkat Jasa Telekomunikasi dengan Jaringan Telekomunikasi seperti server, simpul jasa (node) dan router.
- Interkoneksi adalah keterhubungan antar Jaringan Telekomunikasi dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang berbeda.
- Biaya Interkoneksi adalah biaya yang dibebankan sebagai akibat adanya saling keterhubungan Jaringan Telekomunikasi antar 2 (dua) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi atau lebih.
- Dokumen Penawaran Interkoneksi yang selanjutnya disingkat DPI adalah dokumen yang memuat aspek teknis, aspek operasional, dan aspek ekonomis dari penyediaan layanan Interkoneksi yang ditawarkan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi kepada Penyelenggara Telekomunikasi lainnya.
- Blok Penomoran adalah gabungan kode area dan blok nomor pada Penyelenggaraan Jaringan Tetap lokal atau gabungan Kode Tujuan Nasional (National Destination Code/NDC) dan identitas Area Pembebanan (Area of Charging) pada penyelenggaraan jaringan bergerak seluler.
- Pencari Akses adalah Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang mengajukan permohonan baru layanan Interkoneksi serta akses terhadap FPI di setiap Titik Interkoneksi (Point of Interconnection).
- Fasilitas Penting untuk Interkoneksi yang selanjutnya disebut FPI adalah berbagai fasilitas yang merupakan infrastruktur sipil dari suatu Jaringan Telekomunikasi, dimana akses ke fasilitas tersebut mutlak diperlukan bagi pelaksanaan Interkoneksi guna memasang dan mengoperasikan peralatan yang dibutuhkan Pencari Akses untuk menyalurkan Trafik Interkoneksi dari dan/atau ke jaringannya.
- Trafik Interkoneksi adalah trafik layanan jasa teleponi dasar yang terdiri atas fitur utama, yaitu teleponi, faksimile, pesan pendek (Short Message Service/SMS), dan/atau pesan multimedia (Multimedia Messaging Service/MMS) dan fitur tambahan, yaitu termasuk namun tidak terbatas pada Rich Communication Services (RCS) dalam suatu Interkoneksi.
- Penyedia Akses adalah Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menyediakan layanan Interkoneksi serta akses terhadap FPI bagi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya yang mengajukan permohonan baru di setiap Titik Interkoneksi (Point of Interconnection).
- Penyelenggara Asal adalah Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dari mana Trafik Interkoneksi berasal atau Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang membangkitkan Trafik Interkoneksi kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya.
- Penyelenggara Tujuan adalah Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang mengakhiri suatu Trafik Interkoneksi.
- Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) adalah titik acuan lokasi fisik dimana terjadi Interkoneksi, yang membatasi bagian jaringan yang menjadi milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang satu dengan bagian jaringan yang menjadi milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang lain pada suatu Interkoneksi yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan, dan pemeliharaan Jaringan Telekomunikasi.
- Link Interkoneksi adalah link yang digunakan untuk keperluan penyaluran Trafik Interkoneksi yang menghubungkan sentral gerbang milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang berbeda.
- Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi adalah area referensi yang merupakan lokasi geografi untuk menetapkan besaran Biaya Interkoneksi dan tanggung jawab terhadap Trafik Interkoneksi.
- Originasi adalah pembangkitan trafik menuju Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) dari Penyelenggara Asal.
- Originasi Lokal adalah Originasi dimana Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) berada pada Area Interkoneksi yang sama dengan Area Pembebanan Interkoneksi Penyelenggara Asal.
- Originasi Jarak Jauh adalah Originasi dimana Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) berada pada Area Interkoneksi yang berbeda dengan Area Pembebanan Interkoneksi Penyelenggara Asal.
- Originasi Internasional adalah Originasi yang ditujukan ke sentral gerbang internasional (International Gateway) milik Penyelenggara Jaringan Tetap Sambungan Internasional.
- Transit adalah penyaluran Trafik Interkoneksi dari Penyelenggara Asal kepada Penyelenggara Tujuan melalui Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya.
- Transit Lokal adalah Transit dimana kedua Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) yaitu dari Penyelenggara Asal dan Penyelenggara Transit, serta Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) dari Penyelenggara Transit dan Penyelenggara Tujuan, berada di Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang sama.
- Transit Jarak Jauh adalah Transit dimana kedua Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) dari Penyelenggara Asal dan Penyelenggara Transit, serta Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) dari Penyelenggara Transit dan Penyelenggara Tujuan, berada di Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang berbeda.
- Transit Internasional adalah Transit dari Penyelenggara Asal menuju ke sentral gerbang internasional (International Gateway) milik Penyelenggara Jaringan Tetap Sambungan Internasional, Transit dari sentral gerbang internasional (International Gateway) milik Penyelenggara Jaringan Tetap Sambungan Internasional menuju ke Penyelenggara Tujuan.
- Terminasi adalah pengakhiran Trafik Interkoneksi dari Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) menuju Penyelenggara Tujuan.
- Terminasi Lokal adalah Terminasi dimana Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) berada pada Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang sama dengan Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi Penyelenggara Tujuan.
- Terminasi Jarak Jauh adalah Terminasi dimana Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) berada pada Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang berbeda dengan Area Pembebanan Penyelenggara Tujuan.
- Terminasi Internasional adalah Terminasi yang berasal dari sentral gerbang internasional (International Gateway) milik Penyelenggara Jaringan Tetap Sambungan Internasional.
- Sewa Jaringan adalah penyediaan jaringan transmisi yang dimanfaatkan sebagai jaringan tulang punggung (backbone), jaringan penyalur (backhaul), dan/atau jaringan akses dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi kepada Pelanggan Sewa Jaringan berdasarkan suatu perjanjian selama periode waktu tertentu dengan tarif dan tingkat kualitas layanan yang telah disepakati.
- Pelanggan Sewa Jaringan adalah badan hukum dan/atau instansi pemerintah yang menggunakan layanan Sewa Jaringan berdasarkan kontrak.
- Tarif Sewa Jaringan adalah sejumlah biaya yang dibebankan kepada Pelanggan Sewa Jaringan akibat penggunaan layanan Sewa Jaringan yang disediakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan dipungut pada suatu periode sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
- Mediasi adalah penyelesaian perselisihan Interkoneksi dan Sewa Jaringan oleh Direktur Jenderal yang bertindak sebagai mediator atau penengah.
- Daftar Hitam Penyelenggara adalah daftar yang memuat identitas direksi, pengurus, dan/atau badan hukum yang dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Hari adalah hari kalender.
- Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan Jumat, kecuali hari-hari libur nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
- Tahun Buku adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember.
- Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi berdasarkan kontrak.
- Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan Jaringan Telekomunikasi dan/atau Jasa Telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.
- Pengguna adalah Pelanggan dan Pemakai.
- Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
- Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
- Jual Kembali Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan menjual kembali layanan Jasa Telekomunikasi.
- Nomor Protokol Internet yang selanjutnya disebut Nomor PI adalah sumber daya utama untuk terselenggaranya komunikasi internet.
- Alamat Protokol Internet (Internet Protocol Address) adalah alamat identifikasi yang diberikan (assign) pada sebuah perangkat untuk terhubung ke jaringan internet dengan menggunakan protokol internet.
- Nomor Sistem Otonom (Autonomous System Number) adalah nomor yang digunakan sebagai pengidentifikasi suatu kelompok yang terdiri atas satu atau lebih protokol internet yang terkoneksi ke kelompok lainnya dalam suatu kebijakan koneksi yang didefinisikan dengan jelas.
- Pengelolaan Nomor PI adalah lingkup kegiatan pendistribusian, pengadministrasian, dan pengoperasian pemeliharaan sistem Nomor PI.
- Pengelola Nomor PI Regional adalah registri Nomor PI untuk kawasan Asia Pasifik.
- Pengelola Nomor PI Nasional adalah registri Nomor PI untuk Indonesia.
- Pengelola Nomor PI Lokal adalah organisasi atau institusi yang mendapatkan alokasi Nomor PI dari Pengelola Nomor PI Nasional dan mengalokasikan kembali sebagian Nomor PI tersebut kepada pelanggannya.
- Pengguna Nomor PI adalah pihak-pihak yang menggunakan Nomor PI.
- Alarm adalah informasi yang dikirim oleh elemen jaringan (Cell, Base Transceiver Station (BTS), transmisi, Base Station Controller/Radio Network Controller (BSC/RNC), core, fixed broadband) ketika terjadi Fault yang berpengaruh terhadap ketersediaan layanan seperti Element Down/Blocked/Intermittent, Element Failure.
- Near Real Time adalah waktu penyampaian gangguan paling lambat 40 (empat puluh) menit dari waktu terjadinya tiap kejadian.
- Fiber Optic (FO) Cut adalah gangguan yang terjadi pada jaringan fiber optik akibat terputusnya jaringan Fiber Optic (FO).
- Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
- Instansi Penyelenggara Negara adalah institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif di tingkat pusat dan daerah dan instansi lain yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan.
- Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
- Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
- Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang tugas dan fungsinya di bidang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi yang selanjutnya disingkat BAKTI merupakan unit organisasi noneselon di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ruang lingkup tugas dan fungsinya di bidang Penyelenggaraan Pos dan Informatika.
- Direktur Utama adalah Direktur Utama BAKTI yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BAKTI yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktur adalah Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian pos dan informatika.
- Bendahara Penerima adalah bendahara penerima Direktorat Jenderal yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengelola Rekening Operasional adalah pengelola rekening operasional Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi BAKTI yang diangkat oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 2
- Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi meliputi:
a. penyelenggaraan Jaringan Tetap; dan
b. penyelenggaraan jaringan bergerak.
- Penyelenggaraan Jaringan Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terdiri atas:
a. Penyelenggaraan Jaringan Tetap lokal;
b. Penyelenggaraan Jaringan Tetap sambungan langsung jarak jauh;
c. Penyelenggaraan Jaringan Tetap sambungan internasional;
d. Penyelenggaraan Jaringan Tetap tertutup; dan
e. Penyelenggaraan Jaringan Tetap lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
- Penyelenggaraan jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terdiri atas:
a. penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit; dan
d. penyelenggaraan jaringan bergerak lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
- Penyelenggaraan Jaringan Tetap tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d merupakan Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang menyediakan jaringan untuk disewakan termasuk namun tidak terbatas pada kabel dengan perangkat aktif Telekomunikasi atau tanpa perangkat aktif Telekomunikasi, dan jaringan yang disediakan dengan menggunakan spektrum frekuensi radio.
- Penyelenggara Jaringan Tetap tertutup yang memiliki rencana untuk menggelar Jaringan Telekomunikasi internasional lintas batas (border communication) wajib berkoordinasi dengan Penyelenggara Telekomunikasi di negara lain pada lintas batas dimaksud termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi dan harmonisasi penggunaan spektrum frekuensi radio.
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Tetap tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat 5 menggunakan spektrum frekuensi radio, Menteri dapat melaksanakan koordinasi dengan administrasi telekomunikasi negara lain.
Pasal 3
Pihak yang memiliki jaringan dengan kabel dan/atau spektrum frekuensi radio tanpa perangkat aktif Telekomunikasi untuk disewakan kepada Penyelenggara Telekomunikasi dan/atau non Penyelenggara Telekomunikasi wajib memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Tetap tertutup.
BAB III
KEWAJIBAN PEMBANGUNAN DAN/ATAU PENYEDIAAN
LAYANAN
Pasal 4
- Menteri menetapkan kewajiban minimal pembangunan dan/atau penyediaan layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi di wilayah yang bukan merupakan wilayah pelayanan universal Telekomunikasi dengan pertimbangan termasuk namun tidak terbatas pada:
a. efisiensi dan efektivitas;
b. ketersediaan, sebaran, dan kebutuhan layanan Telekomunikasi;
c. pemerataan pembangunan dan/atau layanan Telekomunikasi; dan/atau
d. peningkatan kualitas layanan.
- Kewajiban minimal pembangunan dan/atau penyediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa kewajiban tahunan untuk kurun waktu setiap 5 (lima) tahun.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib membangun dan/atau menyediakan Jaringan Telekomunikasi.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam memenuhi kewajiban pembangunan dan/atau penyediaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib mematuhi ketentuan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
- Dalam memenuhi kewajiban pembangunan pada tahun pertama, pemegang Perizinan Berusaha yang siap menyelenggarakan Telekomunikasi wajib mengajukan Uji Laik Operasi kepada Direktur Jenderal.
- Dalam hal terdapat penambahan jenis layanan dan/atau perubahan teknologi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi, pemegang Perizinan Berusaha wajib mengajukan Uji Laik Operasi kepada Direktur Jenderal.
- Perubahan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 meliputi:
a. perubahan standar teknologi yang digunakan berdasarkan standar internasional dari International Telecommunication Union/lTU; dan/atau
b. perubahan penggunaan sistem dari analog ke digital.
- Direktur Jenderal menerbitkan surat keterangan laik operasi dalam hal sarana dan prasarana dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Uji Laik Operasi.
- Pedoman teknis tata cara pelaksanaan Uji Laik Operasi Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5, ayat 6, ayat 7, dan ayat 8 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat mengajukan permohonan penyesuaian kewajiban minimal pembangunan dan/atau penyediaan layanan tahunan dengan ketentuan tidak mengubah pola distribusi/sebaran kewajiban pembangunan yang telah ditetapkan Menteri.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat mengajukan permohonan penghentian layanan (dismantle) di suatu wilayah dengan ketentuan:
a. memperhatikan keberlangsungan layanan Telekomunikasi;
b. wajib menginformasikan kepada Pelanggannya terkait dengan rencana penghentian layanan; dan
c. wilayah yang akan dilakukan penghentian layanan bukan merupakan kewajiban minimal pembangunan dan/atau penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang bermaksud menghentikan layanan Telekomunikasi di suatu wilayah sesuai dengan ketentuan ayat 2 wajib mengajukan permohonan penghentian layanan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri.
- Permohonan penghentian layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus diajukan:
a. paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum dilakukan penghentian layanan; dan
b. dengan melampirkan bukti koordinasi pengalihan layanan kepada penyelenggara lain dalam rangka memperhatikan berlangsungan layanan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hurufa
Pasal 6
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi membuka akses ke dan dari Jaringan Telekomunikasi yang pendanaannya dibiayai oleh negara, termasuk namun tidak terbatas pada pendanaan yang berasal dari Kontribusi KPU/USO, dan pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan.
- Menteri melakukan pengawasan atas pelaksanaan pembukaan akses ke dan dari Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
BAB IV
STANDAR KUALITAS PENYELENGGARAAN
Pasal 7
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memenuhi standar kualitas Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Direktur Jenderal menetapkan standar kualitas Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan pertimbangan, termasuk namun tidak terbatas pada:
a. menjamin persaingan usaha yang sehat;
b. menjaga kinerja pelayanan; dan
c. melindungi kepentingan konsumen.
Pasal 8
Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi melakukan kerja sama dengan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya, materi muatan perjanjian tingkat layanan/Services Level Agreement (SLA) yang disepakati wajib mematuhi standar kualitas Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2
BAB V
KEGIATAN USAHA MELALUI INTERNET
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
- Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada Pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kegiatan usaha melalui internet sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
a. substitusi layanan Telekomunikasi;
b. platform layanan konten audio dan/atau visual; dan/atau
c. layanan substitusi program siaran dan layanan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
- Ketentuan mengenai kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikecualikan bagi Pelaku Usaha berupa pemilik dan/atau pengguna akun pada kanal media sosial, kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis kanal lainnya.
Bagian Kedua
Kriteria Kehadiran Signifikan Pelaku Usaha yang Menjalankan
Kegiatan Usaha Melalui Internet Kepada Pengguna
di Wilayah Indonesia
Pasal 10
- Kehadiran signifikan Pelaku Usaha yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 kepada Pengguna di wilayah Indonesia ditentukan dengan kriteria:
a. persentase trafik yang digunakan oleh Pelaku Usaha dimaksud lebih besar atau sama dengan 1% (satu persen) dari trafik domestik; dan/atau
b. Pengguna harian aktif di Indonesia dalam periode 3 (tiga) bulan lebih banyak atau sama dengan 1.000.000 (satu juta) Pengguna.
- Trafik domestik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan total trafik internet yang seluruh penyalurannya hanya berada di wilayah Indonesia.
- Informasi yang digunakan dalam penghitungan trafik domestik dan Pengguna harian aktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperoleh dari:
a. penyelenggara jasa multimedia Layanan Akses Internet (ISP); dan
b. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi bergerak seluler.
Bagian Ketiga
Kualitas Layanan dan Pengelolaan Trafik
Pasal 11
- Dalam memenuhi kualitas layanan kepada Penggunanya sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan/atau untuk kepentingan nasional, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat melakukan pengelolaan trafik.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melaporkan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan setelah melakukan pengelolaan trafik sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
- Menteri melakukan evaluasi atas laporan pengelolaan trafik sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Bagian Keempat
Penyediaan Layanan Internet of Things (IoT)
Pasal 12
- Penyediaan konektivitas untuk layanan Internet of Things (IoT) untuk berbagai keperluan dilakukan dengan terlebih dahulu memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi layanan sistem komunikasi data atau bekerja sama dengan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi layanan sistem komunikasi data.
- Konektivitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan oleh Pelaku Usaha yang menjalankan kegiatan usaha penyediaan layanan Internet of Things (IoT).
- Penyedia konektivitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menerapkan sistem pengalamatan (addressing) unik termasuk namun tidak terbatas pada:
a. menggunakan MSISDN lokal;
b. Device End User ID; atau
c. Nomor PI.
BAB VI
KERJA SAMA PELAKSANAAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL
LAUT TRANSMISI TELEKOMUNIKASI INTERNASIONAL
Pasal 13
- Penyediaan sarana transmisi Telekomunikasi internasional melalui SKKL dapat dilakukan oleh:
a. penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional; dan/atau
b. penyelenggara jaringan tetap tertutup.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib membangun stasiun kabel (cable landing station/CLS) dan/atau menyewa dari Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki stasiun kabel (cable landing station/CLS).
Pasal 14
Badan usaha asing yang akan menyediakan sarana transmisi Telekomunikasi internasional melalui SKKL secara langsung ke Indonesia wajib bekerjasama dengan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
Pasal 15
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang bermaksud bekerja sama dengan badan usaha asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menyatakan kesanggupan untuk bertanggung jawab memenuhi seluruh kewajiban yang dikenakan pada SKKL transmisi Telekomunikasi internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. merupakan penyelenggara SKKL yang telah aktif beroperasi selama paling singkat 5 (lima) tahun dan telah mencapai 100% (seratus persen) komitmen pembangunan 5 (lima) tahun pertama;
c. merupakan anggota dari konsorsium pembangunan SKKL transmisi Telekomunikasi internasional dimaksud dan melakukan investasi kabel laut paling sedikit 5% (lima persen) dari total investasi konsorsium dalam penyediaan seluruh SKKL internasional di wilayah Indonesia;
d. memiliki hak dan kewenangan penuh sebagai pengendali dalam pengambilan keputusan terhadap kesisteman kabel laut yang berada di wilayah Indonesia yang tertuang dalam perjanjian kerja sama konsorsium;
e. tidak memiliki kewajiban penerimaan negara bukan pajak yang terhutang kepada Kementerian;
f. memiliki konfirmasi status wajib pajak dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
g. memiliki kendali dan melakukan operasional jaringan SKKL internasional yang landing di Indonesia;
h. melaporkan SKKL internasional sebagai bagian dari komitmen pembangunan sebelum instalasi SKKL dimulai;
i. membangun stasiun kabel dan/atau menyewa dari Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki stasiun kabel di lokasi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. mengikuti koridor alur kabel bawah laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. mengikuti aturan penggelaran SKKL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. memiliki hak pengawasan dan pengelolaan sepenuhnya terhadap trafik yang dikirimkan dan diterima di stasiun kabel;
m. menyediakan fasilitas bagi pemerintah untuk melakukan lawful interception; dan
j. memperhatikan ketersediaan redundancy Jaringan Telekomunikasi rute internasional.
- Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan setelah dipenuhinya unsur-unsur sebagai berikut:
a. keamanan dan kerahasiaan informasi;
b. pelindungan data pribadi;
c. persaingan usaha yang sehat;
d. kepentingan negara dan masyarakat;
e. pertahanan dan keamanan negara; dan
f. efisiensi sarana transmisi Telekomunikasi internasional secara nasional.
- Pemenuhan unsur-unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dibuktikan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi melalui surat pernyataan (undertaking letter).
Pasal 16
- Permohonan hak labuh SKKL transmisi Telekomunikasi internasional oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan kepada Menteri dengan persyaratan sebagai berikut:
a. salinan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Tetap tertutup SKKL;
b. salinan perjanjian kerja sama penyediaan sarana transmisi Telekomunikasi internasional melalui SKKL dengan badan usaha asing; dan
c. surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
- Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b memuat paling sedikit:
a. mitra kerja sama;
b. nomor dan tanggal perjanjian kerja sama;
c. bentuk kerja sama;
d. periode kerja sama;
e. topologi jaringan SKKL Internasional;
f. landing point, cable landing station dan rute/jalur penggelaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. jumlah kapasitas jaringan yang disediakan baik jumlah core maupun kapasitas jaringan.
Pasal 17
- Menteri mempertimbangkan efisiensi penyediaan sarana transmisi Telekomunikasi internasional secara nasional sebelum menetapkan Hak Labuh.
- Dalam proses pelaksanaan evaluasi rencana kerja sama dan pemberian Hak Labuh, Menteri dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
- Setelah kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 terpenuhi, Menteri menetapkan Hak Labuh.
- Hak Labuh sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dicabut dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 atau Pasal 15 ayat 2 tidak terpenuhi.
Pasal 18
- Keterhubungan antara sarana transmisi Telekomunikasi internasional melalui SKKL dengan jaringan domestik dilakukan pada Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) di lokasi yang sepenuhnya dikuasai oleh Penyelenggara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 wajib menyampaikan laporan setiap tahun kepada Menteri mengenai operasional SKKL transmisi Telekomunikasi internasional yang paling sedikit memuat:
a. trafik;
b. Pelanggan;
c. utilitas jaringan; dan
d. tarif ke Pelanggan.
- Laporan tahunan yang disampaikan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dievaluasi oleh Direktur Jenderal.
Pasal 19
- Dalam hal kerja sama akan berakhir dengan mitra kerja sama eksisting dan tidak diperpanjang lagi, badan usaha asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib mencari mitra kerja sama lain berupa Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dalam Pasal 13 ayat 1.
- Pada saat kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berakhir, badan usaha asing dilarang melakukan kegiatan usaha SKKL transmisi sambungan internasional.
- Dalam hal tidak bekerja sama dengan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lain dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2, badan usaha asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib menyerahkan aset SKKL yang terdapat di Indonesia kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
BAB VII
KERJA SAMA DAN FASILITASI
INFRASTRUKTUR TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Penyediaan dan Pemanfaatan Infrastruktur Pasif
Pasal 20
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam menyelenggarakan Jaringan Telekomunikasi dapat bekerja sama dengan penyedia infrastruktur pasif.
- Infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. gorong-gorong (duct);
b. menara;
c. tiang;
d. lubang kabel (manhole/handhole); dan/atau
e. infrastruktur pasif lainnya.
- Penyedia infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
b. badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik swasta; dan/atau
d. badan hukum atau pihak lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
- Penyedia infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat saling bekerja sama dalam menyediakan infrastruktur pasif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif dilakukan secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.
Pasal 22
Kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis dan berisi paling sedikit:
- hak dan kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi dan penyedia infrastruktur pasif;
- tarif pemanfaatan infrastruktur pasif;
- penggunaan kapasitas infrastruktur pasif;
- masa berlaku kerja sama; dan
- penyelesaian perselisiha
Pasal 23
- Penyedia infrastruktur pasif yang menyediakan infrastruktur pasif untuk keperluan Telekomunikasi, wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif kepada Penyelenggara Telekomunikasi.
- Kewajiban penyedia infrasruktur pasif untuk membuka akses sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada Penyelenggara Telekomunikasi untuk menggunakan bersama infrastruktur pasif sesuai dengan kapasitas dan kemampuan teknis infrastruktur pasif.
- Penyedia infrastruktur pasif wajib menginformasikan ketersediaan kapasitas infrastruktur pasif secara transparan dan non-diskriminatif.
Pasal 24
- Penyedia infrastruktur pasif dapat tidak membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif kepada Penyelenggara Telekomunikasi, dalam hal:
a. kapasitas tidak tersedia karena sudah terisi;
b. dicadangkan (reserved) untuk layanan bagi kepentingan umum yang lebih besar; dan/atau
c. pembukaan akses tidak layak secara teknis.
- Dalam hal penyedia infrastruktur pasif tidak membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyedia infrastruktur pasif dimaksud memberikan alasan penolakan secara tertulis kepada Penyelenggara Telekomunikasi.
Pasal 25
- Kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif harus menjamin kesinambungan kualitas layanan.
- Untuk menjamin kesinambungan kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif harus memperhatikan spesifikasi teknis infrastruktur pasif.
- Dalam hal terjadi permasalahan dalam kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif, Penyelenggara Telekomunikasi dan penyedia infrastruktur pasif menyelesaikan permasalahan dengan tetap mengutamakan kesinambungan layanan kepada Pengguna sesuai kualitas yang diharapkan dan kepentingan masyarakat.
Pasal 26
Dalam hal pada suatu lokasi telah tersedia infrastruktur pasif, Penyelenggara Telekomunikasi dapat memanfaatkan infrastruktur pasif dimaksud sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan kapasitas, dan kemampuan teknis infrastruktur pasif.
Pasal 27
- Penggunaan bersama infrastruktur pasif oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan.
- Dalam hal penggunaan bersama infrastruktur pasif menimbulkan gangguan yang merugikan, Penyelenggara Telekomunikasi yang melakukan penggunaan bersama infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyelesaikan gangguan yang merugikan secara berkoordinasi.
Bagian Kedua
Tarif Pemanfaatan Infrastruktur Pasif
Pasal 28
- Tarif pemanfaatan infrastruktur pasif merupakan sejumlah biaya yang dibebankan penyedia infrastruktur pasif kepada Penyelenggara Telekomunikasi sesuai dengan kerja sama yang disepakati.
- Tarif pemanfaatan infrastruktur pasif ditetapkan oleh penyedia infrastruktur pasif dengan harga yang wajar dan berbasis biaya.
- Harga yang wajar dan berbasis biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 termasuk namun tidak terbatas pada mempertimbangkan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan keuntungan yang wajar.
- Dalam hal diperlukan oleh Penyelenggara Telekomunikasi yang memanfaatkan infrastruktur pasif, penyedia infrastruktur pasif harus menyediakan perhitungan harga pemanfaatan infrastruktur pasif yang wajar dan berbasis biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Pasal 29
Penyedia infrastruktur pasif harus mempublikasikan dan memberikan informasi tarif harga pemanfaatan infrastruktur pasif secara transparan dan non-diskriminatif.
Pasal 30
- Tarif pemanfaatan infrastruktur pasif yang wajar dan berbasis biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. kondisi pasar;
b. efisiensi nasional;
c. dampak positif keekonomian; dan
d. kepentingan masyarakat.
- Kondisi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan ulasan pasar yang menjelaskan termasuk namun tidak terbatas produk pasar yang bersangkutan, substitusi dari produk pasar yang bersangkutan, struktur pasar, analisa permintaan dan penawaran (supply and demand) infrastruktur pasif, dan konsentrasi pasar.
- Efisiensi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b termasuk namun tidak terbatas utilisasi dan kebutuhan infrastruktur pasif ke depannya.
- Dampak positif keekonomian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c termasuk termasuk namun tidak terbatas manfaat penggunaan bersama infrastruktur pasif.
- Kepentingan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d termasuk namun tidak terbatas keberlanjutan layanan terhadap Pelanggan dan tarif yang terjangkau.
- Pertimbangan terhadap efisiensi nasional, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 dilakukan setelah adanya pertimbangan kondisi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Pasal 31
- Dalam hal tarif pemanfaatan infrastruktur pasif tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 30, Menteri dapat menetapkan tarif batas atas harga pemanfaatan infrastruktur pasif
- Penetapan tarif batas atas pemanfaatan infrastruktur pasif oleh Menteri didahului dengan kajian biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 30 serta penilaian dampak terhadap masyarakat.
- Dalam hal Menteri menetapkan tarif batas atas pemanfaatan infrastruktur pasif, penyedia infrastruktur pasif dan Penyelenggara Telekomunikasi wajib memenuhi tarif batas atas dimaksud.
Pasal 32
Penetapan tarif batas atas pemanfaatan infrastruktur pasif dilakukan berdasarkan inisiatif Menteri dan/atau mempertimbangkan:
- laporan Penyelenggara Telekomunikasi;
- laporan penyedia infrastruktur pasif; dan/atau
- aduan masyaraka
Bagian Ketiga
Fasilitasi Infrastruktur Telekomunikasi
Pasal 33
- Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh Penyelenggara Telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa:
a. tanah;
b. bangunan; dan/atau
c. infrastruktur pasif Telekomunikasi.
- Pelaksanaan penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menggunakan:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada Penyelenggara Telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur Telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Fasilitasi dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. pemberian hak perlintasan (right of way) termasuk namun tidak terbatas pada melintasi bahu jalan, jalan, jalan tol, kawasan sepanjang rel kereta api, dan/atau kawasan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. akses terhadap gedung dan kawasan termasuk namun tidak terbatas pada instalasi akses Telekomunikasi ke gedung/bangunan (high rise building), kawasan bandara, kawasan pelabuhan, kawasan sepanjang rel kereta api, subway, kawasan bisnis/perkantoran, kawasan permukiman, dan kawasan khusus lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pungutan dan/atau retribusi berdasarkan biaya yang wajar dan menjamin kepastian berusaha termasuk namun tidak terbatas pada biaya perizinan dan sewa utilitas Telekomunikasi dengan harga yang wajar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. tarif sewa dan/atau penggunaan aset milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah termasuk namun tidak terbatas pada tarif sewa tanah, bangunan, dan infrastruktur pasif dengan harga yang wajar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
e. standardisasi teknis dan teknologi Telekomunikasi termasuk termasuk namun tidak terbatas pada standardisasi teknis dalam rangka interoperabilitas (interoperability).
- Dalam memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat 4, Pemerintah Daerah dan/atau instansi yang berwenang wajib berkoordinasi dengan Menteri.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Infrastruktur Aktif Bersama
Pasal 34
Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif di bidang Telekomunikasi dan/atau penyiaran dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada Penyelenggara Telekomunikasi berdasarkan kesepakatan melalui kerja sama para pihak dengan mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 35
1. Kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan dengan memperhatikan
- kesinambungan layanan;
- perlindungan konsumen;
- kualitas layanan;
- tarif;
- ketahanan jaringan (network resilience) di suatu wilayah; dan
- persaingan usaha yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 wajib dituangkan dalam perjanjian kerja sama yang memuat paling sedikit:
- desain dan perencanaan jaringan antar mitra serta proyeksi pertumbuhannya (growth) koordinasi operasional dan pemeliharaannya;
- periode kerja sama yang berkesinambungan (sustain);
- tanggung jawab masing-masing pihak/mitra kerja sama;
- tipe pemanfaatan infrastruktur aktif bersama dan syarat dan ketentuan (terms and condition); dan
- adanya amandemen kerja sama bila kemudian hari ada aksi korporasi termasuk akuisisi/ penggabungan/peleburan pada mitra kerja sama
3. Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilaporkan kepada Menteri dalam laporan penyelenggaraa
4. Dalam hal terjadi perselisihan antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri dapat melakukan mediasi berdasarkan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.
5. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, memiliki kendali atas pemanfaatan infrastruktur aktif yang dikerjasamakan sesuai ruang lingkup Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasiny
6. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak menghilangkan kewajiban Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam penyediaan layanan pada cakupan wilayah layanan (coverage) yang sudah ad
7. Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri memberikan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing teguran 7 (tujuh) Hari Kerj
8. Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 7 tidak ditindaklanjuti, Menteri dapat menghentikan pelaksanaan kerja sam
Pasal 36
Dalam hal kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35 membutuhkan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, selain memperhatikan ketentuan kerja sama pemanfaatan infrastruktur aktif bersama, wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
BAB VIII
PENYEWAAN DAN/ATAU PENGGUNAAN JARINGAN
TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat menyewakan Jaringan Telekomunikasinya kepada Penyelenggara Telekomunikasi lain dan non Penyelenggara Telekomunikasi.
- Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan kesepakatan secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.
- Selain penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Jaringan Telekomunikasi dapat digunakan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Penggunaan Jaringan Telekomunikasi oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berupa penggunaan Jaringan Telekomunikasinya untuk keperluan sendiri.
- Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan/atau penggunaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berupa kapasitas Jaringan Telekomunikasi dan/atau sistem jaringan sistem pendukung lainnya.
Pasal 38
- Ruang lingkup Sewa Jaringan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. jaringan tulang punggung (backbone); dan
b. jaringan penyalur (backhaul).
- Penyediaan layanan Sewa Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. jumlah kabel serat optik (core) dengan perangkat aktif Telekomunikasi;
b. jumlah kabel serat optik (core) tanpa perangkat aktif Telekomunikasi;
c. jumlah transponder;
d. jumlah panjang gelombang (lambda); atau
e. kapasitas lebar pita (bandwidth);
- Layanan Sewa Jaringan dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam menyediakan layanan Sewa Jaringan dapat menyelenggarakan Bundling layanan Sewa Jaringan dengan layanan lainnya, termasuk namun tidak terbatas pada Layanan Akses Internet (ISP), Layanan Gerbang Akses Internet (NAP), layanan jaringan akses, dan/atau layanan penyediaan menara Telekomunikasi.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam menyediakan layanan Sewa Jaringan dilarang hanya menerapkan Bundling layanan kepada Pelanggan Sewa Jaringan.
Bagian Kedua
Larangan Diskriminasi Sewa Jaringan
Pasal 39
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dilarang melakukan diskriminasi dalam penyediaan layanan Sewa Jaringan.
- Larangan diskriminasi dalam penyediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. tarif layanan Sewa Jaringan;
b. antrian dan prosedur;
c. waktu penyediaan layanan;
d. kualitas layanan Sewa Jaringan; dan
e. jangka waktu layanan Sewa Jaringan.
Bagian Ketiga
Publikasi Sewa Jaringan
Pasal 40
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib mempublikasikan informasi penawaran Sewa Jaringan secara benar, jelas, tidak menyesatkan, dan transparan yang paling sedikit meliputi:
a. jenis layanan Sewa Jaringan;
b. besaran Tarif Sewa Jaringan;
c. kualitas layanan;
d. prosedur penyediaan layanan;
e. area layanan; dan
f. korespondensi untuk informasi.
- Publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit melalui situs web (website) resmi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan memperhatikan etika dalam beriklan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Penyampaian Laporan
Pasal 41
- Setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menyediakan layanan Sewa Jaringan wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit meliputi:
a. cakupan dan topologi jaringan;
b. besaran Tarif Sewa Jaringan;
c. kapasitas yang terpasang dan kapasitas yang terpakai; dan
d. data untuk perhitungan tarif Sewa Jaringan.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan setiap 1 (satu) tahun paling lambat tanggal 30 April.
- Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 42
- Dalam rangka pelindungan konsumen, menjaga persaingan usaha yang sehat, dan menjamin keberlangsungan layanan kepada masyarakat, Direktur Jenderal melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaran layanan Sewa Jaringan oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
- Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan layanan Sewa Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas berdasarkan:
a. laporan dan/atau pengaduan dari Penyelenggara Telekomunikasi lain;
b. laporan dan/atau pengaduan dari Pelanggan Sewa Jaringan;
c. laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat; dan/atau
d. inisiatif Direktur Jenderal berdasarkan hasil evaluasi atas pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
- Direktur Jenderal mengevaluasi laporan dan/atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, huruf b, dan huruf c.
- Tata cara pelaporan, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelima
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 43
Dalam pelaksanaan layanan Sewa Jaringan, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Pelanggan Sewa Jaringan dapat meminta Mediasi melalui Direktur Jenderal termasuk namun tidak terbatas dalam hal tidak tercapai kesepakatan atau terjadi perselisihan.
Pasal 44
Pengajuan permintaan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Sewa Jaringan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX
TARIF PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN/ATAU
JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 45
- Tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
- Ketentuan tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak termasuk tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk wilayah pelayanan universal Telekomunikasi yang menggunakan dana Kontribusi KPU/USO.
Pasal 46
Susunan tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas jenis dan struktur tarif.
Pasal 47
Susunan tarif, formula tarif, dan skema pembayaran tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilaksanakan secara akuntabel.
Pasal 48
Penyelenggara Telekomunikasi dilarang melakukan penerapan tarif yang mengganggu perlindungan konsumen, persaingan usaha yang sehat, dan/atau keberlangsungan layanan kepada masyarakat.
Pasal 49
Besaran tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi ditetapkan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50
Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.
Pasal 51
- Penetapan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 didahului dengan pelaksanaan evaluasi oleh Menteri termasuk namun tidak terbatas pada ulasan pasar, kajian biaya, penilaian dampak terhadap masyarakat, kinerja keuangan perusahaan, dan keberlangsungan layanan Telekomunikasi.
- Pelaksanaan evaluasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan:
a. laporan dari masyarakat;
b. laporan dari Penyelenggara Telekomunikasi; dan/atau
c. inisiatif Menteri.
Pasal 52
- Dalam hal berdasarkan evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ditemukenali terjadi penerapan tarif yang mengganggu kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat, Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah.
- Penetapan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dievaluasi paling sedikit setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Bagian Kedua
Tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 53
Jenis tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi terdiri atas:
- Tarif Sewa Jaringan; dan
- Biaya Interkoneks
Pasal 54
Struktur Tarif Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdiri atas:
- tarif aktivasi; dan/atau
- tarif pemakaia
Pasal 55
- Tarif aktivasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a merupakan tarif yang dibebankan kepada Pelanggan Sewa Jaringan untuk menyediakan akses dan mengaktifkan sambungan layanan Sewa Jaringan yang besarnya ditentukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi berdasarkan biaya saat ini (current cost).
- Tarif pemakaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b merupakan tarif yang dibebankan kepada Pelanggan Sewa Jaringan atas pemakaian layanan Sewa Jaringan.
Bagian Ketiga
Formula Tarif Sewa jaringan
Pasal 56
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi menetapkan besaran tarif pemakaian Sewa Jaringan dengan struktur tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berdasarkan formula perhitungan tarif Sewa Jaringan.
- Formula perhitungan tarif pemakaian Sewa Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, yaitu:
Tarif Pemakaian = biaya pokok penyediaan layanan + biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan + keuntungan
- Komponen biaya pokok penyediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan biaya yang dihitung untuk keperluan penyediaan layanan Sewa Jaringan.
- Komponen biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan biaya untuk mendukung penyediaan layanan Sewa Jaringan, termasuk namun tidak terbatas pada biaya penjualan dan pemasaran.
- Komponen keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
- Tata cara perhitungan tarif pemakaian layanan Sewa Jaringan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 57
Dalam rangka perlindungan konsumen, menjaga persaingan usaha yang sehat, dan menjamin keberlangsungan layanan kepada masyarakat, Direktur Jenderal melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan besaran tarif oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
Pasal 58
- Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam
a. laporan dan/atau pengaduan dari Penyelenggara lain;
b. laporan dan/atau pengaduan dari Pelanggan Sewa Jaringan;
c. laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat; dan/atau
d. Direktur Jenderal berdasarkan hasil evaluasi atas pelaporan penerapan besaran tarif.
- Tata cara pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Pasal 59
Jenis tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi terdiri atas:
- tarif jasa teleponi dasar;
- tarif jasa nilai tambah teleponi; dan
- tarif jasa multimedi
Pasal 60
- Tarif jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam Teleponi Dasar yang terdiri atas:
a. fitur utama, yaitu teleponi, faksimile, pesan pendek (short message service/SMS), dan/atau pesan multimedia (multimedia messaging service/MMS); dan
b. fitur tambahan, yaitu termasuk namun tidak terbatas pada Rich Communication Services (RCS).
- Tarif jasa nilai tambah teleponi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b berupa tarif atas Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi termasuk namun tidak terbatas pada Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) dan layanan panggilan premium.
- Tarif jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Multimedia termasuk namun tidak terbatas pada Layanan Akses Internet (ISP) dan Layanan Gerbang Akses Internet (NAP).
- Akses Jasa Teleponi Dasar dan Layanan Akses Internet (ISP) yang melalui Jaringan Bergerak Seluler saat berada di luar tempat asal Pelanggan tersebut tercatat dapat dikenakan tarif Layanan Jelajah.
Pasal 61
- Tarif jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam
a. tarif On-net; dan
b. tarif Off-net.
- Tarif On-net sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan tarif yang dikenakan kepada Pelanggan untuk melakukan Panggilan On-Net.
- Tarif Off-net sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan tarif yang dikenakan kepada Pelanggan untuk melakukan Panggilan Off-Net.
Pasal 62
- Tarif Layanan Jelajah sebagaimana dimaksud dalam
a. tarif Layanan Jelajah nasional; dan
b. tarif Layanan Jelajah internasional.
- Tarif Layanan Jelajah sebagaimana dimaksud dalam Penyelenggara Jasa Telekomunikasi kepada Pelanggan untuk setiap penggunaan Layanan Jelajah yang berhasil.
- Tarif Layanan Jelajah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi kepada Pelanggan untuk setiap penggunaan Layanan Jelajah.
- Pengenaan tarif Layanan Jelajah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat digabung atau dipisah dengan tarif penggunaan Jasa Telekomunikasi.
Pasal 63
Struktur tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi terdiri atas:
- tarif aktivasi;
- tarif berlangganan bulanan; dan
- tarif penggunaa
Pasal 64
- Tarif aktivasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf a merupakan tarif yang dikenakan hanya 1 (satu) kali kepada Pelanggan untuk mengaktifkan akses Jasa Telekomunikasi termasuk namun tidak terbatas pada biaya instalasi perangkat.
- Tarif aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk layanan jasa teleponi dasar dan/atau Layanan Akses Internet (ISP) yang disalurkan melalui jaringan bergerak seluler merupakan tarif untuk mengaktifkan Kartu Perdana.
- Tarif aktivasi layanan jasa teleponi dasar dan/atau Layanan Akses Internet (ISP) yang disalurkan melalui jaringan bergerak seluler sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sudah termasuk dalam harga Kartu Perdana.
- Harga Kartu Perdana sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas komponen:
a. biaya produksi Kartu Perdana;
b. biaya distribusi;
c. biaya Registrasi;
d. tarif aktivasi Kartu Perdana; dan
e. pajak.
Pasal 65
- Tarif berlangganan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf b merupakan tarif yang dibebankan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi kepada Pelanggan untuk berlangganan Jasa Telekomunikasi setiap bulan.
- Tarif berlangganan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. biaya billing operations;
b. biaya customer care operation;
c. biaya collections; dan
d. biaya jaringan akses Pelanggan sampai dengan Distribution Point (DP) untuk jaringan tetap lokal berbasis kabel tembaga.
Pasal 66
Tarif penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf c merupakan tarif yang dibebankan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi kepada Pelanggan atas penggunaan Jasa Telekomunikasi.
Pasal 67
Formula perhitungan tarif penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 per satuan unit untuk masing- masing layanan yaitu: Tarif Penggunaan = biaya pokok penyediaan layanan + biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan + keuntungan
Pasal 68
- Komponen biaya pokok penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 merupakan biaya yang dihitung untuk keperluan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
- Komponen biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 merupakan biaya untuk mendukung Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, termasuk namun tidak terbatas pada biaya penjualan dan pemasaran.
- Komponen keuntungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ditetapkan oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
Bagian Kelima
Perhitungan Tarif Penggunaan
Pasal 69
Komponen biaya pokok penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 1 untuk layanan jasa teleponi dasar yang disalurkan melalui jaringan bergerak seluler, jaringan bergerak teresterial radio trunking, jaringan bergerak satelit, dan jaringan tetap berbasis circuit switched merupakan biaya elemen jaringan yang dihitung oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
Pasal 70
Komponen biaya pokok penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 1 untuk layanan jasa nilai tambah teleponi merupakan biaya penyediaan dan pengoperasian perangkat untuk penyelenggaraan layanan jasa nilai tambah teleponi yang dihitung oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
Pasal 71
Komponen biaya pokok penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 1 untuk layanan jasa multimedia merupakan biaya penyediaan elemen jaringan untuk penyelenggaraan layanan jasa multimedia yang dihitung oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
Pasal 72
- Komponen biaya pokok penyediaan layanan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 khususnya untuk penyediaan Layanan Akses Internet (ISP) yang disalurkan melalui jaringan bergerak seluler, jaringan bergerak satelit, dan/atau jaringan tetap berbasis circuit switched merupakan biaya penyediaan dan pengoperasian perangkat untuk penyelenggaraan Layanan Akses Internet (ISP).
- Komponen biaya elemen jaringan untuk penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sudah termasuk biaya sewa bandwidth internet.
Pasal 73
Tata cara perhitungan tarif penggunaan Jasa Telekomunikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keenam
Skema Pembayaran
Pasal 74
- Skema pembayaran tarif Jasa Telekomunikasi yang dikenakan kepada Pelanggan terdiri atas:
a. Pascabayar; dan
b. Prabayar.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memberitahukan kepada Pelanggan Prabayar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dalam hal Deposit Prabayar memiliki batas waktu pemakaian beserta syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Dalam hal kartu Prabayar Pelanggan masih memiliki sisa Deposit Prabayar dan Pelanggan bermaksud menonaktifkan kartu Prabayar, Pelanggan dalam jangka waktu tertentu memiliki hak untuk memindahkan sisa deposit tersebut ke nomor Prabayar lainnya dalam Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang sama sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku di masing-masing Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
Bagian Ketujuh
De-Averaging dan Bundling
Pasal 75
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat melakukan De- averaging untuk tarif penggunaan jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi, dan/atau jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
- De-Averaging tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan:
a. time band;
b. lokasi geografis; dan/atau
c. segmentasi produk.
- De-Averaging tarif penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya berlaku untuk layanan yang sama.
Pasal 76
- Penyelenggara jaringan bergerak seluler, jaringan bergerak satelit, dan/atau jaringan tetap berbasis circuit switched dapat melakukan sistem penarifan Bundling dan/atau paket terhadap tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
- Sistem penarifan Bundling dan/atau paket sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pembebanan tarif penggunaan oleh Penyelenggara kepada Pelanggan dengan menggabungkan beberapa jenis tarif penggunaan layanan berbeda dan/atau 1 (satu) jenis layanan dalam volume dan/atau waktu tertentu ke dalam 1 (satu) jenis tarif.
Pasal 77
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat melakukan Bundling Jasa Telekomunikasi dengan Kartu Perdana.
- Penerapan Bundling dengan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
a. Bundling Kartu Perdana dengan satu jenis Jasa Telekomunikasi; dan/atau
b. Bundling Kartu Perdana dengan Bundling beberapa Jasa Telekomunikasi.
- Penerapan sistem penarifan Bundling sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a harus memperhatikan prinsip bahwa harga kartu ditambah dengan tarif penggunaan jasa yang digabung tidak boleh dibawah penjumlahan biaya produksi kartu dan tarif penggunaan jasa yang digabung.
- Penerapan sistem penarifan Bundling sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b harus memperhatikan prinsip bahwa harga kartu ditambah dengan tarif Bundling layanan tidak boleh dibawah penjumlahan biaya produksi kartunya dan tarif Bundling layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76.
Bagian Kedelapan
Tarif Promosi
Pasal 78
- Tarif promosi merupakan tarif yang ditetapkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi pada periode promosi yang berbatas waktu.
- Untuk tarif promosi yang besarannya lebih rendah dari biaya pokok layanan diterapkan dalam batas waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
- Besaran tarif promosi ditetapkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dengan kewajiban menjamin kualitas layanan.
- Tarif promosi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diterapkan berdasarkan:
a. area layanan masing-masing Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
b. time band;
c. jenis produk layanan; dan/atau
d. segmentasi Pelanggan.
- Tarif yang diterapkan di luar tarif promosi merupakan tarif reguler.
Bagian Kesembilan
Sosialisasi Tarif
Pasal 79
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mensosialisasikan setiap skema tarif kepada Pelanggan secara benar, jelas, tidak menyesatkan, dan transparan yang paling sedikit meliputi:
a. jenis Produk Layanan;
b. besaran tarif;
c. area layanan;
d. waktu pemberlakuan tarif; dan
e. korespondensi untuk informasi.
- Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan menggunakan media cetak dan/atau elektronik dengan memperhatikan etika dalam beriklan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 80
Penyelenggara jasa nilai tambah teleponi untuk Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) wajib menyampaikan kepada Pelanggan Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) untuk menginformasikan besaran tarif Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) kepada masyarakat.
Bagian Kesepuluh
Notifikasi Penggunaan Layanan Akses Internet
Pasal 81
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyediakan Layanan Akses Internet (ISP) dengan batasan penggunaan tertentu wajib memberikan notifikasi yang tidak dikenai biaya kepada Pelanggan Layanan Akses Internet (ISP) melalui pesan pendek (short message service/SMS) atau media lainnya.
- Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:
a. peringatan penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) dengan tarif reguler;
b. peringatan penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) dalam hal penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) mendekati batasan penggunaan yang ditetapkan; dan
c. peringatan penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) dalam hal penggunaan Layanan Akses Internet (ISP) mencapai batasan penggunaan yang ditetapkan.
- Batasan penggunaan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 merupakan batasan penggunaan berdasarkan Layanan Akses Internet (ISP) yang telah dipilih oleh Pelanggan.
Pasal 82
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyediakan Layanan Akses Internet (ISP) wajib memberikan pilihan kepada Pelanggan Layanan Akses Internet (ISP) untuk melanjutkan atau menghentikan penggunaan layanan setelah pemakaian mencapai batasan penggunaan.
- Batasan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi periode dan/atau volume Layanan Akses Internet (ISP) yang telah dipilih Pelanggan.
- Dalam hal Pelanggan memilih penggunaan layanan secara berkelanjutan maka kewajiban sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat tidak diberlakukan.
Bagian Kesebelas
Penerapan Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Pasal 83
- Dalam rangka perlindungan konsumen, menjaga persaingan usaha yang sehat, dan menjamin keberlangsungan layanan kepada masyarakat, Direktur Jenderal melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan besaran tarif oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan:
a. laporan dan/atau pengaduan dari Penyelenggara Jasa Telekomunikasi lain;
b. laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat; dan/atau
c. inisiatif Direktur Jenderal berdasarkan hasil evaluasi atas pelaporan penerapan besaran tarif.
- Tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan besaran tarif Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 84
Pelaporan dan/atau pengaduan dari Penyelenggara Jasa Telekomunikasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2 huruf a atau pelaporan dan/atau pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2 huruf b dievaluasi oleh Direktur Jenderal.
Pasal 85
- Pelaporan penerapan besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam 83 ayat 2 huruf c wajib disampaikan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi kepada Direktur Jenderal dan terdiri atas:
a. pelaporan biaya pokok penyediaan layanan dan biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan pada Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar dan jasa multimedia Layanan Akses Internet (ISP) yang disalurkan melalui jaringan bergerak seluler, jaringan bergerak satelit, dan/atau jaringan tetap berbasis circuit switched;
b. pelaporan biaya pokok penyediaan layanan dan biaya pendukung aktivitas penyediaan layanan pada Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar melalui jaringan bergerak terestrial radio trunking, jasa multimedia dan jasa nilai tambah teleponi;
c. pelaporan kinerja Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi triwulan untuk pengawasan dan pengendalian terhadap implementasi tarif layanan; dan
d. pelaporan penerapan skema tarif baru, perubahan tarif atau tarif promosi.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b paling lambat disampaikan setiap tanggal 30 September tahun berjalan.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c paling lambat disampaikan setiap 3 (tiga) bulan pada tanggal 31 Mei, 31 Agustus, dan 30 November tahun berjalan serta pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d disampaikan pada tanggal 15 setiap bulan.
Pasal 86
Tata cara pelaporan penerapan besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat 1 tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB X
INTERKONEKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 87
Ketentuan mengenai Interkoneksi diatur dengan tujuan:
- mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan efisien agar keberlangsungan layanan Telekomunikasi tetap terjaga dengan tetap memperhatikan standar kualitas penyelenggaraan; dan
- memberikan kepastian hukum bagi para Penyelenggara Telekomunikasi yang berinterkoneksi untuk mempersiapkan strategi dan infrastrukturnya dalam masa transisi sebagai langkah awal implementasi Interkoneksi berbasis protokol interne
Pasal 88
- Interkoneksi dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menyelenggarakan jasa teleponi dasar dapat melaksanakan Interkoneksi dengan teknologi berbasis protokol internet.
Bagian Kedua
Interkoneksi antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
Pasal 89
- Interkoneksi dilaksanakan dalam rangka memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa Telekomunikasi dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi untuk terhubung dengan Pengguna Jasa Telekomunikasi dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya.
- Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib disediakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat 1 berdasarkan permintaan dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya yang dilaksanakan secara transparan dan non-diskriminatif.
- Dalam pelaksanaan Interkoneksi, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib saling memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat layanan yang disepakati.
- Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan jasa teleponi dasar.
Pasal 90
- Dalam hal Interkoneksi disalurkan melalui jaringan milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan teknologi berbasis protokol internet sebagaimana dimaksud dalam teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai kesepakatan dan kesiapan Penyelenggara Telekomunikasi.
Pasal 91
- Dalam memberikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat 1, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat menyediakan Ketersambungan dengan perangkat milik Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Ketersambungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilaksanakan secara transparan dan non- diskriminatif.
- Biaya atas Ketersambungan sebagaimana dimaksud pada ayat
- dan ayat 2 ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Bagian Ketiga
Link Interkoneksi
Pasal 92
- Dalam memberikan jaminan terhadap kewajiban penyediaan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Akses dan lokasi Penyedia Akses disediakan oleh Pencari Akses dan/atau berdasarkan kesepakatan.
- Dalam hal Link Interkoneksi disediakan oleh Pencari Akses sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat disediakan dengan membangun sendiri atau menyewa dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lain termasuk dari Penyedia Akses.
- Link Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dimanfaatkan bersama oleh Pencari Akses dan Penyedia Akses.
Pasal 93
- Penambahan Link Interkoneksi dilakukan dalam hal:
a. utilisasi kapasitas Link Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 sudah mencapai nilai tertentu yang disepakati oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang saling berinterkoneksi; dan/atau
b. kebutuhan perencanaan Trafik Interkoneksi.
- Penambahan Link Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menjadi tanggung jawab Pencari Akses dan/atau Penyedia Akses berdasarkan komposisi Trafik Interkoneksi outgoing masing-masing atau berdasarkan hal-hal lain yang disepakati.
Bagian Keempat
Layanan Interkoneksi
Pasal 94
Jenis layanan Interkoneksi terdiri atas:
- Originasi;
- Transit; dan
- Terminas
Pasal 95
- Layanan Originasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf a terdiri atas:
a. Originasi Lokal;
b. Originasi Jarak Jauh; dan
c. Originasi Internasional.
- Layanan Transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf b terdiri atas:
a. Transit Lokal;
b. Transit Jarak Jauh; dan
c. Transit Internasional meliputi Transit dari dan ke Sentral Gerbang Internasional.
- Layanan Terminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf c terdiri atas:
a. Terminasi Lokal;
b. Terminasi Jarak Jauh; dan
c. Terminasi Internasional.
Pasal 96
- Layanan Originasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 1 dapat dilakukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagai berikut:
a. penyelenggara jaringan tetap lokal;
b. penyelenggara jaringan bergerak selular; atau
c. penyelenggara jaringan bergerak satelit.
- Layanan Transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 2 dapat dilakukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagai berikut:
a. penyelenggara jaringan tetap lokal; atau
b. penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh.
- Layanan Terminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 3 dapat dilakukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi sebagai berikut:
a. penyelenggara jaringan tetap lokal;
b. penyelenggara jaringan bergerak selular; atau
c. penyelenggara jaringan bergerak satelit.
Pasal 97
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang berinterkoneksi dapat melaksanakan Interkoneksi dengan cara:
a. langsung; dan/atau
b. menggunakan layanan Transit melalui Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya yang dipilih oleh Penyelenggara Asal.
- Layanan Transit melalui Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilaksanakan berdasarkan prinsip least cost routing yang merupakan pemilihan routing dengan biaya terendah, efektif, dan/atau efisien, dengan tetap memenuhi kualitas layanan.
Bagian Kelima
Posisi Dominan
Pasal 98
- Direktur Jenderal menetapkan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menyediakan layanan Interkoneksi dengan posisi dominan.
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih dari total pendapatan usaha seluruh Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi pada jasa teleponi dasar.
- Penetapan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara berkala.
- Dalam menetapkan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap laporan pendapatan usaha dari para Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
- Laporan pendapatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 4 wajib disampaikan setiap tahun kepada Direktur Jenderal.
Pasal 99
Dalam hal tidak terdapat Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih dari total pendapatan usaha seluruh Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dari jasa teleponi dasar, Direktur Jenderal menetapkan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang menguasai pangsa pendapatan usaha paling besar dari total pendapatan usaha seluruh Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dari jasa teleponi dasar, sebagai Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang diperlakukan sebagai Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan.
Bagian Keenam
Dokumen Penawaran Interkoneksi
Pasal 100
- Setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib mencantumkan dalam DPI setiap jenis layanan Interkoneksi yang disediakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94.
- Selain layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat mencantumkan layanan tambahan yang dapat diakses oleh Pengguna Jaringan Telekomunikasi dalam DPI.
- DPI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib disertai dengan skenario panggilan, letak Titik Interkoneksi (Point of Interconnection), Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi, Blok Penomoran, dan Biaya Interkoneksi.
Pasal 101
Tata cara perumusan DPI dilakukan berdasarkan petunjuk penyusunan DPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 102
- Jenis Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam
a. biaya Originasi;
b. biaya Transit; dan
c. biaya Terminasi.
- Biaya Originasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terdiri atas:
a. biaya Originasi Lokal;
b. biaya Originasi Jarak Jauh; dan
c. biaya Originasi Internasional.
- Biaya Transit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terdiri atas:
a. biaya Transit Lokal;
b. biaya Transit Jarak Jauh; dan
c. biaya Transit Internasional yang meliputi Transit dari atau ke sentral gerbang internasional.
- Biaya Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c terdiri atas:
a. biaya Terminasi Lokal;
b. biaya Terminasi Jarak Jauh; dan
c. biaya Terminasi Internasional.
Pasal 103
- Besaran Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat disesuaikan dengan nilai ekonomis.
- Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan besaran Biaya Interkoneksi yang disesuaikan termasuk namun tidak terbatas pada dengan kapasitas permintaan dan jumlah trafik yang dikomitmenkan oleh Penyelenggara Telekomunikasi yang meminta layanan Interkoneksi.
- Mekanisme penyesuaian besaran Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan nilai ekonomis harus dicantumkan dalam DPI.
Pasal 104
Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dibebankan oleh Penyelenggara Tujuan kepada Penyelenggara Asal yang mempunyai tanggung jawab atas Trafik Interkoneksi.
Pasal 105
- Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat 1 dibebankan oleh Penyelenggara Asal kepada Penyelenggara Tujuan, dalam hal tanggung jawab Trafik Interkoneksi berada pada Penyelenggara Tujuan.
- Tanggung jawab atas Trafik Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tanggung jawab:
a. kualitas layanan;
b. proses pembebanan dan penagihan tarif pungut; dan
c. piutang tarif pungut yang tidak tertagih.
- Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dan huruf c dilaksanakan oleh Penyelenggara Asal.
- Penyelenggara Asal mengenakan biaya tambahan atas pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama Interkoneksi.
- Besaran biaya tambahan atas pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilaksanakan secara transparan dan non-diskriminatif.
Pasal 106
Syarat dan ketentuan pembebanan dan penagihan Biaya Interkoneksi wajib dicantumkan dalam DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pembebanan dan penagihan Biaya Interkoneksi antar Penyelenggara Telekomunikasi dilakukan berdasarkan kesepakatan antar para Penyelenggara Telekomunikasi.
Pasal 108
- Setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang akan mengubah DPI wajib menyampaikan usulan perubahan DPI kepada Direktur Jenderal untuk dilakukan evaluasi.
- Perubahan DPI dibuat sesuai dengan Petunjuk Penyusunan Dokumen Penawaran Interkoneksi (P2DPI) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Usulan perubahan DPI dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal akan diberikan bukti penerimaan penyampaian usulan perubahan DPI paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja sejak usulan perubahan DPI diterima.
- Jika dalam waktu 3 (tiga) Hari Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Direktur Jenderal belum memberikan bukti penerimaan penyampaian usulan perubahan DPI, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi non dominan dapat mengimplementasikan DPI.
- Usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan akan dipublikasikan oleh Direktur Jenderal melalui situs web (website) resmi Kementerian dan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi terkait melalui situs web (website) resmi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi paling lambat 3 (tiga) Hari Kerja setelah mendapat bukti penerimaan penyampaian usulan perubahan DPI untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat yang akan digunakan sebagai salah satu pertimbangan evaluasi Direktur Jenderal.
- Usulan perubahan DPI dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi selain Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dapat dipublikasikan dan diimplementasikan setelah mendapat bukti penerimaan penyampaian usulan perubahan DPI dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
- Usulan perubahan DPI dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang memiliki 2 (dua) atau lebih Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang berbeda penyusunan usulan perubahan DPI dapat digabungkan.
Pasal 109
Evaluasi terhadap DPI milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi atas usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dan akan menyampaikan hasil evaluasi paling lambat 15 (lima belas) Hari Kerja setelah Direktur Jenderal mengeluarkan bukti penerimaan penyampaian usulan perubahan DPI;
- dalam hal hasil evaluasi tidak diberikan oleh Direktur Jenderal dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari Kerja, usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dianggap disetujui, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dapat mempublikasikan dan mengimplementasikan DPI Perubahan;
- dalam hal usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan disetujui berdasarkan keputusan hasil evaluasi Direktur Jenderal, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dapat mempublikasikan dan mengimplementasikan DPI Perubahan;
- dalam hal usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan ditolak berdasarkan keputusan hasil evaluasi Direktur Jenderal, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan wajib melakukan perbaikan atas usulan perubahan DPI sebagaimana hasil evaluasi Direktur Jenderal;
- perbaikan usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilaksanakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dimaksud paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah keputusan hasil evaluasi Direktur Jenderal diterbitkan;
- persetujuan atau penolakan oleh Direktur Jenderal terhadap perbaikan atas usulan perubahan DPI diberikan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan perubahan DPI hasil perbaikan;
- dalam hal perbaikan usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada huruf d disetujui, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan dapat mempublikasikan dan mengimplementasikan DPI Perubahan;
- dalam hal perbaikan usulan perubahan DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada huruf d ditolak dan/atau Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan tidak menyampaikan DPI perbaikan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jenderal menetapkan DPI Perubahan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sesuai dengan hasil evaluasi Direktur Jenderal; dan
- dalam hal Direktur Jenderal menetapkan DPI perubahan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan sebagaimana dimaksud pada huruf f, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dengan posisi dominan wajib mempublikasikan dan mengimplementasikan DPI Perubaha
Bagian Ketujuh
Permintaan dan Jawaban Interkoneksi
Pasal 110
- Permintaan layanan Interkoneksi disusun oleh Pencari Akses dengan mengacu pada DPI Penyedia Akses.
- Pencari Akses dapat meminta informasi tambahan dalam menyusun permintaan layanan Interkoneksi kepada Penyedia Akses terkait dengan DPI Penyedia Akses, termasuk namun tidak terbatas pada kapasitas yang tersedia.
Pasal 111
Pencari Akses dalam mengajukan permintaan layanan Interkoneksi harus melampirkan kelengkapan persyaratan paling sedikit:
- nama penyelenggara dan nama direksi yang berwenang;
- Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi;
- jenis layanan Interkoneksi yang diminta;
- penjelasan bahwa layanan Interkoneksi yang diminta belum disediakan oleh Pencari Akses;
- penjelasan permintaan tambahan jenis dan kapasitas layanan Interkoneksi dalam hal permintaan layanan Interkoneksi yang diminta merupakan penambahan jenis dan kapasitas layanan Interkoneksi;
- lokasi geografis dan tingkat fungsional dari Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) yang dibutuhkan;
- alokasi Blok Penomoran pada Area Pembebanan (Area of Charge);
- rencana kerangka waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi kondisi dalam Jaringan Telekomunikasi; dan
- proyeksi ke depan (forecast) atas kebutuhan kapasitas Interkoneks
Pasal 112
- Penyedia Akses melakukan evaluasi terhadap kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Interkoneksi yang telah diterima.
- Dalam hal hasil evaluasi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disetujui, Penyedia Akses memproses permintaan layanan Interkoneksi.
- Dalam hal hasil evaluasi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak disetujui, Penyedia Akses berhak menolak permintaan layanan yang dituangkan dalam surat tertulis disertai dengan alasan penolakan.
- Bagi Pencari Akses yang statusnya telah ditolak, dapat mengajukan kembali permintaan layanan Interkoneksi dan akan diperlakukan sebagai suatu permintaan baru.
Pasal 113
- Dalam memproses permintaan layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat 2, Penyedia Akses wajib menggunakan sistem antrian berdasarkan hasil evaluasi kelengkapan persyaratan yang telah disetujui.
- Sistem antrian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus diinformasikan dalam DPI Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi.
Pasal 114
- Posisi antrian permintaan layanan Interkoneksi Pencari Akses wajib disampaikan oleh Penyedia Akses kepada Pencari Akses paling lambat 5 (lima) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya permintaan layanan Interkoneksi.
- Posisi antrian yang telah disampaikan kepada Pencari Akses tidak dapat diubah kecuali dengan persetujuan Pencari Akses.
Bagian Kedelapan
Evaluasi Permintaan Layanan Interkoneksi
Pasal 115
Penyedia Akses melakukan evaluasi atas permintaan layanan Interkoneksi dari Pencari Akses berdasarkan ketentuan dalam DPI Penyedia Akses dan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kesembilan
Jawaban Permintaan Interkoneksi
Pasal 116
- Penyedia Akses wajib menjawab permintaan layanan Interkoneksi yang telah memenuhi syarat.
- Jawaban permintaan layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus disampaikan oleh Penyedia Akses kepada Pencari Akses paling lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya permintaan layanan Interkoneksi.
- Dalam hal Penyedia Akses menyetujui permintaan layanan Interkoneksi Pencari Akses, Penyedia Akses memberikan jawaban yang paling sedikit memuat:
a. nama dan jabatan yang berwenang dari pihak Penyedia Akses;
b. kondisi teknis dan operasional yang meliputi termasuk namun tidak terbatas pada: 1. jaringan Pencari Akses harus sesuai dengan persyaratan teknis Penyedia Akses; 2. berbagai opsi yang berkaitan dengan Interkoneksi yang diminta; 3. indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan Interkoneksi; 4. daftar layanan Interkoneksi dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi untuk melakukan pemesanan suatu kapasitas Interkoneksi tertentu; 5. diagram yang merupakan ringkasan prosedur untuk membangun Interkoneksi, meliputi waktu dari setiap aktivitas dan acuan kepada tabel yang berisikan daftar setiap aktivitas; 6. rincian dari seluruh Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, kapasitas, dan spesifikasi lainnya; dan 7. rincian dari seluruh Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang meliputi jumlah, lokasi cakupan area geografis, alokasi Blok Penomoran pada Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi, dan informasi lainnya.
c. daftar dan biaya layanan Interkoneksi dan penjelasan cara memisahkan trafik untuk setiap layanan Interkoneksi pada Titik Interkoneksi (Point of Interconnection);
d. biaya langsung meliputi biaya pengadaan Link Interkoneksi, perubahan sistem pada Penyedia Akses, dan penggunaan sarana dan prasarana penunjang; dan
e. informasi pelaksanaan proses administrasi dalam penyediaan layanan Interkoneksi.
- Dalam hal Penyedia Akses tidak menyetujui permintaan layanan Interkoneksi Pencari Akses berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, Penyedia Akses dapat menolak permintaan layanan Interkoneksi.
Pasal 117
- Penyedia Akses dapat menolak permintaan layanan Interkoneksi yang disampaikan oleh Pencari Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 4 termasuk namun tidak terbatas pada kondisi sebagai berikut:
a. permintaan melebihi kapasitas Interkoneksi yang tersedia; dan/atau
b. permintaan kapasitas tidak realistis berdasarkan data historis dan data proyeksi kebutuhan kapasitas ke depan.
- Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menghapuskan kewajiban Penyedia Akses untuk melayani permintaan dan menyediakan Interkoneksi bagi Pencari Akses.
Pasal 118
Penolakan terhadap permintaan Layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 harus disampaikan oleh Penyedia Akses kepada Pencari Akses secara tertulis baik dalam bentuk dokumen fisik maupun dokumen elektronik disertai alasan penolakan.
Bagian Kesepuluh
Tanggapan atas Jawaban Permintaan
Layanan Interkoneksi
Pasal 119
- Pencari Akses wajib memberikan tanggapan atas jawaban permintaan layanan Interkoneksi yang disampaikan oleh Penyedia Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 3 paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya jawaban permintaan layanan Interkoneksi.
- Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi persetujuan Pencari Akses atas jawaban permintaan layanan Interkoneksi yang disampaikan oleh Penyedia Akses.
- Dalam hal Pencari Akses menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, maka akan dilanjutkan dengan proses negosiasi penyediaan layanan Interkoneksi yang hasilnya akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama Interkoneksi.
Pasal 120
- Dalam hal Pencari Akses tidak memberikan tanggapan atas jawaban permintaan layanan Interkoneksi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat 1, permintaan layanan Interkoneksi tersebut menjadi gugur.
- Apabila telah termasuk dalam kategori gugur maka Pencari Akses tersebut dapat mengajukan kembali permintaan layanan Interkoneksi dan akan diperlakukan sebagai permintaan baru.
Bagian Kesebelas
Negosiasi dan Kesepakatan Penyediaan
Layanan Interkoneksi
Pasal 121
- Berdasarkan jawaban permintaan layanan Interkoneksi yang diberikan Penyedia Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 3, Pencari Akses dapat mengajukan permohonan negosiasi kepada Penyedia Akses atas permintaan layanan Interkoneksi dan/atau akses terhadap FPI.
- Permohonan negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib ditindaklanjuti dengan negosiasi antara Penyedia Akses dan Pencari Akses.
- Negosiasi atas permintaan layanan Interkoneksi dan/atau akses terhadap FPI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib diselesaikan paling lambat 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya permohonan negosiasi oleh Penyedia Akses.
- Negosiasi atas akses terhadap FPI sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib dilakukan berdasarkan aturan pokok akses terhadap FPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 122
Berdasarkan hasil negosiasi sebagaimana dimaksud dalam
- kesepakatan Penyedia Akses dan Pencari Akses untuk berinterkoneksi wajib dituangkan dalam perjanjian kerja sama Interkoneksi antara kedua belah pihak; dan
- kesepakatan untuk akses terhadap FPI wajib dituangkan dalam perjanjian pokok akses terhadap FPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga
Bagian Keduabelas
Pemindahan Blok Penomoran
Pasal 123
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat memindahkan alokasi Blok Nomor pada suatu Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Blok Penomoran belum memiliki trafik; dan/atau
b. Blok Penomoran memiliki paling banyak 1% (satu persen) nomor aktif dari Blok Nomor dengan prefix lebih dari 5 (lima) digit.
- Pemindahan alokasi Blok Penomoran dilakukan melalui mekanisme pembuktian dan pemberitahuan kepada Penyelenggara Telekomunikasi lainnya paling singkat 180 (seratus delapan puluh) Hari sebelum diimplementasikan dan mendapat konfirmasi dari Penyelenggara Telekomunikasi lainnya.
Bagian Ketigabelas
Penyaluran Trafik
Pasal 124
Penyaluran Trafik Interkoneksi harus sesuai dengan layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Pasal 125
- Penyelenggara Telekomunikasi yang berinterkoneksi dilarang melakukan perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan identifikasi asal trafik tanpa hak dan tidak sah dengan tujuan mendapatkan perbedaan harga.
- Perubahan, penambahan, dan/atau pengurangan identifikasi asal trafik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempatbelas
Penyampaian Laporan
Pasal 126
- Penyelenggara Telekomunikasi yang telah menandatangani perjanjian kerja sama Interkoneksi dan perjanjian pokok akses terhadap FPI termasuk seluruh perjanjian perubahan/addendum, wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat:
a. daftar layanan Interkoneksi serta hak dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi;
b. besaran Biaya Interkoneksi yang disepakati;
c. rincian dari seluruh Titik Interkoneksi (Point of Interconnection) yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, kapasitas, serta spesifikasi lainnya;
d. rincian dari seluruh Area Pembebanan (Area of Charge) Interkoneksi yang meliputi jumlah, lokasi, dimensi, alokasi penomoran Pengguna serta spesifikasi lainnya; dan
e. masa berlaku perjanjian kerja sama Interkoneksi dan perjanjian pokok akses terhadap FPI.
- Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan untuk evaluasi oleh Direktur Jenderal.
Pasal 127
Format laporan perjanjian kerja sama Interkoneksi dan perjanjian pokok akses FPI sebagaimana dimaksud dalam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 128
- Dalam rangka pelindungan konsumen, menjaga persaingan usaha yang sehat, dan menjamin keberlangsungan layanan kepada masyarakat, Direktur Jenderal melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaran layanan Interkoneksi oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
- Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaran layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas berdasarkan:
a. laporan dan/atau pengaduan dari Penyelenggara Telekomunikasi lain;
b. laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat; dan/atau
c. inisiatif Direktur Jenderal berdasarkan hasil evaluasi atas pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126.
- Direktur Jenderal mengevaluasi laporan dan/atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, huruf b, dan huruf c.
- Tata cara pelaporan, pengawasan, dan pengendalian terhadap layanan Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kelimabelas
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 129
Penyedia Akses dan/atau Pencari Akses dapat meminta Mediasi termasuk namun tidak terbatas dalam hal:
- Pencari Akses keberatan atas penolakan permintaan layanan Interkoneksi;
- Penyedia Akses tidak menjawab permintaan layanan Interkoneksi dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari Kerja;
- negosiasi atas jawaban permintaan layanan layanan Interkoneksi dan/atau akses terhadap FPI tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya permohonan negosiasi oleh Penyedia Akses; atau
- perselisihan lainny
Pasal 130
Pengajuan permintaan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Interkoneksi melalui Direktur Jenderal sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB XI
FASILITASI PELAKSANAAN JUAL KEMBALI
JASA TELEKOMUNIKASI UNTUK MENINGKATKAN
AKSESIBILITAS LAYANAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 131
- Fasilitasi pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi untuk meningkatkan aksesibilitas layanan Telekomunikasi dilaksanakan dalam hal tidak tersedianya infrastruktur jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi pada suatu wilayah layanan, sehingga dibutuhkan upaya penyediaan dan/atau perluasan infrastruktur jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi yang dapat menjangkau masyarakat yang belum terjangkau layanan Telekomunikasi.
- Fasilitasi pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi untuk meningkatkan aksesibilitas layanan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi untuk membangun dan/atau menyediakan jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi di wilayah layanan tertentu yang belum tersedia Jaringan Telekomunikasi.
- Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:
a. penyediaan pendanaan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur jaringan dan/atau Jasa Telekomunikasi dengan menggunakan dana Kontribusi KPU/USO sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
b. pemberian hak bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi untuk membangun dan/atau menyediakan Jaringan Telekomunikasi yang hanya dapat digunakan sendiri oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dimaksud untuk menyelenggarakan Jasa Telekomunikasi; dan/atau
c. bentuk fasilitasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
PENOMORAN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Penomoran
Pasal 132
Untuk menunjang kegiatan usaha pada Penyelenggaraan Telekomunikasi ditetapkan sistem penomoran.
Pasal 133
- Sistem penomoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 meliputi:
a. Penomoran Telekomunikasi; dan
b. Nomor PI.
- Sistem penomoran dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penomoran Telekomunikasi
Pasal 134
- Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat 1 huruf a terdiri atas:
a. blok nomor;
b. National Destination Code (NDC);
c. Signalling Point Code (SPC);
d. International Signalling Point Code (ISPC);
e. Public Land Mobile Network Identity (PLMNID);
f. kode akses Intelligent Network (IN);
g. kode akses Sambungan Internasional (SI);
h. kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ);
i. kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP);
j. kode akses pusat panggilan informasi (call center);
k. kode akses konten pesan pendek premium (SMS premium);
l. kode akses panggilan terkelola (calling card);
m. kode akses pusat layanan masyarakat;
n. kode akses pesan singkat layanan masyarakat;
o. kode akses panggilan darurat;
p. Kode Akses pesan singkat layanan non konten; dan
q. Kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB).
Pasal 135
Kode akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf a sampai dengan huruf l mengacu pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi Nasional.
Pasal 136
Kode akses pusat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf m merupakan kode akses yang digunakan untuk mengakses pusat layanan masyarakat dan/atau pusat layanan Pelanggan, dengan ketentuan:
- pusat layanan masyarakat merupakan layanan informasi dari instansi pemerintah atau badan usaha milik negara tertentu yang diakses oleh masyarakat;
- pusat layanan pelanggan merupakan layanan informasi penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit switched, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan sambungan langsung jarak jauh, dan/atau penyelenggara jaringan sambungan langsung internasional yang diakses oleh Pelanggan;
- kode akses pusat layanan masyarakat menggunakan penomoran dengan format: 1. 1XY, dimana X ≠ 1; Y = 1-9, untuk X = 9, Y ≠ 9; dan 2. 199XY, dimana X, Y = 0-9;
- alokasi kode akses pusat layanan masyarakat diberikan per satu kode akses;
- untuk nomor-nomor pusat layanan Pelanggan penyelenggara jaringan bergerak seluler selain menggunakan format 1XY dan 199XY dapat juga menggunakan penomoran dengan format: 1. 20X, dimana X = 0 – 9; 2. 30X, dimana X = 0 – 9; 3. 333; 4. 555; 5. 777; 6. 8XY, dimana X = 0 – 9, dan Y = 0 - 9; dan 7. 999.
- Jenis-jenis layanan Pelanggan yang dapat menggunakan penomoran dengan format sebagaimana dimaksud pada huruf e terdiri atas: 1. pengaduan gangguan jaringan/layanan, kualitas layanan; 2. informasi status Pemakai layanan, tarif, tagihan, produk; dan/atau 3. aktivasi/deaktivasi layanan atau produk operato
-
- penomoran dengan format sebagaimana dimaksud pada huruf e hanya dapat dihubungi dalam jaringan penyelenggara seluler sendiri (on-net);
- penomoran dengan format sebagaimana dimaksud pada huruf e dapat digunakan oleh semua penyelenggara jaringan bergerak seluler tanpa penetapan dari Menteri;
- penyelenggara jaringan bergerak seluler yang menggunakan penomoran dengan format sebagaimana dimaksud pada huruf e harus melaporkan penggunaannya kepada Menteri dan mengumumkan penggunaannya kepada masyarakat secara terbuka;
- pengelolaan pusat layanan masyarakat dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain; dan
- pihak lain sebagaimana dimaksud pada huruf j merupakan Pelaku Usaha yang telah memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center).
Pasal 137
Kode akses pesan singkat layanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf n mengacu pada peraturan Menteri yang mengatur mengenai Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi Nasional.
Pasal 138
- Kode akses panggilan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf o merupakan kode akses yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan atau mendapatkan informasi terkait kedaruratan.
- Kode akses pelayanan darurat terdiri atas:
a. 110;
b. 112;
c. 113;
d. 115;
e. 117; dan
f. 119.
- Pengelolaan panggilan darurat dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
- Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan Pelaku Usaha yang telah memperoleh Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center).
Pasal 139
Kode akses pesan singkat layanan non konten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf p merupakan kode akses yang digunakan oleh Pelanggan atau nasabah untuk mengakses layanan yang diselenggarakan oleh suatu Badan Hukum, dengan ketentuan:
- kode akses pesan singkat layanan non konten ditetapkan kepada badan hukum;
- kode akses pesan singkat layanan non konten menggunakan penomoran dengan format 8ABCD; dan
- alokasi kode akses pesan singkat layanan non konten diberikan per satu kode akse
Pasal 140
Kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf q digunakan dengan ketentuan:
- digunakan untuk mengakses layanan Pelanggan pada penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
- digunakan untuk mengakses layanan konten pada penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
- digunakan untuk mengakses layanan informasi masyarakat pada kementerian/lembaga, badan usaha milik negara, dan badan hukum lain;
- kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) sebagaimana dimaksud pada huruf a menggunakan penomoran dengan format *8XY#.
- kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) sebagaimana dimaksud pada huruf b menggunakan penomoran dengan format: 1. *3XY#; 2. *5XY#; dan 3. *7XY#.
- kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) sebagaimana dimaksud pada huruf c menggunakan penomoran dengan format: 1. *1XY#; dan 2. *9XY#.
- penggunaan kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) untuk mengakses layanan Pelanggan pada penyelenggaraan jaringan bergerak seluler tidak perlu mendapatkan penetapan namun wajib dilaporkan penggunaannya dan diinformasikan kepada masyarakat secara terbuka; dan
- penggunaan kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) untuk mengakses layanan konten pada penyelenggaraan layanan bergerak seluler dan mengakses layanan informasi masyarakat pada kementerian/lembaga, badan usaha milik negara, dan badan hukum lain wajib mendapatkan penetapan dari Menter
Pasal 141
- Menteri dapat menetapkan:
a. perubahan jenis, format, dan/atau peruntukan Penomoran Telekomunikasi; dan/atau
b. Penomoran Telekomunikasi lainnya, yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini dengan Keputusan Menteri.
- Perubahan jenis, format, dan/atau peruntukan Penomoran Telekomunikasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. usulan Penyelenggara Telekomunikasi;
b. tidak mengganggu layanan Telekomunikasi;
c. optimalisasi penggunaan penomoran;
d. kebutuhan industri; dan/atau
e. kebutuhan masyarakat.
- Penetapan Penomoran Telekomunikasi lainnya yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. perkembangan teknologi;
b. praktek yang diterapkan di negara lain;
c. rekomendasi lembaga standar internasional;
d. kebutuhan industri; dan/atau
e. kebutuhan masyarakat.
Bagian Ketiga
Penomoran Protokol Internet
Pasal 142
- Nomor PI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat 1 huruf b terdiri atas:
a. Alamat Protokol Internet (internet protocol address);
b. Nomor Sistem Otonom (Autonomous System Number); dan
c. Nomor PI lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
- Penetapan Nomor PI dapat diberikan kepada:
a. instansi pemerintah; dan
b. badan hukum.
- Pengelolaan Nomor PI diselenggarakan dengan prinsip non-diskriminatif, transparan, dan akuntabel.
- Pengelolaan Nomor PI sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat diselenggarakan oleh:
a. instansi pemerintah; dan/atau
b. badan hukum.
- Ketentuan mengenai badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b mengacu pada Peraturan Menteri mengenai Pengelolaan Nomor PI.
Bagian Keempat
Penetapan Penomoran Telekomunikasi
Pasal 143
- Permohonan penetapan Penomoran Telekomunikasi terdiri atas:
a. permohonan baru penetapan Penomoran Telekomunikasi;
b. permohonan tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi; dan
c. permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi.
- Permohonan penetapan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diajukan oleh:
a. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi;
b. Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
c. instansi pemerintah;
d. badan usaha milik negara; atau
e. badan hukum
- Penetapan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan dengan memperhatikan:
a. ketersedian alokasi penomoran; dan
b. proses yang cepat, transparan, adil dan non- diskriminatif.
Pasal 144
- Permohonan baru penetapan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 1 huruf a diajukan dalam hal:
a. kebutuhan penomoran dalam memperoleh Perizinan Berusaha baru berupa Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi baru;
b. memperoleh Perizinan Berusaha baru berupa penambahan layanan baru yang belum ada sebelumnya; dan/atau
c. kebutuhan penomoran untuk pelayanan masyarakat.
- Permohonan baru sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b, diajukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dengan menyampaikan salinan dokumen Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, diajukan oleh instansi pemerintah, badan usaha milik negara, atau badan hukum dengan menyampaikan salinan dokumen dasar pembentukan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, atau badan hukum.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dan huruf c, diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penetapan penomoran atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b dilakukan melalui sistem pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS).
- Dalam hal dokumen persyaratan telah sesuai dan penomoran yang diminta tersedia, penetapan Penomoran Telekomunikasi diterbitkan.
- Dalam hal sumber daya penomoran terkait dengan jenis layanan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi tidak tersedia, permohonan Perizinan Berusaha ditolak.
- Notifikasi penerbitan atau penolakan permohonan penetapan Penomoran Telekomunikasi disampaikan ketika hasil evaluasi terhadap dokumen persyaratan Perizinan Berusaha dinyatakan lengkap.
Pasal 145
- Permohonan tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 1 huruf b diajukan dengan menyampaikan dokumen persyaratan:
a. salinan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi atau dokumen dasar pembentukan instansi pemerintah, badan hukum, dan/atau badan usaha milik negara;
b. laporan penggunaan penomoran yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
c. untuk permohonan tambahan penetapan kode akses Layanan Pusat Panggilan Informasi (Call Center) dilengkapi dengan surat resmi permintaan layanan dan kode akses dari calon Pengguna; dan
d. untuk permohonan tambahan penetapan kode akses konten pesan pendek premium (SMS Premium) dilengkapi dengan penjelasan singkat (product brief) layanan yang dimintakan penetapan kode akses.
- Bagi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi, instansi pemerintah dan/atau badan usaha milik negara yang telah mendapatkan penetapan kode akses pusat layanan masyarakat tidak dapat mengajukan permohonan tambahan penetapan kode akses pusat layanan masyarakat.
- Permohonan tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi ditolak, dalam hal:
a. penomoran yang diminta tidak tersedia;
b. terdapat penomoran yang telah ditetapkan kepada pemohon dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum pengajuan permohonan dan tidak terpakai/tidak aktif digunakan;
c. okupansi penggunaan Blok Nomor kurang dari atau sama dengan 33% (tiga puluh tiga persen); atau
d. okupansi penggunaan National Destination Code (NDC) kurang dari atau sama dengan 33% (tiga puluh tiga persen).
- Evaluasi terhadap permohonan tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. pemeriksaan ketersediaan penomoran yang diminta;
b. pemeriksaan laporan penggunaan Penomoran Telekomunikasi yang telah ditetapkan sebelumnya; dan
c. pemeriksaan lapangan.
- Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a dilakukan berdasarkan ketersediaan alokasi penomoran pada pangkalan data (database) Penomoran Telekomunikasi Direktorat Jenderal.
- Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b dilakukan sebagai berikut:
a. pemeriksaan penggunaan penomoran yang telah ditetapkan sebelumnya;
b. perhitungan okupansi penggunaan blok nomor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam hal permohonan penambahan blok nomor dalam satu wilayah penomoran, dengan perhitungan sebagai berikut: 𝑂𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛𝑠𝑖 (%) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑁𝑜𝑚𝑜𝑟 x 100%
c. perhitungan okupansi penggunaan National Destination Code (NDC) yang telah ditetapkan sebelumnya dalam hal permohonan penambahan NDC, dengan perhitungan sebagai berikut: 𝑂𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛𝑠𝑖 (%) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑁𝐷𝐶 x 100%
- Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c dilakukan dalam hal tambahan penomoran yang diminta tersedia dan laporan yang disampaikan menunjukkan:
a. penomoran yang telah ditetapkan dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum pengajuan tambahan permohonan telah aktif digunakan;
b. okupansi penggunaan Blok Nomor lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen) untuk permohonan penambahan blok nomor; atau
c. okupansi National Destination Code (NDC) lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen) untuk permohonan penambahan National Destination Code (NDC).
- Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c dilakukan untuk memvalidasi laporan penggunaan Penomoran Telekomunikasi yang disampaikan dengan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. uji panggilan untuk penggunaan blok nomor, National Destination Code (NDC), Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ), kode akses Sambungan Langsung Internasional (SLI), kode akses Intelligent Network (IN), kode akses pusat panggilan informasi (call center), kode akses panggilan terkelola (calling card), dan kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP);
b. uji layanan untuk penggunaan kode akses konten pesan pendek premium (SMS Premium) dan kode akses konten pesan singkat layanan masyarakat;
c. pemeriksaan aplikasi monitoring trafik panggilan/layanan; dan
d. pemeriksaan aplikasi manajemen jaringan untuk penggunaan Public Land Mobile Identity (PLMNID), International Signalling Point Code (ISPC), dan Signalling Point Code (SPC).
- Pemeriksaan lapangan penggunaan blok nomor dilakukan pada wilayah penomoran yang diajukan pada permohonan tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi.
- Pemeriksaan lapangan penggunaan National Destination Code (NDC) dilakukan sampling paling sedikit pada 3 (tiga) wilayah alokasi penomoran.
- Pemeriksaan lapangan untuk uji panggilan penggunaan kode akses pusat panggilan informasi (call center) dapat dilakukan dengan metode sampling jika jumlah kode akses yang telah ditetapkan lebih dari 25 (dua puluh lima) kode akses, dengan jumlah sampling paling sedikit 25 (dua puluh lima) kode akses.
- Pemeriksaan lapangan untuk uji panggilan penggunaan kode akses konten pesan pendek premium (SMS Premium) dapat dilakukan dengan metode sampling jika jumlah kode akses yang telah ditetapkan lebih dari 5 (lima) kode akses, dengan jumlah sampling paling sedikit 5 (lima) kode akses.
- Pemeriksaan lapangan dilakukan sesuai formulir pemeriksaan penggunaan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Hasil pemeriksaan lapangan penggunaan penomoran dituangkan dalam berita acara sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebagai dasar penilaian penerbitan atau penolakan permohonan penetapan penomoran Telekomunikasi.
- Kelulusan hasil pemeriksaan lapangan ditentukan berdasarkan:
a. uji panggilan ke Pelanggan untuk penggunaan blok nomor, National Destination Code (NDC), kode akses Sambungan Lansung Jarak Jauh (SLJJ), kode akses Sambungan Langsung Internasional (SLI), kode akses Intelligent Network (IN), kode akses pusat panggilan informasi (call center), kode akses panggilan terkelola (calling card), dan kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP) dapat tersambung;
b. uji layanan untuk penggunaan kode akses konten pesan pendek premium (SMS Premium) dan kode akses konten pesan singkat layanan masyarakat terbukti dapat digunakan untuk mengakses layanan tertentu;
c. terdapat trafik panggilan/layanan pada sistem monitoring trafik/layanan;
d. Public Land Mobile Network Identity (PLMNID), International Signalling Point Code (ISPC), dan Signalling Point Code (SPC) pada aplikasi manajemen jaringan dan/atau perangkat dapat teridentifikasi dan aktif digunakan;
e. terdapat keterhubungan point code penyelenggara dengan penyelenggara lain dalam penggunaan International Signalling Point Code (ISPC) dan Signalling Point Code (SPC); dan
f. Public Land Mobile Network Identity (PLMNID) teridentifikasi digunakan pada perangkat jaringan dan/atau modul identitas Pelanggan.
- Berita acara hasil pemeriksaan lapangan dapat digunakan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak berita acara ditandatangani.
- Dalam hal hasil uji lapangan penggunaan Penomoran Telekomunikasi dinyatakan lulus, tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi diterbitkan.
- Dalam hal hasil uji lapangan penggunaan Penomoran Telekomunikasi dinyatakan tidak lulus, permohonan penetapan Penomoran Telekomunikasi ditolak.
- Dalam hal proses tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dilakukan melalui sistem pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS), notifikasi penerbitan atau penolakan permohonan tambahan penetapan kode akses pusat panggilan informasi (call center), kode akses panggilan terkelola (calling card), kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP), kode akses konten pesan pendek premium (SMS premium), dan kode akses pesan singkat layanan masyarakat disampaikan paling lambat 6 (enam) Hari Kerja sejak permohonan diajukan.
- Dalam hal proses tambahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dilakukan melalui sistem pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS), notifikasi penerbitan atau penolakan permohonan tambahan penetapan Blok Nomor, National Destination Code (NDC), International Signalling Point Code (ISPC), Signalling Point Code (SPC), Public Land Mobile Network Identity (PLMNID), kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ), kode akses Sambungan Langsung Internasional (SLI), dan kode akses Intelligent Network (IN) disampaikan paling lambat 11 (sebelas) Hari Kerja sejak permohonan diajukan.
Pasal 146
- Permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 1 huruf c diajukan dalam hal terjadi:
a. perubahan nama badan hukum;
b. perubahan alamat; dan/atau
c. perubahan ketentuan peraturan perundang- undangan.
- Permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dalam hal terjadi perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b, diajukan dengan menyampaikan:
a. salinan penetapan penomoran; dan
b. salinan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebelum dan sesudah dilakukan perubahan nama badan hukum dan/atau perubahan alamat bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dalam hal terjadi perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c diajukan dengan menyampaikan:
a. salinan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
b. salinan penetapan penomoran;
c. referensi perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. dokumen lainnya yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan baru yang ditetapkan.
- Evaluasi terhadap permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dilakukan dengan memeriksa kesesuaian dokumen yang disampaikan terkait permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi.
- Dalam hal dokumen yang disampaikan sesuai dengan ketentuan, penetapan Penomoran Telekomunikasi diterbitkan.
- Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan, penetapan Penomoran Telekomunikasi ditolak.
- Dalam hal proses perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi dilakukan melalui sistem pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS), notifikasi penerbitan atau penolakan permohonan perubahan penetapan Penomoran Telekomunikasi disampaikan paling lambat dalam 2 (dua) Hari Kerja.
Bagian Kelima
Monitoring Penggunaan Penomoran Telekomunikasi
Pasal 147
- Monitoring terhadap Penomoran Telekomunikasi terdiri atas:
a. kepatuhan Pengguna Penomoran Telekomunikasi terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi; dan
b. pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi.
- Monitoring kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, dilaksanakan untuk memastikan kepatuhan pengguna Penomoran Telekomunikasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Monitoring terhadap pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilaksanakan untuk memastikan pengguna Penomoran Telekomunikasi melakukan pemenuhan perbaikan terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi dalam hal dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
- Selain monitoring terhadap Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, monitoring Penomoran Telekomunikasi dilaksanakan untuk memastikan penghentian penggunaan Penomoran Telekomunikasi dalam hal:
a. penetapan Penomoran Telekomunikasi dicabut; atau
b. Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi dan/atau layanan yang menggunakan Penomoran Telekomunikasi dicabut dan/atau dinyatakan tidak berlaku.
- Monitoring terhadap Penomoran Telekomunikasi dilaksanakan:
a. sewaktu-waktu dalam rangka menjalankan tugas Pemerintah membina Pengguna Penomoran Telekomunikasi dan untuk menjaga kepatuhan pengguna Penomoran Telekomunikasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. sebagai tindak lanjut aduan dari masyarakat terkait kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi.
Pasal 148
- Pelaksanaan monitoring terhadap Penomoran Telekomunikasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. mengumpulkan data dan informasi berupa penetapan penomoran, sanksi administratif, surat, laporan, berita acara, serta data dan informasi lainnya;
b. Direktur Jenderal dapat meminta data dan informasi tambahan kepada pengguna Penomoran Telekomunikasi apabila diperlukan;
c. menganalisa kepatuhan dan kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan klarifikasi lebih lanjut kepada pihak- pihak terkait;
e. dapat melakukan verifikasi faktual di lapangan apabila diperlukan;
f. menyusun berita acara monitoring; dan
g. mengenakan sanksi administratif dalam hal terjadi pelanggaran administratif.
- Monitoring Penomoran Telekomunikasi yang dilaksanakan sewaktu-waktu dapat dilaksanakan dengan melakukan uji petik di lapangan.
- Hasil monitoring terhadap Penomoran Telekomunikasi yang dilaksanakan sewaktu-waktu dapat dituangkan dalam berita acara monitoring.
- Berita acara monitoring paling sedikit terdiri atas:
a. informasi waktu dan tempat pelaksanaan monitoring; dan
b. informasi kepatuhan atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Bagian Keenam
Evaluasi Penggunaan Penomoran Telekomunikasi
Pasal 149
- Pengguna Penomoran Telekomunikasi menyampaikan laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi melalui sistem pelaporan elektronik yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal.
- Laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi disampaikan untuk 1 (satu) Tahun Buku.
- Laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi disampaikan paling lambat pada tanggal 30 April pada tahun berikutnya.
- Ketentuan Tahun Buku yaitu sebagai berikut:
a. periode Tahun Buku yaitu tanggal 1 Januari - 31 Desember;
b. dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, periode tahun pertama terhitung sejak: 1. berlaku efektifnya Perizinan Berusaha sampai dengan akhir Tahun Buku bagi Penyelenggara Telekomunikasi baru atau sejak penetapan penomoran sampai dengan akhir Tahun Buku bagi Penyelenggara Telekomunikasi yang mendapatkan penetapan penomoran setelah Perizinan Berusaha berlaku efektif; dan 2. penetapan penomoran sampai dengan akhir Tahun Buku bagi instansi pemerintah, badan usaha milik negara, atau badan hukum lainnya.
- Laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi yang disampaikan paling sedikit memuat:
a. data penggunaan penomoran; dan
b. bukti dukung penggunaan penomoran.
- Direktur Jenderal dapat meminta data dan informasi tambahan kepada pengguna Penomoran Telekomunikasi apabila diperlukan.
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi melalui:
a. verifikasi dan klarifikasi terhadap dokumen laporan tahunan Penomoran Telekomunikasi;
b. verifikasi faktual di lapangan apabila diperlukan; dan
c. analisa kepatuhan terhadap ketentuan Penggunaan Penomoran Telekomunikasi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Hasil evaluasi tahunan Penomoran Telekomunikasi dituangkan dalam berita acara evaluasi tahunan.
- Berita acara evaluasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 8 paling sedikit memuat:
a. informasi waktu dan tempat pelaksanaan evaluasi tahunan; dan
b. informasi kepatuhan atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi pada Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Pengguna Penomoran Telekomunikasi dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ditemukan ketidakpatuhan berupa pelanggaran administratif pada saat dilakukan evaluasi tahunan.
Pasal 150
- Pengguna Penomoran Telekomunikasi yang tidak memenuhi ketentuan penggunaan Penomoran Telekomunikasi dikenai sanksi pencabutan penetapan Penomoran Telekomunikasi.
- Pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi mengakibatkan turut dicabutnya penetapan Penomoran Telekomunikasi yang terkait dengan layanan dan/atau Perizinan Berusaha dimaksud.
Bagian Ketujuh
Pengawasan dan Evaluasi Pengelolaan Nomor Protokol Internet
Pasal 151
- Pengawasan dan evaluasi atas Pengelolaan Nomor PI dilakukan oleh Direktur Jenderal.
- Tata cara pelaporan, pengawasan, dan evaluasi pengelolaan nomor PI sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedelapan
Penetapan Ulang Penomoran Telekomunikasi
Pasal 152
- Dalam hal terdapat perbedaan data penggunaan penomoran antara:
a. database penomoran Direktorat Jenderal;
b. dokumen penetapan penomoran yang diperoleh pengguna penomoran; dan/atau
c. implementasi penggunaan penomoran, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi, instansi pemerintah, dan badan usaha milik negara yang telah menggunakan Penomoran Telekomunikasi wajib melakukan penetapan ulang Penomoran Telekomunikasi.
- Penetapan ulang Penomoran Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dengan ketentuan:
a. permohonan penetapan ulang Penomoran Telekomunikasi disampaikan dengan menyampaikan: 1. salinan Perizinan Berusaha bagi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi; 2. salinan dokumen dasar pembentukan instansi pemerintah, badan hukum, dan/atau badan usaha milik negara; 3. salinan penetapan Penomoran Telekomunikasi yang dimiliki, apabila ada; 4. laporan penggunaan Penomoran Telekomunikasi terkait sesuai dengan format sebagaimana tercantum Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan 5. dokumen lainnya yang mendukung penomoran telah digunakan;
b. Direktorat Jenderal akan mengevaluasi dokumen persyaratan yang disampaikan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi, instansi pemerintah, dan badan usaha milik negara sebagai dasar dikeluarkannya dokumen penetapan ulang.
BAB XIII
REGISTRASI PELANGGAN JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 153
- Ruang lingkup pengaturan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini merupakan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi melalui:
a. jaringan bergerak seluler; dan
b. jaringan tetap lokal.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menerapkan Prinsip Mengenal Pelanggan (Know Your Customer/KYC).
- Dalam menerapkan Prinsip Mengenal Pelanggan (Know Your Customer/KYC) sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib:
a. menetapkan kebijakan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi dengan berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang benar dan berhak; dan
c. menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Pelanggan (Know Your Customer/KYC).
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi bertanggung jawab atas Validitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi dalam hal teknologi biometrik telah dapat digunakan untuk proses Registrasi.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mengedarkan Kartu Perdana dalam keadaan tidak aktif untuk semua layanan Jasa Telekomunikasi, kecuali layanan akses ke Penyelenggara Jasa Telekomunikasi untuk keperluan Registrasi.
- Ketentuan mengedarkan Kartu Perdana dalam keadaan tidak aktif sebagaimana dimaksud pada ayat 4 wajib dilaksanakan juga oleh setiap orang yang menjual Kartu Perdana, yaitu distributor, agen, outlet, pelapak, dan/atau orang perorangan.
- Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar mempunyai hak untuk menggunakan Jasa Telekomunikasi setelah melakukan Registrasi dengan menggunakan identitas sendiri yang tervalidasi.
Bagian Kedua
Identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar
Pasal 154
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menggunakan identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar untuk registrasi berupa:
- bagi Warga Negara Indonesia: 1. Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang digunakan; dan 2. Data Kependudukan berupa: a) NIK dan Nomor Kartu Keluarga; atau b) NIK dan Data Kependudukan biometrik, termasuk namun tidak terbatas pada teknologi pengenalan wajah (face recognition), teknologi pengenalan sidik jari (finger print recognition) dan teknologi pengenalan iris mata (iris recognition).
- bagi Warga Negara Asing: 1. Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang digunakan; dan 2. Paspor, Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).
Bagian Ketiga
Tata Cara Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar
Pasal 155
- Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar wajib dilakukan:
a. di gerai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; dan/atau
b. sendiri dengan bantuan perangkat Telekomunikasi dan/atau teknologi informasi.
- Registrasi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan melalui:
a. layanan pesan singkat atau pusat kontak layanan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang diakses melalui Nomor MSISDN yang akan didaftarkan; atau
b. situs web (website) milik Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dengan menerapkan metode pembuktian kebenaran Nomor MSISDN yang didaftarkan.
Pasal 156
Registrasi di gerai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat 1 huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
- Registrasi dilakukan oleh petugas gerai yang ditunjuk oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikas
-
- petugas gerai melakukan Validasi dan/atau Verifikasi terhadap identitas calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154;
- untuk proses Registrasi bagi Warga Negara Indonesia: 1. setelah menerima data dari calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf a, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melakukan Validasi; 2. dalam hal data yang dimasukkan oleh calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar tervalidasi, proses Registrasi dinyatakan berhasil; dan 3. dalam hal data yang dimasukkan tidak tervalidasi, calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar diminta untuk melakukan pemadanan data ke instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kependuduka
-
- untuk proses Registrasi bagi Warga Negara Asing, setelah menerima data dari calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar sebagaimana dimaksud dalam melakukan pencatatan data calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar paling sedikit: 1. nama; 2. nomor identitas dari Paspor, Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS); 3. kewarganegaraan; dan 4. tempat dan tanggal lahi
-
- Registrasi bagi Warga Negara Asing yang berstatus pengungsi dilakukan dengan menggunakan identitas pejabat United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sesuai mekanisme sebagaimana dimaksud pada huruf
Pasal 157
- Layanan Registrasi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar mengirimkan data Nomor MSISDN dan Data Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf a angka 2 yang akan diregistrasikan;
b. setelah menerima data dari calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melakukan Validasi;
c. dalam hal data yang dimasukkan oleh calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar tervalidasi, proses Registrasi dinyatakan berhasil; dan
d. dalam hal data yang dimasukkan tidak tervalidasi, calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar diminta untuk melakukan pemadanan data ke instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kependudukan.
- Layanan Registrasi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar mengirimkan data Nomor MSISDN yang akan diregistrasikan pada situs web (website) milik Penyelenggara Jasa Telekomuniksi;
b. setelah pengiriman Nomor MSISDN berhasil, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi mengirimkan kode otorisasi yang dapat berupa One-Time Password ke Nomor MSISDN calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar yang akan didaftarkan;
c. setelah menerima kode otorisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b, calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar mengirimkan kembali: 1. kode otorisasi; dan 2. Data Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf a angka 2;
d. setelah menerima data dari calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melakukan validasi;
e. dalam hal data yang dimasukkan oleh calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar tervalidasi, proses Registrasi dinyatakan berhasil; dan
f. dalam hal data yang dimasukkan tidak tervalidasi, calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar diminta untuk melakukan pemadanan data ke instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kependudukan.
Pasal 158
Dalam hal Validasi tidak dapat dilakukan sebagai akibat adanya gangguan di sisi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan/atau di sisi instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan, proses Validasi harus segera dilakukan setelah gangguan tersebut diatasi.
Bagian Keempat
Aktivasi
Pasal 159
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi mengaktifkan Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi setelah identitas calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi terverifikasi dan/atau tervalidasi.
- Aktivasi Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar wajib dilaksanakan paling lambat 1 x 24 jam sejak identitas calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar terverifikasi dan/atau tervalidasi.
Bagian Kelima
Upaya Pencegahan Penyalahgunaan
Nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar
Pasal 160
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dilarang melakukan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi lebih dari 3 (tiga) Nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi untuk setiap identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi pada setiap Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 1, Nomor MSISDN yang digunakan untuk keperluan:
a. komunikasi M2M;
b. pengujian, tes dan/atau deteksi pelanggaran oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; atau
c. tertentu badan hukum, badan usaha non badan hukum dan atau organisasi lainnya, termasuk namun tidak terbatas untuk keperluan layanan Pelanggan Jasa Telekomunikasi, dapat diregistrasi lebih dari 3 (tiga) Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi untuk setiap identitas dan hanya dapat diregistrasi melalui gerai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
Pasal 161
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menonaktifkan (menghanguskan) Nomor MSISDN atau nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar yang diketahui atau diindikasikan menggunakan identitas:
a. palsu;
b. tidak benar; atau
c. milik orang lain tanpa hak atau melawan hukum.
- Sebelum menonaktifkan (menghanguskan) Nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mengirimkan notifikasi kepada pengguna Nomor MSISDN untuk melakukan Registrasi ulang paling lambat 1 x 24 jam setelah notifikasi dikirimkan.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyampaikan data Nomor MSISDN yang telah dinonaktifkan (dihanguskan) dan telah diregistrasi ulang, yang dituangkan dalam Surat Pernyataan dan disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan.
Pasal 162
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menonaktifkan (menghanguskan) Nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang diindikasikan atau diketahui disalahgunakan untuk tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.
- Pelanggan Jasa Telekomunikasi melalui jaringan bergerak seluler dapat melaporkan Nomor MSISDN yang digunakan untuk melakukan panggilan suara dan/atau pesan pendek (Short Message Service/SMS) yang diindikasikan atau diketahui disalahgunakan untuk tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum dengan berpedoman pada tata cara pelaporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 163
Dalam hal nomor Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dan Pasal 162 dinonaktifkan (dihanguskan), Penyelenggara Jasa Telekomunikasi tidak mempunyai kewajiban membayar kerugian kepada Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar.
Pasal 164
- Nomor MSISDN untuk keperluan badan hukum, badan usaha non badan hukum, dan/atau organisasi lainnya wajib diregistrasi dengan menggunakan identitas masing- masing Penggunanya.
- Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Nomor MSISDN yang digunakan untuk keperluan:
a. M2M;
b. pengujian, tes dan/atau deteksi pelanggaran oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; atau
c. tertentu badan hukum, badan usaha non badan hukum dan atau organisasi lainnya, termasuk namun tidak terbatas untuk keperluan layanan Pelanggan Jasa Telekomunikasi, diregistrasi dengan menggunakan nama penanggung jawab badan hukum, badan usaha non badan hukum dan/atau organisasi, atau nama orang perorangan dan dilakukan hanya di gerai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Nomor MSISDN yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan layanan nomor tunggal panggilan darurat 112 diregistrasi dengan menggunakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 165
- Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang telah melakukan Registrasi Pelanggan Prabayar dan bermaksud mengalihkan haknya atas penggunaan Jasa Telekomunikasi wajib melakukan De-Registrasi.
- Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang memperoleh hak untuk menggunakan Jasa Telekomunikasi dari orang yang telah melakukan De-Registrasi wajib melakukan Registrasi dengan menggunakan mekanisme Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, Pasal 156, dan pasal 157
Bagian Keenam
Registrasi Pelanggan Pascabayar
Pasal 166
Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi Pascabayar dilaksanakan sesuai dengan kontrak antara Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dengan Pelanggan Jasa Telekomunikasi Pascabayar yang tata caranya ditentukan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan wajib tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154, Pasal 155, Pasal 156, dan Pasal 157
Pasal 167
Pelanggan Jasa Telekomunikasi Pascabayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 merupakan Pelanggan Jasa Telekomunikasi perorangan atau Pelanggan Jasa Telekomunikasi badan hukum, badan usaha non badan hukum, dan/atau organisasi lainnya.
Bagian Ketujuh
Penyimpanan Data Pelanggan Jasa Telekomunikasi
Pasal 168
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyimpan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi selama Pelanggan Jasa Telekomunikasi masih aktif berlangganan Jasa Telekomunikasi.
- Dalam hal Pelanggan Jasa Telekomunikasi sudah tidak aktif berlanggangan Jasa Telekomunikasi, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyimpan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang sudah tidak aktif paling sedikit 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ketidakaktifan Pelanggan Jasa Telekomunikasi dimaksud.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib merahasiakan data dan/atau identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-undang.
- Dalam hal diperlukan, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyerahkan identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 atas permintaan:
a. Jaksa Agung dan/atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk proses peradilan tindak pidana tertentu;
b. Penyidik untuk proses peradilan tindak pidana tertentu lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Menteri untuk keperluan kebijakan di bidang Telekomunikasi;
d. instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan; dan/atau
e. instansi pemerintah lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memiliki sertifikasi paling rendah ISO 27001 untuk keamanan informasi dalam pengelolaan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
- Audit terhadap pemenuhan ISO 27001 sebagaimana dimaksud pada ayat 5 wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal secara berkala.
Bagian Kedelapan
Pelaporan
Pasal 169
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyampaikan laporan setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur, yaitu:
a. data Pelanggan Jasa Telekomunikasi Prabayar aktif: 1. perorangan; dan 2. badan hukum, badan usaha non badan hukum dan/atau organisasi lainnya yang menggunakan Nomor MSISDN untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat 2.
b. data Pelanggan Jasa Telekomunikasi Pascabayar aktif: 1. perorangan; dan 2. badan hukum, badan usaha non badan hukum dan/atau organisasi lainnya yang menggunakan Nomor MSISDN untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat 2.
- Laporan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka 1 dan huruf b angka 1 paling sedikit memuat:
a. identitas Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang melakukan Registrasi; dan
b. Nomor MSISDN yang digunakan.
- Laporan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 paling sedikit memuat:
a. identitas nama penanggung jawab perorangan, badan hukum, badan usaha dan/atau organisasi lainnya yang melakukan Registrasi;
b. Nomor MSISDN yang digunakan; dan
c. peruntukan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat 2.
Pasal 170
Untuk mendukung kebenaran laporan data Pelanggan Jasa Telekomunikasi aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat 1, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyediakan pusat data Pelanggan Jasa Telekomunikasi aktif yang secara real time terhubung dengan sistem monitoring registrasi Kementerian.
Bagian Kesembilan
Penggantian Kartu Perdana
Pasal 171
- Penggantian Kartu Perdana hanya dapat dilakukan berdasarkan mekanisme dan prosedur operasional standar (standard operational procedure/SOP) yang diberlakukan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi berdasarkan Prinsip Mengenal Pelanggan (Know Your Customer/KYC).
- Penyelenggara Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler wajib memastikan bahwa mekanisme dan prosedur operasional standar (standard operational procedure/SOP) untuk penggantian Kartu Perdana (subscriber identity module/SIM card) dilaksanakan dengan baik dan benar.
Bagian Kesepuluh
Ketentuan Lain-Lain
Pasal 172
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mencantumkan tulisan “UNTUK KENYAMANAN DAN KEAMANAN ANDA, REGISTRASIKAN KARTU PRABAYAR MENGGUNAKAN IDENTITAS YANG BENAR DAN BERHAK” dengan huruf kapital berukuran paling sedikit 10 point pada kemasan Kartu Perdana Prabayar yang diproduksi.
Pasal 173
Ketentuan teknis pelaksanaan registrasi dengan menggunakan data kependudukan biometrik ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 174
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mensosialisasikan tata cara Registrasi kepada calon Pelanggan Jasa Telekomunikasi dan/atau Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Pasal 175
Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib mensosialisasikan melalui berbagai media dan saluran Telekomunikasi peraturan dan sanksi yang dapat dikenakan kepada Pelanggan Jasa Telekomunikasi dan setiap orang yang menjual Kartu Perdana Prabayar termasuk namun tidak terbatas pada distributor, agen, outlet, pelapak, dan/atau perorangan, yang menggunakan identitas orang lain tanpa hak atau melawan hukum untuk keperluan Registrasi.
BAB XIV
PENGIRIMAN LAYANAN PESAN PENDEK (SHORT MESSAGE
SERVICE/SMS) PENAWARAN/MARKETING OLEH
PENYELENGGARA JARINGAN BERGERAK SELULER
DAN/ATAU PENYELENGGARA JASA PENYEDIAAN KONTEN
MELALUI JARINGAN BERGERAK SELULER
Pasal 176
Ruang lingkup pengaturan ini meliputi layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing yang dikirim oleh:
- penyelenggara jaringan bergerak seluler, termasuk badan usaha yang bekerja sama dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler; dan/atau
- penyelenggara jasa penyediaan konte
Pasal 177
Penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten wajib memberikan pilihan kepada pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler untuk menolak pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing.
Pasal 178
Informasi pilihan untuk menolak pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 wajib dikirimkan oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten.
Pasal 179
Dalam hal Pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler memilih untuk menolak pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing, penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten dilarang mengirimkan layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing.
Pasal 180
Dalam hal pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler tidak memilih untuk menolak pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing, penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten dilarang mengirimkan layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing.
Pasal 181
- Penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 dan Pasal 178 serta tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelanggaran dan ketidaktaatan yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten diumumkan melalui situs web (website) Kementerian.
Pasal 182
- Dikecualikan dari kewajiban memberikan pilihan kepada Pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler untuk menolak pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177, penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib mengirimkan layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui oleh Pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler terkait dengan layanan yang sudah dimiliki Pelanggan, termasuk namun tidak terbatas pada informasi akan segera berakhirnya masa laku nomor pelanggan/MSISDN dan berakhirnya masa laku paket data.
- Pengiriman informasi hal-hal yang perlu diketahui oleh Pelanggan Jasa Telekomunikasi pada jaringan bergerak seluler terkait dengan layanan yang sudah dimiliki Pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak boleh disisipkan informasi yang bersifat penawaran/marketing.
Pasal 183
- Penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten wajib menyediakan pusat layanan pengaduan pelanggan untuk menampung dan menindaklanjuti pengaduan pelanggan terkait dengan pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing.
- Pusat layanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 termasuk namun tidak terbatas pada sarana pengaduan secara fisik, melalui panggilan telepon, surat elektronik dan/atau sarana lainnya, yang paling sedikit dapat diakses setiap Hari Kerja.
Pasal 184
Penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib mensosialisasikan ketentuan pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing kepada badan usaha yang yang bekerja sama dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler.
Pasal 185
Direktur Jenderal melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengiriman layanan pesan pendek (Short Message Service/SMS) penawaran/marketing oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten melalui jaringan bergerak seluler.
Pasal 186
Penggunaan penyamaran identitas/masking untuk pengiriman layanan pesan pendek (short message service/SMS) yang bersifat penawaran/marketing wajib dilaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jenderal oleh penyelenggara jaringan bergerak seluler dan/atau penyelenggara jasa penyediaan konten.
BAB XV
PETUNJUK PELAKSANAAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA
BUKAN PAJAK DARI PUNGUTAN BIAYA HAK
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DAN KONTRIBUSI
KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL/UNIVERSAL SERVICE
OBLIGATION
Bagian Kesatu
Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi
Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation
Pasal 187
- Setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib membayar BHP Telekomunikasi.
- Setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memberikan kontribusi KPU/USO dalam bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi dan/atau kontribusi lainnya.
- Dalam hal bentuk kontribusi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 belum ditetapkan oleh Menteri, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memberikan Kontribusi KPU/USO dalam bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Pasal 188
- Besaran BHP Telekomunikasi dipungut sebesar 0,50% (nol koma lima puluh persen) dari Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Besaran Kontribusi KPU/USO dipungut sebesar 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) dari Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 189
- Pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 wajib dilakukan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.
- Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 dilakukan per triwulan atau per semester.
Bagian Kedua
Tata Cara Penghitungan Besaran Biaya Hak
Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban
Pelayanan Universal/Universal Service Obligation
Pasal 190
- Penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan penghitungan sendiri dengan mengacu pada laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Kantor Akuntan publik, penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengacu pada laporan keuangan yang ditandatangani oleh direktur utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 191
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang laporan keuangannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan belum menyelesaikan laporan audit sampai dengan jatuh tempo pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat 1, maka pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dihitung berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit.
- Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kurang dari besaran berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan dikenakan sanksi denda keterlambatan pembayaran.
- Dalam hal BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 lebih besar dari yang seharusnya dibayar berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, kelebihan pembayaran tersebut akan diperhitungkan sebagai pembayaran di muka tahun berikutnya.
Pasal 192
- Dalam penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 yaitu pendapatan yang diperoleh dari:
a. penjualan dan penyewaan properti dan kendaraan;
b. penjualan dan penyewaan barang dan jasa non Telekomunikasi;
c. penjualan alat dan perangkat Telekomunikasi;
d. penyewaan perangkat Telekomunikasi yang bukan merupakan bagian dari layanan Telekomunikasi berdasarkan Perizinan Berusaha yang diperolehnya dan tanpa adanya perangkat tersebut layanan Telekomunikasi tetap dapat diberikan;
e. penjualan dan penyewaan ruang (space), menara, dan saluran pipa (ducting);
f. jasa konsultansi dan pendampingan;
g. jasa konstruksi dan pembangunan infrastruktur;
h. jasa integrasi dan aplikasi;
i. jasa instalasi perangkat di luar aktivasi layanan Penyelenggaraan Telekomunikasi yang disediakan Penyelenggara Telekomunikasi;
j. pendapatan dari iklan digital yang disalurkan melalui situs web (website) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
k. pendapatan dari nilai transaksi pengiriman uang dan usaha uang elektronik (e-money) yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; dan/atau
l. pendapatan lain di luar Penyelenggaraan Telekomunikasi selain huruf a sampai dengan huruf k yang bukan merupakan bagian dari layanan Telekomunikasi berdasarkan Perizinan Berusaha yang diperolehnya.
- Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a sampai dengan huruf i dan huruf l harus dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri, yang jika diperlukan dapat dilengkapi dengan dokumen-dokumen kontrak kerja sama, dokumen lainnya dengan pihak terkait, dokumen invoice, atau kuitansi penerimaan dari pihak terkait.
- Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf j dan huruf k harus dapat dibuktikan dengan pemisahan pendapatan dalam pencatatan pada akun tersendiri.
- Dalam hal terdapat pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dan dibuktikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3, pendapatan tersebut merupakan bagian dari pendapatan yang diperhitungkan sebagai pendapatan yang terkena BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.
Pasal 193
- Pembayaran yang diperoleh dari Pengguna sebagai pendapatan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi harus berdasarkan tarif yang berbasis biaya (cost based).
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dilarang melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan Telekomunikasi menjadi pendapatan non Telekomunikasi sehingga menyebabkan pendapatan Telekomunikasi yang akan dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO menjadi berkurang.
- Dalam setiap pengajuan pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 harus melampirkan surat pernyataan jaminan tidak melakukan pencatatan pendapatan yang seharusnya masuk ke dalam pendapatan Telekomunikasi menjadi pendapatan non Telekomunikasi yang ditandatangani oleh direktur utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 194
Pendapatan Kotor yang menjadi dasar perhitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dapat dikurangi unsur-unsur sebagai berikut:
- piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dari Penyelenggaraan Telekomunikasi; dan/atau
- pembayaran kewajiban Biaya Interkoneksi dan/atau Ketersambungan yang diterima oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang merupakan hak dari pihak lai
Pasal 195
- Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf a berupa piutang yang sudah dihapuskan yang ditetapkan dengan Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disetarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jika terdapat penerimaan atas piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penerimaan piutang tersebut termasuk pendapatan yang dikenakan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.
Pasal 196
- Pembayaran kewajiban Biaya Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf b berupa pembayaran kewajiban Biaya Interkoneksi antar Jaringan Telekomunikasi dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang berbeda dan/atau biaya Ketersambungan perangkat Jasa Telekomunikasi dengan Jaringan Telekomunikasi.
- Biaya keterhubungan Jaringan Telekomunikasi antara Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi luar negeri tidak termasuk ke dalam Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 huruf b.
- Jenis layanan Interkoneksi dan/atau Ketersambungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merujuk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Penyetoran Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan
Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation
Pasal 197
- Seluruh Penerimaan BHP Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 ayat 1 disetor langsung ke Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerima pada bank pemerintah.
- Seluruh Penerimaan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 ayat 2 disetor langsung ke Kas BAKTI melalui rekening operasional BAKTI pada bank pemerintah.
Bagian Keempat
Tata Cara Penyampaian Laporan Keuangan dan
Penetapan Besaran Biaya Hak Penyelenggaraan
Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan
Universal/Universal Service Obligation
Pasal 198
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang telah membayar BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, wajib menyampaikan dokumen dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 yang paling sedikit berupa:
a. laporan keuangan;
b. daftar akun (chart of account);
c. buku besar (general ledger);
d. neraca percobaan (trial balance);
e. bukti transfer pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO; dan
f. dokumen sebagai dasar penghitungan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.
- Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik.
- Khusus bagi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat 2, harus menggunakan laporan keuangan yang ditandatangani oleh direktur utama atau pejabat perusahaan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melampirkan surat pernyataan tidak dilakukan audit oleh kantor akuntan publik sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan secara elektronik kepada:
a. Direktur Jenderal cq. Direktur untuk BHP Telekomunikasi; dan
b. Direktur Utama untuk Kontribusi KPU/USO.
- Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilampirkan surat pernyataan kebenaran dokumen sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 199
- Untuk keperluan penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dilakukan Verifikasi BHP Telekomunikasi dan Verifikasi Kontribusi KPU/USO terhadap setiap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Verifikasi BHP Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh petugas yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
- Verifikasi Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh petugas yang ditetapkan oleh Direktur Utama.
- Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 terlebih dahulu menandatangani pakta integritas sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 200
Dalam pelaksanaan Verifikasi BHP Telekomunikasi dan Verifikasi Kontribusi KPU/USO, petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 dapat meminta catatan dan/atau dokumen yang menjadi dasar pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kewajiban pembayaran.
Pasal 201
Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat meminta untuk dilakukan Verifikasi BHP Telekomunikasi dan Verifikasi Kontribusi KPU/USO setelah melakukan pembayaran dan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat
Pasal 202
- Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 dituangkan dalam berita acara penetapan final.
- Dalam hal terdapat ketidaksesuaian besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1:
a. petugas yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal membuat materi penjelasan mengenai ketidaksesuaian hasil Verifikasi BHP Telekomunikasi; dan
b. petugas yang ditetapkan oleh Direktur Utama membuat Verifikasi Kontribusi KPU/USO, yang dituangkan dalam berita acara penetapan belum final.
Pasal 203
- Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat 1 dilakukan setiap tahun terhadap Wajib Bayar yang memiliki Pendapatan Kotor di atas Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah) per tahun.
- Terhadap Wajib Bayar yang memiliki Pendapatan Kotor kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah) per tahun, verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat 1 dilakukan paling sedikit satu kali setiap 5 (lima) tahun .
Pasal 204
- Dalam rangka penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam ketidaksesuaian besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Utama dapat meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
- Penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, dapat dilakukan oleh Instansi Pemeriksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
- Hasil pemeriksaan dan penetapan yang dilakukan oleh Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diterbitkan melalui surat pemberitahuan pembayaran yang ditandatangani oleh Direktur dan/atau Direktur Utama.
Pasal 205
- Apabila berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dan/atau hasil pemeriksaan dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 204 ayat 3 terdapat adanya kurang bayar pokok atas kewajiban BHP Telelekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib membayar kekurangan bayar pokok dimaksud dan denda keterlambatan pembayaran apabila melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat 1.
- Dalam hal terdapat kurang bayar pokok dan denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan surat tagihan dan surat ketetapan penerimaan negara bukan pajak kurang bayar.
- Apabila berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dan/atau hasil pemeriksaan dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 204 ayat 3 terdapat lebih bayar pokok atas kewajiban BHP Telelekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran di muka tahun berikutnya dan diterbitkan surat ketetapan penerimaan negara bukan pajak lebih bayar.
- Apabila berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dan/atau hasil pemeriksaan dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 204 ayat 3 tidak terdapat lebih bayar dan kurang bayar atas kewajiban BHP Telelekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO maka diterbitkan surat ketetapan penerimaan negara bukan pajak nihil.
Pasal 206
- Pelaksanaan pungutan BHP Telekomunikasi dilakukan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan standar operasional dan prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
- Pelaksanaan pungutan Kontribusi KPU/USO dilakukan oleh BAKTI berdasarkan standar operasional dan prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Utama.
Pasal 207
Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dapat mengajukan keberatan terhadap hasil penetapan besaran BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 204 ayat 3 paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan dengan syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 208
Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat 2 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 209
- Pengenaan denda keterlambatan pembayaran sebagai akibat dari adanya keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat 2 atau kurang bayar pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat 1 dihitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat 1.
- Besaran denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
- Denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 210
- Direktur dan Direktur Utama menerbitkan surat tagihan pertama yang ditujukan kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang belum membayar kekurangan bayar pokok dan denda keterlambatan berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dan/atau Pasal 204 ayat 3.
- Surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah jatuh tempo pembayaran berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dan/atau Pasal 204 ayat 3.
- Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan surat tagihan kedua.
- Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, diterbitkan surat tagihan ketiga.
- Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi tidak melunasi kewajibannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada huruf a disertai dengan tenggat waktu pelunasan;
c. dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) Hari Kerja;
d. dalam hal sampai dengan jangka waktu teguran tertulis ketiga tidak memenuhi kewajiban pelunasan kurang bayar pokok dan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan berusaha; dan/atau
e. dalam hal pemenuhan kewajiban kurang bayar pokok dan denda keterlambatan tidak dilunasi sampai dengan pelaksanaan evaluasi 5 (lima) tahunan Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, dikenakan sanksi administratif pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 211
- Seluruh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib melaporkan perhitungan sendiri BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO untuk setiap Tahun Buku paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya.
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Jasa Telekomunikasi tidak menyampaikan laporan perhitungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan tanggal 31 Januari tahun berikutnya, Direktur Jenderal dan Direktur Utama melakukan perhitungan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dengan mengacu pada perhitungan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO tahun sebelumnya atau data lain yang sesuai.
- Setelah pelaporan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dilakukan baik atas perhitungan sendiri maupun Verifikasi, Direktur Jenderal dan Direktur Utama menerbitkan surat pemberitahuan penerimaan negara bukan pajak terutang.
- Wajib bayar dapat mengajukan perbaikan atas laporan perhitungan sendiri BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat 1.
Pasal 212
Pelaksanaan pelaporan perhitungan secara sendiri, penagihan dan pengelolaan BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Pasal 213
Bendahara Penerima dan Pengelola Rekening Operasional wajib melaporkan seluruh penerimaan BHP Telekomunikasi dan/atau Kontribusi KPU/USO kepada Menteri setiap bulan dengan batas waktu paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya beserta tembusan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian, Direktur Jenderal, dan Inspektur Jenderal Kementerian.
BAB XVI
TATA CARA EVALUASI KEWAJIBAN PENYELENGGARAAN
DALAM PERIZINAN BERUSAHA PENYELENGGARAAN
TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Tata Cara Evaluasi Tahunan Perizinan Berusaha
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 214
- Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi menyampaikan laporan tahunan melalui sistem pelaporan elektronik yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal.
- Periode Tahun Buku yaitu tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
- Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, periode tahun pertama terhitung sejak berlaku efektifnya Perizinan Berusaha sampai dengan akhir Tahun Buku.
- Laporan tahunan disampaikan untuk 1 (satu) Tahun Buku.
- Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disampaikan paling lambat pada tanggal 30 April pada tahun berikutnya.
- Direktur Jenderal menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyampaian Laporan Tahunan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 yang memuat pemberitahuan kewajiban penyampaian laporan tahunan disertai batas waktu penyampaian laporan tahunan dan memuat sanksi administratif yang akan dikenakan jika kewajiban tersebut dilanggar.
- Direktur Jenderal dapat meminta data dan informasi tambahan di luar yang dilaporkan dalam laporan tahunan kepada Penyelenggara Telekomunikasi apabila diperlukan.
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi tahunan Penyelenggaraan Telekomunikasi melalui:
a. verifikasi dan klarifikasi terhadap dokumen laporan tahunan;
b. verifikasi faktual di lapangan apabila diperlukan; dan
c. analisa kepatuhan terhadap kewajiban berdasarkan Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Hasil evaluasi tahunan dituangkan dalam Berita Acara Evaluasi Tahunan.
- Berita acara evaluasi tahunan paling sedikit memuat:
a. informasi waktu dan tempat pelaksanaan evaluasi tahunan; dan
b. informasi kepatuhan atau ketidakpatuhan terhadap: 1. ketentuan dalam Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi; dan/atau 2. ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Evaluasi 5 (Lima) Tahunan Perizinan Berusaha
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 215
- Direktur Jenderal melaksanakan evaluasi Penyelenggaraan Jaringan dan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi setiap 5 (lima) tahun.
- Evaluasi 5 (lima) tahunan dilakukan dengan menyusun rekapitulasi operasional penyelenggaraan berdasarkan:
a. hasil evaluasi tahunan yang dilaksanakan dalam 5 (lima) tahun terakhir;
b. pemenuhan kewajiban pembayaran BHP Telekomunikasi yang dilaksanakan dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan
c. pemenuhan Kontribusi KPU/USO yang dilaksanakan dalam 5 (lima) tahun terakhir.
- Apabila diperlukan, Direktur Jenderal dapat:
a. meminta data dan informasi tambahan kepada Penyelenggara Telekomunikasi;
b. melakukan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak- pihak terkait; dan/atau
c. melakukan verifikasi faktual di lapangan.
- Direktur Jenderal melakukan evaluasi 5 (lima) tahunan Penyelenggaraan Telekomunikasi melalui:
a. verifikasi dan klarifikasi terhadap dokumen laporan tahunan;
b. verifikasi faktual di lapangan apabila diperlukan; dan
c. analisa kepatuhan terhadap kewajiban berdasarkan Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Hasil evaluasi dituangkan dalam Berita Acara Evaluasi 5 (lima) Tahunan.
- Hasil evaluasi 5 (lima) tahunan diperlukan untuk rekomendasi penyesuaian Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi untuk 5 (lima) tahun berikutnya.
- Rekomendasi penyesuaian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diberikan kepada Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari pencapaian kewajiban pembangunan bagi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi atau paling sedikit 100% (seratus persen) dari pencapaian komitmen layanan bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; dan
b. telah melakukan pemenuhan kewajiban pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO.
- Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi 5 (lima) tahunan kepada Penyelenggara Telekomunikasi.
Bagian Ketiga
Tolok Ukur dan Tata Cara Penilaian Pencapaian Komitmen
Pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan Layanan Jasa
Telekomunikasi
Pasal 216
Kewajiban pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi dinilai berdasarkan tolok ukur yang tercantum pada Perizinan Berusaha Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Pasal 217
- Penilaian pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi ditentukan dengan nilai rata-rata dari pencapaian komponen tolok ukur.
- Penilaian pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: Pencapaian Komponen tolok Ukur = Realisasi Pembangunan Jaringan atau Layanan Jasa Telekomunikasi Komitmen Pembangunan Jaringan atau Layanan Jasa Telekomunikasi 𝑥 100% Nilai Rata-rata = 𝑇𝑈1+𝑇𝑈2+⋯+𝑇𝑈𝑛 𝑛
a. TU1, TU2, ..., TUn merupakan beberapa tolok ukur yang menjadi komponen tolok ukur.
b. n merupakan jumlah komponen tolok ukur.
- Contoh penilaian pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Penilaian pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi dilakukan setiap tahun berdasarkan hasil evaluasi tahunan yang dilakukan.
- Penilaian pencapaian komitmen pembangunan Jaringan Telekomunikasi dan layanan Jasa Telekomunikasi pada saat evaluasi 5 (lima) tahunan dilakukan secara kumulatif terhadap total komitmen pembangunan selama 5 (lima) tahun.
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi memiliki lebih dari 1 (satu) teknologi jaringan dalam 1 (satu) layanan penyelenggaraan, penilaian persentase pencapaian pembangunannya dihitung berdasarkan pencapaian pembangunan untuk setiap teknologi jaringan.
- Pencapaian nilai masing-masing tolok ukur paling besar 100% (seratus persen).
BAB XVII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 218
- Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
- Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan ketentuan Penyelenggaraan Telekomunikasi; dan
b. pengenaan sanksi atas pelanggaran oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
- Monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a, berupa:
a. monitoring (pemantauan);
b. evaluasi tahunan;
c. evaluasi menyeluruh 5 (lima) tahunan;
d. observasi;
e. pengujian dan pengukuran (test)
f. verifikasi; dan/atau
g. pencocokan dan penelitian.
Bagian Kedua
Sistem Monitoring Telekomunikasi
Pasal 219
- Dalam melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 ayat 3 huruf c, Menteri membentuk sistem monitoring Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
- Penyelenggara Telekomunikasi wajib membuka akses dan/atau memberikan informasi yang diminta untuk kepentingan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
- Pembukaan akses sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan melalui keterhubungan sistem pada Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan sistem monitoring Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Ketentuan teknis terkait sistem monitoring Telekomunikasi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Penyampaian Data dan Informasi
Pasal 220
- Setiap Penyelenggara Telekomunikasi wajib membuka akses dan memberikan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat 2 secara berkala dengan batas waktu penyampaian paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya periode waktu pelaporan.
- Penyampaian laporan sebaran infrastruktur Telekomunikasi disampaikan oleh penyelenggara setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan batas waktu penyampaian laporan paling lambat 1 (satu) bulan setelah batas waktu jatuh tempo.
- Penyampaian laporan gangguan layanan disampaikan oleh Penyelenggara Telekomunikasi secara Near Real Time.
- Laporan gangguan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 termasuk namun tidak terbatas pada:
a. critical Alarm dan major Alarm untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
b. Fiber Optic (FO) Cut untuk Penyelenggaraan Jaringan Tetap tertutup dan jaringan tetap lokal berbasis circuit switched dan packet switched; dan/atau
c. tidak berfungsinya Jaringan Telekomunikasi satelit untuk Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup.
- Critical Alarm sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a merupakan gangguan jaringan yang terjadi ketika core network mengalami blackout yang berdampak kepada terputusnya seluruh layanan pelanggan termasuk namun tidak terbatas pada suara, pesan pendek (Short Message Service/SMS), dan data.
- Major Alarm sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a merupakan gangguan yang terjadi ketika Radio Network Controller (RNC) dan Base Station Controller (BSC) mengalami blackout yang berdampak kepada terputusnya seluruh layanan pelanggan termasuk namun tidak terbatas pada suara, pesan pendek (Short Message Service/SMS), dan data.
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi hanya memiliki jaringan Long Term Evolution (LTE), major Alarm hanya merupakan gangguan yang terjadi pada Serving Gateway/Packet Data Network Gateway (SGW/PGW).
- Dalam hal Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi memiliki jumlah Base Transceiver Station (BTS) tiap kabupaten/kota kurang dari 10 (sepuluh) site, major alarm disampaikan jika 50% (lima puluh persen) Base Transceiver Station (BTS) mengalami gangguan (down).
- Ketentuan teknis terkait dengan penyampaian data dan informasi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Bagian Keempat
Keamanan Data dan Informasi
Pasal 221
Menteri menjamin keamanan dan kerahasiaan data yang disampaikan oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
BAB XVIII
KEWAJIBAN PENYELENGGARAAN DAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Kewajiban Penyelenggaraan
Pasal 222
Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan penyelenggaraan sebagai berikut:
- mengikuti ketentuan Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- melakukan upaya pengamanan dan perlindungan terhadap layanan yang diselenggarakannya serta sarana dan prasarana Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memenuhi kewajiban pembayaran BHP Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
- memenuhi kewajiban Kontribusi KPU/USO dalam bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Kotor Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menyampaikan dokumen setelah memenuhi kewajiban pembayaran BHP Telekomunikasi dan Kontribusi KPU/USO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat 1;
- menuangkan setiap kerja sama Penyelenggaraan Telekomunikasi dalam perjanjian tertulis;
- memenuhi ketentuan struktur kepemilikan saham pada badan hukum Penyelenggara Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memenuhi standar kualitas Penyelenggaraan Telekomunikasi;
- mempublikasikan pencapaian standar kualitas layanan untuk setiap periode pelaporan secara daring melalui situs web (website) layanan informasi milik Penyelenggara Telekomunikasi;
- menyampaikan laporan Penyelenggaraan Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
- menetapkan besaran tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri;
- untuk Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi:
1. menuangkan kerja sama penyewaan Jaringan Telekomunikasi dalam perjanjian tertulis;
2. memenuhi komitmen pembangunan dan/atau penyediaan jaringan secara menyeluruh;
3. memenuhi setiap permohonan dari calon Pelanggan Jaringan Telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan Jaringan Telekomunikasi sepanjang Jaringan Telekomunikasi tersedia;
4. menjamin tersedianya Interkoneksi; dan
5. dilarang melakukan diskriminasi dalam penyediaan Interkoneksi, dan saling memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat layanan yang disepakat
- untuk Penyelenggara Jasa Telekomunikasi:
1. memenuhi komitmen layanan dan/atau penyediaan Jasa Telekomunikasi secara menyeluruh;
2. mencatat, merekam, dan/atau menyimpan secara rinci pemakaian Jasa Telekomunikasi yang digunakan Pelanggan paling singkat selama 3 (tiga) bulan;
3. memelihara rekaman data pengukuran kualitas layanan Jasa Telekomunikasi selama 1 (satu) Tahun Buku dan menyimpannya sampai dengan 1 (satu) Tahun Buku ke depan; dan
4. memenuhi ketentuan registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (5), Pasal 154 ayat 1, Pasal 155 ayat 1, Pasal 159 ayat 2, Pasal 161 ayat 1, Pasal 161 ayat 2, Pasal 161 ayat 3, Pasal 162 ayat 1, Pasal 166, Pasal 168, Pasal 169 ayat 1, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 172, Pasal 174, dan Pasal 175.
- kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga
Pasal 223
- Penyelenggara Telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Telekomunikasi khusus;
b. mengembalikan Perizinan Berusaha apabila Jaringan Telekomunikasi khusus tidak diperlukan lagi; dan
c. kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Jasa Jual Kembali Jasa Telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi standar usaha aktivitas Jasa Jual Kembali Jasa Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memiliki perjanjian kerja sama antara Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dengan Pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi menggunakan merek dagang layanan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang dijual kembali dan dapat menambahkan merek dagang pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi kepada Pelanggan (end user); 2. pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi memenuhi ketentuan standar kualitas pelayanan Jasa Telekomunikasi yang telah dikomitmenkan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; 3. seluruh pendapatan dari pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi menjadi pendapatan dari dan dibukukan oleh Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; 4. penagihan (billing) mencantumkan merek dagang Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; dan 5. dalam hal jual kembali layanan Jasa Telekomunikasi berbasis protokol internet, pelaksana Jual Kembali Jasa Telekomunikasi wajib menggunakan Alamat Protokol Internet (Internet Protocol Address) publik dan Nomor Sistem Otonom (Autonomous System Number) milik Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
c. Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang melakukan kerja sama Jual Kembali Jasa Telekomunikasi wajib menjamin keberlangsungan seluruh layanan Telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan
d. menjamin perlindungan konsumen.
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Paragraf 1
Tujuan Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 224
Pengenaan sanksi administratif bertujuan untuk:
- meningkatkan kepatuhan Pelaku Usaha terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
- meningkatkan penetrasi infrastruktur serta kualitas layanan Telekomunikasi; dan
- menjamin hak-hak pengguna layanan Telekomunikas
Paragraf 2
Pelanggaran dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 225
- Setiap pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 dan Pasal 223 dikenakan sanksi administratif.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenakan sesuai jenis pelanggarannya kepada Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha:
a. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;
b. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
c. Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum;
d. Jual Kembali Jasa Telekomunikasi; dan/atau
e. yang memperoleh penetapan Penomoran Telekomunikasi.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha
d. pemutusan akses;
e. daya paksa polisional;
f. pencabutan layanan; dan/atau
g. pencabutan Perizinan Berusaha.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf c, huruf d, dan/atau huruf e dilaksanakan berdasarkan surat perintah tugas, terdokumentasi dan dituangkan dalam berita acara.
- Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dikenakan kepada Pelaku Usaha yang tidak memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi administratif tersebut didahului oleh surat perintah untuk menghentikan pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.
- Dalam hal Pelaku Usaha yang melanggar kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan penyedia infrastruktur pasif, Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada instansi yang berwenang untuk pengenaan sanksi administratif.
- Pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan secara berjenjang atau berdiri sendiri untuk masing-masing jenis sanksi administratif.
- Pengenaan sanksi administratif, selain pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha, tidak menghilangkan kewajiban Pelaku Usaha untuk memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha dan/atau ketentuan yang dilanggar sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
- Pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha tidak membatalkan kewajiban Pelaku Usaha yang merupakan piutang negara.
Pasal 226
- Hasil pemeriksaaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor Telekomunikasi yang terindikasi sebagai tindak pidana bidang Telekomunikasi, diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
- Penanganan pelanggaran tindak pidana bidang Telekomunikasi tidak menggugurkan pengenaan sanksi administratif.
Pasal 227
Pengenaan sanksi administratif tehadap pelanggaran kewajiban Pelaku Usaha untuk:
- menjamin tersedianya Interkoneksi;
- memenuhi ketentuan larangan melakukan diskriminasi dalam penyediaan Interkoneksi, dan saling memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat layanan yang disepakati;
- memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan Jaringan Telekomunikasi yang telah memenuhi syarat- syarat berlangganan Jaringan Telekomunikasi sepanjang Jaringan Telekomunikasi tersedia; dan/atau
- membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif kepada Penyelenggara Telekomunikasi, dilaksanakan berdasarkan pengaduan yang didukung dengan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undanga
Pasal 228
- Direktur Jenderal dapat mempublikasikan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, 113 ayat 1, Pasal 114 ayat 1, Pasal 116 ayat 1, Pasal 119 ayat 1, Pasal 121 ayat 2, Pasal 121 ayat 3, Pasal 121 ayat 4, Pasal 122, dan/atau Pasal 126, melalui situs web (website) Kementerian.
- Publikasi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat didahului dengan penyampaian surat teguran tertulis.
- Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) Hari Kerja.
Paragraf 3
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Teguran Tertulis
Pasal 229
- Direktur menerbitkan teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf a bagi Pelaku Usaha yang melanggar dan/atau tidak memenuhi kewajiban Perizinan Berusaha paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak ditemukenalinya pelanggaran kewajiban yang dituangkan dalam berita acara dan/atau bukti lainnya.
- Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi perintah untuk segera mematuhi kewajiban berusaha atau melaksanakan kegiatan berusaha sesuai dengan ketentuan dalam jangka waktu yang ditetapkan serta memuat tahapan selanjutnya dari sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Tahapan pengenaan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dihentikan prosesnya jika Pelaku Usaha memenuhi kewajibannya.
Paragraf 4
Tata Cara Keberatan
Pasal 230
- Keberatan merupakan upaya administratif yang dapat diajukan oleh Pelaku Usaha yang dikenai sanksi administratif.
- Keberatan tidak menunda pengenaan sanksi administratif.
- Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) Hari Kerja sejak pertama kali diterbitkannya teguran tertulis sesuai jenis pelanggarannya dengan melampirkan dokumen pendukung.
- Dikecualikan dari ayat 3, terkait pelanggaran terhadap kewajiban penyampaian laporan tahunan, Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) Hari Kerja sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pembayaran.
- Pelaku Usaha yang mengajukan keberatan atas keputusan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menyampaikan surat pernyataan keberatan dan bukti pendukung tidak melakukan pelanggaran.
- Direktur Jenderal menyelesaikan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 atau ayat 4 paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja sejak diterimanya keberatan yang dibuktikan dengan tanda terima pengiriman surat.
- Dalam hal Direktur Jenderal tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6, keberatan dianggap dikabulkan.
- Direktur Jenderal menetapkan keputusan untuk menerima atau menolak keberatan paling lama 5 (lima) Hari Kerja setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6.
- Dalam hal keberatan diterima, sanksi administratif yang diberikan terkait dengan pelanggaran kewajiban dimaksud batal demi hukum.
- Dalam proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 6, Direktur Jenderal berwenang meminta keterangan tambahan kepada Pelaku Usaha yang bersangkutan, atau pihak lain yang dianggap perlu.
Paragraf 5
Tata Cara Pengenaan Denda Administratif
Pasal 231
- Direktur menerbitkan surat pemberitahuan pembayaran untuk pengenaan sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf b yang memuat:
a. besaran denda yang dikenakan;
b. jatuh tempo pembayaran;
c. cara penyetoran; dan
d. informasi denda keterlambatan pembayaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Surat pemberitahuan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan:
a. 1 (satu) Hari Kerja setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan tahunan untuk sanksi administratif terkait kewajiban penyampaian laporan tahunan; atau
b. 1 (satu) Hari Kerja sejak berakhirnya batas waktu Teguran Tertulis terakhir untuk sanksi administratif yang didahului dengan teguran tertulis.
- Jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan pembayaran.
- Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Pelaku Usaha belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur menerbitkan surat tagihan pertama.
- Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diterbitkan, Pelaku Usaha belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur menerbitkan surat tagihan kedua.
- Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diterbitkan, Pelaku Usaha belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur menerbitkan surat tagihan ketiga.
- Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diterbitkan, Pelaku Usaha belum atau tidak melunasi kewajibannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Pelaku Usaha dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. penyerahan penagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang piutang negara.
- Keterlambatan atas pembayaran sanksi denda yang melebihi jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam surat pemberitahuan pembayaran, dikenakan sanksi denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah sanksi denda yang harus dibayarkan, dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
- Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat 8 dikenakan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
- Pembayaran sanksi administratif berupa denda oleh Pelaku Usaha disetor langsung ke kas negara melalui rekening Bendahara Penerima pada bank pemerintah yang ditunjuk.
Paragraf 6
Tata Cara Penghentian Sementara Kegiatan Berusaha
Pasal 232
- Penghentian sementara kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf c merupakan sanksi administratif untuk menghentikan kegiatan operasional Pelaku Usaha dalam jangka waktu tertentu paling lama 1 (satu) tahun.
- Dalam hal Pelaku Usaha yang dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan berusaha telah memenuhi kewajiban sebelum masa penghentian sementara kegiatan berusaha berakhir, Pelaku Usaha harus melapor kepada Direktur yang memerintahkan penghentian sementara kegiatan berusaha.
- Direktur menetapkan pengakhiran penghentian sementara kegiatan berusaha berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Paragraf 7
Tata Cara Pemutusan Akses
Pasal 233
- Pemutusan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf d merupakan sanksi administratif untuk memutuskan Ketersambungan jaringan dikarenakan pelanggaran yang dilakukan.
- Pemutusan akses sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa:
a. pemutusan Ketersambungan saluran (link);
b. penonaktifan jaringan/layanan secara keseluruhan (total shutdown); dan/atau
c. pembongkaran (dismantle) perangkat.
- Pemutusan akses sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berlaku sampai dengan dipenuhinya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pelaku Usaha terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.
Paragraf 8
Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Administratif dengan
Daya Paksa Polisional
Pasal 234
- Daya paksa polisional sebagaimana dimaksud dalam
a. meminta identitas pelaku pelanggaran dan mendokumentasikan dalam bentuk digital;
b. memasuki dan memeriksa lokasi kegiatan usaha;
c. meminta keterangan Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran;
d. memanggil Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran; dan/atau
e. penyegelan sementara alat dan/atau perangkat penunjang yang digunakan untuk kegiatan berusaha.
- Daya paksa polisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan bersamaan dengan sanksi administratif lainnya.
Paragraf 9
Tata Cara Pencabutan Layanan dan/atau Perizinan Berusaha
Pasal 235
- Direktur menerbitkan rekomendasi pencabutan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf f dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 3 huruf g sebagai tahap paling akhir dalam tahapan pengenaan sanksi administratif.
- Pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha dapat dilakukan secara langsung apabila pelanggaran yang dilakukan Pelaku Usaha membahayakan keamanan negara dan/atau berpotensi merugikan negara.
- Pelaku Usaha yang telah dijatuhi sanksi administratif pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mengajukan permohonan layanan dan/atau Perizinan Berusaha baru setelah melewati tenggang waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan dan telah memenuhi kewajiban yang merupakan piutang negara.
Bagian Ketiga
Rincian Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 236
Ketentuan mengenai rincian pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225, Pasal 229, dan Pasal 231 sampai dengan Pasal 235, tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Daftar Hitam
Pasal 237
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Pelaku Usaha dapat ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara dalam hal Pelaku Usaha dikenai sanksi administratif berupa pencabutan layanan dan/atau Perizinan Berusaha.
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Pelaku Usaha yang ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara, dilarang terlibat dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi.
- Direksi, pengurus, perorangan, dan/atau badan hukum Pelaku Usaha dapat dikeluarkan dari Daftar Hitam Penyelenggara setelah:
a. 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkan dalam Daftar Hitam Penyelenggara; dan/atau
b. kewajiban yang menjadi piutang negara dipenuhi.
Bagian Kelima
Pengenaan Sanksi pada Kawasan Ekonomi Khusus dan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Pasal 238
Pemberian sanksi administratif untuk wilayah Kawasan Ekonomi Khusus dan/atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dilaksanakan berdasarkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 239
- Pada saat ini Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua DPI, perjanjian kerja sama Interkoneksi, dan perjanjian pokok akses terhadap FPI antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang sudah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
- Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi melaksanakan Interkoneksi berbasis protokol internet, besaran Biaya Interkoneksi dapat menggunakan DPI dan perjanjian kerja sama Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
- Besaran Biaya Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat digunakan sampai dengan ditetapkannya ketentuan Biaya Interkoneksi berbasis protokol internet secara keseluruhan (full-IP).
- Pelaksanaan ketentuan teknis Interkoneksi berbasis protokol internet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dapat digunakan sampai dengan ditetapkannya ketentuan teknis Interkoneksi berbasis protokol internet secara keseluruhan (full-IP).
Pasal 240
- Tahapan transisi implementasi Interkoneksi berbasis protokol internet dimulai pada tanggal 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
- Selama tahapan transisi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat mengimplementasikan Interkoneksi berbasis Time- Division Multiplexing (TDM) dan Interkoneksi berbasis protokol internet.
- Interkoneksi berbasis protokol internet secara keseluruhan (full-IP) dapat diimplementasikan mulai tanggal 1 Januari 2025.
Pasal 241
- Badan Hukum yang telah menggunakan kode akses pesan singkat layanan non konten sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
- Penyelenggara jasa layanan konten dan penyedia layanan informasi masyarakat yang telah menggunakan kode akses berbasis Unstructured Supplementary Service Data (USSD) dan USSD Menu Browser (UMB) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
- Penyelenggara Telekomunikasi, instansi pemerintah, dan badan usaha milik negara yang telah menggunakan Penomoran Telekomunikasi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, namun terdapat perbedaan antara database, dokumen penetapan penomoran, dan/atau implementasi penggunaannya, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 242
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Telekomunikasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 243
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 16/PER/M.KOMINFO/9/2005 tentang Penyediaan Sarana Transmisi Telekomunikasi Internasional melalui Sistem Komunikasi Kabel Laut;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08/PER/M.KOMINFO/1/2006 tentang Interkoneksi;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 03/PER/M.KOMINFO/1/2007 tentang Sewa Jaringan;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 09/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang disalurkan melalui Jaringan Bergerak Seluler;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 15/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang disalurkan melalui Jaringan Tetap;
- Pasal 82 ayat 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 250);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Adminisitratif Berupa Denda terhadap Penyelenggara Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217);
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1444) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1676) ;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1135) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1450);
- Pasal 26 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1041) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Bidang Komunikasi dan Informatika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 841); dicabut dan dinyatakan tidak berlak
Pasal 244
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2021
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOHNNY G. PLATE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 303
Salinan sesuai dengan aslinya
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Bertiana Sari
Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Pembubuhan dilakukan sebagai penandatangan dokumen
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,